BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) mendasarkan pada prinsip
absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang
gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu
atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan
menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom
pada keadaaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif
unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak
tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok
untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas
deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya
sedikit. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh
Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan
spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk
spektrum, cara pengerjaan sampel, dan peralatannya (Gandjar dan Rohman,
2007).
Menurut Harris (2007), sistem peralatan spektrofotometer serapan atom
dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom
1. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat
dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu Lampu
Katoda Berongga
Nyala
Monokromator Detektor Amplifier
Readout
Analit Sampel dalam beaker
Gas pembakar
sampel menjadi uap atom-atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).
a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara
spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari
tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang
digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800oC;
gas alam-udara 1700oC; asetilen-udara 2200oC; dan gas asetilen-dinitrogen oksida
(N2O) sebesar 3000oC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah
campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang
dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel
cair diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg),
lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan
sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan
ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada
fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga
sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis
Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu :
pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman
(atomising) (Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Monokromator
Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih
panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik,
dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan
radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton
(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi
kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni
matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas
pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat
jenis, dan tekanan uap (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang
terjadi di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam
nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu :
a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya
senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan di dalam nyala
api) (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan
untuk atomisasi terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur
absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk
ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena
spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis; yakni absorbansi molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam
nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption)
Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh
partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).