• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT

3.6. Sosial Budaya

Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaan, kepribadian dan kebanggaan daerah yang pada gilirannya akan mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Nilai-nilai agama yang universal dan abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan bangsa. Kota Semarang memiliki iklim yang kondusif bagi perkembangannya berbagai ragam agama, khususnya dalam hal toleransi antar umat beragama.

Dari berbagai agama yang ada, data kementrian agama menunjukkan sebagian besar penduduk Kota Semarang memeluk agama Islam 1.325.851 orang atau 83,65 persen, kemudian yang memeluk agama Kristen Katholik sebesar 116.440 orang atau 7,35 persen, agama Kristen Protestan sebesar 111.373 orang atau 7,03 persen, agama Budha sebanyak 18.432 orang atau 1,16 persen dan pemeluk agama Hindu sebesar 10.526 orang atau 0,66 persen.

Keberagaman ini diakomodir dengan penyediaan fasilitas Tempat Ibadah sesuai Tabel berikut:

Tabel 9. Banyaknya Tempat Ibadah Di Kota Semarang

Kecamatan Banyaknya Masjid Langgar / Mushola / Surau Gereja / Kapel Vihara / Kuil / Pura (1) (2) (3) (4) (5) 010. Mijen 69 140 15 1 020. Gunungpati 94 223 4 2 030. Banyumanik 115 121 33 1 040. Gajahmungkur 57 61 17 1 050. Smg. Selatan 59 53 21 2 060. Candisari 50 44 12 1 070. Tembalang 110 196 20 0 080. Pedurungan 123 203 17 3 090. Genuk 54 240 6 0 100. Gayamsari 54 62 8 0 110. Smg. Timur 39 87 22 6 120. Smg. Utara 54 106 29 0 130. Smg. Tengah 28 71 18 17 140. Smg. Barat 111 87 50 4 150. Tugu 18 86 1 0 160. Ngaliyan 96 151 14 0 Jumlah / Total 1.131 1.931 287 38

BAB IV

STATISTIK KETAHANAN

EKONOMI

BAB IV

STATISTIK KETAHANAN EKONOMI

Kondisi perekonomian sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakat yang ada didalamnya. Kondisi perekonomian yang dimaksud adalah kondisi yang mencerminkan stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta kemiskinan. Keempat hal tersebut dimanifestasikan dengan beberapa indikator yang relevan, diantaranya untuk stabilitas ekonomi diwakili dengan angka inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi dilihat dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) termasuk didalamnya pendapatan perkapita dan jumlah rumah tangga miskin yang mencerminkan ketahanan sosial dari masyarakat Kota Semarang.

4.1. Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi merupakan sisi lain untuk melihat kondisi perekonomian. Perubahan harga yang terjadi dari waktu ke waktu menunjukkan stabilitas ekonomi suatu wilayah. Dalam kenyataannya naik turunnya inflasi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif jasa-jasa publik dan pola konsumsi masyarakat pada periode tertentu serta pengaruh spekulan. Tingkat inflasi yang tinggi dan tak terkendali akan merugikan perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya menimbulkan kesulitan ekonomi bagi rakyat secara keseluruhan, dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya.

Gambar 8. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang

Laju inflasi selama 3 tahun terakhir meningkat hampir dua kali tahun lipat, inflasi tahun 2012 sebesar 4,85 persen, dan tahun 2013 meningkat menjadi 8,19 persen dan terakhir tahun 2014 meningkat menjadi 8,53 persen. Hal yang sama terjadi untuk inflasi di tingkat nasional yang ternyata di tahun 2014 sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu 8,38 persen di tahun 2013 menjadi 8,36 persen di tahun 2014.

Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Nasional, inflasi Kota Semarang selama periode 2010 – 2014 cenderung lebih tinggi kecuali pada periode 2011 dan 2013. Pada tahun tersebut angka inflasi Kota Semarang sebesar 2,87 dan 8,19 persen lebih besar bila dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 3,79 dan 8,38 persen. Sedangkan pada tahun 2010, 2012 dan 2014 angka inflasi Kota

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Semarang 16,46 6,08 6,75 10,34 3,19 7,11 2,87 4,85 8,19 8,53 Nasional 17,11 6,60 6,59 11,06 2,78 6,96 3,79 4,30 8,38 8,36 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 Semarang Nasional

yaitu 7,11; 4,85 dan 8,53 untuk Kota Semarang dan 6,96; 4,30 dan 8,36 untuk Nasional.

Selama tahun 2014 inflasi tertinggi terjadi pada bulan desember yaitu sebesar 2,40 persen. Hal ini lebih dipicu oleh naiknya permintaan bahan makanan untuk persiapan hari raya agama dan tahun baru. Inflasi pada bulan tersebut terjadi karena adanya kenaikan harga yang cukup tinggi oleh naiknya indeks pada kelompok bahan makanan; kelompok sandang; kelompokan pendidikan, rekreasi, dan olahraga; dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Secara umum dalam hal kestabilan harga Kota Semarang bisa dikatakan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif terhadap stabilitas perekonomian yang tentu saja berpengaruh terhadap ketahanan sosial dari masyarakatnya.

4.2. Pertumbuhan Ekonomi

Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat dan meningkatkan hubungan ekonomi regional. Dengan demikian arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat melalui neraca ekonominya. Neraca ekonomi regional bertujuan memberikan suatu gambaran statistik mengenai kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan perangkat pokok dalam neraca ekonomi

berhubungan dengan masalah-masalah ekonomi yang dapat diukur atau dinilai dalam bentuk uang, antara lain mengenai tingkat produksi, nilai tambah dan agregat ekonomi makro lainnya yang memperoleh hasil kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah.

Kemajuan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun belum menunjukkan perubahan yang nyata (riil). Disamping karena terjadinya peningkatan produksi secara fisik, juga karena dipengaruhi oleh kenaikan tingkat harga atau inflasi. Untuk mengetahui laju pertumbuhan secara nyata pengaruh inflasi harus dihilangkan. Oleh karena itu PDRB diestimasi dengan menggunakan harga konstan sesuai dengan tingkat harga pada suatu tahun dasar yang telah ditetapkan (tahun 2000). Dengan cara ini maka dapat diperkirakan laju pertumbuhan perekonomian setiap tahun atau selama periode tertentu.

Gambar 9. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang

5,35 6,58 5,97 6,64 5,30 13,69 12,63 9,58 9,05 11,47 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 2010 2011 2012 2013 2014 AD H Ber la k u AD H Ko nsta n 2 0 1 0 Konstan Berlaku

Dalam Gambar 9, terlihat sampai dengan tahun 2014 laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang senantiasa mengalami fluktuasi dalam 5 tahun terakhir, tahun 2012 dan tahun 2013 pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya peningkatan dan kembali menurun di tahun 2014 yang hanya mencapai 5,3 persen.

Tabel 10. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota Semarang

Kate- gori

Lapangan Harga Berlaku Harga Konstan

Usaha 2013 2014 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5)

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.04 0.98 0.98 0.93

B Pertambangan dan Penggalian 0.18 0.20 0.18 0.18

C Industri Pengolahan 27.24 28.05 26.66 27.02

D Pengadaan Listrik, Gas 0.11 0.10 0.13 0.12

E Pengadaan Air 0.09 0.09 0.10 0.10

F Konstruksi 26.56 26.73 26.41 25.96

G Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor

14.91 14.11 15.38 14.93

H Transportasi dan Pergudangan 3.48 3.66 3.51 3.63

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

3.41 3.46 3.12 3.16

J Informasi dan Komunikasi 7.33 7.10 8.68 9.27

K Jasa Keuangan 4.42 4.27 4.07 3.95

Kate- gori

Lapangan Harga Berlaku Harga Konstan

Usaha 2013 2014 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5)

M,N Jasa Perusahaan 0.59 0.59 0.57 0.58

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

3.47 3.32 3.30 3.12

P Jasa Pendidikan 2.68 2.75 2.18 2.26

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.71 0.74 0.66 0.69

R,S,T Jasa lainnya 1.09 1.12 1.13 1.15

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kota Semarang

Catatan : Data Harga Konstan tahun 2013 & 2014 digunakan ADH Konstan 2010

Gambaran lebih jauh struktur perekonomian Kota Semarang dapat dilihat berdasarkan dari peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan total PDRB Kota Semarang. Sektor Primer yang terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian adalah sebagai penyedia kebutuhan dasar dan bahan, peranannya tidak berselisih jauh menjadi 1,18 persen ( angka sangat sementara ) pada tahun 2014, dibanding dengan tahun 2013 yang sebesar 1,22 persen.

Demikian juga yang terjadi pada sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, Listrik dan air bersih serta sektor bangunan yang peranannya tidak berbeda jauh, yaitu dari 53,99 persen pada tahun 2013 menjadi 54,97 persen pada tahun 2014. Hanya sektor tersier yang sifat kegiatannya sebagai jasa, peranannya mengalami sedikit penurunan, walaupun juga tidak

Sektor tersier ini terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa lainnya. Pada tahun 2014 sumbangan terbesar diperoleh dari sektor industri sebesar 28,05 persen, peranannya meningkat dibanding tahun 2013 yang mencapai 27,24 persen. Sumbangan dari sektor konstruksi merupakan terbesar kedua yaitu sebesar 26,56 persen pada tahun 2013 meningkat menjadi 26,73 persen pada tahun 2014.

4.3. Pendapatan Perkapita

Tabel 11. Rata-rata Pendapatan per Kapita Penduduk Kota Semarang

Tahun

Pendapatan per Kapita (Rp) Pertumbuhan (persen)

Harga Berlaku Harga

Konstan ’10 Harga Berlaku Harga Konstan ’10 (1) (2) (3) (4) (5) 2010 51.804.774,72 51.804.774,72 13,69 5,35 2011 57.311.533,89 54.232.266,96 10,63 4,69 2012 61.705.999,74 56.465.578,95 7,67 4,12 2013 *) 66.137.764,12 59.181.042,47 7,18 4,81 2014 **) 72.482.351,82 61.268.049,56 9,59 3,53

Sumber : BPS Kota Semarang

Apabila angka PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun diperoleh rata-rata produk yang dihasilkan atau pendapatan yang dibayarkan setiap penduduk daerah tersebut. Rata-rata ini disebut sebagai pendapatan penduduk per kapita. Pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Bila pada tahun 2010 adalah sebesar Rp.

51.804.774,72; pada tahun 2014 telah mencapai Rp. 72.482.351,82; berarti telah terjadi peningkatan sebesar hampir 40 % dalam kurun waktu tersebut.

Memang disadari bahwa pendapatan perkapita belum mencerminkan pendapat penduduk yang sebenarnya, karena hanya menunjukkan kemampuan ekonomi daerah, selain itu juga belum dapat mencerminkan pemerataan pendapatan penduduk. Namun secara makro indikator ini masih bisa menunjukkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang erat kaitannya dengan pola atau kekuatan dari ketahanan wilayah/sosial masyarakat.

4.4. Kemiskinan

Tabel 12. Hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) Kota Semarang Tahun 2011

KATEGORI

Rawan Miskin Lainnya

Hampir

Miskin Miskin Sangat Miskin

(1) (2) (3) (4) (5)

PPLS 2011 50.736 26.850 3.438 2.430

Sumber : BPS Kota Semarang

Indikator Kemiskinan sampai saat ini menjadi salah satu indikator sosial yang cukup populer. Tidak hanya berdampak pada sisi ekonomi saja, tetapi juga berdampak pada sisi politis. Sehingga sebagian besar menjadikan isu kemiskinan ini menjadi salah satu tolok ukur tentang keberhasilan pembangunan suatu wilayah atau pemerintahan. Namun dari sisi pengaruh terhadap ketahanan sosial jelas sangat berpengaruh, karena kemiskinan akan berdampak pada

Jumlah rumahtangga miskin di Kota Semarang pada tahun 2011 hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sebesar 83.454 rumahtangga atau 19,44 % dari 429.311 seluruh rumahtangga yang ada di Kota Semarang. Apabila dirinci menurut klasifikasinya sebanyak 2.430 rumahtangga (2,91 %) adalah kategori sangat miskin, kemudian kategori miskin sebanyak 3.438 rumahtangga (4,12 %), kategori hampir miskin sebesar 26.850 rumahtangga atau 32,17 persen dan sebanyak 50.736 rumah tangga (60,8) termasuk kategori rawan miskin lainnya. Hasil pendataan PPLS tidak dapat dibandingkan secara mutlak antara Pendataan PPLS Tahun 2008 dengan Tahun 2011 dikarenakan pada hasil pendataan PPLS Tahun 2011 muncul kategori Rawan Miskin lainnya. Namun secara kualitas tetap saja bahwa rumahtangga miskin di Kota Semarang lebih dari 50 persen masih dalam batas hampir miskin, sedangkan yang miskin dan sangat miskin sekitar 7 persen. Dapat dikatakan bahwa permasalahan kemiskinan di Kota Semarang yang berkaitan dengan tingkat ketahanan sosial, masih tergolong kecil kontribusinya.

4.5. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan juga menjadi salah satu indikator yang populer dalam beberapa tahun terakhir ini, hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan pangan dan konsumsi masyarakatnya. Kota Semarang sebagai kota besar tentu saja berkepentingan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya, namun demikian permasalahan yang terjadi di kota Semarang tidak saja terkait dengan jumlah produksi pertanian khususnya pangan. Hal ini karena sumber daya alam kaitannya dengan areal persawahan dan perkebunan jelas tidak bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Semarang. Jadi permasalahan

distribusi bahan kebutuhan pokok khususnya pangan. Olah karena itu untuk mengatasi ketahanan pangan, jalur yang harus ditempuh adalah memperbaiki dan memonitor jalur distribusi serta harga komoditas pangan yang masuk di Kota Semarang.

Secara umum, produksi panen tanaman pangan tahun 2014 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya terutama produksi ubi kayu yang mengalami penurunan hampir 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya, hanya padi sawah, jagung, kacang tanah dan kacang hijau yang produksi tahun 2014 lebih besar dibandingkan produksi tahun sebelumnya.

Tabel 13. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen (dalam Ton) di Kota Semarang

Tanaman Pangan

Luas Panen (dalam Ha.) Produksi Panen (dalam Ton)

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2013 Tahun 2014

(1) (2) (3) (4) (5) Padi Sawah 6.563 7.777 37.278 38.504 Padi Ladang 343 301 1.149 852 Jagung 584 627 2.742 3.800 Ubi Kayu 534 420 9.318 6.075 Ubi Jalar 25 11 290 84 Kacang Tanah 341 281 474 989 Kacang Kedelai 0 0 0 0 Kacang Hijau 136 127 135 247

Tabel 14. Jumlah Rumah Tangga dan Rata-rata Luas Baku Budidaya Ikan Menurut Jenis / Tempat Budidaya

Jenis Produksi Rumah Tangga Rata-rata Luas Baku

( M2 ) (1) (2) (3) Laut 7 640,86 Tambak 503 17.967,74 Kolam 629 578,47 Sawah 8 140,13 Perairan Umum 15 1.653,40

Sumber: BPS, Sensus Pertanian Subsektor Tahun 2014.

Gambar 10. Grafik Luas Panan Tanaman Pangan dan Produksi Panen Kota Semarang 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2013 Tahun 2014

Luas Panen (dalam Ha.) Produksi Panen (dalam Ton)

Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kacang Kedelai Kacang Hijau

BAB V

STATISTIK KETAHANAN

POLITIK DAN KEAMANAN

BAB V

STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN

Kondisi politik dan keamanan di suatu wilayah dewasa ini nampaknya dapat ditunjukkan dengan baik oleh tingkat kerawanan/potensi konflik di wilayah yang bersangkutan. Perkembangan kondisi politik khususnya sejak reformasi sangat pesat perkembangannya, dan berdampak pada ketahanan sosial kaitannya dengan potensi konflik yang ditimbulkannya. Kondisi keamanan juga mengalami pergeseran kualitas maupun kuantitas, yaitu dengan adanya pergeseran global tentang paradigma keamanan yang terkait dengan ancaman konflik antar negara berbasis militer, berkecenderungan munculnya

transbational crime. Dalam bagian ini akan diuraikan secara singkat kondisi ketahanan sosial di bidang politik dan keamanan meliputi kondisi politik, hukum, keamanan dan ketertiban serta bencana alam.

5.1. Politik

Perkembangan politik dewasa ini semakin cepat melebihi perkembangan ekonomi maupun perkembangan penduduk. Disadari bahwa sejak bergulirnya proses reformasi kondisi perpolitikan di tanah air mengalami revolusi baik dari sisi ideologi, organisasi politik maupun proses demokrasi. Kondisi ini menjadi latar belakang untuk mulai dikembangkan statistik politik yang sementara ini berpatokan pada tiga pilar utama sumber data statistik dasar bidang politik. Yang pertama rakyat/penduduk Warga Negara Indonesia, kaitannya dengan keragaman suku, bahasa, agama dan budaya, penduduk yang punya hak pilih,

kedua adalah partai politik itu sendiri dilihat dari mulai jumlah partai politik, banyaknya kantor cabang, banyaknya pengurus, banyaknya anggota, program kerja partai dan lain-lain. Dan pilar ketiga adalah pemilihan umum, pemilihan kepala daerah tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Data yang dikumpulkan dari mulai jumlah perolehan suara, anggota legislatif, jumlah suara, jumlah kursi dan lain-lain

Pada tahun 2014 jumlah anggota DPRD Kota Semarang sebanyak 50 orang, terdiri dari 41 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Anggota DPRD ini terdiri dari 9 fraksi, yaitu Fraksi PKS, Fraksi Golkar, Fraksi PDI, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PPP dan Fraksi Partai Hanura. Sedangkan jumlah anggota dewan berdasarkan partai politik terdiri dari : 16 orang dari PDI, 5 orang dari Partai Golkar, 6 orang dari PAN, 6 orang dari Partai Demokrat, 6 orang dari PKS, 7 dari Partai Gerindra dan 4 dari PKB.

5.2. Keamanan dan Ketertiban

Perkembangan otonomi daerah, pemekaran wilayah, makin kritisnya masyarakat terhadap aktivitas sistem politik dan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah, berakibat kepada status keamanan di suatu wilayah. Permasalahan yang ditimbulkan dari mulai masalah hukum, keamanan dan ketertiban juga mengalami perkembangan yang cukup pesat hal ini menuntut para pelaksana di bidang ini untuk lebih meningkatkan kualitas maupun kuatitasnya.

Permasalahan hukum di Kota Semarang yang menyangkut pelanggaran hukum perkara biasa dan singkat mencapai 2.252 perkara dan sudah

mencapai 2.269 perkara. Sedangkan data dari Poltabes Semarang mengenai banyaknya kejahatan/pelanggaran menurut jenis kejahatan/pasal terjadi peningkatan yang cukup besar.

Tabel 15. Jumlah Perkara Hukum Yang Terjadi di Kota Semarang Tahun 2014

Uraian

Jenis Pelanggaran Hukum

Perkara Biasa Perkara Gugatan

(1) (2) (3)

Jumlah perkara 2.252 2.269

Perkara yang diselesaikan 477 701

Sisa perkara 1.773 1.568

Sumber : Polwilltabes Semarang

Dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, 10 tindak pidana terbesar di Kota Semarang sejumlah 1.579 kejadian dengan 3 terbesarnya adalah Curanmor: 620 kejadian, curat (pencurian dengan pemberatan) : 438 kejadian dan penipuan : 451 kejadian. Kejadian kecelakaan tahun 2014, terdapat 801 kejadian dengan nilai kerugian sebesar Rp.1.418.000.000,00.

Gambar 11. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara Biasa Kota Semarang

Gambar 12. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara Gugatan Kota Semarang

Perkara yang diselesaikan 21,20% Sisa perkara 78,80%

Perkara Biasa

Perkara yang diselesaikan 30,89% Sisa perkara 69,11%

Perkara Gugatan

5.3. Bencana Alam

Kejadian insidental yang menonjol di Kota Semarang adalah musibah bencana kebakaran pada tahun 2013 sebanyak 200 peristiwa dengan nilai kerugian Rp. 16.851.800.000,00 meningkat pada tahun 2014 menjadi 267 peristiwa dengan nilai kerugian sebesar Rp. 10.893.125,00 dengan sebaran kejadian bencana kebakaran Tahun 2014 terjadi pada 16 Kecamatan.

Secara umum kondisi politik dan kemanan di Kota Semarang boleh dibilang sangat kondusif. Penilaian ini tidaklah berlebihan mengingat sejak pemilihan umum 2014 dan pemilihan kepala daerah tahun 2010 tidak ada permasalahan keamanan besar yang cukup berarti terjadi di Kota Semarang. Dengan bukti empiris tersebut maka bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa ketahanan sosial masyarakat khususnya dibidang politik dan keamanan di Kota Semarang bisa dikatakan relatif stabil.

Dokumen terkait