• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara umum, sifat-sifat hidratasi suatu produk dapat digambarkan dengan kurva sorpsi isotermis, yang menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanan kelembaban relatif atau aktivitas air pada suhu tertentu (Syarif dan Halid, 1993). Kurva sorpsi isotermis dibuat melalui percobaan dengan mengkondisikan sampel dalam sorption chamber pada kelembaban relatif yang berbeda yang dihasilkan oleh larutan lewat jenuh garam-garam spesifik..

Selama penyimpanan, sampel yang disimpan pada RH (Relative Humidity/

kelembaban relatif) rendah mengalami penurunan bobot, sedangkan pada RH tinggi, sampel akan mengalami penambahan bobot. Penurunan dan penambahan bobot ini menunjukkan fenomena hidratasi. Karakteristik hidratasi bahan pangan dapat diartikan sebagai karakteristik fisik yang meliputi interaksi antar bahan pangan dengan molekul air di udara lingkungannya (Syarif & Halid, 1993). Interaksi yang terjadi disebabkan oleh perbedaan antara RH sampel dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi hingga terjadi kesetimbangan di antara keduanya. Kondisi kesetimbangan ditandai dengan bobot sampel yang konstan.

Percobaan sorpsi isotermis ini hanya dilakukan pada sampel microencapsulated ginger powder-1 , karena sampel lain mengandung sukrosa yang mengakibatkan kelarutan yang tinggi sehingga diperkirakan memiliki kurva sorpsi isotermis yang khas sehingga dihitung dengan persamaan modifikasi (Kusnandar, 2008). Percobaan dilakukan pada suhu 25OC dan digunakan 8 jenis garam, antara lain: K2Cr2O7 , Na2SO4, NaCl, NaNO3 , KI, MgCl2 , dan Mg(NO3)2. Kelembaban relatif dari larutan garam dan kadar air kesetimbangan dapat dilihat pada Tabel 3, Didapatkan kurva sorpsi isotermis (Gambar 4) berbentuk menyerupai sigmoid, hal ini khas bagi setiap produk pangan karena pada umumnya terdiri

0.25

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 Oritasty™-1

dari campuran. Dari kurva sorpsi isotermis yang terbentuk, didapatkan persamaan garis linear: y = 0,3682x - 12,147 dengan nilai R² = 0,8293. Untuk perhitungan umur simpan microencapsulated ginger powder-1, digunakan data slope atau kemiringan kurva isotermis, yaitu 0,3682.

Tabel 3. Kadar Air Kesetimbangan (Me) Microencapsulated Ginger Powder-1 pada Beberapa RH penyimpanan

Garam Aktivitas Air kadar air kesetimbangan (%Me)

K2Cr2O7 0,933 27,350

Na2SO4 0,842 16,141

NaCl 0,774 14,118

KI 0,71 11,465

MgCl2 0,543 8,029

Mg(NO3)2 0,427 5,747

Gambar 4. Kurva Sorpsi Isotermis Microencapsulated Ginger Powder -1 y = 0.368x - 12.14

R² = 0.829

0 5 10 15 20 25 30

0 20 40 60 80 1

kadar air (%bk)

Relative Humidity (%)

00

Dengan menggunakan persamaan linear kurva sorpsi isotermis, maka dapat ditentukan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH tertentu. RH yang dipilih berdasarkan pada kondisi RH penyimpanan, dimana umur simpan ditentukan. Kondisi penyimpanan dimana umur simpan ditentukan adalah kondisi gudang aromatik (RH 73,79%.), RH 80%, dan RH 50%, maka nilai kadar air kesetimbangan untuk microencapsulated ginger powder-1 pada kondisi gudang adalah 15,10%bk, sedangkan pada RH 80, nilai kadar air kesetimbangan untuk microencapsulated ginger powder-1 adalah 17,31%bk dan nilai kadar air kesetimbangan untuk microencapsulated ginger powder-1pada RH 50% adalah 8,52%bk.

3. PENENTUAN KADAR AIR KRITIS

Kadar air kritis merupakan kadar air dimana produk pangan mencapai kondisi mulai tidak diterima lagi secara organoleptik. Pada produk bubuk dengan flowability tinggi, kadar air dan aktivitas air rendah, caking atau penggumpalan akibat penyerapan uap air merupakan permasalahan yang sangat berpengaruh pada mutu. Awal terjadinya caking ditandai dengan perubahan sampel menjadi basah. Selain dari segi appearance, dilihat pula pengaruh perubahan kadar air terhadap perubahan mutu citarasa.

Penentuan kadar air kritis ditentukan dengan melakukan penyimpanan sampel dalam sorption chamber (suhu 25oC RH 85,95%) dan diamati setiap 1 jam untuk sampel seasoning dan 7 jam untuk sampel microencapsulated ginger powder. Melalui metode uji beda dari kontrol berupa sampel tanpa perlakuan yang diujikan kepada lima orang panelis.

Lalu sampel dikemas dalam plastik HDPE untuk diamati perbedaan visual (warna, flowability, caking) terhadap perubahan kadar air. Hasil uji organoleptik terhadap sampel diintepretasikan ke dalam kurva hubungan skor organoleptik dengan kadar air. Untuk sampel produk-produk seasoning, titik kritis ditentukan ketika skor organoleptik mencapai poin 4(katagori sedang) pada skala 1-7. Pada poin ini, diperkirakan sampel memiliki kenampakan yang basah dan telah berbeda nyata dengan kondisi awal.

Sedangkan untuk produk microencapsulated ginger powder, dilakukan uji beda dari kontrol dan diamati perbedaannya titik kritis diambil dari sampel yang memiliki karakter visual atau flavor yang berbeda nyata dari kontrol. Hal ini dikarenakan microencapsulated ginger powderini tidak mengalami perubahan visual yang signifikan terhadap perubahan kadar airnya. Uji perbandingan jamak dianalisa menggunakan ANOVA dengan uji lanjutan Dunnett (Setyaningsih et al., 2010).

Gambar 6. Kadar Air Kritis Seasoning dan Microencapsulated Ginger Powder

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan pada seasoning didapatkan bahwa perubahan atau kenaikan kadar air berpengaruh pada kenampakan produk, sedangkan untuk citarasa, tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara sampel kondisi awal sebagai kontrol dan sampel-sampel yang telah diberi perlakuan. Hal ini didikung oleh kurva hasil organoleptik yang terbentuk, rata-rata skor di atas 4 (katagori perbedaan sedang) untuk

3.28

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 Oritasty™

Kadar Air Kritis (%bk)

parameter citarasa. Maka, untuk sampel produk seasoning, titik kritis diperoleh dari kurva hasil organoleptik terhadap kenampakan. Kadar air kritis yang diperoleh untuk produk Oritasty™-1, WesternAsia™, dan Oritasty™-2 masing-masing adalah: 3,28%bk, 2,58%bk, 5,57%bk, dan 11,68%bk. Sedangkan untuk Barbequnic™, balado- 1 dan 2, keju, seafood dan kopyor, kadar air kritis yang didapatkan masing-masing adalah 2,23%bk,1,86%bk, 1,83%bk, 3,84%bk, dan 2,75%bk.

Untuk sampel produk microencapsulated ginger powder, digunakan uji Dunnett sebagai lanjutan uji ANOVA (Analysis of Variance) untuk menentukan titik tolak oleh panelis. Hasil uji organoleptik sampel produk microencapsulated ginger powdermenunjukkan bahwa kenaikan kadar air mempengaruhi citarasa, namun secara kenampakan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan, maka digunakan parameter citarasa dalam penentuan titik kritis, dan ditentukan kadar air kritis pada 11,86%bk. Hasil penentuan kadar air kritis sampel microencapsulated ginger powder, menunjukkan hasil yang serupa dengan sampel seasoning, yaitu perbedaan kadar air tidak berpengaruh signifikan terhadap citarasa, namun berpegaruh cukup signifikan terhadap kenampakannya. Didapatkan kadar air kritis untuk microencapsulated ginger powder- 2 adalah sebesar 10,64%bk. Hasil analisis kadar air kritis dapat dilihat pada Gambar 6.

4. KONDISI PENYIMPANAN Kemasan

Permeabilitas uap air (k/x) adalah laju transmisi uap air dibagi dengan tekanan uap air jenuh pada saat ditetapkan. Laju transmisi uap air atau Water Vapor Transmission Rate (WVTR) yang merupakan jumlah uap air yang melewati satu unit permukaan luas dari suatu bahan selama satu satuan waktu pada kondisi suhu dan kelembaban relatif yang konstan.

Permeabilitas uap air kemasan perlu diketahui. Semakin besar permeabilitas kemasan, maka semakin mudah migrasi uap air ke dalam kemasan (Kusnandar, 2008).

Gambar 5. Luas Permukaan Kemasan

Dua jenis kemasan yang digunakan adalah LLDPE Asrene dan Metallocene. Dalam penggunaannya, kemasan LLDPE Asrene digunakan rangkap pada produk microencapsulated ginger powder, Oritasty™-1 dan WesternAsia™ sehingga permeabilitas uap airnya adalah 0,75 dari permeabilitas kemasan LLDPE Asrene tunggal (Wittman et al.,2009). Berdasarkan informasi yang diberikan oleh supplier, laju transmisi dari LLDPE

0.6 0.65 0.7 0.75 0.8

Luas Permukaan (m2)

sampel

metallocene

seasoning ayam pedas manis

seasoning ayam bawang

G

Powder2inger Oleoresin G

Powder1Ginger Powder-1 inger Oleoresin Ginger Powder-2 Oritasty™

WesternAsia™

Asrene adalah 10,125 g/m2/24jam, sedangkan laju trasnmisi uap air kemasan Metallocene adalah 3,118g/m2/24jam. Kedua laju transmisi uap air tersebut diukur pada suhu 37,8OC dan RH 100%. Dengan informasi kondisi pada saat ditetapkannya WVTR tersebut, maka didapatkan nilai tekanan air jenuh (Po) sebesar 49,157 mmHg.

Dari hasil perhitungan WVTR dibagi tekanan uap air jenuh, nilai permeabilitas kemasan (k/x) Metallocene adalah 0,0634 g/m2/24jam/mmHg dan nilai permeabilitas kemasan LLDPE Asrene adalah 0,1545 g/m2/24jam/mmHg.

Faktor lain dari kemasan yang perlu diketahui adalah luas kemasan (A) primer yang digunakan. Luas kemasan didapatkan dari tinggi kemasan yang dikurangi sisa sealing dikalikan dengan lebar kemasan. Kemasan metallocene di-seal otomatis dengan ketinggian 3 cm dari atas sedangkan untuk kemasan LLDPE Asrene menggunakan plastic seal manual.

Perhitungan luas kemasan dapat dilihat pada Lampiran 25- Lampiran 29dan hasil perhitungan dapat dilihat pada diagram di bawah (Gambar 5).

Didapatkan dari hasil perhitungan bahwa luas permukaan kemasan untuk produk microencapsulated ginger powder-1 adalah 0,80 m2. Kemasan microencapsulated ginger powder-2 dan Oritasty™-1 memiliki luas permuakaan 0,70 m2. Sedangkan untuk kemasan Oritasty™-2 pedas manis dan kemasan metellocene adalah 0,67 m2.

Lingkungan Penyimpanan (Suhu, Kelembaan Relatif dan Tekanan Uap

Dokumen terkait