• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM, KALIUM, DAN

MAGNESIUM PADA DAUN KELOR (

Moringa oleifera

Lam.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH:

SRI WAHYUNI

NIM 111501048

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM, KALIUM, DAN

MAGNESIUM PADA DAUN KELOR (

Moringa oleifera

Lam.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SRI WAHYUNI

NIM 111501048

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM, KALIUM, DAN

MAGNESIUM PADA DAUN KELOR (

Moringa oleifera

Lam.)

SEGAR DAN DIREBUS SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

OLEH:

SRI WAHYUNI

NIM 111501048

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 18 Juni 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. Prof. Dr. rer. nat. E. D. L. Putra, S.U., Apt.

NIP 195409101983032001 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, Dra. Sudarmi, M.Si., Apt.

NIP 195409101983032001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 195401101980032001

Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt. NIP 195005081977022001

Medan, Juli 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkah

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat meyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul Analisis Kandungan Kalsium, Kalium, dan Magnesium pada Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di

Fakultas Farmasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia

Reveny, M.Si., Apt., sebagai wakil Dekan I yang telah memberikan pengarahan

dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima

kasih kepada Ibu Dra.Sudarmi, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun,

M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis dengan

penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran

selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Penulis juga menyampaikan

ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U.,

Apt. selaku ketua penguji, Ibu Dra.Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., dan Ibu Dra.

Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah

memberikan saran dan arahan untuk menyempurnakan skripsi ini serta Bapak Drs.

Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah

(5)

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada

Ayahanda Husainy dan Ibunda Salmah yang telah memberikan cinta dan kasih

sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun

motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti serta seluruh keluarga

yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Penulis dengan tulus

mengucapkan terima kasih kepada abang-kakak senior, sahabat tercinta Juliyanti,

Linda Margata, Jeriko Anggono, dan sahabat lainnya yang tidak dapat disebutkan

satu persatu terutama kawan-kawan Farmasi angkatan 2011.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima

kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap

semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 1 Juni 2015 Penulis,

(6)

ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM, KALIUM, DAN MAGNESIUM PADA DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEGAR DAN DIREBUS

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Abstrak

Moringa oleifera Lam yang kita kenal dengan nama Kelor adalah species yang paling terkenal dari tiga belas spesies genus Moringacae. Mineral yang terdapat dalam Kelor adalah Kalsium, Tembaga, Besi, Mangan, Magnesium, Fosfor, Kalium, Sodium, Sulphur, dan Zinc. Daun kelor sebagai sumber vitamin dan mineral dapat dikonsumsi dengan cara dimasak, atau dimakan mentah atau dikeringkan menjadi serbuk. Salah satu metode dengan pemasakan yaitu perebusan dalam air. Vitamin dan mineral yang mudah larut dalam air merupakan zat gizi yang cepat hilang pada saat merebus sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan mengetahui perbedaan kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang terkandung dalam daun kelor segar dan direbus.

Sampel daun kelor didestruksi kering dan dilakukan analisis kuantitatif terhadap kalsium, kalium, dan magnesium dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (AAS) yaitu kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm, kalium pada panjang gelombang 766,5 nm, dan magnesium pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kadar kalsium pada daun kelor segar adalah (873,4579 ± 2,2950)mg/100g; (606,1327 ± 13,9095)mg/100g untuk kalium; dan (117,7626 ± 0,9899)mg/100g untuk magnesium. Sedangkan kadar kalsium pada daun kelor rebus adalah (731,3755 ± 3,2586)mg/100g; (81,1258 ± 0,5593)mg/100g untuk kalium; dan (35,1865 ± 0,1608)mg/100g untuk magnesium. Secara statistik uji beda nilai rata-rata kandungan kalsium, kalium, dan magnesium dengan menggunakan distribusi F diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium antara daun kelor segar dan daun kelor rebus.

(7)

CONTENT ANALYSIS OF CALCIUM, POTASSIUM, AND MAGNESIUM IN LEAVES (Moringa oleifera Lam.) FRESH AND BOILED IN ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY

Abstract

Moringa oleifera Lam that we know as Moringa is the best-known species of the thirteen species of the genus Moringacae. Minerals contained in Moringa are calcium, copper, iron, manganese, magnesium, phosphorus, potassium, sodium, sulphur, and zinc. Moringa leaves as a source of vitamins and minerals can be consumed in a way cooked, or eaten raw or dried into powder. One of the cooking method is boiling in the water. Vitamins and minerals are easily soluble in water is a nutrient that is quickly lost when boiling vegetables. This study aims to determine and know the differences in the levels of calcium, potassium, and magnesium in fresh Moringa leaves and boiled Moringa leaves.

Moringa leaves samples were dried destruction and a quantitative analysis of calcium, potassium, and magnesium were calculated using atomic absorption spectrophotometry (AAS) is calcium at a wavelength of 422.7 nm, potassium at a wavelength of 766.5 nm, and magnesium at a wavelength 285.2 nm with the type of air - acetylene flame.

The results showed that the level of calcium in the fresh Moringa leaves were (873.4579 ± 2.2950) mg / 100g; (606.1327 ± 13.9095) mg / 100g for potassium; and (117.7626 ± 0.9899) mg / 100g for magnesium. While the level of calcium in boiled Moringa leaves were (731.3755 ± 3.2586) mg / 100g; (81.1258 ± 0.5593) mg / 100g for potassium; and (35.1865 ± 0.1608) mg / 100g for magnesium. Statistically significant difference test average content levels of calcium, potassium, and magnesium using the F distribution is obtained that there is a significant difference on average levels of calcium, potassium, and magnesium between fresh Moringa leaves and boiled Moringa leaves.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Sampel ... 5

2.1.1 Sejarah Daun Kelor ... 5

2.1.2 Deskripsi Tanaman ... 5

2.1.3 Kandungan Kimia ... 7

(9)

2.1.5 Pemanfaatan Kelor ... 9

2.2 Mineral ... 10

2.2.1 Kalsium ... 10

2.2.2 Kalium ... 11

2.2.3 Magnesium ... 11

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom ... 12

2.4 Validasi Metode Analisis ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Jenis Penelitian ... 20

3.3 Alat ... 20

3.4 Bahan ... 20

3.5 Metode Pengambilan Sampel ... 21

3.6 Identifikasi Sampel ... 21

3.7 Pembuatan Pereaksi ... 21

3.7.1 Larutan HNO3 (1:1) ... 21

3.7.2 Asam Pikrat 1% b/v ... 21

3.7.3 Larutan H2SO4 1N ... 21

3.7.4 Kuning Titan 0,1% b/v ... 21

3.7.5 Larutan NaOH 2N ... 22

3.8 Penyiapan Sampel ... 22

3.9 Proses Destruksi ... 22

3.10 Pembuatan Larutan Sampel ... 22

(10)

3.11.1 Kalsium ... 23

3.11.1.1 Uji Nyala Ni/Cr ... 23

3.11.1.2 Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1N ... 23

3.11.2 Kalium ... 23

3.11.2.1 Uji Nyala Ni/Cr ... 23

3.11.2.2 Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat ... 24

3.11.3 Magnesium ... 24

3.11.3.1 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Kuning Titan 0,1% b/v ... 24

3.12 Pemeriksaan Kuantitatif ... 24

3.12.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium ... 24

3.12.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium ... 24

3.12.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium ... 25

3.13 Penetapan Kadar Kalsium, Kalium dan Magnesium dalam Sampel ... 25

3.13.1 Penetapan Kadar Kalsium ... 25

3.13.2 Penetapan Kadar Kalium ... 26

3.13.3 Penetapan Kadar Magnesium ... 26

3.14 Validasi ... 26

3.14.1 Simpangan Baku Relatif ... 26

3.14.2 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 27

3.14.3 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation) ... 28

3.15 Analisis Data Secara Statistik ... 28

3.15.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 28

(11)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31

4.2 Analisis Kualitatif... 31

4.3 Analisis Kuantitatif ... 32

4.3.1 Kurva Kalibrasi Kalsium, Kalium, dan Magnesium ... 32

4.3.2 Analisis Kadar Kalsium, Kalium dan Magnesium dalam Sampel ... 34

4.3.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 36

4.3.4 Simpangan Baku Relatif ... 37

4.3.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar, dan Serbuk Daun

Kelor ... 8

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif ... ... 31

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Kalsium, Kalium, dan

Magnesium dalam Sampel ... 35

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium, Kalium,

dan Magnesium ... 36

Tabel 4.4 Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kadar Kalsium,

Kalium, dan Magnesium ... 37

Tabel 4.5 Simpangan Baku Relatif Kalsium, Kalium, dan

Magnesium ... 37

Tabel 4.6 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalsium, Kalium, dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom ... 13

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium ... 32

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalium ... 32

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Sampel ... 42

Lampiran 2. Sampel Kelor (Moringa oleifera Lam.) ... 43

Lampiran 3. Gambar alat-alat yang Digunakan ... 45

Lampiran 4. Bagan Alir Proses Destruksi Kering (Daun Kelor Segar) ... 47

Lampiran 5. Bagan Alir Proses Destruksi Kering (Daun Kelor Rebus) .... 48

Lampiran 6. Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel ... 49

Lampiran 7. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium, Kalium, dan Magnesium ... 50

Lampiran 8. Data Kalibrasi Kalsium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 52

Lampiran 9. Data Kalibrasi Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 54

Lampiran 10. Data Kalibrasi Magnesium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) ... 56

Lampiran 11. Hasil Analisis Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium dalam Daun Kelor Segar ... 58

Lampiran 12. Hasil Analisis Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium dalam Daun Kelor Rebus ... 59

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium dalam Daun Kelor Segar ... 60

Lampiran 14. Perhitungan Statistik Kadar Kalsium dalam Sampel ... 63

Lampiran 15. Perhitungan Statistik Kadar Kalium dalam Sampel ... 67

(15)

Lampiran 17. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium pada

Sampel Daun Kelor Segar dan Daun Kelor Rebus ... 76

Lampiran 18. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalium pada

Sampel Daun Kelor Segar dan Daun Kelor Rebus ... 78

Lampiran 19. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Magnesium pada

Sampel Daun Kelor Segar dan Daun Kelor Rebus ... 80

Lampiran 20. Hasil Analisis Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium Sebelum dan Sesudah Penambahan Masing-Masing

Larutan Baku pada Daun Kelor Segar ... 82

Lampiran 21. Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Kalsium,

Kalium, dan Magnesium dalam Daun Kelor Segar ... 85

Lampiran 22. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar

Kalsium, Kalium, dan Magnesium ... 106

Lampiran 23. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi

(LOQ) ... 109 Lampiran 24. Tabel Distribusi t... 112

(16)

ANALISIS KANDUNGAN KALSIUM, KALIUM, DAN MAGNESIUM PADA DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEGAR DAN DIREBUS

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Abstrak

Moringa oleifera Lam yang kita kenal dengan nama Kelor adalah species yang paling terkenal dari tiga belas spesies genus Moringacae. Mineral yang terdapat dalam Kelor adalah Kalsium, Tembaga, Besi, Mangan, Magnesium, Fosfor, Kalium, Sodium, Sulphur, dan Zinc. Daun kelor sebagai sumber vitamin dan mineral dapat dikonsumsi dengan cara dimasak, atau dimakan mentah atau dikeringkan menjadi serbuk. Salah satu metode dengan pemasakan yaitu perebusan dalam air. Vitamin dan mineral yang mudah larut dalam air merupakan zat gizi yang cepat hilang pada saat merebus sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan mengetahui perbedaan kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang terkandung dalam daun kelor segar dan direbus.

Sampel daun kelor didestruksi kering dan dilakukan analisis kuantitatif terhadap kalsium, kalium, dan magnesium dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (AAS) yaitu kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm, kalium pada panjang gelombang 766,5 nm, dan magnesium pada panjang gelombang 285,2 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kadar kalsium pada daun kelor segar adalah (873,4579 ± 2,2950)mg/100g; (606,1327 ± 13,9095)mg/100g untuk kalium; dan (117,7626 ± 0,9899)mg/100g untuk magnesium. Sedangkan kadar kalsium pada daun kelor rebus adalah (731,3755 ± 3,2586)mg/100g; (81,1258 ± 0,5593)mg/100g untuk kalium; dan (35,1865 ± 0,1608)mg/100g untuk magnesium. Secara statistik uji beda nilai rata-rata kandungan kalsium, kalium, dan magnesium dengan menggunakan distribusi F diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium antara daun kelor segar dan daun kelor rebus.

(17)

CONTENT ANALYSIS OF CALCIUM, POTASSIUM, AND MAGNESIUM IN LEAVES (Moringa oleifera Lam.) FRESH AND BOILED IN ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY

Abstract

Moringa oleifera Lam that we know as Moringa is the best-known species of the thirteen species of the genus Moringacae. Minerals contained in Moringa are calcium, copper, iron, manganese, magnesium, phosphorus, potassium, sodium, sulphur, and zinc. Moringa leaves as a source of vitamins and minerals can be consumed in a way cooked, or eaten raw or dried into powder. One of the cooking method is boiling in the water. Vitamins and minerals are easily soluble in water is a nutrient that is quickly lost when boiling vegetables. This study aims to determine and know the differences in the levels of calcium, potassium, and magnesium in fresh Moringa leaves and boiled Moringa leaves.

Moringa leaves samples were dried destruction and a quantitative analysis of calcium, potassium, and magnesium were calculated using atomic absorption spectrophotometry (AAS) is calcium at a wavelength of 422.7 nm, potassium at a wavelength of 766.5 nm, and magnesium at a wavelength 285.2 nm with the type of air - acetylene flame.

The results showed that the level of calcium in the fresh Moringa leaves were (873.4579 ± 2.2950) mg / 100g; (606.1327 ± 13.9095) mg / 100g for potassium; and (117.7626 ± 0.9899) mg / 100g for magnesium. While the level of calcium in boiled Moringa leaves were (731.3755 ± 3.2586) mg / 100g; (81.1258 ± 0.5593) mg / 100g for potassium; and (35.1865 ± 0.1608) mg / 100g for magnesium. Statistically significant difference test average content levels of calcium, potassium, and magnesium using the F distribution is obtained that there is a significant difference on average levels of calcium, potassium, and magnesium between fresh Moringa leaves and boiled Moringa leaves.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Moringa oleifera Lam (sinonim: Moringa pterygosperma Gaertner) yang kita kenal dengan nama Kelor adalah species yang paling terkenal dari tiga belas

spesies genus Moringacae. Kelor ini telah dibudidayakan di India sejak ribuan tahun yang lalu dan masyarakat kuno India mengetahui bahwa biji-bijian

mengandung minyak nabati serta menggunakannya untuk tujuan pengobatan.

Sekarang, masyarakat India pada umumnya memanfaatkan Kelor sebagai pakan

ternak atau sayuran (Krisnadi, 2015).

Tanaman Kelor telah dikenal selama berabad-abad sebagai tanaman multi

guna, padat nutrisi dan berkhasiat obat. Mengandung senyawa alami yang lebih

banyak dan beragam dibanding jenis tanaman lainnya. Tanaman Kelor mengandung

46 antioksidan kuat yang melindungi tubuh dari radikal bebas, mengandung 18 asam

amino (8 diantaranya esensial) yang dibutuhkan tubuh untuk membangun sel-sel

baru, 36 senyawa anti inflamasi, serta 90 nutrisi alami seperti vitamin dan mineral

(Krisnadi, 2015).

Bahan mineral mendominasi tanah yang diperoleh dari hasil pelapukan

batuan, media tempat tumbuh perakaran tanaman, dan penyedia unsur hara.

Komponen mineral adalah semua jenis bahan padat hasil pelapukan batuan induk,

termasuk mineral primer, mineral sekunder, dan bahan amorf yang mempunyai

bermacam-macam ukuran dan komposisi (Sutanto, 2005). Mineral merupakan

(19)

fungsitubuh baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara

keseluruhan (Almatsier, 2004).

Kelor mengandung seluruh nutrisi yang dibutuhkan untuk

menyeimbangkan tekanan darah. Kalsium, Magnesium, Kalium, Seng, dan

Vitamin E juga ditemukan pada Kelor. Kalsium dibutuhkan untuk relaksasi otot

polos dan kontraksi, peningkatan konsumsi kalsium dapat memiliki efek langsung

pada pembuluh darah. Kelor mengandung kalium 15 kali lebih banyak dari

pisang(Krisnadi, 2015).Mineral kalium merupakan ion intraselular dan salah satu

mineral makro yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan tubuh

(Almatsier, 2004). Kelor juga mengandung magnesium bersama dengan zinc dan vitamin E yang mengambil bagian dalam mengurangi tekanan darah bersama

dengan nutrisi lainnya (Krisnadi, 2015).

Daun kelor sebagai sumber vitamin dan mineral dapat dikonsumsi dengan

cara dimasak, atau dimakan mentah atau dikeringkan menjadi serbuk daun

kelor.Selain dapat disayur, daun kelor juga dapat dijadikan minuman bagi wanita

hamil dan anak-anak terutama selama musim hujan (Luthfiyah, 2012).Hampir

semua jenis sayur dapat diolah dengan cara direbus. Vitamin dan mineral yang

mudah larut dalam air merupakan zat gizi yang cepat hilang pada saat merebus

sayuran (Murdiati dan Amaliah, 2013).

Analisis logam kalium, kalsium, magnesium, dan natrium pada kulit

batang kelor (Moringa oleifera Lam.) secara spektrofotometri serapan atom telah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Metode kompleksometri, spektrofotometri

serapan atom, dan gravimetri banyak digunakan untuk penetapan kadar kalsium

(20)

metode gravimetri dan spektrofotometri serapan atom (Jeffery et al., 1989).

Namun, pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri

serapan atom karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari

1 ppm) dan pelaksanaannya relatif cepat dan sederhana, dan interferensinya

sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

analisis kandungan kalsium, kalium, dan magnesium pada daun kelor (Moringa oleifera Lam.) segar dan direbus secara spektrofotometri serapan atom serta mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar kalsium, kalium, dan magnesium

antara daun yang masih segar maupun yang telah mengalami perebusan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Berapakah kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang terkandung dalam

daun kelor segar dan direbus?

2. Apakah terdapat perbedaan kadar kalsium, kalium, dan magnesium antara

daun kelor segar dan daun kelor yang direbus?

1.3 Hipotesis

1. Daun kelor segar dan direbus mengandung mineral kalsium, kalium, dan

magnesium dalam jumlah tertentu.

2. Terdapat perbedaan kadar kalsium, kalium, dan magnesium antara daun

(21)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang

terkandung dalam daun kelor segar dan direbus.

2. Untuk mengetahui perbedaankadar kalsium, kalium, dan magnesium pada

daun kelor segar dan daun kelor yang direbus.

1.5Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan

mineral kalsium, kalium, dan magnesium yang terkandung dalam daun kelor segar

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel

2.1.1 Sejarah Daun Kelor

Lowell Fuglie adalah seorang warga negara Prancis yang tinggal dan

bekerja di Senegal. Ia menjadi orang yang pertama kali meneliti kandungan nutrisi

pada daun kelor dan menemukan bukti bahwa ibu-ibu hamil yang mengalami gizi

buruk sekalipun masih bisa dibantu untuk memiliki bayi yang sehat dengan cara

mengonsumsi daun kelor (Pradana, 2013).

Hasil penelitian Lowell kemudian banyak dimanfaatkan oleh berbagai

negara untuk memerangi gizi buruk, terutama negara-negara berkembang di

Semenanjung Afrika. Program penggalakan penanaman daun kelor di Afrika

merupakan kampanye intensif melalui lembaga-lembaga pendidikan dan swadaya

masyarakat. Bahkan waktu itu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa -bangsa

(PBB) Kofi Annan mendukung sosialisasi penggunaan daun kelor untuk

memerangi gizi buruk (Pradana, 2013).

2.1.2 Deskripsi Tanaman

Tanaman kelor (Moringa oleifera L.) dapat berupa semak atau pohon dengan tinggi 12 m dan diameter 30 cm. Kayunya merupakan jenis kayu lunak

dan memiliki kualitas rendah (Pradana, 2013).

Menurut Tejas et al. (2012), klasifikasi taksonomi kelor adalah :

Kerajaan : Plantae

(23)

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub-Kelas : Dilleniidae

Ordo : Capparales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera Lam

Ada sekitar 13 (tiga belas) spesies dari moringa dengan famili

Moringaceae yaitu Moringa oleifera, Moringa arborea, Moringa borziana, Moringa concanensis, Moringa drouhardii, Moringa hildebrandtii, Moringa longituba, Moringa ovalifolia, Moringa peregrina, Moringa pygmaea, Moringa rivae, Moringa ruspoliana, Moringa stenopetala (Mahmood et al., 2010). Perbedaan antara satu spesies dengan lainnya adalah bentuk batang, dan geografis

tempat tumbuh. Untuk daratan Asia, termasuk India dan Indonesia tanaman kelor

yang tumbuh masuk dalam spesies Moringaoleifera. Hal ini disebabkan ciri-ciri

fisik dan tempat tanaman tumbuh pada suhu dan lingkungan tropis di Benua Asia

(Luthfiyah, 2012).

Di Indonesia, tanaman kelor dikenal dengan berbagai nama. Masyarakat

(24)

Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian

batang 7 - 12 meter. Merupakan tumbuhan yang berbatang dan termasuk jenis

batang berkayu, sehingga batangnya keras dan kuat. Bentuknya sendiri adalah

bulat (teres) dan permukaannya kasar. Akar tunggang, berwarna putih. Kulit akar berasa pedas dan berbau tajam, dari dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus

tapi terang dan melintang. Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling

(alternate), beranak daun gasal (imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda - setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 - 2

cm, lebar 1 - 2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (obtusus), tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah halus. Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak berwarna putih agak krem, menebar aroma khas. Kelor berbuah setelah berumur 12 - 18 bulan.

Buah atau polong Kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut klentang

(Jawa) dengan panjang 20 - 60 cm, ketika muda berwarna hijau - setelah tua

menjadi cokelat, biji didalam polong berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau

terang dan berubah berwarna coklat kehitaman ketika polong matang dan kering.

Biji berbentuk bulat dengan lambung semi-permeabel berwarna kecoklatan.

Lambung sendiri memiliki tiga sayap putih yang menjalar dari atas ke bawah

(Krisnadi, 2015).

2.1.3 Kandungan Kimia

Kandungan senyawa Kelor telah diteliti dan dilaporkan oleh While

Gopalan, et al. (Krisnadi, 2015). Senyawa tersebut meliputi Nutrisi, Mineral,

Vitamin dan Asam Amino. Menurut Krisnadi (2015), kandungan senyawa dari

(25)
[image:25.595.106.512.114.630.2]

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor

Nutritional Analysis Satuan per 100 gram bahan Polong Daun

Segar

Serbuk Daun NUTRISI

Kandungan Air (%) 86.9 75.0 7.50

Kalori Cal 26.0 92.0 205.0

Protein gram 2.5 6.7 27.1

Lemak gram 0.1 1.7 2.3

Karbohidrat gram 3.7 13.4 38.2

Serat gram 4.8 0.9 19.2

Mineral gram 2.0 2.3 -

Kalsium (Ca) mg 30.0 440.0 2003.0

Magnesium (Mg) mg 24.0 24.0 368.0

Fospor (P) mg 110.0 70.0 204.0

Potassium (K) mg 259.0 259.0 1324.0

Copper (Cu) mg 3.1 1.1 0.6

Zat Besi (Fe) mg 5.3 0.7 28.2

Asam Oksalat mg 10.0 101.0 0.0

Sulphur (S) mg 137 137.0 870.0

VITAMIN

Vitamin A - B carotene mg 0.10 6.80 16.3

Vitamin B - Choline mg 423.00 423.00 -

Vitamin B1- Thiamin mg 0.05 0.21 2.6

Vitamin B2 - Riboflavin mg 0.07 0.05 20.5

Vitamin B3 - Nicotinic Acid mg 0.20 0.80 8.2

Vitamin C - Ascorbic Acid mg 120.00 220.00 17.3

Vitamin E - Tocopherols Acetate mg - - 113.0

ASAM AMINO *)

Arginine mg 360 406.6 1325

Histidine mg 110 149.8 613

Lysine mg 150 342.4 1325

Tryptophan mg 80 107 425

Phenylanaline mg 430 310.3 1388

Methionine mg 140 117.7 350

Threonine mg 390 117.7 1188

Leucine mg 650 492.2 1950

Isoleucine mg 440 299.6 825

Valine mg 540 374.5 1063

*While Gopalan, et al. Melaporkan kandungan asam amino dalam satuan per gram N (nitrogen), tabel ini telah dikonversi ke mg per 100 gram daun untuk memudahkan.

(26)

2.1.4 Kegunaan

Daun kelor dapat bermanfaat sebagai antibakteri, infeksi, infeksi saluran

kemih, virus Ebstein Barr (EBV), virus herpes simplek (HSV-1), HIV/AIDS,

cacingan, bronkhitis, luka eksternal/tukak, demam, gangguan hati, antitumor,

kanker prostat, radioprotektif, antianemia, antihipertensi, diabetes, diuretik,

hipokolestemia, tiroid, hepatorenal, radang usus besar, diare, disentri, gastritis,

rematik, sakit kepala, antioksidan, defisiensi karotenoid, zat besi, protein,

vitamin/mineral, laktasi, antiseptik, dan tonik (Tejas et al., 2012).

2.1.5 Pemanfaatan Kelor

Di Indonesia, khususnya di kampung atau pedesaaan, pohon kelor banyak

ditanam sebagai pagar hidup, berfungsi selain sebagai tanaman penghijau juga

sebagai tanda batas tanah atau ladang kepemilikan seseorang. Selama ini, daun

kelor muda banyak dimanfaatkan sebagai bahan sayuran oleh sebagian besar

penduduk kampung atau desa (Simbolon et al., 2008).

Selain itu, tanaman kelor juga dikenal luas di lingkungan pedesaan sebagai

tanaman obat berkhasiat; dengan memanfaatkan seluruh bagian tanaman ini,

mulai dari daun, kulit batang, biji hingga akarnya. Akar kelor dicampur dengan

kulit akar pepaya digiling dan dihancurkan; campuran ini banyak digunakan

sebagai obat luar (balur) untuk penyakit beri-beri dan sejenisnya. Daunnya

ditambah dengan kapur sirih, merupakan obat kulit seperti kurap, yang digunakan

dengan cara digosokkan. Sementara sebagai obat oral (diminum), rebusan akar

dan daun kelor ampuh sebagai obat rematik, epilepsi (ayan), skorbut (kekurangan

vitamin C), gangguan atau infeksi saluran kemih (melancarkan buang air kecil),

(27)

kulit jeruk dan buah pala, akan dapat dicampur sebagai “spiritus moringae

compositus” yang digunakan sebagai stimulans (obat perangsang), stomachikum (obat sakit perut), hingga diuretikum (Simbolon et al., 2008).

2.2 Mineral

Mineral merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting

dalam pemeliharaan fungsi tubuh baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun

fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro

dan mineral mikro. Mineral makro adalah unsur yang dibutuhkan tubuh dalam

jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan mineral mikro adalah unsur yang

dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari. Yang termasuk mineral makro adalah

natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk

mineral mikro, seperti besi (Almatsier, 2004).

2.2.1 Kalsium

Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain.

Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari

kalsium. Meskipun pada bayi kalsium hanya sedikit (25-30 g), setelah usia 20

tahun secara normal akan terjadi penempatan sekitar 1.200 g kalsium dalam

tubuhnya. Sebagian besar terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi, sisanya

terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno, 1992). Peningkatan

kebutuhan akan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan

menyusui. Jumlah kalsium yang dianjurkan per hari untuk anak-anak adalah

300-400 mg, remaja 600-700 mg, dewasa 500-800 mg, dan ibu hamil dan menyusui

(28)

Peranan kalsium dalam tubuh pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu

membantu membentuk tulang dan gigi serta mengukur proses biologis dalam

tubuh. Kalsium yang berada dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperan

dalam berbagai kegiatan, di antaranya untuk transmisi impuls syaraf, kontraksi

otot, penggumpalan darah, pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan

enzim (Winarno, 1992).

2.2.2 Kalium

Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam

pengaturan keseimbangan cairan tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di dalam

cairan intraseluler. Kalium merupakan bagian essensial semua sel hidup, sehingga

banyak terdapat daam bahan makanan. Kekurangan kalium karena makanan

jarang terjadi, sepanjang seseorang cukup makan sayuran dan buah segar

(Almatsier, 2004).

Kalium penting bagi sistem saraf, kontraksi otot, ikut dalam pelepasan

insulin, dan dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Anjuran konsumsi kalsium

adalah 2000 mg/hari. Kekurangan kalium dapat menyebabkan lemah otot,

kembung, dan detak jantung tidak normal (Murdiati dan Amaliah, 2013).

2.2.3 Magnesium

Hampir 60% magnesium dalam tubuh terdapat pada tulang, 26% dalam

otot, dan sisanya ada dalam jaringan lunak serta cairan tubuh. Magnesium

memegang peranan penting dalam lebih dari tiga ratus sistem enzim di dalam

tubuh (Almatsier, 2004). Tubuh manusia mengandung kurang lebih 25 g

magnesium, 50-60% daripadanya dalam kerangka, sedangkan sisanya terdapat

(29)

Magnesium mengaktivasi banyak sistem enzim (misalnya alkali fosfatase,

leusin aminopeptidase) dan merupakan kofaktor yang penting pada fosforilasi

oksidatif, pengaturan suhu tubuh, kontraktilitas otot, dan kepekaan saraf (Dewoto,

2011). Di samping itu, magnesium berperanan penting pada metabolisme kalsium

dan juga diperlukan untuk sintesa protein yang terdapat dalam tulang. Penting

pula bagi absorpsi kalsium dan kalium. Kebutuhan seharinya diperkirakan

450-500 mg (WHO), yag diperoleh dari makanan (Tan dan Rahardja, 2008).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) mendasarkan pada prinsip

absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang

gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang

gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu

atom yang mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan

menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom

pada keadaaan dasar dapat ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif

unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak

tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok

untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas

deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya

sedikit. Spektroskopi serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh

(30)

Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan

spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk

spektrum, cara pengerjaan sampel, dan peralatannya (Gandjar dan Rohman,

2007).

Menurut Harris (2007), sistem peralatan spektrofotometer serapan atom

[image:30.595.130.480.257.422.2]

dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat

dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu Lampu

Katoda Berongga

Nyala

Monokromator Detektor Amplifier

Readout

Analit Sampel dalam beaker

Gas pembakar

(31)

sampel menjadi uap atom-atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara

spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari

tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang

digunakan, misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800oC;

gas alam-udara 1700oC; asetilen-udara 2200oC; dan gas asetilen-dinitrogen oksida

(N2O) sebesar 3000oC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah

campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi

(Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang

dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel

cair diambil hanya beberapa µL, sementara sampel padat diambil beberapa mg),

lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan

sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan

ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada

fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga

sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis

(32)

Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu :

pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman

(atomising) (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Monokromator

Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih

panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di samping sistem optik,

dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan

radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton

(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi

kontinyu; dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi

(Gandjar dan Rohman, 2007).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah

(33)

dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni

matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas

pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah : viskositas, tegangan permukaan, berat

jenis, dan tekanan uap (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang

terjadi di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam

nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu :

a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya

senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan di dalam nyala

api) (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan

untuk atomisasi terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur

absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk

ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom netral karena

spektrum absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan

(34)

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang

dianalisis; yakni absorbansi molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam

nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non-atomic absorption)

Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh

partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis adalah sebagai berikut :

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004). Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu :

- Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu

bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

(35)

- Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah baku dengan konsentrasi

tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan

divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa

penambahan sejumlah baku. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen baku yang ditambahkan ke dalam sampel dapat

ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer dan Miller (2005), suatu

metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi.

b. Keseksamaan (presisi)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan

derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang

memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang

dilakukan. Nilai simpangan baku relatif dikatakan memenuhi kriteria seksama dan

teliti jika RSDnya tidak lebih dari 2% (Harmita, 2004).

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya kmponen

(36)

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,

menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit

dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang

dapat ditetapkan secara cermat, seksama, dan dalam linearitas yang dapat diterima

(Harmita, 2004).

e. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

f. Ketangguhan metode (ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh

dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti

laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll.

Ketangguhan metode ditentukandengan menganalisis beningan suatu lot sampel

yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan

kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan

prosedur dan parameter uji yang sama (Harmita, 2004).

g. Kekuatan (Robustness)

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat

perubahanmetodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif dan

Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penelitian

dilakukan pada bulan Oktober 2014 – Desember 2014.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan

menggambarkan sifat dari suatu keadaan secara sistematis, yaitu untuk memeriksa

kandungan mineral kalium, kalsium, dan magnesium pada daun kelor (Moringa oleifera Lam.) segar dan yang direbus.

3.3. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom (Hitachi

Z-2000) dengan tipe nyala udara-asetilen, alat tanur, hot plate, neraca analitik,

kertas saring Whatman no. 42, krus porselen, dan alat-alat gelas.

3.4. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan berkualitas pro analisis keluaran E.Merck

yaitu asam nitrat 65% b/v, asam pikrat, asam sulfat 96% v/v, etanol 96%, natrium

hidroksida, kuning titan, larutan standar kalium 1000 µg/ml, larutan standar

kalsium 1000 µg/ml, larutan standar magnesium 1000 µg/ml kecuali akuabides

(38)

3.5.Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel daun kelor dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan daun kelor yang sama dari daerah yang lain. Sampel

yang digunakan adalah daun kelor (Moringa oleifera Lam.) tepatnya bagian helai daun yang berasal dari daerah Binjai.

3.6. Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel (daun kelor) dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI

Bogor.

3.7.Pembuatan Pereaksi

3.7.1 Larutan HNO3 (1:1)

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 500 ml diencerkan dengan 500 ml air

suling (Isaac, 1990).

3.7.2 Asam Pikrat 1% b/v

Sebanyak 1 gram asam pikrat dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

(Manan, 2009).

3.7.3 Larutan H2SO4 1 N

Sebanyak 3 ml larutan H2SO4 96% v/v diencerkan dengan akuades hingga

100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.7.4 Kuning Titan 0,1% b/v

Larutan kuning titan 0,1% b/v dibuat dengan cara melarutkan 0,1 g titan

(39)

3.7.5 Larutan NaOH 2 N

Sebanyak 80,02 gram NaOH dilarutkan dengan air suling hingga 1000 ml

(Ditjen POM, 1979).

3.8. Penyiapan Sampel

Sebanyak 1 kg daun kelor (Moringa oleifera Lam.) yang segar dicuci bersih, ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Daun kelor

kemudian dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing 500 gram, bagian pertama

dihaluskan dengan cara dipotong kecil-kecil dan bagian kedua direbus di dalam

panci yang berisi akuademineralisata sebanyak 750 ml pada suhu 100oC selama ±

6 menit lalu ditiriskan dan dihaluskan dengan cara dipotong kecil-kecil.

3.9. Proses Destruksi

Sampel ditimbang seksama sebanyak 10 gram dalam krus porselen,

diarangkan di atas hotplate, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur awal

100°C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500°C dengan

interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 60 jam untuk daun

kelor segar, 36 jam untuk daun kelor rebus dan dibiarkan hingga dingin pada

desikator (prosedur modifikasi) (Isaac, 1990).

3.10. Pembuatan Larutan Sampel

Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 10 ml HNO3 (1:1), lalu

dituangkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan dengan

akuademineralisata hingga garis tanda (Isaac, 1990). Kemudian disaring dengan

(40)

menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam

botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.

3.11 Pemeriksaan Kualitatif

3.11.1 Kalsium

3.11.1.1 Uji nyala Ni/Cr

Kawat Ni/Cr dibersihkan dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen

sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian kawat

dicelupkan pada sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi.

Jika terdapat kalsium, akan terbentuk warna merah-kekuningan pada nyala bunsen

(Vogel, 1979).

3.11.1.2 Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1 N

Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat dan etanol 96% akan terbentuk endapan putih lalu

diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk

jarum (Vogel, 1979).

3.11.2 Kalium

3.11.2.1 Uji nyala Ni/Cr

Kawat Ni/Cr dibersihkan dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen

sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian kawat

dicelupkan pada sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi.

Jika terdapat kalium, akan terbentuk warna lembayung (lila) pada nyala bunsen

(41)

3.11.2.2 Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat

Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop.

Jika terdapat kalium akan terlihat kristal berbentuk jarum besar (Vogel, 1979).

3.11.3 Magnesium

3.11.3.1 Reaksi Kualitatif dengan Larutan Kuning Titan 0,1% b/v

Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, ditambah 5 -6

tetes NaOH 2 N dan 3 tetes pereaksi kuning titan. Dihasilkan endapan merah

terang (Vogel, 1979).

3.12Pemeriksaan Kuantitatif

3.12.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan

akuademineralisata (konsentrasi 50 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet 1, 2, 3, 4,

dan 5 ml larutan baku 50 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata

(larutan ini mengandung 1,0 µg/ml; 2,0 µ g/ml; 3,0 µ g/ml; 4,0 µ g/ml dan 5,0

µg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 422,7 nm.

3.12.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan

(42)

Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet 1, 2, 3, 4,

dan 5 ml larutan baku 50 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata

(larutan ini mengandung 1,0 µg/ml; 2,0 µ g/ml; 3,0 µ g/ml; 4,0 µ g/ml dan 5,0

µg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm.

3.12.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium

Larutan baku magnesium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda

dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µ g/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet 1, 2, 3,

4, dan 5 ml larutan baku 10 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata

(larutan ini mengandung 0,2 µg/ml; 0,4 µ g/ml; 0,6 µ g/ml; 0,8 µ g/ml dan 1,0

µg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 285,2 nm.

3.13 Penetapan Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium dalam Sampel

3.13.1 Penetapan Kadar Kalsium

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,1 ml untuk daun kelor

segar dan 0,1 ml untuk daun kelor rebus, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50

ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata. Kemudian

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada

panjang gelombang 422,7 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam

(43)

3.13.2 Penetapan Kadar Kalium

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,1 ml untuk daun kelor

segar dan 0,5 ml untuk daun kelor rebus, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50

ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata. Kemudian

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada

panjang gelombang 766,5 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam

sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.13.3 Penetapan Kadar Magnesium

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,1 mluntuk daun kelor

segar dan 0,2 ml untuk daun kelor rebus, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50

ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata. Kemudian

diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada

panjang gelombang 285,2 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada

dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium

dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam sampel dapat dihitung

dengan cara sebagai berikut :

Kadar (µ g/g) = K µ / V F

B

3.14 Validasi

3.14.1 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

(44)

derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang beragam. Nilai simpangan baku relatif yang

memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang

dilakukan.

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif

adalah:

RSD = SD

X x 100%

Keterangan : X̅ = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation (Simpangan Baku Relatif)

3.14.2 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan baku (standard addition method). Dalam metode ini, kadar logam dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan

kadar logam dalam sampel setelah penambahan larutan baku dengan konsentrasi

tertentu (Ermer dan McB. Miller, 2005).

Daun kelor yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 10

gram, lalu ditambahkan 8 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml), 12

ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml), dan 5 ml larutan baku

magnesium (konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur

destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Prosedur pengukuran

uji perolehan kembali dilakukan sama dengan prosedur penetapan kadar sampel.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan

(45)

Persen Perolehan Kembali = CF- CA

C*

A ×100%

Keterangan : CA= Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku

(mg/100g)

CF= Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku

(mg/100g)

C*

A= Kadar larutan baku yang ditambahkan (mg/100g)

3.14.3 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama.

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku (� ⁄ = √∑ − � −

Batas deteksi (LOD) = �� ⁄ �� �

(46)

3.15 Analisis Data Secara Statistik

3.15.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Menurut Sudjana (2005), kadar kalsium, kalium, dan magnesium yang

diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan

metode standar deviasi dengan rumus:

SD = √∑ X −X̅ −

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X̅ = Kadar rata-rata sampel

n = Jumlah perulangan

Untuk mencari thitung digunakan rumus :

thitung = SD/√X−X̅

dan untuk menentukan kadar logam di dalam sampel dengan interval kepercayaan

99%, � = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus : Kadar logam : � = X̅ ± (t(�/2, dk) x SD/√n

Keterangan : X̅ = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1)

� = interval kepercayaan n = jumlah perulangan

3.15.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Antar Sampel

Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen

(47)

diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah varians kedua

populasi sama (σ1=σ2) atau berbeda (σ1≠σ2) dengan rumus :

F0 = � �

Keterangan : F0 = Beda nilai yang dihitung

S1 = Standar Deviasi sampel 1

S2 = Standar Deviasi sampel 2

Apabila dari hasilnya diperoleh F0 tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan

uji dengan distribusi t dengan rumus :

t0 = − � √ +

SP=

− � + − �

+ −

Keterangan : X1 = kadar rata-rata sampel 1

X2 = kadar rata-rata sampel 2

Sp = simpangan baku

n1 = jumlah perlakuan sampel 1

n2 = jumlah perlakuan sampel 2

S1 = Standar Deviasi sampel 1

S2 = Standar Deviasi sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t0yang diperoleh melewati nilai kritis t,

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Herbarium Bogoriense, Bidang

Botani, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI), Bogor. Disebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah

daun kelor (Moringa oleifera Lam.) suku Moringaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 42.

4.2 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk

mengetahui ada atau tidaknya kalsium, kalium, dan magnesium dalam sampel.

Data dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Lampiran 7, halaman 50-51.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif

No. Mineral yang

dianalisis Perlakuan Hasil Reaksi Keterangan

1. Kalsium Uji nyala Merah bata +

Asam Sulfat 1 N Kristal jarum +

2. Kalium

Uji nyala Lembayung +

Asam Pikrat Kristal jarum

besar +

3. Magnesium Larutan Kuning

Titan 0,1% b/v

Endapan

merah terang +

Keterangan :

(49)

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa larutan sampel yang diperiksa

mengandung kalsium, kalium, dan magnesium. Sampel dikatakan positif

mengandung kalsium apabila menghasilkan nyala merah bata ketika dilakukan uji

nyala dengan kawat Ni/Cr dan kristal jarum dengan penambahan asam sulfat 1 N,

mengandung kalium apabila menghasilkan nyala lembayung dengan kawat Ni/Cr

dan kristal jarum besar dengan penambahan asam pikrat, serta mengandung

magnesium apabila menghasilkan endapan merah terang dengan penambahan

larutan kuning titan 0,1% b/v. Berdasarkan hasil reaksi dari masing-masing

mineral tersebut membuktikan bahwa larutan sampel mengandung kalsium,

kalium, dan magnesium.

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Kurva Kalibrasi Kalsium, Kalium, dan Magnesium

Kurva kalibrasi kalsium, kalium dan magnesium diperoleh dengan cara

mengukur absorbansi dari larutan standar pada panjang gelombang

masing-masing.

Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis regresi yaitu

Y= 0,0241X - 0,0015 untuk kalsium, Y= 0,0379X + 0,0005 untuk kalium, Y=

0,3402X + 0,0002 untuk magnesium.

Kurva kalibrasi larutan standar kalsium, kalium, dan magnesium dapat

(50)
[image:50.595.163.459.87.264.2]

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Seri (1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 µ g/ml) LarutanStandar Kalsium

[image:50.595.159.462.391.591.2]
(51)
[image:51.595.168.457.92.271.2]

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Seri (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0µg/ml) LarutanStandar Magnesium

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi

dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) kalsium sebesar 0,9997, kalium

sebesar 0,9999, dan magnesium sebesar 0,9998. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan

adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (Konsentrasi)

dan Y (Absorbansi) (Ermer dan McB. Miller, 2005). Data hasil pengukuran

absorbansi larutan standar kalsium, kalium, dan magnesium dan perhitungan

persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 8-10, halaman 52-57.

4.3.2 Analisis Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium dalam Sampel

Penentuan kadar kalsium, kalium, dan magnesium dilakukan secara

spektrofotometri serapan atom dimana sampel terlebih dulu didestruksi kering

dengan HNO3 kemudian dilarutkan dan diukur pada spektrofotometri serapan

atom. Konsentrasi mineral kalsium, kalium, dan magnesiumdalam sampel

ditentukan berdasarkan nilai absorbansi yang dimasukkan ke dalam persamaan

garis regresi kurva kalibrasi larutan standar masing-masingmineral. Data dan

(52)

Hasil analisis kuantitatif kadar kalsium, kalium, dan magnesium dalam

sampel dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium dalam Sampel

No Sampel Kadar Kalsium

(mg/100 g)

Kadar Kalium (mg/100 g)

Kadar Magnesium (mg/100 g)

1. Daun Kelor

Segar 873,4579 ± 2,2950 606,1327 ± 13,9095 117,7626 ± 0,9899

2. Daun Kelor

Rebus 731,3755 ± 3,2586 81,1258 ± 0,5593 35,1865 ± 0,1608

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa kadar kalsium,

kalium, dan magnesium pada daun kelor yang direbus lebih rendah dibandingkan

pada daun kelor segar di mana terjadi penurunan sebesar 16,27% untuk kalsium,

86,62% untuk kalium, dan 70,12% untuk magnesium. Hal ini dapat disebabkan

kalsium, kalium, dan magnesium membentuk garam-garam dengan oksalat yang

terdapat dalam tumbuhan yang bersifat larut maupun tidak larut. Garam yang larut

dapat terbentuk ketika kalium, natrium, dan magnesium berikatan dengan oksalat

di mana kelarutan magnesium oksalat lebih rendah dibandingkan garam kalium

dan natrium. Sedangkan garam yang tidak larut dihasilkan ketika kalsium dan besi

berikatan dengan oksalat. Dengan adanya pemasakan seperti perebusan dapat

mengurangi kandungan garam oksalat yang sifatnya larut (Poeydomenge dan

Savage, 2007).

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (Perhitungan dapat

dilihat pada Lampiran 14-16,halaman 63-75).

Data yang didapat kemudian digunakan untuk menghitung uji beda nilai

rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium antar sampel daun kelor segar

(53)

76-81. Hasil uji beda nilai rata-rata kadar kalsium, kalium, dan magnesium antar

[image:53.595.116.513.166.348.2]

sampel dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalsium, Kalium, dan Magnesium

No Kadar Sampel t hitung t tabel Hasil

1. Kalsium

Daun Kelor Segar

143,7354 3,1693 Beda

Daun Kelor Rebus

2. Kalium

Daun Kelor Segar

152,0657 3,1693 Beda

Daun Kelor Rebus

3. Magnesium

Daun Kelor Segar

302,0340 3,2498 Beda

Daun Kelor Rebus

Berdasarkan pada Tabel 4.3 di atas, dapat dilihat bahwa kadar kalsium,

kalium, dan magnesium yang terdapat dalam daun kelor segar dan direbus

mempunyai perbedaan yang signifikan.

4.3.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium, kalium, dan magnesium setelah penambahan masing-masing larutan standar kalsium, kalium,

dan magnesium dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 20-21,halaman

(54)
[image:54.595.113.514.126.231.2]

Tabel 4.4 Persen Uji Pe

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor
Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Seri (1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 µg/ml)
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Seri (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0µg/ml)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampel brokoli didestruksi kering, kemudian Analisis kuantitatif kalsium dan Kalium dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (AAS) yaitu logam Kalsium

Hasil penetapan kadar dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom menunjukkan bahwa kadar kalsium, kalium, dan magnesium pada air tebu. merah adalah 19,1088 mcg/ml

Perhitungan Simpangan Baku Relatif Kadar Kalium, Kalsium, Natrium, dan Magnesium dalam Selada Air Segar. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Kalium

Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu

PENETAPAN KADAR MINERAL KALSIUM, KALIUM, MAGNESIUM, DAN NATRIUM PADA SELADA ROMAINE ( Lactuca sativa var. longifolia Lam.) ORGANIK DAN NON-ORGANIK SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom Dengan ini

Sampel brokoli didestruksi kering, kemudian Analisis kuantitatif kalsium dan Kalium dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (AAS) yaitu logam Kalsium

Gambar 3.1 Kerangka konseptual tentang gambaran kadar kalsium pada daun kelor ( Moringa oleifera Lam.) dan susu sapi segar menggunakan metode AAS (Atomic