• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton

Bab 1 Pendahuluan

2.4. Teknik Spektroskopi

2.4.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen ( Cresswell, 1982 ).

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorpsi tunggal dalam spektrum NMR

( Bernasconi, 1995 ).

Spektrum NMR dari amina sangat beragam, sama seperti NMR yang

ditunjukkan pada alkohol. Serapan N-H dari sebuah amina alifatik berada pada δ 0,5

sampai 3 ppm, sedangkan serapan amina aromatik berada pada δ 3,0 sampai 5,0 ppm. Sebagai hasil dari adanya ikatan hidrogen pada amina sekunder ataupun amina primer maka pergeseran kimia dari proton N-H bervariasi, dimana pergeseran kimia ini tergantung pada pelarut, konsentrasi dan temperaturnya. Hal ini hampir serupa dengan alkohol. Sama juga dengan alkohol, amina juga mungkin dapat dibedakan proton dari

N-H dengan menggunakan deuterium yaitu D2O. Serapan proton dari N-H juga dapat

dengan mudah diketahui dengan mencocokkan dengan pertukaran isotopnya dengan kontaminan yang mendekati peak dari HOD dengan pertukarannya menggunakan air (Alan, 1981).

Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu :

1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat.

CH3

H3C Si CH3

CH3

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan ke

dalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4.

Boleh dikatakan semua senyawa organik memberikan resonansi bawah medan terhadap TMS. Hal ini disebabkan Si lebih bersifat elektropositif dibandingkan atom

C. TMS sendiri dari segi kimia bersifat lembam, tidak bercampur dengan H2O ataupun

air berat (Muldja, 1955).

Pergeseran Kimia

Spektroskopi NMR dalam kimia tidak didasarkan pada kemampuannya untuk membeda-bedakan unsur dalam suatu senyawa, tetapi didasarkan pada kemampuannya untuk mengetahui inti tertentu dengan memperhatikan lingkungannya dalam molekul. Frekuensi resonansi individu inti dipengaruhi oleh distribusi elektron pada ikatan kimia dalam molekul, dengan demikian harga frekuensi resonansi suatu inti tertentu tergantung pada struktur molekul.

Untuk memberikan gambaran NMR sebagai gambaran inti adalah proton. Sebagai benzil asetat akan menghasilkan tiga sinyal NMR yang berbeda yaitu masing-masing utnuk satu proton fenil, metilen, dan gugus metil. Hal ini dihasilkan oleh pengaruh lingkungan kimia yang berbeda pada suatu proton tersebut dalam molekul, keadaan ini dikenal dengan pergeseran kimia frekuensi resonansi atau lebih sederhana sebagai pergeseran kimia.

Tetrametil silan (TMS) merupakan senyawa yang memenuhi persyaratan yang dimaksud. Sinyal TMS sangat jelas dan pergeseran kimianya berbeda terhadap kebanyakan resonansi proton lain. Sehingga sinyal resonansi cuplikan jarang teramati saling tindih dengan TMS. Senyawa TMS memiliki sifat inert, mudah menguap, merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik sehingga mudah dipisahkan

setelah cuplikan selesai dibuat spektrum. Jadi skala δ resonansi magnetik proton

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

1. Neraca analitis Mettler PM 480

2. Rotary evaporator Buchi B-480

3. Gelas Beaker Pyrex

4. Gelas Ukur Pyrex

5. Corong pisah Duran

6. Gelas erlenmeyer Pyrex

7. Tabung reaksi Pyrex

8. Kolom kromatografi Pyrex 20/40

9. Batang Pengaduk

10.Indikator universal

11.Kertas saring

12.Chamber

13.Corong

14.Plat skrining test

15.Lampu UV

16.Plat Kromatografi Lapis Tipis

17.Rak Tabung Reaksi

18.Magnetik stirer

19.Hot plate Nuova

20.Labu Alas Pyrex

21.Blender Maspion

22.Spektrometer IR Jasco FT-IR-5300

3.2. Bahan

1. Daun tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.)

2. Aquadest

3. Kloroform

4. N-heksan

5. Silika gel 60 G ( E. Merk. Art. 7734 )

6. Silika gel 60 GF254 ( E. Merck. Art. 10180)

7. NH4OH (p) 8. HCl 2 M 9. Pereaksi Maeyer 10.Pereaksi Dragendorff 11.Pereaksi Wagner 12.Pereaksi Bouchardat 13.Metanol 14.Dietileter 3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan sampel

Sampel yang diteliti adalah daun tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) yang diambil dari daerah Dolog Masihul, kabupaten Serdang Bedagai, propinsi Sumatera Utara dan kemudian dibuat dalam bentuk serbuk halus sebanyak 1000 g.

3.3.2. Uji Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa alkaloida di dalam daun tumbuhan sidaguri, maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif dengan pereaksi warna.

Serbuk kering daun tumbuhan sidaguri ditimbang sebanyak 5 g, dimaserasi dengan metanol sebanyak 20 ml selama 2 jam, disaring dan filtrat yang diperoleh dibagi kedalam 4 tabung reaksi.

Tabung I : dengan pereaksi Maeyer menghasilkan endapan

berwarna putih kekuningan.

Tabung II : dengan pereaksi Wagner menghasilkan endapan berwarna

coklat.

Tabung III : dengan pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan

berwarna coklat.

Tabung IV : dengan pereaksi Dragendorff menghasilkan endapan

berwarna jingga.

3.3.3. Pengadaan Ekstrak Dietileter Daun Tumbuhan Sidaguri

Serbuk daun tumbuhan sidaguri yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1000 gr kemudian dimaserasi dengan metanol sebanyak 5 liter selama ± 72 jam, kemudian disaring dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga terbentuk ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol tersebut dipartisi berulang-ulang dengan menggunakan n-heksana sebanyak lima kali. Lapisan metanol diambil kemudian diasamkan dengan menggunakan HCl 2M hingga mencapai pH=2. Kemudian didiamkan selama satu malam lalu dicuci dengan dietileter sebanyak tiga

kali, dibasakan dengan menggunakan NH4OH pekat sampai pH 9-10 lalu didiamkan

kembali selama satu malam, kemudian diekstraksi dengan menggunakan dietileter sebanyak tiga kali. Lapisan dietileter ditampung lalu diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat dietileter.

3.3.4. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

Analisis kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak pekat dietileter dengan

menggunakan fasa diam silika gel 60 GF254. Analisa ini dimaksudkan untuk mencari

adalah kloroform dan metanol dengan variasi pelarut kloroform : metanol (90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50, 40 : 60, 30 : 70, 20 : 80, 10 : 90) v/v. Sehingga akan diperoleh perbandingan pelarut kloroform : metanol yang sesuai untuk kromatografi kolom.

Pelarut yang sesuai didasarkan pada jumlah bercak atau noda yang paling banyak dan pemisahannya baik.

Prosedur :

Dimasukkan 10 mL larutan fase gerak klorofom 100% ke dalam bejana kromatografi. Ekstrak encer dietileter ditotolkan pada plat KLT yang diaktifkan. Plat dimasukkan ke dalam bejana yang berisi pelarut yang dijenuhkan, kemudian ditutup. Setelah dielusi, plat dikeluarkan dari bejana, dikeringkan. Noda yang terbentuk diamati dengan sinar Ultra Violet, kemudian harga Rf dihitung dan dicatat.

Perlakuan yang sama dilakukan untuk campuran pelarut antara kloroform : metanol. Sehingga dari hasil KLT akan diperoleh pelarut kloroform : metanol dengan variasi pelarut (90 : 10, 80 : 20, 70 : 30, 60 : 40, 50 : 50, 40 : 60, 30 : 70, 20 : 80, 10 : 90 v/v) yang memberikan pemisahan bercak / noda yang baik adalah kloroform : metanol (70 : 30 v/v) yang memberikan noda dengan harga Rf yaitu 0,29 dan 0,92.

3.3.5. Isolasi Senyawa Alkaloida dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa alkaloida dari ekstrak pekat dietileter daun tumbuhan sidaguri (Sida

rhombifolia L.) dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom. Sebagai fase

diam yaitu Silika Gel 60 G ( E. Merck. Art.7734) dan fasa gerak kloroform : metanol (70 : 30 v/v).

Prosedur:

Dirangkai peralatan untuk kromatografi kolom, kemudian Silika Gel 60 G (E. Merck. Art. 7734) sebanyak 120 g dibuburkan dengan kloroform, diaduk sampai homogen dan dimasukkan kedalam kolom kromatografi. Lalu dielusi dengan kloroform 100 % hingga bubur silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 4 g ekstrak

pekat dietileter daun tumbuhan sidaguri yang telah dibuburkan dengan silika gel ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel. Sampel dibiarkan turun dan terserap dengan baik pada silika gel. Kemudian fasa gerak kloroform : metanol (70 : 30 v/v) ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam kolom, diatur sehingga aliran fraksi keluar dari kolom kromatografi bergerak secara kontiniu dan ditampung tiap fraksi dalam botol vial masing-masing sebanyak 8 ml. Tiap-tiap fraksi di-KLT lalu digabung fraksi dengan Rf yang sama, pelarutnya diuapkan hingga diperoleh pasta (Gritter, 1991).

3.3.6. Analisis Pasta Hasil Isolasi

3.3.6.1. Uji kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis

Uji kemurnian pasta dilakukan dengan menggunakan kromatografi Lapis Tipis yang

menggunakan fase diam silika gel 60 GF254 ( E. Merck. Art 10180) dan fase gerak

kloroform : metanol (70 : 30 v/v)

Prosedur :

Dimasukkan larutan fase gerak kloroform : metanol (70:30 v/v) ke dalam bejana kromatografi kemudian dijenuhkan. Pasta yang diperoleh dilarutkan dengan kloroform, lalu ditotolkan pada plat KLT. Plat yang telah ditotolkan sampel dimasukkan kedalam bejana kromatografi dan dibiarkan hingga pelarut naik sampai batas atas yang telah ditentukan. Plat dikeluarkan dari bejana kromatografi, dikeringkan dan noda yang terlihat di lampu UV berwarna coklat dan kemudian difiksasi dengan pereaksi dragendorff menghasilkan noda berwarna jingga yang menunjukkan bahwa pasta tersebut adalah positif senyawa alkaloida. Perlakuan yang dilakukan untuk campuran pelarut kloroform : metanol (70 : 30 v/v), dimana dihasilkan satu noda.

3.3.6.2. Uji Reaksi Warna terhadap Pasta Hasil Isolasi dengan Pereaksi Alkaloid

Pasta hasil isolasi dilarutkan dalam kloroform, kemudian dibagi 4 :

1. Larutan pertama ditetesi dengan pereaksi Maeyer memberikan endapan

berwarna putih kekuningan

2. Larutan kedua ditetesi dengan pereaksi Wagner memberikan endapan berwarna

coklat.

3. Larutan ketiga ditetesi dengan pereaksi Bouchardat memberikan endapan

berwarna coklat.

4. Larutan keempat ditetesi dengan pereaksi Dragendorff memberikan endapan

berwarna jingga.

3.3.7. Analisis Spektroskopi Pasta Hasil Isolasi

3.3.7.1. Uji Pasta Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Inframerah

Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Dasar Bersama FMIPA UNAIR ( Lampiran E).

3.3.7.2. Uji Pasta Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton 1H-NMR

Analisis dengan alat Spektrofotometer 1H-NMR diperoleh dari Laboratorium Kimia

Dasar FMIPA UNAIR Surabaya dengan menggunakan CDCl3 sebagai pelarut

3.3 Bagan Penelitian

dimaserasi dengan metanol selama ±72 jam

← diskrining fitokimia

← disaring

← dipekatkan dengan rotarievaporator

← diekstraksi partisi dengan n-heksana sebanyak 5 kali ← diasamkan dengan HCl 2M sampai pH=2 ← didiamkan selama 1 malam ←dicuci dengan dietileter sebanyak 3 kali ← dibasakan dengan NH4OH(p) sampai pH 9-10 ← didiamkan selama 1 malam ← diekstraksi dengan dietileter ← diuapkan

← dianalisis KLT dengan berbagai eluen ← dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silica gel 60 GF 254 dan fasa gerak

Kloroform : metanol = 7:3 v/v ← ditampung tiap fraksi sebanyak 8 ml dalam botol ← dianalisis KLT ← digabungkan Rf yang sama ← diuapkan ← diuapkan ← dianalisis KLT ← diskrining fitokimia

← dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR dan spektrofotometer 1H-NMR 1000 g serbuk kering

daun sidaguri

Material Ekstrak kasar metanol

Ekstrak pekat metanol

Lapisan metanol Lapisan n-heksana

Ekstrak metanol- asam pH=2

Ekstrak basa pH = 9-10

Ekstrak basa pH = 9-10 Lapisan dietileter

Ekstrak pekat dietileter

Fraksi 1-10 Fraksi 11-30 Fraksi 31-44 Fraksi 45-75 Fraksi 76-117

Pasta kuning kecoklatan

Pasta kuning kecoklatan

Pasta kuning kecoklatan

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak daun tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) dengan menggunakan pereaksi-pereaksi warna untuk senyawa alkaloida menunjukkan bahwa di dalam daun tumbuhan sidaguri mengandung senyawa alkaloida.

Dari hasil analisis kromatografi lapis tipis dengan menggunakan adsorben

silika gel 60 GF254 dapat diketahui bahwa pelarut yang baik untuk mengisolasi

senyawa alkaloida dari daun tumbuhan sidaguri adalah pada perbandingan pelarut klorofom : metanol (70 : 30 v/v).

Dari hasil isolasi daun tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) diperoleh pasta kuning kecoklatan sebanyak 0,59 g.

Hasil analisis Spektrofotometri Infra merah (FT-IR) pasta hasil isolasi

menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) sebagai

berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3395,10 cm-1

2. Pada bilangan gelombang 2933,19 cm-1

3. Pada bilangan gelombang 1628,21 cm-1

4. Pada bilangan gelombang 1508,27 cm-1

5. Pada bilangan gelombang 1491,27 cm-1

6. Pada bilangan gelombang 1448,25 cm-1

7. Pada bilangan gelombang 1424,24 cm-1

8. Pada bilangan gelombang 1364,26 cm-1

Hasil analisis Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) memberikan pergeseran kimia pada daerah (ppm) sebagai berikut :

1. Pergeseran kimia pada daerah δ=1,25 ppm terdapat puncak singlet

2. Pergeseran kimia pada daerah δ=1,38-2,35 ppm terdapat puncak multiplet

3. Pergeseran kimia pada daerah δ= 3,88 ppm terdapat puncak singlet

4. Pergeseran kimia pada daerah δ=6,47-6,50 ppm terdapat satu puncak melebar

5. Pergeseran kimia pada daerah δ=6,80-6,92 ppm terdapat puncak doublet

6. Pergeseran kimia pada daerah δ=6,92-7,01 ppm terdapat puncak doublet

7. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,40-7,49 ppm terdapat puncak doublet

4.2.Pembahasan

Daun tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) dinyatakan mengandung senyawa alkaloida berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan dengan menggunakan pereaksi-pereaksi alkaloida menghasilkan perubahan warna sebagai berikut :

1. Pereaksi Maeyer menghasilkan endapan berwarna putih kekuningan.

2. Pereaksi Wagner menghasilkan endapan berwarna coklat.

3. Pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan berwarna coklat.

4. Pereaksi Dragendorff menghasilkan endapan berwarna jingga,

yang menunjukkan bahwa pasta tersebut adalah positif senyawa alkaloida.

Dari hasil kromatografi lapis tipis, diketahui bahwa perbandingan pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa alkaloida dari daun tumbuhan sidaguri (Sida

rhombifolia L.) adalah kloroform : metanol (70 : 30 v/v). Hal ini disebabkan karena

pada perbandingan pelarut tersebut noda yang ditimbulkan pemisahannya sangat baik dibanding dengan perbandingan pelarut yang lain.

Dari hasil interpretasi Spektrum Infra Merah diperoleh pita serapan sebagai berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3395,10 cm-1 menunjukkan adanya adanya vibrasi

ulur (stretching)N-H yang kemungkinan atom N ini dari cincin heterosiklik piperidin

N H

(Parikh, 1976).

2. Pada bilangan gelombang 2933,19 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur

(streching) C-H.

3. Pada bilangan gelombang 1628,21 dan1491,27 cm-1 menunjukkan adanya

gugus C=C aromatik.Ini membuktikan adanya gugus aromatik dari senyawa alkaloida hasil isolasi.

4. Pada bilangan gelombang 1508,27 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regang

(bending) N-H.

5. Pada bilangan gelombang 1448,25 menunjukkan adanya vibrasi regang

(bending) CH2 .

CH2 ini pembentuk cincin siklik dari siklik amin piperidin.

6. Pada bilangan gelombang 1424,24 menunjukkan adanya vibrasi regang

(bending) CH3. CH3 ini belum dapat dipastikan apakah masuk ke dalam

kerangka senyawa alkaloida hasil isolasi.

7. Pada bilangan gelombang 1364,26 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regang

(bending) –CH.

8. Pada bilangan gelombang 1254,25 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-N.

Hal ini didukung oleh Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) :

1. Pergeseran kimia pada daerah 1,25 ppm terdapat puncak singlet intensitas

tinggi dari proton CH3, dimana CH3 ini belum dapat dipastikan jumlahnya

2. Pergeseran kimia pada daerah 1,38- 2,35 ppm terdapat puncak multiplet dari

proton CH, CH2 .Ini kemungkinan CH, CH2 yang membentuk cincin alifatis

dari piperidin.

3. Pergeseran kimia pada daerah 3,88 ppm terdapat puncak singlet yang diduga

dari proton O-CH3,yang letaknya belum dapat dipastikan (Jacobs, 1974).

4. Pergeseran kimia pada daerah 6,47- 6,50 ppm terdapat satu puncak melebar

yang diduga gugus NH pada inti piperidin (peak melebar)

N H

(Sastrohamidjojo, 1994).

5. Pergeseran kimia pada daerah 6,80 - 6,92 ppm terdapat puncak doublet, pada

daerah 6,92 - 7,01 ppm terdapat puncak doublet dan pada daerah 7,40 - 7,49 terdapat puncak doublet,yang merupakan penjodohan proton yang terdapat pada cincin aromatis yang terikat pada cincin heterosiklik yang mengandung atom H (Chamberlain, 1974).

Dari daerah aromatis 6,5-8 ppm muncul peak yang menggambarkan penjodohan dari proton yang terdapat di aromatik yang terikat pada piperidin (amin siklik), tetapi dalam hal ini kami tidak dapat memastikan jumlah cincin aromatisnya.

Dari hasil pembahasan di atas, melalui uji skrining fitokimia dengan pereaksi warna terhadap pasta hasil isolasi yang bemberikan hasil positif dan dengan kehadiran atom N pada senyawa tersebut yang diinterpretasikan oleh data spektrum FT-IR

dan 1H-NMR menunjukkan bahwa pasta senyawa hasil isolasi adalah suatu senyawa

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil uji skrining fitokimia alkaloida menunjukkan bahwa daun tumbuhan

sidaguri (Sida rhombifolia L.) mengandung senyawa alkaloida.

2. Hasil isolasi yang diperoleh dari 1000 g daun tumbuhan sidaguri (Sida

rhombifolia L.) merupakan pasta kuning kecoklatan sebanyak 0,59 g.

3. Hasil identifikasi infra merah (FT-IR) pasta hasil isolasi dari daun tumbuhan

sidaguri (Sida rhombifolia L.) menunjukkan adanya gugus NH yang diduga terdapat pada inti piperidin, gugus C=C yang membuktikan adanya gugus

aromatik, gugus CH2 yang kemungkinan pembentuk cincin siklik amin

piperidin dan gugus CH3 yang belum dapat dipastikan apakah masuk ke dalam

kerangka senyawa alkaloida hasil isolasi. Hal ini didukung oleh hasil

identifikasi Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)) dimana

terdapat satu puncak melebar yang diduga gugus NH, terdapat puncak

multiplet dari proton CH,CH2 yang kemungkinan pembentuk inti piperidin,

puncak singlet dari proton CH3 dan puncak doublet yang merupakan

penjodohan proton pada cincin aromatis yang terikat pada cincin heterosiklik (Chamberlain, 1974).

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penentuan jumlah atom karbon dengan menggunakan

13

C-NMR, dan menentukan massa dengan MS untuk menentukan struktur senyawa hasil isolasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alan, S. W. 1981. Organic Chemistry. New York : Harper & Row Publisher.

Arief, H., 2004. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya (seri agri sehat). Seri pertama Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi pertama. Jakarta: PT. Pradaya Paramita.

Chamberlain, N. F. 1974. The Practise of NMR Spectroscopy With Spectra-Structure

Correlation for Hidrogen-I. New York and London : Plenum Press.

Cresswell, C. J dan Runquist dan Campbell. 1982. Analisis Spektrum Senyawa

Organik. Edisi kedua. Bandung : Penerbit ITB.

Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid ke-2 . Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Surabaya.

Finar, L.I. 1983. Organic Chemistry, Stereochemistry and the Chemistry Of Natural

Products. Fourth Edition. Vol 2. Longmans, Green & Co Ltd.

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Terbitan Kedua. Terjemahan Kokasih Padmawinata dan Iwang

Soediro. Bandung : Penerbit ITB.

Hendrickson, J. N. 1965. The Molecular Of Nature . New York. W.A.

Benjamin, Inc.

Jacobs, T. L. 1974. Laboratory Practice or Organic Chemistry. Fifth Edition. New York : Macmillan Publishing Co. Inc.

Manito, P. 1992. Biosintesis Produk Alami . Semarang. Cetakan Pertama IKIP.

Muldja, M. H. 1955. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga Universitas Press.

Nakanishi, K. 1974. Natural Products Chemistry 2. New York : Kondansha Ltd.

Noerdin, 1985. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung : Penerbit Angkasa.

Parikh, V. M. 1976. Absorption Spectra of Organik Molecules Addison. New York : Weseley Publishing, Co, Inc, Reading, Mass.

Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy A Guide for Students of Organic

Chemistry. Philladelphia : Saunders College.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam, Bandung : Penerbit ITB.

Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Edisi I. Cetakan I. Yogyakarta : Liberty.

Sastrohamidjojo, H. 1994. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.

Sastrohamidjojo. 1996. Sintesis Bahan Alam. Cetakan Pertama, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Silverstein, R. M. 1984. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Terjemahan A. J. Hatomo dan Anny Viktor Purba. Edisi keempat.

Jakarta : Penerbit Erlangga.

Tobing, L. R. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Torsell, K. B. G. 1983. Natural Products Chemistry, A Mechanistic and Biosynthetic

Approach to Secondary Metabolism. New York : John Wiley And Sons

Lampiran C. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Dietileter Daun Tumbuhan Sidaguri

I II III IV V VI VII VIII IX

E E E E E E E E E

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 GF254 (E. Merck. Art 10180)

E : Ekstrak kloroform dari daun tumbuhan sidaguri

I : Fase gerak kloroform : metanol (90:10 v/v)

II : Fase gerak kloroform : metanol (80:20 v/v)

III : Fase gerak kloroform : metanol (70:30 v/v)

IV : Fase gerak kloroform : metanol (60:40 v/v)

V : Fase gerak kloroform : metanol (50:50 v/v)

VI : Fase gerak kloroform : metanol (40:60 v/v)

VII : Fase gerak kloroform : metanol (30:70 v/v)

VIII : Fase gerak kloroform : metanol (20:80 v/v)

Lampiran D. Kromatogram Lapisan Tipis Senyawa Hasil Isolasi Melalui Penampakan Noda Dengan Sinar Ultraviolet

Fasa gerak Warna noda Harga Rf

I coklat 0,92

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 GF254 (E. Merck. Art 10180)

Dokumen terkait