33
kecepatan Vi dan Vn, dimana θin = sin-1 (Vi / Vn) sehingga kedalaman ( ⁄ ) (Palmer dkk., 2005). Untuk nilai XY,
∑ (2.58) GRM dapat juga menghitung kecepatan rata-rata semua lapisan di atas refraktor,
̅ [( ) ( ⁄ )] (2.59) Metode kecepatan rata-rata ini sangat sensitif dengan nilai optimum XY, tetapi metode tersebut tidak dibutuhkan setiap refraktor diatas target yang diketahui. Sedangkan metode aproksimasi kecepatan relatif tidak sensitif pada nilai optimum XY, tetapi metode ini dibutuhkan setiap refraktor diatas target yang ditetapkan.
II.4 Solusi Finite Difference Pada Persamaan Eikonal
34
eikonal dengan progressing outward dari sebuah expanding square untuk menghitung first arrival time model kecepatan 2 D (Vidale, 1988) dan model kecepatan 3D (Vidale, 1990). Metode Vidale bekerja sangat cepat pada traveltimes grid seragam karena metode ini hanya membutuhkan sedikit operasi aljabar, akan tetapi metode Vidale mengalami masalah kestabilan seperti dalam perhitungan akar-akar kwadrat bilangan negatif. Qin kemudian mengemukakan sebuah alternatif untuk metode Vidale dimana progressing outward-nya dari expanding wavefront (Qin dkk., 1992).
Metode Qin menyelesaikan beberapa masalah stabilitas algoritma Vidale, tapi pencarian nilai global minimum untuk memulai perhitungan pada setiap tahapan membuat komputasi metode tersebut sangat besar. Adapun solusi finite difference pada persamaan eikonal jauh lebih cepat dari metode ray tracing untuk jumlah sources dan receivers yang banyak, karena traveltime untuk semua titik grid dimasukan kedalam sebuah model yang dihitung pada waktu yang bersamaan. Metode ini dapat digunakan untuk 2D/3D depth migration, tomografi ataupun analisis kecepatan (Zhang dkk., 2005).
Dalam medium 2 D, traveltime perambatan gelombang diatur
35
dengan persamaan eikonal, yang menghubungkan gradien traveltime dengan kelambatan medium (Vidale, 1988),
. / .
/ ( ) (2.60)
dimana (x,z) adalah koordinat jarak Cartesius, t adalah traveltime dan S adalah kelambatan/inversi kecepatan. Adapun untuk mendapatkan besar traveltime pada medium 2 D, terlebih dahulu medium diparameterisasi dengan sel persegi yang di dalamnya terdapat sembilan titik, dengan jarak antar titik adalah h, seperti yang ditunjukan dalam gambar II.30.
Gambar II.30. Ilustrasi metode centered finite-difference pada medium 2D
Posisi sumber gelombang seismik diasumsikan berada pada titik A dengan besar traveltime sama dengan nol. Adapun besar traveltime (t) pada titik B1, B2, B3 dan B4 dihitung dengan mengalikan jarak h dengan kelambatan rata-rata S antara kedua titik A dan B melalui persamaan (Vidale, 1988),
36 ( ) (2.61)
Untuk mendapatkan traveltime pada semua titik C dilakukan ekstrapolasi. Ekstrapolasi yang dilakukan adalah ekstrapolasi plane wave yang sangat akurat untuk wavefront yang hampir datar. Ekstrapolasi ini diawali dengan menentukan posisi traveltime pada masing-masing titik. Pada titik A ditetapkan traveltime t0, sedangkan traveltime setiap titik Ci yang akan dihitung ditetapkan sebagai t3, untuk posisi t1 dan t2 diposisikan pada dua titik di dekat titik Ci yang akan dihitung. Misalnya t3 yang akan dihitung adalah traveltime pada titik C1, maka t1 adalah traveltime pada titik B1 dan t2 adalah traveltime pada titik B2. Untuk perhitungan awal t0 dianggap bernilai 0 karena titik shot dianggap berada pada titik A, namun biasanya t0 tidak bernilai nol karena titik A tidak selalu harus dibatasi sebagai titik shot. Ketika t0, t1
dan t2 diketahui maka traveltime pada t3 dapat ditentukan dengan metode beda hingga yang mengasumsikan locally plane wave, dimana t0, t1 dan t2 digunakan untuk menghitung t3 dengan menggunakan metode centered finite-difference. Adapun dua bentuk persamaan diferensial yang akan diaproksimasi kedalam persamaan eikonal 2D adalah (Vidale, 1988);
37
( ) (2.62)
( ) (2.63)
Subtitusi kedua persamaan diatas ke dalam persamaan eikonal 2D menghasilkan,
,( ) ( ) -
, ( ) ( ) - (2.64) Persamaan 2.64 secara umum dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut,
, ( ̅ ) ( ) - (2.65) ketika i = 4 maka tBi+1 = tB1, dimana besar kelambatan rata-rata
̅ adalah,
̅ ( ) (2.66)
Gambar II.31. Ilustrasi metode expanding square
Adapun metode Vidale ini menggunakan solusi expanding square
38
yang ditunjukan gambar II.31 dimana titik putih merupakan traveltime pada gambar II.30 yang dihitung dengan persamaan 2.61 dan 2.65, dimana untuk titik hitam merupakan traveltime yang akan dihitung berikutnya dengan menggunakan skema finite-difference sampai titik sudut lainnya atau traveltime relatif maksimum didapatkan. Mula-mula ketiga titik hitam pada keempat sisi bagian tepi dihitung satu persatu dengan titik shot berada pada bagian titik putih dengan traveltime terkecil, yang dilakukan satu persatu sampai semua traveltime pada titik hitam pada bagian tepi tersebut semuanya didapatkan. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung traveltime di keempat titik sudut, oleh karena itu strategi ini disebut expanding squares karena traveltimes dihitung sepanjang persegi yang diekspansi sampai traveltimes di semua titik grid dalam model diketahui.
Permasalahan dengan strategi expanding square adalah metode ini tidak seluruhnya tepat untuk model dengan perbedaan kecepatan besar. Adapun dengan metode ini, traveltime bagian-bagian raypath yang mendahului titik sudut harus didapatkan terlebih dahulu sebelum mendapatkan traveltime pada titik sudutnya, hal ini bisa menyebabkan nilai negatif, dimana skema expanding square akan menghitung first arrival traveltime sebelum
39
headwave menyentuh interface, sehingga lapisan berkecepatan tinggi tidak sempat dimasukkan. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan metode Vidale walaupun sesungguhnya metode ini bekerja sangat cepat pada traveltime dalam grid seragam, dimana Qin memberikan sebuah alternatif dengan progressing outward dari expanding wavefront (Qin dkk., 1992).
Gambar II.32 Ilustrasi metode expanding wavefront
Langkah pertama metode Qin menggunakan persamaan 2.61 dan 2.65 dari metode Vidale untuk menentukan traveltime titik-titik terluar square dalam gambar II.31 yang kemudian dimasukan dalam perimeter yang ditunjukkan berupa titik hitam dalam gambar II.32, untuk menentukan titik traveltime minimum global sepanjang titik terluar perimeter yang merupakan titik dimana wavefront pertama kali mencapai permukaan perimeter dan merupakan titik awal ekspansi untuk solution region. Adapun
40
dalam gambar II.32a, menunjukan titik putih dan hitam membentuk solution region dan wavefront yang aktual direpresentasikan dengan garis kurva. Semua traveltime pada lingkaran hitam sepanjang perimeter dimasukan kedalam perimeter array, termasuk titik traveltime minimum yang ditunjukan sebuah titik hitam dalam lingkaran putih. Titik titik terdekat pada titik traveltime minimum yang ditunjukan dengan lingkaran putih dalam gambar II.32b kemudian dihitung dengan metode beda hingga, sehingga sebuah solution region dibentuk dan traveltime baru sepanjang titik terluar perimeter digunakan untuk memperbaharui perimeter array. Sebuah titik traveltime minimum didapatkan diantara elemen perimeter array yang kemudian digunakan untuk proses berikutnya seperti dalam gambar II.32c.
Dengan menerapkan prosedur diatas secara berulang, semua titik dalam model dapat dihitung. Berikutnya persamaan eikonal diselesaikan menggunakan metode beda hingga. Ketika titik grid pada batas model didapatkan, titik tersebut tidak akan digunakan sebagai titik baru, sehingga perhitungan berhenti pada batas grid komputasi. Adapun operasi dalam skema ini adalah logical statements, sehingga vektorisasi code metode expanding wavefront ini lebih sulit dari metode expanding square.
41