• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Modal Sosial

Dalam Pemberdayaan masyarakat, tujuan-tujuan organisasi akan tercapai secara efektif apabila didukung oleh sumberdaya yang memadai ( Suswanto, 2005). Sumberdaya dapat berupa human capital, social and instituonal assets, natural resaurces dan man mad assets (Syeaukat dan Hendrakusumaatmadja,

2005). Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa kelembagaan sebagai organisasi akan efektif dalam mencapai tujuannya apabila didukung oleh sumber daya. Salah satu sumber daya tersebut adalah modal sosial.

Modal sosial menunjuk pada hubungan sosial, institusi dan struktur sosial serta hubungan dengan trust, resiprositas, hak dan kewajiban dan jejaringan sosial. Secara umum modal sosial didefenisikan sebagai ”informasi, kepercayaan, dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jejaring sosial” (Woolcock dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti

pandangan umum (wolrd view), kepercayaan (trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekomoni dan informasi (informational and ecomonic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekomoni dan pembangunan (Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo, 2005).

Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih kongkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut. Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat netral, ditandai dengan adanya hubungan saling menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas atau kategori sosial atau manusia pada umumnya.

Modal sosial menurut Grootaert yang dikutip Marliyantoro (2002) adalah kemampuan seseorang untuk memanfaatkan berbagai keunggulan jaringan sosial atau struktur sosial dimana ia menjadi anggotanya. Selanjutnya Hanifan dalam Marliyantoro (2002), menyatakan bahwa modal sosial sebagai kenyataan yang dimiliki warga berupa kehendak baik, simpati, persahabatan, hubungan antar individu dan antar keluarga yang dapat mengatasi persoalan warga masyarakat.

Menurut Woolcock yang dikutip Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Utomo (2005), modal sosial memiliki empat dimensi, yaitu:

1. Integrasi (integration), yaitu ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik dan agama.

2. Pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal berupa jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic association) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama. 3. Integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan

kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan.

4. Sinergi (synergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state-community relations).

III. METODOLOGI KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan dari tinjauan pustaka pada bab terdahulu, dapat dibuat suatu kerangka pikir yang berupa hipotesa pengarah dalam melakukan kajian ini, hipotesis pengarah ini tidak berarti harus dikaji kebenarannya, akan tetapi dapat dijadikan arahan dan panduan bekerja di lapangan. Hal ini memungkinkan ditemukannya suatu temuan baru yang dapat memperkaya isi kajian ini, untuk itu kajian ini memakai metode kualitatif.

Pemberdayaan keluarga miskin melalui kegiatan KUBE Suka Makmur telah dilakukan di Kelurahan Maharatu sejak tahun 2002, dengan berjalannya kegiatan KUBE dalam jangka waktu yang cukup lama, telah membawa perkembangan yang cukup banyak, baik dalam peningkatan ekonomi keluarga anggotanya, maupun perkembangan kelembagaan maupun jejaring sosialnya.

KUBE Suka Makmur Kelurahan Maharatu didirikan dengan tujuan untuk menanggulangi kemiskinan anggotanya yang sebahagian besar merupakan petani sayuran berdaun lebar. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa KUBE Suka Makmur telah mampu mengentaskan kemiskinan anggota kelompoknya, hal ini diketahui dari 121 orang anggota kelompoknya, semuanya telah mampu mempunyai rumah sendiri, kendaraan sendiri, mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anggota keluarganya, serta kemampuan untuk membentuk usaha secara mandiri, namun demikian hal ini bertolak belakang dengan perkembangan kelembagaan dan usaha KUBE sendiri yang terus mengalami penurunan dari dua tahun belakangan ini. Untuk itu kajian ini diarahkan untuk dapat mendeskripsikan kegiatan – kegiatan apa saja yang telah dilakukan KUBE dalam upaya mengentaskan kemiskinan anggotanya dengan menemukenali profil KUBE Suka Makmur seperti SDM anggotanya, organisasi manajemen dan tahapan perkembangannya, dengan demikian dapat diketahui permasalahan – permasalahan yang ada, seperti mismanajemen, mispersepsi terhadap pengembangan modal usaha, melemahnya kelembagaan KUBE yang dapat dilihat dengan berkurangnya kegiatan berkumpul atau pertemuan kelompok serta usaha yang dilakukan secara bersama, persaingan pasar, sifat konsumtif.

KUBE Suka Makmur saat ini, berdasarkan perkembangannya telah tergolong pada tahap maju atau mandiri yang mendorong peningkatan kapasitas anggota, jejaring sosial yang berkembang, tingkat adopsi pada teknologi yang baik, persaingan usaha antar sesama anggota cukup tinggi. Hal ini justru membuat anggota kelompok lebih cenderung bekerja dan bersifat individual dalam kegiatan usahanya. Persoalan ini justru mendorong kelembagaan KUBE menjadi melemah karena nilai kebersamaan antara sesama anggota maupun masyarakat lainnya semakin berkurang.

Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan suatu strategi baru berupa Pendampingan usaha dan pemberian motivasi, penguatan kelembagaan, serta alternatif usaha bersama dalam bentuk kelembagaan yang lebih kolektif dan besar, sehingga keberlanjutan kelembagaan KUBE dan usaha komunitas dapat berjalan.

Strategi ini diharapkan dapat menghasilkan output berupa peningkatan kerjasama dalam kelompok, meningkatnya pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan yang bersifat sosial, meningkatnya kemampuan memecahkan permasalahan, meningkatnya hubungan kerjasama dengan masyarakat baik jejaring sosial (BPR, koperasi, LKM), pendamping sosial, pemerintah dan pengusaha lokal dalam kegiatan usaha bersama. Hasil akhir dari strategi ini adalah keberlanjutan usaha KUBE yang mendorong keberlanjutan kesejahteraan anggota kelompok dan masyarakat. Hal ini dapat digambarkan pada Gambar 1 bagan kerangka pikir.

Gambar 1. Kerangka Pikir Kajian 28 Kelembagaan KUBE : 1. Nilai-nilai usaha (Orientasi ke depan) 2. Kepengurusan/Organi sasi 3. Kepemimpinan 4. Aturan Main 5. Modal/simpanan 6. Perkembangan Usaha Pemberdayaan: Usaha terorganisasi, kemampuan integrasi, peningkatan kualitas hidup. PERMASALAHAN KUBE 1.Mis Mamajemen

2.Mis Persepsi pada pengembangan modal usaha. 3.Melemahnya Kelembagaan KUBE 4.Benturan kegiatan program pembangunan oleh satuan kerja di Pemprov. Riau KUBE MAJU/MANDIRI Strategi/ Rencana Program 1.Pendampingan Usaha dan Motivasi 2.Penguatan Kelembagaan 3.Pembentukan Usaha Bersama pada kelembagaan yang lebih besar, melalui kegiatan koordinasi dan sinergitas program satker terkait Hasil Antara : 1.Peningkatan Kerjasama dalam kelompok 2.Meningkatnya pengetahuan dan Keterampilan Kewirausahaan sosial 3.Meningkatnya Kemampuan memecahkan masalah 4.Meningkatnya Hubungan Kerjasama dengan Masyarakat, pendamping, pemerintah dan pengusaha local 5.Koordinasi dan sinergitas pelaksanaan program pembengunan antar satker OUT PUT/HASIL AKHIR Peningkatan kesejahteraan keluarga miskin melalui penguatan kelembagaan KUBE yang disinergikan dengan kelembagaan lain yang setingkat atau lebih besar untuk keberlanjutan usaha produktif kelompok masyarakat Analisis Masalah Analisis Tujuan

Dokumen terkait