• Tidak ada hasil yang ditemukan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Statistik Ketahanan Sosial merupakan Indikator baru yang mengukur dan menganalisis dampak sosial dari perubahan yang bersifat lintas sektoral. Perubahan tersebut disebabkan karena globalisasi, reformasi dan otonomi daerah. Penyediaan data Statistik Ketahanan Sosial ini akan sangat bermanfaat dalam mendiagnosa sebab - sebab perubahan sosial yang terjadi beserta dampak yang ditimbulkannya.

Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014 ini menyajikan gambaran yang komprehensif terhadap masalah ketahanan sosial, yang meliputi Statistik Ketahanan Wilayah, Statistik Ketahanan Masyarakat, Statistik ketahanan Ekonomi dan Statistik Ketahanan Politik dan Keamanan. Sumber data yang digunakan adalah data mutakhir yang tersedia di Badan Pusat Statistik Kota Semarang dan dari instansi lain di luar BPS.

Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terwujudnya publikasi ini diucapkan banyak terima kasih. Kritik dan saran dari pemakai data sangat kami harapkan demi kesempurnaan publikasi yang akan datang.

Akhirnya kami berharap bahwa buku ini bermanfaat sebagai salah satu acuan dalam menentukan skala prioritas perencanaan program-program pembangunan.

ENDANG RETNO SRI SUBIYANDANI, S.Si

Pembina Tk. I

(3)

DAFTAR ISI

BAB II. STATISTIK KETAHANAN WILAYAH 2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang ... 7

2.2. Wilayah Geografis ... 9

2.3. Kondisi Sumber Daya Alam ... 12

2.4. Kondisi Lingkungan Hidup ... 15

BAB III. STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT 3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk ... 19

3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin 24

3.3. Ketenagakerjaan ... 26

3.4. Pendidikan ... 29

3.5. Kesehatan ... 33

3.6. Sosial Budaya ... 34

(4)

4.3. Pendapatan Perkapita ... 43 4.4. Kemiskinan ... 44 4.5. Ketahanan Pangan ... 45

BAB V. STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN

(5)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang Menurut Kecamatan ... 11

Tabel 2. Persentase Rumah Menurut Jenis Atap Kota Semarang ... 16

Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang ... 20

Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART Kota Semarang ... 23

Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ... 27

Tabel 6. Nilai APK, APM Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2014 .... 30

Tabel 7. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut jenjang Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014 ... 30

Tabel 8. Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan Kesehatan ... 33

Tabel 9. Banyaknya Tempat Ibadah di Kota Semarang ... 35

Tabel 10. Persentase Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha Kota Semarang ... 41

Tabel 11. Rata-rata PDRB per Kapita Penduduk Kota Semarang ... 43

Tabel 12. Hasil Pendataan Kota Semarang PPLS Tahun 2011 ... 44

Tabel 13. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen (dalam Ton) di Kota Semarang ... 46

Tabel 14. Jumlah Rumah Tangga dan Rata-rata Luas Baku Budidaya Ikan Menurut Jenis / Tempat Budidaya ... 47

(6)

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan ... 13 Gambar 2. Persentase Penggunaan Air Minum ... 17 Gambar 3. Grafik Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang .. 21 Gambar 4. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin Kota Semarang ... 25 Gambar 5. Grafik TPAK dan TPT Kota Semarang ... 28 Gambar 6. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang

Pendidikan Kota Semarang ... 31 Gambar 7. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut

Pendidikan Yang Ditamatkan Kota Semarang ... 32 Gambar 8. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang ... 38 Gambar 9. Laju Pertumbuhan Ekonomi 2007 – 2012 ... 40 Gambar 10. Grafik Luas Panan Tanaman Pangan dan Produksi Panen

Kota Semarang ... 47 Gambar 11. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara Biasa

Kota Semarang ... 52 Gambar 12. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara

(7)

BAB I

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai respon semakin kompleksnya permasalahan sosial dalam pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi yang sedang berlangsung, dibutuhkan informasi berupa data statistik terutama dibidang sosial. Data statistik tersebut akan digunakan untuk menganalisis ketangguhan masyarakat menghadapi berbagai pengaruh yang mengancam stabilitas dan eksistensinya.

Penyediaan data statistik ketahanan sosial (Hansos) akan sangat bermanfaat bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam mendiagnosa sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya. Krisis multi dimensional yang sedang berlanjut serta pengaruh globalisasi yang terjadi, seperti kemajuan iptek dan perdagangan bebas diyakini mempunyai kontribusi yang berarti pada perubahan perilaku individu, keluarga dan pada gilirannya akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat.

Pengaruh perubahan yang terjadi sedapat mungkin memberikan dampak yang positif pada kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dapat mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah disepakati dan dianut bersama, atau dengan kata lain masyarakat memiliki ketahanan yang tangguh dalam menghadapinya. Namun diakui bahwa dalam menyikapi perubahan yang terjadi respon masyarakat berbeda antar kelompok dan daerah.

(9)

untuk menyalurkan aspirasi, politik, sosial budaya dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut perlu diterjemahkan dalam berbagai kegiatan statistik untuk mendapatkan potret ketahanan masyarakat dan trennya dari waktu ke waktu.

Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2012 ini mencoba menjawab kebutuhan informasi statistik ketahanan sosial yang diperlukan, baik untuk kepentingan Nasional maupun Provinsi dan Kabupaten / Kota, terutama pada era pelaksanaan otonomi daerah saat ini.

1.2. Pengertian Ketahanan Sosial

Walaupun belum ada kesepakatan tentang definisi yang pasti dari istilah ketahanan sosial, namun sebagai pendekatan, ketahanan sosial dapat diartikan sebagai kondisi dinamis suatu bangsa/masyarakat berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

(10)

1.3. Ruang Lingkup

Ketahanan sosial pada dasarnya memang sangat luas cakupannya, sebagaimana disebutkan terdahulu, yaitu dimulai dari ketahanan individu, ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat, ketahanan lingkungan dan selanjutnya ketahanan wilayah. Sedangkan ketahanan nasional terbentuk dari sinergi masing-masing ketahanan wilayah.

Dikemukakan sebelumnya bahwa pengertian sosial adalah suatu hal yang berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Salah satu kelompok sosial adalah komunitas lokal atau masyarakat setempat. Dalam sosiologi, komunitas lokal diartikan sebagai bagian masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu. Interaksi penduduk di dalam wilayah ini lebih besar dibandingkan dengan penduduk di luar wilayahnya. Atas dasar ini, maka statistik dan indikator yang akan dikumpulkan dan disusun diarahkan untuk mendapatkan gambaran ketahanan wilayah pada unit Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional.

Berbagai indikator yang relevan dengan ketahanan sosial akan disajikan dalam publikasi ini yang meliputi, statistik ketahanan wilayah, statistik ketahanan lingkungan serta statistik politik dan keamanan. Ketahanan suatu wilayah akan tergantung dari dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan, politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan di wilayah tersebut (internal) maupun wilayah sekitarnya (eksternal).

(11)
(12)

BAB II

STATISTIK

(13)

BAB II

STATISTIK KETAHANAN WILAYAH

Ketahanan wilayah adalah situasi yang membuat masyarakat di suatu wilayah lentur dalam menghadapi berbagai ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari luar wilayah. Ancaman internal maupun eksternal mencakup ancaman terhadap fisik wilayah/lingkungan fisik, kehidupan sosial, ekonomi maupun budaya. Suatu wilayah disebut memiliki ketahanan jika lingkungan fisiknya mendukung, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia cukup baik dan ketahanan sosialnya juga kuat.

2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang

Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap wilayahnya, maka pengetahuan akan sejarah berdirinya wilayah tersebut akan membuat rasa percaya diri dari masyarakat terhadap wilayah yang ditempatinya. Sehingga mereka akan mempunyai sikap rasa memiliki terhadap wilayahnya, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan atau eksistensi wilayah tersebut.

(14)

Di masa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak menuju ke daerah barat di suatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang, membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu munculah pohon asam yang jarang (bahasa jawa : Asem Arang), sehingga memberikan gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.

Pendiri desa tersebut kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pemimpin daerah dipegang oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Di bawah pimpinan Pandan Arang, daerah Semarang semakin menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten.

(15)

2.2. Wilayah Geografis

Kota Semarang terletak terletak antara garis 6o 50’ – 7o 10’ Lintang Selatan dan garis 109o 50’ – 110o 35’ Bujur Timur. Letak Kota Semarang tersebut hampir berada di tengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari Barat dan Timur. Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 – 348,00 meter diatas garis pantai dan secara umum kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen (curam). Sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai berikut, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,5 km. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang.

Kota Semarang sendiri mempunyai luas wilayah 373,70 km2 yang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Mijen sebesar 57,55 km2, di ikuti oleh kecamatan Gunungpati dengan luas sebesar 54,11 km2 , sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 5,93 km2.

Keadaan topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian, topografi Kota Semarang menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22 persen di wilayahnya dataran dengan kemiringan 2-5 persen dan 37,78 persen merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40 persen.

(16)

rendah yang dikenal dengan kota bawah, sedangkan bagian selatan merupakan daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang biasa dikenal dengan Semarang Atas atau kota atas.

Kota bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung, sedangkan kota atas struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman, bangunan, kawasan industri dan tambak. Di samping itu, Kota bawah juga sebagai pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, angkutan dan perikanan. Sedangkan kota atas sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, kehutanan dan pusat kegiatan pendidikan.

(17)

Tabel 1. Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan

NO KECAMATAN LUAS WILAYAH (KM2) PERSENTASE (%)

1 Mijen 57,55 15,40

2 Gunungpati 54,11 14,48

3 Banyumanik 25,69 6,87

4 Gajahmungkur 9,07 2,43

5 Semarang Selatan 5,93 1,59

6 Candisari 6,54 1,75

7 Tembalang 44,20 11,83

8 Pedurungan 20,72 5,54

9 Genuk 27,39 7,33

10 Gayamsari 6,18 1,65

11 Semarang Timur 7,70 2,06

12 Semarang Utara 10,97 2,93

13 Semarang Tengah 6,14 1,64

14 Semarang Barat 21,74 5,82

15 Tugu 31,78 8,50

16 Ngaliyan 37,99 10,16

J u m l a h 373,70 100,00

(18)

2.3. Kondisi Sumber Daya Alam

Kota Semarang memiliki potensi alam yang dapat dijadikan sebagai modal pembangunan yang sangat berharga. Kota Semarang memiliki tanah pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan/tambak, bahan-bahan material untuk bangunan dan lain-lain. Penggunaan tanah ini digunakan berdasarkan pada pola tata guna lahan yang terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran, persawahan, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri dan bangunan lainnya.

Walaupun termasuk dalam kota metropolitan, namun Kota Semarang masih mempunyai wilayah yang berupa tanah persawahan dan perkebunan. Data dari dinas pertanian menunjukkan bahwa untuk luas tanah persawahan tahun 2014 tidak ada perbedaan yang signifikan dibandingkan tahun 2013, yaitu masih sekitar 37,89 km2. Selain lahan yang digunakan untuk sawah, penggunaan lahan untuk keperluan lain juga tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dibandingkan tahun 2013.

(19)

Gambar 1. Persentase Luas Penggunaan Lahan Kota Semarang Tahun 2014

Potensi sumber daya air sangat penting dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya air yang ada di Kota Semarang meliputi air permukaan dan air dalam tanah. Air permukaan pada umumnya berupa sungai, baik sungai tetap maupun sungai tadah hujan. Sungai-sungai yang ada di Kota Semarang meliputi : Sungai Beringin, Banjir Kanal Barat, Banjir Kanal Timur, Kaligarang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali pengkol, Kali babon, kali Semarang, Kali Banger dan Kali Silandak.

Kaligarang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit Kaligarang mempunyai debit 53,0 % dari debit total, kali Kreo 34,7 %

Sawah, 10,24%

Bangunan, 40,70%

Tegalan, 20,89% Kolam / Tambak,

6,72%

(20)

selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kaligarang memberikan air yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kaligarang juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang.

Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang keberadaannya berada didalam tanah dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Air tanah bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya.

Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk didataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20-40 meter.

(21)

2.4. Kondisi Lingkungan Hidup

Keserasian pengelolaan lingkungan hidup dengan pembangunan merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain.

Dengan pengertian sistemik semacam itu maka penguraian lingkungan hidup ke dalam komponen-komponennya yang lebih kecil, serta analisis yang mengikuti uraian terhadap unsur-unsur lingkungan hidup itu kemudian, mestinya juga akan merefleksikan keterkaitan unsur lingkungan hidup itu secara tak terlepaskan dari yang lainnya. Oleh sebab itu lingkungan sosial yang dianggap merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan (tata ruang).

(22)

Selain mencermati dari sisi tata ruang, kualitas dan fasilitas perumahan menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Pada tahun 2014, 63,0 persen rumahtangga di Kota Semarang menempati tempat tinggal dengan status milik sendiri. Kemudian 8,2 persen rumahtangga dengan status mengontrak 10,5 persen dengan tempat tinggal menyewa, kemudian status bebas sewa dan rumah dinas sebanyak 17,6 persen, dan sisanya dengan status lainnya sebesar 0.7 persen.

Atap rumah merupakan salah satu unsur rumah yang sangat vital. Tidak saja berfungsi sebagai pelindung terhadap panas matahari dan hujan, atap rumah menurut jenisnya juga berpengaruh pada kesehatan bagi penghuninya. Pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 2,6 persen rumah beratapkan beton, kemudian 79,6 persen beratapkan genteng dan 17,8 beratapkan asbes/seng/lainnya.

Tabel 2. Persentase Rumah Menurut Jenis Atap Kota Semarang

Jenis Atap 2013 2014

(1) (2) (3)

1. Beton 3,72 2,62

2. Genteng 77,04 79,59

3. Seng 0,77 1,30

4. Asbes 18,47 16,49

(23)

Fasilitas air bersih merupakan salah satu indikator ketahanan lingkungan. Pada tahun 2014 persentase rumahtangga di Kota Semarang yang menggunakan air kemasan dan ledeng sebesar 76 persen, sedangkan sisanya menggunakan air dari sumur, mata air dan lain-lain.

Gambar 2. Persentase Penggunaan Sumber Air Minum Tahun 2014

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

Air Kemasan dan Air Isi

Ulang

Air Ledeng Air Sumur Mata Air Lainnya 52,80

23,20

21,20

2,60

(24)

BAB III

STATISTIK KETAHANAN

(25)

BAB III

STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT

Ketahanan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan ketahanan sosial, karena masyarakat adalah makhluk sosial sehingga interaksi di dalam masyarakat merupakan salah satu proses sosial. Faktor manusia menjadi penentu dalam hal ketahanan sosial, karena manusia bukan saja sebagai obyek atau sasaran namun sekaligus juga sebagai subyek atau pelaksana pembangunan. Dengan demikian kondisi sumber daya manusia menjadi salah satu tolok ukur dalam melihat sampai seberapa jauh ketahanan sosial bisa dilihat. Atas dasar pemikiran tersebut, pembangunan di titik beratkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Kualitas sumber daya manusia diperlukan karena jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal atau aset pembangunan jika kualitasnya baik. Sebaliknya, hanya akan menjadi beban manakala kualitasnya rendah.

3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk

(26)

Tabel 3 memperlihatkan bahwa perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk selama 6 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan berfluktuasi. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk terlihat melambat dari kurun waktu 2010-2014 akan tetapi pertumbuhan penduduk tersebut masih tergolong cukup tinggi, salah satu yang menjadi penyebabnya adalah karena daya tarik Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus sebagai pusat perekonomian dan pusat pendidikan.

Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya menjadi sangat berat, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan ketahanan wilayah/sosialnya.

Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang

Tahun Jumlah Penduduk Pertumbuhan (%)

(1) (2) (3)

2010 1.527.433 1,36

2011 1.544.358 1,11

2012 1.559.198 0,96

2013 1.572.105 0,83

2014 1.584.906 0,81

(27)

Gambar 3. Grafik Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang

Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan. Tingkat pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian Kasar atau Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian dengan jumlah penduduknya selama periode satu tahun.

Selama periode lima tahun terakhir perkembangan kelahiran penduduk di Kota Semarang terlihat cenderung mengalami kenaikan, hal ini menjadi salah satu tolok ukur bahwa pengendalian jumlah kelahiran harus terus diupayakan.

(28)

Sedangkan CDR memiliki kecenderungan berfluktuasi selama periode 2010-2014.

Sebagai gambaran pada tahun 2014 angka CBR sebesar 15,63, yang berarti setiap 1.000 penduduk bertambah sekitar 16 orang karena kelahiran. Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,80 yang artinya setiap 1.000 penduduk selama setahun jumlah penduduknya berkurang 7 orang karena meninggal. Dengan demikian selisih dari keduanya adalah sebesar 8 orang perseribu bila dinyatakan dalam persen sebesar 0,88 % merupakan angka pertumbuhan penduduk alamiah atau Rate of Natural Increase (RNI).

Mengenai tingkat pertumbuhan karena perpindahan (net migration), dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang (in migration) dan angka penduduk yang pergi (out migration). Pada tahun 2014 tingkat migrasi masuk sebesar 21.03 yang berarti setiap 1.000 penduduk selama 1 tahun bertambah penduduk yang datang sebanyak 21 orang, sedangkan tingkat migrasi keluar sebesar 20,36 per 1.000 penduduk. Bila migrasi masuk dikurangi dengan migrasi keluar diperoleh angka sebesar 0,88, angka inilah yang dinamakan dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi (net migration rate). Keadaan menggambarkan bahwa penduduk kota semarang untuk tahun 2014 relatif stagnan.

(29)

km2. Bila dilihat tiap Kecamatan, terdapat 3 (tiga) Kecamatan yang mempunyai kepadatan dibawah angka rata-rata kepadatan Kota Semarang. Tiga terendah adalah kepadatan penduduk Kecamatan Tugu sebesar 994 jiwa per km² diikuti dengan Kecamatan Mijen (1.033 jiwa/km²) dan Kecamatan Gunungpati (1.429 jiwa/km²). Dari ketiga Kecamatan tersebut dua diantaranya merupakan daerah pertanian dan perkebunan, sedangkan Kecamatan Tugu merupakan daerah pengembangan industri.

Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART Kota Semarang

Tahun Kepadatan Penduduk Jumlah ART

2010 4.087 3,48

2011 4.133 3,60

2012 4.172 3,58

2013 4.207 3,56

2014 4.241 3,57

Sumber : BPS Kota Semarang

Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu luas namun jumlah penduduknya sangat banyak menyebabkan kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling tinggi adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 13.487 jiwa per km², diikuti oleh Kecamatan Candisari (12.178 jiwa/km²), Kecamatan Gayamsari (11.956 jiwa/km²), Kecamatan Semarang Tengah (11.519 jiwa/km²), dan Kecamatan Semarang Utara (11.680 jiwa/km²).

(30)

semakin padat suatu rumah tangga semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya. Selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa perkembangan rata-rata jumlah anggota rumahtangga berfluktuasi, dari tahun 2012 sebesar 3,58 jiwa per rumahtangga, menjadi 3,56 jiwa di tahun 2013 dan pada tahun 2014 naik sebesar 3,57 jiwa per rumah tangga.

3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin

Selain jumlah, kepadatan maupun pertumbuhan penduduk, hal lain yang perlu diketahui adalah komposisi penduduk, antara lain komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Dikatakan penting karena kejadian demografis maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan jenis kelamin baik untuk kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Kelahiran menurut jenis kelamin jelas berbeda, pada saat dilahirkan umumnya jumlah bayi pria lebih banyak dari bayi wanita. Kedua variabel yaitu umur dan jenis kelamin akan dapat dihitung indikator angka beban ketergantungan dan rasio jenis kelamin, dimana kedua indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/sosial dari suatu wilayah kota dan atau dalam satu rumahtangga

Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antar jumlah

penduduk yang produktif ( 15 – 64 tahun ) dengan yang tidak produktif ( 0 – 14 tahun dan 65 tahun keatas ). Angka beban ketergantungan memberikan

(31)

Gambar 4. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kota Semarang Tahun 2014

Angka beban ketergantungan untuk Kota Semarang pada tahun 2014 sebesar 39,77 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar 33,16 persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 6,60 persen. Bila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, angka beban ketergantungan total, ketergantungan muda maupun ketergantungan tua tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 39,65 persen, 33,16 persen 6,60 persen.

Selain menurut umur komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut jenis kelamin. Perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan akan menghasilkan suatu ukuran yang disebut dengan rasio jenis

66.287

(32)

2014, sebanyak 787.705 jiwa diantaranya adalah penduduk laki-laki dan 797.201 penduduk perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin yang merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Semarang sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih banyak dari penduduk laki-laki atau setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Sedangkan wilayah kecamatan yang mempunyai rasio jenis kelamin diatas 100 ada sebanyak 8 (delapan) kecamatan, yaitu, Kecamatan Mijen, Kecamatan Gunung Pati, Kecamatan Gajah Mungkur, Kecamatan Tembalang, Kecamatan Genuk, Kecamatan Gayam sari, kecamatan Tugu dan Kecamatan Ngaliyan.

3.3. Ketenagakerjaan

(33)

Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya diukur dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Perkembangan TPAK terlihat mengalami kenaikan selama periode 2013-2014, yaitu dari 67,91 persen menjadi 68,43 persen.

Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Indikator Tahun 2013 Tahun 2014

(1) (2) (3)

TPAK

Laki-laki 80,15 81,97

Perempuan 56,11 55,72

Total 67,75 68,43

TPT

Laki-laki 4,72 8,00

Perempuan 7,63 7,42

Total 5,96 7,76

(34)

Gambar 5. Grafik TPAK dan TPT Kota Semarang

Peningkatan angkatan kerja ini mengisyaratkan akan perlunya lapangan pekerjaan yang cukup banyak guna menampung banyaknya penawaran angkatan kerja. Bila dilihat menurut jenis kelamin seperti pada tabel 5, TPAK laki-laki sedikit mengalami peningkatan, sebaliknya TPAK perempuan mengalami penurunan. Besarnya TPAK laki-laki pada tahun 2013 adalah 80,15 persen naik menjadi 81,97 persen pada tahun 2014, dan TPAK perempuan yakni dari 56,11 persen menjadi 55,72 persen.

Disamping itu indikator lain yang cukup penting dibidang ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran, dimana dapat menunjukkan sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada terserap dalam pasar kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase penduduk yang mencari

0,00

Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total

TPAK TPT

(35)

sedangkan pada tahun 2013 sebesar 5,96 persen. Bila dirinci menurut jenis kelamin, TPT laki-laki mengalami peningkatan yakni dari 4,72 menjadi 8,00 padatahun 2014, kondisi sebaliknya terjadi pada TPT perempuan yakni dari 7,63 pada tahun 2013 menjadi 7,42 pada tahun 2014.

Indikator tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan yang masuk kedalam pasar kerja semakin menurun pada Tahun 2014, dengan tingkat penyerapan tenaga kerja perempuan yang menurun pula.

3.4. Pendidikan

Kondisi sumber daya manusia dibidang pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Sebagai contoh semakin lama penduduk/anggota masyarakat menuntut ilmu/sekolah, semakin tinggi pemahamannya akan unsur kehidupan yang ada, sehingga diharapkan semakin arif dan bijaksana mereka hidup antar sesama. Dengan asumsi bahwa semakin lama penduduk suatu wilayah memperoleh pendidikan/bersekolah, ketahanan wilayah/sosialnya relatif semakin baik, maka indikator pendidikan yang dianggap relevan dengan ketahanan sosial adalah angka partisipasi sekolah, baik itu angka partisipasi kasar (APK) maupun angka partisipasi murni (APM), kemudian angka buta huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

(36)

gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan APM adalah indikator yang menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya.

Tabel 6. Nilai APK, APM Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2014

Uraian SD SLTP SLTA

(1) (2) (3) (4)

APK 102,97 109,28 66,92

APM 91,14 89,19 60,09

Sumber : BPS Kota Semarang

Tabel 7. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014

Uraian SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA

(1) (2) (3) (4)

1. Sekolah 604 216 185

2. Jumlah Murid 152.229 75.575 72.408

3. Guru 7.898 5.256 6.338

4. Rasio Murid-Guru 18 14 11

(37)

Gambar 6. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014

Secara umum, ketahanan sosial masyarakat kota Semarang di bidang pendidikan relatif baik. Hal ini ditunjukkan dengan angka rasio Murid-Guru di Kota Semarang. Pada tahun 2014 Rasio Murid Guru di Kota Semarang untuk jenjang pendidikan SD/MI sebesar 18 yang berarti satu orang guru rata-rata mengajar 18 murid, sedangkan tingkat SLTP/MTs secara rata-rata seorang guru menangani 14 murid dan tingkat SLTA/MA secara rata-rata seorang guru menangani 11 murid.

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000

Sekolah Jumlah Murid Guru Rasio Murid-Guru

(38)

Gambar 7. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Kota Semarang Tahun 2014

Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat pada tingkat pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun 2014 persentase penduduk umur 10 tahun keatas yang berpendidikan SLTP keatas telah mencapai 77,25 persen, terjadi sedikit peningkatan bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2013 sebesar 74,99 persen. Indikator ini juga sering digunakan dalam menghitung angka Indeks Pembangunan Manusia yang didekati dengan rata-rata lama sekolah.

Tidak Punya Ijazah SD, 6,70

SD, 16,04

SLTP, 21,92 SLTA, 40,97

D1/D2/D3, 5,00

(39)

3.5. Kesehatan

Kondisi sumber daya manusia dibidang kesehatan juga ikut andil dalam melihat kondisi ketahanan wilayah/sosial penduduk di suatu wilayah tertentu. Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya. Kondisi kesehatan yang dalam hal ini diwakili dengan indikator angka kesakitan merupakan resultan dari berbagai aspek/kondisi yang dirasakan/dialami oleh masyarakatnya secara umum, yang dengan demikian dapat menjadi salah satu indikator yang baik untuk menggambarkan kondisi ketahanan wilayah/ sosialnya.

Pada tahun 2014 status kesehatan penduduk tergambar dari angka kesakitan (persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan) yang mencapai 33,49 persen. Angka ini menunjukkan bahwa hampir dari sepertiga penduduk Kota Semarang pernah mengalami keluhan kesehatan. Keluhan kesehatan tersebut meliputi beberapa penyakit antara lain: panas, batuk, pilek, asma/sesak nafas, diare/buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan lainnya.

Tabel 8. Persentase Penduduk Yang Pernah Mengalami Keluhan Kesehatan

Jenis Kelamin Tahun 2013 Tahun 2014

(1) (2) (3)

1. Laki-laki 29,03 31,26

2. Perempuan 32,40 35,63

(40)

Tabel diatas memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang memiliki keluhan kesehatan di tahun 2013 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

3.6. Sosial Budaya

Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaan, kepribadian dan kebanggaan daerah yang pada gilirannya akan mempengaruhi ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Nilai-nilai agama yang universal dan abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan bangsa. Kota Semarang memiliki iklim yang kondusif bagi perkembangannya berbagai ragam agama, khususnya dalam hal toleransi antar umat beragama.

(41)

Keberagaman ini diakomodir dengan penyediaan fasilitas Tempat Ibadah sesuai Tabel berikut:

Tabel 9. Banyaknya Tempat Ibadah Di Kota Semarang

Kecamatan

(42)

BAB IV

STATISTIK KETAHANAN

(43)

BAB IV

STATISTIK KETAHANAN EKONOMI

Kondisi perekonomian sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakat yang ada didalamnya. Kondisi perekonomian yang dimaksud adalah kondisi yang mencerminkan stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta kemiskinan. Keempat hal tersebut dimanifestasikan dengan beberapa indikator yang relevan, diantaranya untuk stabilitas ekonomi diwakili dengan angka inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi dilihat dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) termasuk didalamnya pendapatan perkapita dan jumlah rumah tangga miskin yang mencerminkan ketahanan sosial dari masyarakat Kota Semarang.

4.1. Tingkat Inflasi

(44)

Gambar 8. Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang

Laju inflasi selama 3 tahun terakhir meningkat hampir dua kali tahun lipat, inflasi tahun 2012 sebesar 4,85 persen, dan tahun 2013 meningkat menjadi 8,19 persen dan terakhir tahun 2014 meningkat menjadi 8,53 persen. Hal yang sama terjadi untuk inflasi di tingkat nasional yang ternyata di tahun 2014 sedikit lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu 8,38 persen di tahun 2013 menjadi 8,36 persen di tahun 2014.

Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Nasional, inflasi Kota Semarang selama periode 2010 – 2014 cenderung lebih tinggi kecuali pada periode 2011 dan 2013. Pada tahun tersebut angka inflasi Kota Semarang sebesar 2,87 dan 8,19 persen lebih besar bila dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 3,79 dan 8,38 persen. Sedangkan pada tahun 2010, 2012 dan 2014 angka inflasi Kota

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Semarang 16,46 6,08 6,75 10,34 3,19 7,11 2,87 4,85 8,19 8,53

(45)

yaitu 7,11; 4,85 dan 8,53 untuk Kota Semarang dan 6,96; 4,30 dan 8,36 untuk Nasional.

Selama tahun 2014 inflasi tertinggi terjadi pada bulan desember yaitu sebesar 2,40 persen. Hal ini lebih dipicu oleh naiknya permintaan bahan makanan untuk persiapan hari raya agama dan tahun baru. Inflasi pada bulan tersebut terjadi karena adanya kenaikan harga yang cukup tinggi oleh naiknya indeks pada kelompok bahan makanan; kelompok sandang; kelompokan pendidikan, rekreasi, dan olahraga; dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Secara umum dalam hal kestabilan harga Kota Semarang bisa dikatakan cukup baik, sehingga dapat berpengaruh positif terhadap stabilitas perekonomian yang tentu saja berpengaruh terhadap ketahanan sosial dari masyarakatnya.

4.2. Pertumbuhan Ekonomi

(46)

berhubungan dengan masalah-masalah ekonomi yang dapat diukur atau dinilai dalam bentuk uang, antara lain mengenai tingkat produksi, nilai tambah dan agregat ekonomi makro lainnya yang memperoleh hasil kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah.

Kemajuan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun belum menunjukkan perubahan yang nyata (riil). Disamping karena terjadinya peningkatan produksi secara fisik, juga karena dipengaruhi oleh kenaikan tingkat harga atau inflasi. Untuk mengetahui laju pertumbuhan secara nyata pengaruh inflasi harus dihilangkan. Oleh karena itu PDRB diestimasi dengan menggunakan harga konstan sesuai dengan tingkat harga pada suatu tahun dasar yang telah ditetapkan (tahun 2000). Dengan cara ini maka dapat diperkirakan laju pertumbuhan perekonomian setiap tahun atau selama periode tertentu.

Gambar 9. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang

(47)

Dalam Gambar 9, terlihat sampai dengan tahun 2014 laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang senantiasa mengalami fluktuasi dalam 5 tahun terakhir, tahun 2012 dan tahun 2013 pertumbuhan ekonomi menunjukkan adanya peningkatan dan kembali menurun di tahun 2014 yang hanya mencapai 5,3 persen.

Tabel 10. Persentase Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Kota Semarang

Kate- gori

Lapangan Harga Berlaku Harga Konstan

Usaha 2013 2014 2013 2014

G Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor

14.91 14.11 15.38 14.93

H Transportasi dan Pergudangan 3.48 3.66 3.51 3.63

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

3.41 3.46 3.12 3.16

J Informasi dan Komunikasi 7.33 7.10 8.68 9.27

K Jasa Keuangan 4.42 4.27 4.07 3.95

(48)

Kate- gori

Lapangan Harga Berlaku Harga Konstan

Usaha 2013 2014 2013 2014

(1) (2) (3) (4) (5)

M,N Jasa Perusahaan 0.59 0.59 0.57 0.58

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Sumber : BPS Kota Semarang

Catatan : Data Harga Konstan tahun 2013 & 2014 digunakan ADH Konstan 2010

Gambaran lebih jauh struktur perekonomian Kota Semarang dapat dilihat berdasarkan dari peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan total PDRB Kota Semarang. Sektor Primer yang terdiri dari sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian adalah sebagai penyedia kebutuhan dasar dan bahan, peranannya tidak berselisih jauh menjadi 1,18 persen ( angka sangat sementara ) pada tahun 2014, dibanding dengan tahun 2013 yang sebesar 1,22 persen.

(49)

Sektor tersier ini terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa lainnya. Pada tahun 2014 sumbangan terbesar diperoleh dari sektor industri sebesar 28,05 persen, peranannya meningkat dibanding tahun 2013 yang mencapai 27,24 persen. Sumbangan dari sektor konstruksi merupakan terbesar kedua yaitu sebesar 26,56 persen pada tahun 2013 meningkat menjadi 26,73 persen pada tahun 2014.

4.3. Pendapatan Perkapita

Tabel 11. Rata-rata Pendapatan per Kapita Penduduk Kota Semarang

Tahun

Pendapatan per Kapita (Rp) Pertumbuhan (persen)

Harga Berlaku Harga

(50)

51.804.774,72; pada tahun 2014 telah mencapai Rp. 72.482.351,82; berarti telah terjadi peningkatan sebesar hampir 40 % dalam kurun waktu tersebut.

Memang disadari bahwa pendapatan perkapita belum mencerminkan pendapat penduduk yang sebenarnya, karena hanya menunjukkan kemampuan ekonomi daerah, selain itu juga belum dapat mencerminkan pemerataan pendapatan penduduk. Namun secara makro indikator ini masih bisa menunjukkan tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang erat kaitannya dengan pola atau kekuatan dari ketahanan wilayah/sosial masyarakat.

4.4. Kemiskinan

Miskin Miskin Sangat Miskin

(1) (2) (3) (4) (5)

PPLS 2011 50.736 26.850 3.438 2.430

Sumber : BPS Kota Semarang

(51)

Jumlah rumahtangga miskin di Kota Semarang pada tahun 2011 hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sebesar 83.454 rumahtangga atau 19,44 % dari 429.311 seluruh rumahtangga yang ada di Kota Semarang. Apabila dirinci menurut klasifikasinya sebanyak 2.430 rumahtangga (2,91 %) adalah kategori sangat miskin, kemudian kategori miskin sebanyak 3.438 rumahtangga (4,12 %), kategori hampir miskin sebesar 26.850 rumahtangga atau 32,17 persen dan sebanyak 50.736 rumah tangga (60,8) termasuk kategori rawan miskin lainnya. Hasil pendataan PPLS tidak dapat dibandingkan secara mutlak antara Pendataan PPLS Tahun 2008 dengan Tahun 2011 dikarenakan pada hasil pendataan PPLS Tahun 2011 muncul kategori Rawan Miskin lainnya. Namun secara kualitas tetap saja bahwa rumahtangga miskin di Kota Semarang lebih dari 50 persen masih dalam batas hampir miskin, sedangkan yang miskin dan sangat miskin sekitar 7 persen. Dapat dikatakan bahwa permasalahan kemiskinan di Kota Semarang yang berkaitan dengan tingkat ketahanan sosial, masih tergolong kecil kontribusinya.

4.5. Ketahanan Pangan

(52)

distribusi bahan kebutuhan pokok khususnya pangan. Olah karena itu untuk mengatasi ketahanan pangan, jalur yang harus ditempuh adalah memperbaiki dan memonitor jalur distribusi serta harga komoditas pangan yang masuk di Kota Semarang.

Secara umum, produksi panen tanaman pangan tahun 2014 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya terutama produksi ubi kayu yang mengalami penurunan hampir 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya, hanya padi sawah, jagung, kacang tanah dan kacang hijau yang produksi tahun 2014 lebih besar dibandingkan produksi tahun sebelumnya.

Tabel 13. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi Panen (dalam Ton) di Kota Semarang

Tanaman Pangan

Luas Panen (dalam Ha.) Produksi Panen (dalam Ton)

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2013 Tahun 2014

(1) (2) (3) (4) (5)

(53)

Tabel 14. Jumlah Rumah Tangga dan Rata-rata Luas Baku Budidaya Ikan Menurut Jenis / Tempat Budidaya

Jenis Produksi Rumah Tangga Rata-rata Luas Baku

( M2 )

Sumber: BPS, Sensus Pertanian Subsektor Tahun 2014.

Gambar 10. Grafik Luas Panan Tanaman Pangan dan Produksi Panen Kota Semarang

Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2013 Tahun 2014

Luas Panen (dalam Ha.) Produksi Panen (dalam Ton)

Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ubi Kayu

(54)

BAB V

STATISTIK KETAHANAN

(55)

BAB V

STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN

Kondisi politik dan keamanan di suatu wilayah dewasa ini nampaknya dapat ditunjukkan dengan baik oleh tingkat kerawanan/potensi konflik di wilayah yang bersangkutan. Perkembangan kondisi politik khususnya sejak reformasi sangat pesat perkembangannya, dan berdampak pada ketahanan sosial kaitannya dengan potensi konflik yang ditimbulkannya. Kondisi keamanan juga mengalami pergeseran kualitas maupun kuantitas, yaitu dengan adanya pergeseran global tentang paradigma keamanan yang terkait dengan ancaman konflik antar negara berbasis militer, berkecenderungan munculnya

transbational crime. Dalam bagian ini akan diuraikan secara singkat kondisi ketahanan sosial di bidang politik dan keamanan meliputi kondisi politik, hukum, keamanan dan ketertiban serta bencana alam.

5.1. Politik

(56)

kedua adalah partai politik itu sendiri dilihat dari mulai jumlah partai politik, banyaknya kantor cabang, banyaknya pengurus, banyaknya anggota, program kerja partai dan lain-lain. Dan pilar ketiga adalah pemilihan umum, pemilihan kepala daerah tingkat provinsi atau kabupaten/kota. Data yang dikumpulkan dari mulai jumlah perolehan suara, anggota legislatif, jumlah suara, jumlah kursi dan lain-lain

Pada tahun 2014 jumlah anggota DPRD Kota Semarang sebanyak 50 orang, terdiri dari 41 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Anggota DPRD ini terdiri dari 9 fraksi, yaitu Fraksi PKS, Fraksi Golkar, Fraksi PDI, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PPP dan Fraksi Partai Hanura. Sedangkan jumlah anggota dewan berdasarkan partai politik terdiri dari : 16 orang dari PDI, 5 orang dari Partai Golkar, 6 orang dari PAN, 6 orang dari Partai Demokrat, 6 orang dari PKS, 7 dari Partai Gerindra dan 4 dari PKB.

5.2. Keamanan dan Ketertiban

Perkembangan otonomi daerah, pemekaran wilayah, makin kritisnya masyarakat terhadap aktivitas sistem politik dan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah, berakibat kepada status keamanan di suatu wilayah. Permasalahan yang ditimbulkan dari mulai masalah hukum, keamanan dan ketertiban juga mengalami perkembangan yang cukup pesat hal ini menuntut para pelaksana di bidang ini untuk lebih meningkatkan kualitas maupun kuatitasnya.

(57)

mencapai 2.269 perkara. Sedangkan data dari Poltabes Semarang mengenai banyaknya kejahatan/pelanggaran menurut jenis kejahatan/pasal terjadi peningkatan yang cukup besar.

Tabel 15. Jumlah Perkara Hukum Yang Terjadi di Kota Semarang Tahun 2014

Uraian

Jenis Pelanggaran Hukum

Perkara Biasa Perkara Gugatan

(1) (2) (3)

Jumlah perkara 2.252 2.269

Perkara yang diselesaikan 477 701

Sisa perkara 1.773 1.568

Sumber : Polwilltabes Semarang

(58)

Gambar 11. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara Biasa Kota Semarang

Gambar 12. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara Gugatan Kota Semarang

Perkara yang diselesaikan

21,20%

Sisa perkara 78,80%

Perkara Biasa

Perkara yang diselesaikan

30,89%

Sisa perkara 69,11%

(59)

5.3. Bencana Alam

Kejadian insidental yang menonjol di Kota Semarang adalah musibah bencana kebakaran pada tahun 2013 sebanyak 200 peristiwa dengan nilai kerugian Rp. 16.851.800.000,00 meningkat pada tahun 2014 menjadi 267 peristiwa dengan nilai kerugian sebesar Rp. 10.893.125,00 dengan sebaran kejadian bencana kebakaran Tahun 2014 terjadi pada 16 Kecamatan.

(60)

Gambar

Gambar  1.  Persentase Luas Penggunaan Lahan Kota Semarang
Tabel  2.  Persentase Rumah Menurut Jenis Atap Kota Semarang
Gambar  2.  Persentase Penggunaan Sumber Air Minum Tahun 2014
Tabel  3.  Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukan bahwa jenis kelamin pekerja paling banyak adalah perempuan sebanyak 12 orang (75,0%), diikuti dengan usia pekerja terbanyak >50

Dinamika perkembangan keilmuan yang terus melaju, sangat terkait dengan perubahan paradigma yang dibangun manusia kini, ini mengindikasikan bahwa paradigma menjadi parameter

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nina Ristianti di Semarang yang menggunakan obat kumur herbal dan non herbal menunjukkan bahwa obat kumur

Anda benar, semuanya pasti ada yang namanya PERTAMA KALI, di Kaskus biasanya “pertamax” :) Saya pun tidak begitu saja dadakan langsung menguasai bahasa Inggris, walaupun

Penerapan Tema Hi-Tech Architecture dalam Perancangan Kembali Terminal Patria ini terintegrasi ke dalam nilai-nilai luhur keislaman diharapkan akan menjadi solusi bagi

This problem can be modeled using Capacitated Vehicle Routing Problems (CVRP), and the common algorithm to solve that model is Clarke and Wright Saving Algorithm (CWSA).. The needed

Volume akar pada okulasi ubi kayu mukibat dengan pemberian ZPT dan komposisi media tanam yang berbeda dapat dilihat pada Tabel

Selanjutnya, pencapaian dan peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif sama dengan siswa yang mendapat