B. Problem Posing
3. Post-solution Posing
1. Pre Solution Posing
Pre-solution posing yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi
yang diadakan atau informasi yang diberikan. Proses memformulasikan kembali masalah matematika dengan kata-kata sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. Siswa hanya diberikan situasi tertentu sebagai stimulus dalam merumuskan soal/masalah. Berkaitan dengan situasi yang dipergunakan dalam kegiatan perumusan masalah/soal dalam pembelajaran matematika, Walter dan
Brown (1993: 302) menyatakan bahwa soal dapat dibangun melalui beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan, teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal. Sedangkan English (1998) membedakan dua macam situasi atau konteks, yaitu konteks formal bisa dalam bentuk simbol (kalimat matematika) atau dalam kalimat verbal, dan konteks informal berupa permainan dalam gambar atau kalimat tanpa tujuan khusus. Siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan demikian, masalah matematika yang diajukan oleh siswa mengacu pada situasi yang telah disiapkan oleh guru dan murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan.
2. Within-solution Posing
Within-solution posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal
menjadi sub-sub pertanyaan baru. Dapat pula diartikan sebagai perumusan masalah matematika sederhana atau perumusan ulang masalah yang telah diberikan dengan beberapa cara dalam rangka menyelesaikan masalah yang rumit. Dengan demikian, pembuatan soal akan mendukung penyelesaian soal semula. Untuk membuat soal baru dari soal yang sudah ada, siswa harus mengenali struktur matematis dari soal-soal tersebut, dan menempatkannya pada ciri kontekstual serta mengutamakan elemen-elemen struktural. Itulah mengapa mereka
harus mengkonstruksi model atau representasi dari ide-ide matematis dan bagaimana mereka menghubungkannya.
3. Post-solution Posing
Strategi ini juga disebut sebagai strategi “find a more
challenging problem”. Siswa memodifikasi atau merevisi tujuan atau
kondisi soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru yang lebih menantang. Pembuatan soal demikian merujuk pada strategi “what-if-not …?” atau ”what happen if …”.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat soal dengan strategi itu adalah sebagai berikut,
a. Mengubah informasi atau data pada soal semula. b. Menambah informasi atau data pada soal semula.
c. Mengubah nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan kondisi atau situasi soal semula.
d. Mengubah situasi atau kondisi soal semula, tetapi tetap mempertahankan data atau informasi yang ada pada soal semula.
Table 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling dan Pengajuan Soal Matematika Menurut Ban Har (2009)
Inovasi dalam cerita Inovasi dalam pengajuan soal
Ciri/keistimewaan soal
Substitution –
menceritakan cerita yang sama dengan sedikit perubahan seperti nama, objek, tempat.
Replacement –
mengajukan soal yang sama tapi mengganti jumlah
(amounts/quantities), gambar, bentuk, unit, dll.
Soal digunakan untuk
Inovasi dalam cerita Inovasi dalam pengajuan soal Ciri/keistimewaan soal Addition – menceritakan cerita yang sama tetapi menambah deskripsi, dialog atau kejadian-kejadian
Addition – mengajukan
soal yang sama tetapi memberikan batasan atau menambah tantangan
Soal dikembangkan dan menjadi lebih kompleks Alteration – membuat perubahan yang memuat reperkusi, contohnya perubahan karakteristik, memodernisasi latar dan waktu, dan mengubah ending.
Modification –
mengambil soal yang sama tetapi
memodifikasi
(memberikan tambahan) soal
Soal akan menjadi benar-benar baru tetapi masih dapat dikerjakan dengan menggunakan penyelesaian dari soal semula sebagai acuan.
Transformation –
menceritakan cerita yang sama dengan gaya (genre) yang berbeda.
Contextualizing –
membuat soal yang kontekstual atau berkaitan langsung dengan kehidupan siswa.
Masalah menjadi lebih kontekstual tetapi dasarnya masih sama dengan soal semula.
Change of viewpoint –
menceritakan cerita dari sudut pandang tokoh yang berbeda
Turning the problem around atau reversing the problem –
mengambil soal yang sama tetapi yang diketahui menjadi yang ditanyakan demikian sebaliknya.
Soal menjadi lebih menarik, menantang dan benar-benar berbeda.
Recycling the plot –
menggunakan kembali pola alur pokok
Reformulation –
mengajukan soal yang sama dengan tipe berbeda
Soal berbeda tetapi menggunakan pengetahuan dari konsep dan keahlian yang serupa dengan soal semula
Menurut problem posing tipe post-solution, siswa harus dapat memecahkan dan menyelesaikan soal-soal rangsangan dengan baik sebelum dapat melakukan pengajuan soal.
Cara memecahkan masalah terdapat beberapa langkah. Para ahli menjelaskan langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Salah satunya adalah Polya (1985) memaparkan ada empat langkah dalam pemecahan
masalah, yaitu (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan, (3) melaksanakan rencana pemecahan, dan (4) memeriksa kembali.
Berikut merupakan penjelasan dari langkah-langkah tersebut: 1. Memahami masalah (understanding problem)
Dalam langkah ini siswa dapat menentukan apa yang diketahui dalam soal tersebut dan menentukan apa yang ditanyakan.
2. Menyusun rencana pemecahan (devising a plan)
Dalam langkah ini siswa harus menyusun rencana pemecahan, yaitu dengan cara melihat dari kondisi soal kemudian mempersiapkan strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah.
3. Melaksanakan rencana pemecahan (carrying out the plan)
Dalam langkah ini siswa melaksanakan rencana pemecahan masalah yang merupakan tindak lanjut dari langkah kedua. Disini siswa menjalankan strategi yang telah disiapkan untuk menyelesaikan masalah.
4. Memeriksa kembali (looking back)
Dalam langkah ini dilaksanakan untuk melihat bahwa untuk setiap langkah dalam menyelesaikan masalah adalah sudah benar.
Dalam proses pemecahan masalah, terdapat beberapa indikator untuk mengetahui kemampuan dalam memecahkan masalah. Menurut NCTM (1989: 209) indikator kemampuan memecahkan masalah adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.
2. Merumuskan masalah secara matematik atau menyusun model matematik.
3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika.
4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal 5. Menggunakan matematika secara bermakna.
Silver dan Cai (1996: 526) mengemukakan bahwa respon siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru bisa dikategorikan menjadi 3 kemungkinan, yaitu:
1. Pertanyaan Matematika (Soal Matematika)
Respon siswa dalam bentuk pertanyaan (soal) matematika yang diajukan mengandung masalah matematik yang berkaitan dengan situasi yang diberikan.Pertanyaan (soal) matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan (soal) matematika yang dapat diselesaikan adalah pertanyaan (soal) yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan (soal) matematika yang dapat diselesaikan
juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
2. Pertanyaan Non-Matematika (Bukan Soal Matematika)
Pertanyaan yang diajukan tidak mengandung masalah matematik atau tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang terkandung dalam situasi yang diberikan.
3. Pernyataan
Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah juga tidak mengandung masalah matematik maupun persoalan non-matematik.
Persoalan-persoalan yang diajukan para siswa akan bervariasi berdasarkan level matematis dan seberapa luas pengetahuan matematika mereka dan berapa banyak pengetahuan mereka tentang matematika.
Untuk menilai tugas problem posing yang dibuat oleh siswa menurut Silver & Cai (2005 :131) terdapat tiga kriteria, yaitu :
a. Kuantitas
Kriteria ini menilai banyaknya masalah atau soal yang dihasilkan oleh siswa.
b. Keaslian Soal (Orisinalitas)
Keaslian soal berkaitan dengan ide perumusan soal. c. Kompleksitas Soal
1) Soal Matematika
Soal matematika adalah soal yang memuat masalah matematika. Soal matematika diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu :
a) Soal matematika yang dapat diselesaikan
Soal matematika yang dapat diselesaikan adalah soal yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang telah ada untuk diselesaikan, atau juga soal tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. Kategori ini juga dibedakan atas dua hal, yaitu soal yang memuat informasi baru dan soal yang tidak memuat informasi baru
b) Soal matematika yang tidak dapat diselesaikan.
Soal Matematika yang tidak dapat diselesaikan adalah soal yang tidak memiliki kecukupan unsur-unsur yang diketahui. 2) Soal bukan Soal Matematika
Soal bukan soal matematika adalah soal yang tidak mengenai masalah matematika atau tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan.
3) Pernyataan
Pernyataan adalah kalimat bersifat ungkapan yang tidak memuat pertanyaan.
Adapun keunggulan-keunggulan pendekatan problem posing yaitu: 1. Komunikasi terjadi dua arah, baik antara siswa dengan guru maupun
antara siswa dengan siswa;
2. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator serta moderator;
3. Siswa mendapatkan konsep dari kegiatan belajar mandirinya, karena mendapatkan informasi baru yang belum diketahuinya;
4. Siswa mengungkapkan pendapatnya, menganalisis soal, merumuskan soal, kemudian menyelesaikan soal-soal yang diajukannya sendiri; 5. Siswa melihat merencanakan, kemudian mengajukan masalah (soal)
sesuai dengan kemampuannya masing-masing.