• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAK A

2.5 Analisis K ualitatif Besi

2.5.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi ( batas deteksi kurang dari 1 ppm ), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan nya terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaaan sampel dan peralatannya. Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam (atau suatu senyawa logam) dihembuskan kedalam suatu nyala (misalnya asetilena yang terbakar di udara) dapatlah terbentuk uap yang mengandung atom-atom logam itu. Atom logam bentuk gas tersebut tetap berada dalam keadaan tak tereksitasi

atau dengan perkataan lain, dalam keadaan dasar. Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang yang khas dengan logam tersebut dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Inilah asas yang mendasari spektrofotometri serapan atom (SSA) (Basset, et al, 1991).

2.5.4.1 Instrumentasi SSA

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom (Gandjar dan Rohman, 2007)

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow catodhe lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah.

Bila anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang bertabrakan tadi. Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan diatas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800oC; gas alam-udara: 1700oC; asetilen-udara: 2200oC; dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000oC (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pemilihan bahan bakar dan bahan pengoksida serta komposisi perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala. Sumber nyala yang paling banyak di gunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan bakar dan udara sebagai pengoksida (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tanpa nyala (flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena: atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel cair diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg), lalu di letakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga

sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu: pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah, pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan pengatoman (atomising) (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan Rohman, 2007).

5. Readout

Readout merupakan suatu sistem pencatatan hasil yang berupa hasil pembacaan. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut (Gandjar dan Rohman, 2007), yang dimaksud dengan gangguan-gangguan pada SSA adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala

Sifat – sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah viskositas, tegangan permukaan, berat jenis dan tekanan uap. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyak nya atom yang terjadi di dalam nyala

Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu: disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna dan ionisasi atom-atom di dalam nyala. Terjadi disosiasi yang tidak sempurna disebabkam oleh terbentuknya senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraiakan di dalam nyala api). Contoh senyawa refraktorik adalah garam-garam fosfat, silikat, aluminat dari logam alkali tanah.

Dengan terbentuknya senyawa ini, maka akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala. Ionisasi atom-atom di dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuan absorbansi atom netral karena atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama spektrum atom dalam keadaan netral (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption)

Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non atomik dapat disebabkan oleh adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

Dokumen terkait