• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN MAGNESIUM DALAM BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN MAGNESIUM DALAM BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM SKRIPSI"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN MAGNESIUM DALAM BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 2 November 2016

OLEH:

MAHATIR MUHAMMAD NIM 141524050

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN MAGNESIUM DALAM BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

OLEH:

MAHATIR MUHAMMAD NIM 141524050

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Prof. Dr. rer. nat. Effendy. De Lux Putra, S.U., Apt.

NIP 195306191983031001 PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN MAGNESIUM DALAM BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

OLEH:

MAHATIR MUHAMMAD NIM 141524050

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 2 November 2016

Medan, Januari 2017 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.

NIP 195201041980031002 Pembimbing II

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.

NIP 195201041980031002

Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt.

NIP 195006221980021001 Disetujui oleh:

Pembimbing I

Prof. Dr. rer. nat. Effendy. De Lux Putra, S.U., Apt.

NIP 195306191983031001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.

NIP 195108161980031002

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang berjudul

“Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. Ibu Dr. Khairunnisa, S.Si, M. Pharm, Apt., selaku kepala Laboratorium, yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian. Bapak Prof. Dr. rer. nat.

Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji dan Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Dr. H. Ali Akbar, Ibunda Tinur Masitho atas segala doa dan dukungannya serta keridhaannya bagi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan, juga untuk keluarga, orang terkasih dan sahabat atas doa, nasehat serta pengorbanan baik moril

(5)

mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Farmasi Ekstensi 2014, Bang Didi S.Farm., Apt., Bang Ridwan., Amd., Bang Dowo, S.E., Bang Fauzan S.Farm., Bang Soni S.Farm., Bang Muha S.Farm., Apt., Muhammad Andry, Adhli, Paul, Sarah, Rizky, Chinty, Darma, Mona, Kak Sri, Kak Aah, Kak Juli Rahayu, Kak Dhara, Kak Nadia, Kak Muha atas doa dan dukungannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2017 Penulis,

Mahatir Muhammad NIM 141524050

(6)

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Mahatir Muhammad

Nomor Induk Mahasiswa : 141524050 Program Studi : Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa

bilimbi L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena didalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2017 Yang membuat pernyataan,

Mahatir Muhammad

NIM 141524050

(7)

PENETAPAN KADAR KALIUM, KALSIUM, NATRIUM DAN MAGNESIUM DALAM BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ABSTRAK

Buah belimbing wuluh berbentuk jorong, berasa sangat masam, berbiji kecil–kecil, dan mengandung mineral seperti kalium, kalsium, natrium dan magnesium. Buah belimbing wuluh umumnya digunakan sebagai bumbu sayur seperti gulai sayur asam. Namun demikian, belimbing wuluh juga dapat dibuat produk olahan yang berupa sari buah. Belimbing wuluh yang segar dapat digunakan sebagai manisan di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar kandungan kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh segar dan direbus, serta mengetahui persentase penurunan kadar setelah perebusan.

Sampel belimbing wuluh didestruksi kering, kemudian dilakukan analisis kuantitatif kalium, kalsium, natrium dan magnesium dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (AAS) yaitu kalium pada panjang gelombang 766,5 nm; kalsium pada panjang gelombang 422,7; natrium pada panjang gelombang 589,0 nm dan magnesium pada panjang gelombang 285,2 nm. Keuntungan dari metode ini adalah dapat menentukan kadar mineral tanpa dipengaruhi oleh keberadaan mineral yang lain dan mineral dalam jumlah kecil.

Hasil penelitian menunjukkan kadar kalium pada belimbing wuluh segar sebesar (97,9504 ± 1,1649) mg/100 g dan pada belimbing wuluh rebus sebesar (67,8008 ± 1,6142) mg/100 g. Kadar kalsium pada belimbing wuluh segar sebesar (2,6589 ± 0,1756) mg/100 g dan pada belimbing wuluh rebus sebesar (1,5434 ± 0,1684) mg/100 g. Kadar natrium pada belimbing wuluh segar sebesar (17,6184 ± 0,9430) mg/100 g dan pada belimbing wuluh rebus sebesar (4,6183 ± 0,1464) mg/100 g. Kadar magnesium pada belimbing wuluh segar sebesar (7,7218 ± 0,3797) mg/100 g dan pada belimbing wuluh rebus sebesar (7,352 ± 0,2148) mg/100 g. Persentase penurunan kadar mineral pada belimbing wuluh setelah direbus untuk kalium adalah 30,78%; untuk kalsium adalah 41,95%; untuk natrium adalah 73,78% dan untuk magnesium adalah 4,78%. Secara statistik uji beda rata-rata kandungan kalium, kalsium dan besi antara belimbing wuluh segar dan rebus dengan menggunakan distribusi F, menyimpulkan bahwa kandungan kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh segar lebih tinggi secara signifikan dari belimbing wuluh rebus.

Kata kunci: Belimbing Wuluh Segar, Rebus, Belimbing Wuluh, Kalium, Kalsium,

Natrium, Magnesium Spektrofotometri Serapan Atom.

(8)

DETERMINATION OF POTASSIUM, CALCIUM, SODIUM AND MAGNESIUM LEVEL IN STARFRUIT (Averrhoa bilmbi L.)

IN ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRY ABSTRACT

Starfruit has oval shape,the taste is sour, and it has small seeds, and it contains minerals such as potassium, calsium, sodium and magnesium. Starfruit is commonly used as a seasoning vegetables such as sour vegetable curry. However, it can be process to be another product such as juice. Fresh starfruit can be made as a sweet meat. The purpose of this study was to determine level of potassium, calcium, sodium, and magnesium between fresh starfruit percentage and boiled,and also to determine the reduction percentage after boiling

Samples was dry destructed, sampel analyzed by quantitative method to determine level of potassium, calcium, sodium and magnesium that calculated by atomic absorption spectrophotometry (AAS), potassium at a wavelength of 766.5

nm; calcium is at a wavelength of 422.7 nm, natrium at a wavelength of 589,0 nm and magnesium at a wavelength of 285,2 nm. The advantage of this method is to

determine the mineral content without being affected by the presence of another minerals or minerals in small quantities.

The results showed that the level of potassium in fresh starfruit is (97.9504

± .1.1649) mg/100 g and in boiled starfruit is (67.8008 ± 1.6142) mg/100 g.

Calcium level in fresh starfruit is (2.6589 ± 0.1756) mg/100 g and in boiled starfruit is (1.5434 ± 0.1684) mg/100 g. Level of sodium in fresh starfruit is (17.6184 ± 0.9430) mg/100 g and in boiled starfruit is (4.6183 ± 0.1464) mg/100 g. Level of magnesium in fresh starfruit is (7.7218 ± 0.3797) mg/100 g and in boiled starfruit is (7.352 ± 0.2148) mg/100 g. Reduction percentage mineral of boiled starfruit 30.78% for potassium; 41.95% for calsium; 73.78% for sodium;

4.78% for magnesium. Statistically the average of difference test of potassium, calcium, sodium and magnesium between fresh and boiled fruit using the F distribution, the conclution is content of potassium, calcium, sodium and magnesium in fresh starfruit are significantly higher than in boiled starfruit.

Keywords: Fresh Starfruit, Boiled, starfruit, Potassium, Calcium, Sodium

Magnesium, Atomic Absorption Spectrophotometry.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi

ABSTRAK ... vii

ABTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan ... 4

1.5 Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Belimbing Wuluh ... 6

2.2 Mineral ... 8

2.2.1 Kalium ... 8

2.2.2 Kalsium ... 9

(10)

2.2.4 Magnesium ... 10

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom ... 11

2.3.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom ... 11

2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom ... 13

2.3.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom ... 15

2.4 Validasi Metode Analisis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Bahan-bahan ... 20

3.2.1 Sampel ... 20

3.2.2 Pereaksi ... 20

3.3 Alat-alat ... 20

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 21

3.4.1 Larutan HNO

3

(1 : 1) ... 21

3.5 Prosedur Penelitian ... 21

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 21

3.5.2 Penyiapan Sampel ... 21

3.5.3 Proses Destruksi ... 21

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel ... 22

3.5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 22

3.5.5.1 Kalium ... 22

3.5.5.2 Kalsium ... 23

(11)

3.5.6 Penetapan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan

Magnesium dalam Sampel ... 24

3.5.6.1 Penetapan Kadar Kalium dalam Belimbing Wuluh Segar 24

3.5.6.2 Penetapan Kadar Kalsium dalam Belimbing Wuluh Segar ... 25

3.5.6.3 Penetapan Kadar Natrium dalam Belimbing Wuluh Segar ... 25

3.5.6.4 Penetapan Kadar Magnesium dalam Belimbing Wuluh Segar ... 25

3.5.6.5 Penetapan Kadar Kalium dalam Belimbing Wuluh Rebus 26

3.5.6.6 Penetapan Kadar Kalsium dalam Belimbing Wuluh Rebus ... 26

3.5.6.7 Penetapan Kadar Natrium dalam Belimbing Wuluh Rebus ... 26

3.5.6.8 Penetapan Kadar Magnesium dalam Belimbing Wuluh Rebus ... 27

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik ... 28

3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 28

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 29

3.5.9 Simpangan Baku Relatif ... 30

3.5.10 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Kurva Kalibrasi Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium 32

4.2 Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium Belimimbing Wuluh Segar dan Belimbing Wuluh Rebus ... 34

4.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 37

(12)

4.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 43

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalisum Natrium, dan Magnesium dalam Sampel ... 35 2 Hasil Penurunan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium

pada Belimbing Wuluh Segar dan Belimbing Wuluh Rebus ... 35 3 Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kadar Kalium, Kalsium,

Natrium dan Magnesium pada Belimbing Wuluh ... 37

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Belimbing Wuluh ... 43

2 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ... 43

3 Atomic Absorption Spectrophotometer GBC Avanta ... 102

4 Tanur ... 102

5 Tabel Distribusi T ... 103

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Gambar Belimbing Wuluh ... 43 2 Hasil Identifikasi Tanaman ... 44 3 Bagan Alir Proses Destruksi Kering (Belimbing Wuluh Segar) .. 45 4 Bagan Alir Proses Destruksi Kering (Belimbing Wuluh Rebus) 46 5 Bagan Alir Pembuatan Larutan Sampel ... 47 6 Data Kalibrasi Kalium dengan Spektrofotometri Serapan Atom

Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 48 7 Data Kalibrasi Kalsium dengan Spektrofotometri Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 50 8 Data Kalibrasi Natrium dengan Spektrofotometri Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 52 9 Data Kalibrasi Magnesium dengan Spektrofotometri Serapan

Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 54 10 Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan

Magnesium dalam Belimbing Wuluh Segar (BS) ... 56 11 Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan

Magnesium dalam Belimbing Wuluh Rebus (BR) ... 57 12 Contoh Perhitungan Kadar Kalium, Kalsium,Natrium dan

Magnesium dalam Belimbing Wuluh Segar (BS) ... 58 13 Contoh Perhitungan Kadar Kalium, Kalsium,Natrium dan

Magnesium dalam Belimbing Wuluh Rebus (BR) ... 66 14 Perhitungan Statistik Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan

Magnesium dalam Belimbing Wuluh Segar (BS) ... 74 15 Perhitungan Statistik Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan

Magnesium dalam Belimbing Wuluh Rebus (BR) ... 80

16 Persentase Penurunan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan

(16)

17 Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium Sebelum dan Sesudah Penambahan Masing-

Masing Larutan Baku pada Belimbing Wuluh ... 88 18 Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Kalium, Kalsium,

Natrium dan Magnesium dalam Belimbing Wuluh ... 90

19 Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) dalam Sampel

Belimbing Wuluh ... 94

20 Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) .. 98

21 Gambar Alat Spektrofotometer Serapan Atom dan Alat Tanur .... 102

22 Tabel Distribusi T ... 103

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, umumnya sebagai bagian dari struktur molekul lain (misalnya besi sebagai bagian dari haemoglobin), atau sebagai kofaktor esensial untuk aktifitas enzim (Barasi, 2007). Dalam tubuh, mineral-mineral ada yang bergabung dengan zat organik, ada pula yang berbentuk ion-ion bebas. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1992).

Mineral merupakan konstituen anorganik penting dalam tubuh. Namun terdapat perbedaan yang tergantung pada konsentrasinya yaitu: Mineral yang dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah sangat sedikit (biasanya kurang dari 100 mg/hari), seperti boron, kromium, tembaga, iodin, besi, mangan, selenium, dan zink disebut mikromineral. Mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah besar (biasanya lebih dari 100 mg/hari), seperti kalsium, magnesium, kalium, natrium, dan fosfat disebut makromineral dan terdapat dalam tubuh pada konsentrasi yang lebih besar dari 50 mg/kg berat badan (Groeber, 2009).

Kalium kita dibutuhkan sebagai pembentuk aktivitas pembentuk otot rangka dan jantung, mempertahankan keseimbangan cairan didalam tubuh dan sebagai metabolisme karbohidrat dan protein (Mitayani dan Sartika, 2010).

Kalsium atau disebut juga zat kapur adalah zat mineral yang mempunyai

fungsi dalam membentuk tulang dan gigi serta memiliki peran dalam vitalitas otot

pada tubuh. Metabolisme zat kapur kalsium (Ca) dan fospor (P) sangat erat

hubungannya. Ikatan Ca dan P dalam tulang dan gigi terdapat sebagai Kristal

(18)

sel –sel saraf dan mempunyai fungsi intraseluler penting, termasuk pembentukan potensial aksi jantung dan kontraksi otot. (Horne, 2001).

Natrium adalah salah satu dari empat elektrolit – elektrolit lainnya adalah kalsium, magnesium, dan kalium yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsinya (Kowalski, 2010). Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Tiga puluh lima sampai 40 persen natrium ada di dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama seperti cairan empedu dan pankreas, mengandung banyak natrium. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl (Almatsier, 2004).

Magnesium merupakan mineral mayor, tetapi dalam tubuh dewasa terdapat 20-28 gram, sebanyak 99% terdapat dalam sel yang mengatur sistem enzim. Magnesium paling banyak terkonsentrasi pada tulang (50 persen) dan pada otot (20 persen) (Devi, 2010).

Sumber mineral dapat berasal dari tumbuhan ataupun hewan, kebutuhan mineral per hari yaitu kalium 2.500 mg/hari, klasium 800 mg/hari, natrium 2.500 mg/hari dan magnesium 350 mg/hari (Firmansyah, dkk, 2009), Berdasarkan penelitian belimbing wuluh mengandung mineral kalium 103,03 mg, kalsium 2,03 mg. natrium 2,1 mg dan magnesium 3,45 mg (Bhaskar dan Shantaram,2013).

Tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), merupakan tumbuhan asli

Indonesia. Buah belimbing wuluh berbentuk jorong, berasa sangat masam, dan

berbiji kecil–kecil, buah belimbing wuluh umumnya digunakan sebagai bumbu

sayur. Namun demikian, belimbing wuluh juga dapat dibuat produk olahan yang

berupa sari buah, tetapi belimbing wuluh dapat juga dibuat sebagai manisan

(19)

Buah belimbing wuluh yang kecil dan mempunyai rasa sangat asam ini ternyata banyak manfaatnya selain sebagai bumbu. Sebagai bumbu sering digunakan untuk masakan ikan seperti pepes, ikan bumbu kuning, sayur asem dan lain–lain dan penelitian terhadap buah ini juga masih terus berkembang (Suhanda, 2009).

Penggunaan panas dalam proses pemasakan sangat berpengaruh pada nilai gizi pangan tersebut. Semua cara masak atau pengolahan makanan juga dapat mengurangi kandungan gizi makanan. Secara khusus, memaparkan bahan makanan kepada panas yang tinggi, cahaya dan oksigen akan dapat menyebabkan kehilangan zat gizi yang besar pada makanan (Sundari , dkk, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kandungan

kalium, kalsium, natrium dan magnesium yang terdapat pada belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) segar dan direbus. Dengan demikian metode yang dipilih

untuk penetapan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium adalah metode

spektrofotometri serapan atom karena pelaksanaannya relatif sederhana,

mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm) (Gandjar dan

Rohman, 2009).

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Berapakah kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh segar dan yang direbus?

b. Berapakah persentase penurunan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh setelah proses perebusan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Terdapat kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh segar dan yang direbus.

b. Kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium mengalami penurunan dengan proses perebusan.

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium segar dan belimbing wuluh yang direbus.

b. Untuk mengetahui persentase penurunan kadar kalium, kalsium, natrium

dan magnesium pada belimbing wuluh segar dengan belimbing wuluh

yang direbus.

(21)

1.5 Manfaat

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat perbedaan kandungan

kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh segar dan

belimbing wuluh yang direbus, sehingga masyarakat dapat memilih cara

mengkonsumsi belimbing wuluh baik yang segar maupun yang direbus.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh atau lebih akrab disebut belimbing sayur, merupakan tanaman perdu, tanamannya berkayu, tinggi dapat mencapai 10 meter. Banyak ditanam orang di halaman rumah, sebagai pohon peneduh, hiasan halaman sebagai pohon buah. Menyukai tempat kering dengan intensitas cahaya penuh. Tumbuh tegak lurus, tidak banyak percabangan. Daunnya bersirip genap, anak daun bertangkai pendek, bentuk bulat telur. Bunganya berbentuk bintang, warnanya merah kecoklatan. Buahnya berulang lima, bergantung pada batang atau dahan, berdaging tebal dan berair memiliki rasa asam. Buahnya sangat dikenal luas masyarakat untuk bahan campuran sayur (Soenanto, 2009).

Tanaman belimbing wuluh merupakan tanaman tradisional Indonesia yang berbuah hampir sepanjang tahun dalam jumlah besar. Buah belimbing wuluh sangat rentan terhadap kerusakan, keasamannya sangat tinggi sehingga hampir tidak memungkinkan untuk dikonsumsi mentah (Jene, dkk, 2003).

Rasa buah asam, bisa dibuat sebagai sirup, bahan penyedap makanan, pembersih noda pada kain, pengilap barang – barang yang terbuat dari kuningan, pembersih tangan yang kotor, atau sebagai obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok (Dalimartha, 2008).

Dibalik rasanya yang asam, belimbing wuluh memiliki khasiat kesehatan

yang luar biasa. Penyakit yang bisa diatasi oleh belimbing ini meliputi diabetes

melitus, rematik, hipertensi, gondongan, cacar air, wasir, penurunan kolesterol,

(23)

kelebihan kolesterol bisa dilihat dari kandungan vitamin dan mineralnya yang terdiri atas pro vitamin A, B1 dan C. Kandungan kaliumnya membuat belimbing wuluh menstabilkan tekanan darah sehingga mengurangi terjadinya resiko penumpukan kolesterol (Harlinawati, 2008).

Berdasarkan sistem taksonomi, tanaman belimbing wuluh dikenal dengan nama ilmiah Averrhoa Bilimbi L., family Oxalidaceae. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae (Magnoliophyta)

Kelas : Rosidae

Ordo (Bangsa) : Geraniales Famili (Suku) : Oxalidaceae Genus (Marga) : Averrhoa

Spesies : Averrhoa Bilimbi L., (Soenanto, 2009).

Umur panen buah belimbing sangat dipengaruhi oleh letak geografi

penanaman, yaitu faktor lingkungan dan iklim. Ciri buah belimbing yang sudah

saatnya dipanen adalah ukurannya besar (maksimal), telah matang dan warna

buahnya berubah dari hijau menjadi kuning. Waktu panen merupakan faktor yang

penting dalam mengurangi kemerosotan kualitas karena dapat mempengaruhi

kelunakan dari produk akhirnya (Irhami, 2012).

(24)

2.2 Mineral

Mineral adalah bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di samping itu, mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2004).

Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Yang termasuk mineral makro adalah natrium, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur. Adapun yang termasuk mineral mikro adalah besi, seng, mangan dan tembaga (Almatsier, 2004).

2.2.1 Kalium

Kalium merupakan ion intraseluler utama, sebagian besar berikatan dengan protein dan fosfat. Memiliki peran esensial bagi keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam – basa, penjalaran impuls saraf, dan kontraksi otot. Diregulasi oleh aktifitas hormon ekskresi ginjal (Barasi, 2007).

Kekurangan kalium dapat terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui

saluran cerna dan ginjal. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu,

kehilangan nafsu makan dan konstipasi. Kelebihan kalium akut dapat terjadi bila

konsumsi melalui saluran cerna atau tidak melalui saluran cerna melebihi 12,0

g/m

2

permukaan tubuh sehari (18 g untuk orang dewasa) tanpa diimbangi oleh

kenaikan eksresi (Almatsier, 2004).

(25)

Kalium terdistribusi luas dalam makanan, terutama yang berasal dari tumbuhan, sumber yang kaya kalium antara lain pisang, buah kiwi, alpukat, kentang, dan bayam. Serealia serta susu dan produk olahannya dapat berguna sebagai sumber kalium jika dikonsumsi secara teratur. Daging dan ikan merupakan sumber penting. Makanan olahan sering kali mengandung kalium yang rendah (Barasi, 2007).

2.2.2 Kalsium

Kalsium merupakan komponen utama tulang, memberikan kekuatan dan kepadatan tulang. Ion kalsium dalam cairan tubuh diperlukan untuk pembekuan darah dan fungsi saraf/otot. Mengaktivasi enzim dalam sel dan diperlukan untuk pelepasan beberapa hormon (Barasi, 2007).

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5 - 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.

Dari jumlah ini, 99% berada di jaringan keras, yaitu tulang dan gigi. Dalam keadaan normal sebanyak 30 - 50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi tubuh.

Kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan, dan menurun pada proses menua (Almatsier, 2004).

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Kelebihan kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg per hari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier, 2004).

Sumber kalsium yaitu susu dan produk olahannya, susu kedelai yang

(26)

– bijian, buah kering, selada air serta tepung yang difortifikasi dan produknya (Barasi, 2007).

2.2.3 Natrium

Natrium merupakan kation ekstraseluler utama, juga ditemukan dalam tulang, memiliki peran kunci dalam keseimbangan air, konduksi saraf, dan transport aktif melintasi membran sel. Diregulasi oleh beberapa hormon, termasuk golongan angiotensin dan aldosteron, serta oleh ekskresi ginjal (Barasi, 2007).

Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3 hingga 7 gram sehari) diabsorpsi, terutama di dalam usus halus. Natrium di absorpsi secara aktif (membutuhkan energi). Natrium yang diabsorpsi dibawa oleh aliran darah ke ginjal. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg. Kekurangan natrium menyebabkan kejang, apatis, dan kehilangan nafsu makan. Kekurangan natrium dapat terjadi sesudah muntah, diare, keringat berlebihan. Kelebihan natrium dapat menimbulkan keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi (Almatsier, 2004)

Sumber natrium berasal dari sumber makanan alami, terutama makanan nabati, mengandung natrium dalam jumlah kecil. Proses penyiapan dan pengolahan makanan menambah kandungan natrium dalam diet, melalui proses pemasakan, sebagai pengawet, bahan penambah rasa, dan penguat tekstur.

Memasukkan makanan olahan ke dalam diet meningkatkan asupan natrium dalam jumlah yang berbeda – beda (Barasi, 2007).

2.2.4 Magnesium

Magnesium ditemukan dalam rangka dan jaringan lunak, dan hampir

(27)

tulang, serta dalam aktivitas banyak reaksi enzim dalam metabolisme, dalam reaksi ini magnesium menstabilkan ikatan dengan substrat (Barasi, 2007)

Magnesium terutama diabsorpsi di dalam usus halus, kemungkinan dengan bantuan alat angkut aktif secara difusi pasif. Pada konsumsi magnesium yang tinggi hanya sebanyak 30% magnesium di absorpsi, sedangkan pada konsumsi rendah sebanyak 60%. Kekurangan magnesium bisa terjadi pada kekurangan protein dan energi serta sebagai komplikasi penyakit – penyakit yang menyebabkan gangguan absorpsi atau penurunan fungsi ginjal, endokrin, terlalu lama mendapat makanan tidak melalui mulut (intravena). Kelebihan akan magnesium terjadi pada penyakit gagal ginjal (Almatsier, 2004).

Magnesium dalam jumlah besar ditemukan dalan serealia berbiji utuh, legun (polong – polongan), kacang – kacangan, makanan laut, dan sayuran berdaun hijau. Jumlah sedang terdapat dalam buah dan produk olahan susu.

Makanan yang dimurnikan dan diolah memiliki kandungan magnesium yang rendah (Barasi, 2007).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

2.3.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-

unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara

analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak

tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok

untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi

kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana dan interferensinya sedikit

(28)

Spektroskopi serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom.

Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh kalium menyerap cahaya pada panjang gelombang 766,5 nm; kalsium menyerap cahaya pada panjang gelombang 422,7 nm; natrium menyerap cahaya pada panjang gelombang 589,0 nm dan magnesium menyerap cahaya pada panjang gelombang 285,2 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 1985; Gandjar dan Rohman, 2009).

Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi

radiasi, energi kimia dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang spesifik

untuk setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan

jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat di dalamnya. Proses interaksi ini

mendasari analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorpsi

(Gandjar dan Rohman, 2009).

(29)

2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(Harris, 1982) Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom

a. Sumber sinar

Sumber sinar yang umum dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow

cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari

unsur atau dilapisi unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis. Tabung

logam ini diisi dengan gas mulia dengan tekanan rendah yang jika diberikan

tegangan pada arus tertentu, katoda akan memancarkan elektron-elektron yang

bergerak menuju anoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi. Elektron dengan

energi tinggi ini akan bertabrakan dengan gas mulia sehingga gas mulia

kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion gas mulia bermuatan

positif akan bergerak menuju katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi

sehingga menabrak unsur-unsur yang terdapat pada katoda. Akibat tabrakan ini,

unsur-unsur akan terlempar ke luar permukaan katoda dan mengalami eksitasi ke

tingkat energi elektron yang lebih tinggi (Gandjar dan Rohman, 2009).

(30)

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2009).

Teknik atomisasi dengan nyala bergantung pada suhu yang dapat dicapai oleh gas-gas yang digunakan. Untuk gas batubara-udara suhunya kira-kira sebesar 1800ºC, gas alam-udara 1700ºC, gas asetilen-udara 2200ºC dan gas asetilen- dinitrogen oksida sebesar 3000ºC. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2009).

Teknik atomisasi tanpa nyala dapat dilakukan dengan meletakkan sejumlah sampel di dalam tungku dari grafit kemudian dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada tabung grafit. Akibat pemanasan ini, zat yang akan dianalisis akan berubah menjadi atom-atom netral dan dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadi proses penyerapan energi (Gandjar dan Rohman, 2009).

c. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator berfungsi untuk

memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis. Di

dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan

panjang gelombang yang disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2009).

(31)

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya, detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan foton (photomultiplier tube) (Gandjar dan Rohman, 2009).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva dari suatu alat perekam yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2009).

2.3.3 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2009).

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), gangguan-gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom

yang terjadi di dalam nyala.

(32)

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang terdisosiasi di dalam nyala.

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.

2.4 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2009; Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

1. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai

kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggu nakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang

baik, pengontrolan suhu dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004).

Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

− Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

(33)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

− Metode penambahan baku (standard additionmethod)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi.

Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut.

Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik (Harmita, 2004).

3. Selektivitas (Spesifisitas)

(34)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas biasanya dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, dan senyawa lain yang dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

4. Linearitas dan Rentang

Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil- hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberpa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x).

Liniearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004; Gandjar dan Rohman, 2009).

5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blangko. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan

sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

(35)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda.

Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004).

7. Kekuatan (Robustness)

Kekuatan merupakan kemampuan metode untuk tetap tidak terpengaruh

oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Kekuatan suatu metode adalah

dengan membuat variasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara

sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman,

2009).

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) pada bulan April 2016 – Agustus 2016.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah belimbing wuluh yang diambil di Jalan Melati, Lingkungan V, Kelurahan Kisaran Timur, Kecamatan Kisaran Naga, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (gambar dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 42).

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisa keluaran E. Merck (larutan baku kalium konsentrasi 1000 µg/ml, larutan baku kalsium konsentrasi 1000 µg/ml, larutan baku natrium konsentrasi 1000 µg/ml, larutan baku magnesium konsentrasi 1000 µg/ml asam nitrat 65% b/v) kecuali disebutkan lain yaitu akua demineralisata (Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit).

3.3 Alat-alat

Spektrofotometer Serapan Atom GBC Avanta lengkap dengan lampu

katoda kalium, kalsium, natrium dan magnesium, neraca analitik (BOECO

Germany), hot plate (BOECO Germany), alat tanur, blender, kertas saring

Whatman No.42, krus porselen dan alat-alat gelas (Pyrex dan Oberol).

(37)

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO

3

(1:1)

Sebanyak 500 ml larutan HNO

3

65% b/v diencerkan dengan 500 ml akuabides (Ditjen POM, 1979).

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi (Sudjana, 2005).

3.5.2 Penyiapan Sampel

Sebanyak 500 g belimbing wuluh segar (yang tidak ditentukan kadar airnya) dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir, lalu dibilas dengan akua demineralisata, ditiriskan kemudian diiris tipis. Selanjutnya dikeringkan di udara terbuka, kemudian masing-masing dibagi menjadi 250 g untuk yang segar dan 250 g untuk yang direbus, untuk kemudian dihaluskan dengan blender. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk belimbing wuluh yang direbus (yang tidak ditentukan kadar airnya).

3.5.3 Proses Destruksi

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak 25 g dalam

krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan dalam tanur dengan

temperatur awal 100°C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu

500°C dengan interval 25°C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 40 jam

(38)

dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin. Abu ditambahkan 5 ml HNO

3

(1:1), kemudian diuapkan pada hot plate (temperatur 100 – 120°C) sampai kering. Krus porselen dimasukkan kembali ke dalam tanur dengan temperatur awal 100°C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500°C dengan interval 25°C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 1 jam dan dibiarkan hingga dingin di dalam tanur (suhu tanur ±27℃) (Isaac, 1990).

3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel hasil destruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO

3

(1:1), lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dibilas krus porselen dengan 10 ml akua demineralisata sebanyak tiga kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif.

3.5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi 3.5.5.1 Kalium

Larutan standar kalium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet 1 ml; 2 ml, 3

ml; 4 ml; 5 ml dan 7,5 ml (larutan baku 10 µg/ml) lalu masing-masing

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda

dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung kalium dengan konsentrasi

(39)

0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml; 1 µg/ml dan 1,5 µg/ml) dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.5.2 Kalsium

Larutan standar kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet 1 ml; 2 ml;

4 ml; 5 ml; 6 ml dan 7,5 ml (larutan baku 10 µg/ml) lalu masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung kalsium dengan konsentrasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,8 µg/ml; 1 µg/ml; 1,2 µg/ml dan 1,5 µg/ml) dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.5.3 Natrium

Larutan standar natrium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet 0,10 ml;

0,25 ml; 0,5 ml; 1 ml; 2 ml dan 3 ml (larutan baku 10 µg/ml) lalu masing-masing

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda

dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung natrium dengan konsentrasi

0,02 µg/ml; 0,05 µg/ml; 0,1 µg/ml; 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml dan 0,6 µg/ml) dan

diukur absorbansi pada panjang gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-

asetilen.

(40)

3.5.5.4 Magnesium

Larutan standar magnesium (konsentrasi 1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (konsentrasi 10 µg/ml).

Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet 0,25 ml; 0,5 ml; 0,75 ml; 1 ml; 1,25 ml dan 2 ml (larutan baku 10 µg/ml) lalu masing- masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata (larutan ini mengandung magnesium dengan konsentrasi 0,05 µg/ml; 0,1 µg/ml; 0,15 µg/ml; 0,2 µg/ml; 0,25 µg/ml dan 0,4 µg/ml) dan diukur absorbansi pada panjang gelombang 285,2 nm dengan nyala udara-asetilen.

3.5.6 Penetapan Kadar, Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Sampel

Sebelum dilakukan penetapan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel, terlebih dahulu alat spektrofotometer serapan atom dikondisikan dan diatur metodenya sesuai dengan mineral yang akan diperiksa.

3.5.6.1 Penetapan Kadar Kalium dalam Belimbing Wuluh Segar

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam

labu tentukur 1000 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis

tanda (faktor pengenceran= 1000 ml/1 ml = 1000 kali . Lalu diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 766,5 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan

atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai

(41)

baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.2 Penetapan Kadar Kalsium dalam Belimbing Wuluh Segar

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 100 ml/5 ml = 20 kali) . Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 766,5 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.3 Penetapan Kadar Natrium dalam Belimbing Wuluh Segar

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 500 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 500 ml/1 ml = 500 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.4 Penetapan Kadar Magnesium dalam Belimbing Wuluh Segar

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam

labu tentukur 200 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis

(42)

pada panjang gelombang 285,2 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.5 Penetapan Kadar Kalium dalam Belimbing Wuluh Rebus

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 1000 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 1000 ml/1 ml = 1000 kali. Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 766,5 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.6 Penetapan Kadar Kalsium dalam Belimbing Wuluh Rebus

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam

labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis

tanda (faktor pengenceran= 100 ml/5 ml = 20 kali). Lalu diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 422,7 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan

atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai

absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan

baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan

persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

(43)

Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 100 ml/1 ml = 100 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

3.5.6.8 Penetapan Kadar Magnesium dalam Belimbing Wuluh Rebus Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 200 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran= 200 ml/1 ml = 200 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 285,2 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Kadar mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kadar mineral (µg/g)= konsentrasi (µg/ml) x volume (ml) x faktor pengenceran

berat sampel (g)

(44)

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Menurut (Sudjana, 2005) kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:

SD = �

∑(Xi − Xi )2 n − 1

Keterangan: Xi = Kadar sampel (mg/100g)

Xi = Kadar rata-rata sampel (mg/100g) n = Jumlah pengulangan

Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

t

hitung

= �Xi-Xi�

SD/ √n

dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar mineral: µ = Xi ± (t

(α/2, dk)

x SD / √n)

Keterangan: Xi = Kadar rata-rata sampel (mg/100g) SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1)

α = Interval kepercayaan

(45)

3.5.8 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Ermer dan McB. Miller, 2005).

Larutan baku yang ditambahkan yaitu; 25 ml larutan standar kalium (konsentrasi 1000 µg/ml); 5 ml larutan standar kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 5 ml larutan baku standar natrium (konsentrasi 1000 µg/ml); 15 ml larutan baku standar magnesium (konsentrasi 1000 µg/ml).

Belimbing Wuluh yang telah dihaluskan ditimbang secara seksama sebanyak 25 g di dalam krus porselen, lalu ditambahkan 25 ml larutan standar kalium (konsentrasi 1000 µg/ml); 5 ml larutan standar kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 5 ml larutan baku standar natrium (konsentrasi 1000 µg/ml); 15 ml larutan baku standar magnesium (konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Menurut (Harmita, 2004) persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Kadar total mineral dalam sampel - Kadar �rata-rata� mineral dalam sampel awal

Kadar larutan baku yang ditambahkan

x 100%

(46)

3.5.9 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Menurut (Harmita, 2004) rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:

RSD = SD

Xi x 100%

Keterangan: Xi = Kadar rata-rata sampel (mg/100g) SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation

(47)

3.5.10 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Menurut (Harmita, 2004) batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku � SY

� � X = � ∑ (Y - Yi)

2

n -2

Batas deteksi (LOD) =

3 x �SY � � X slope

Batas kuantitasi (LOQ) =

10 x �SY � � X

slope

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kurva Kalibrasi Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium

Kurva kalibrasi kalium, kalsium, natrium dan magnesium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan baku kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada panjang gelombang masing-masing. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk keempat mineral tersebut diperoleh persamaan garis regresi yaitu:

Y = 0,4837 X + 0,0232 untuk kalium, Y = 0,0708 X + 0,0041 untuk kalsium dan Y = 0,7140 X + 0,0443 untuk natrium, Y = 1,2130 X + 0,0117 untuk magnesium.

Kurva kalibrasi larutan baku kalium, kalsium, natrium dan magnesium dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.

Kurva Kalibrasi Kalium (K)

Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi

(49)

Kurva Kalibasi Kalsium (Ca)

Kurva Kalibrasi Natrium (Na)

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Baku Natrium

Kurva Kalibrasi Magnesium (Mg)

Keterangan:

X = Konsentrasi (µg/ml)

Konsentrasi (µg/ml)

Konsentrasi (µg/ml)

Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi

Absorbansi

Absorbansi

(50)

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) kalium sebesar 0,9978; kalsium sebesar 0,9984, natrium sebesar 0,9982 dan magnesium sebesar 0,9984. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Ermer, 2005). Data hasil pengukuran absorbansi larutan baku kalium, kalsium, natrium dan magnesium serta perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 7, Lampiran 8 dan Lampiran 9, halaman 47, 49, 51, 53.

4.2 Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Belimbing Wuluh Segar dan Belimbing Wuluh Rebus

Penentuan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dilakukan

secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi mineral kalium, kalsium,

natrium dan magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis

regresi kurva kalibrasi larutan baku masing-masing mineral. Agar konsentrasi

mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel berada pada

rentang kurva kalibrasi maka masing-masing sampel diencerkan terlebih dahulu

dengan faktor pengenceran yang berbeda. Faktor pengenceran untuk penentuan

kadar kalium pada belimbing wuluh segar maupun rebus adalah sebesar 1000 kali

sedangkan faktor pengenceran untuk penentuan kadar kalsium pada belimbing

wuluh segar maupun rebus adalah sebesar 20 kali. Faktor pengenceran untuk

penentuan kadar natrium pada belimbing wuluh segar adalah sebesar 500 kali

sedangkan pada belimbing wuluh rebus adalah sebesar 100 kali. Faktor

pengenceran untuk penentuan kadar magnesium pada belimbing wuluh segar

(51)

pada Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12 dan Lampiran 13 halaman 55, 56, 57, 65.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15, halaman 73 sampai halaman 79).

Hasil analisis kuantitatif mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada sampel dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Sampel

Data yang didapat kemudian dihitung berapa besar persentase penurunan kadar dari masing-masing mineral pada sampel yaitu penurunan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh segar dan rebus (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 pada halaman 85).

Tabel 2. Hasil Penurunan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium pada Belimbing Wuluh Segar dan Belimbing Wuluh Rebus

Mineral Kadar Sampel (mg/100 g)

Penurunan Kadar (%)

BS BR

Kalium 97,9504 67,8008 30,78

Kalsium 2,6589 1,5435 41,95

Natrium 17,6184 4,6183 73,78

Magnesium 7,7218 7,352 4,78

No. Sampel Kadar Kalium (mg/100g)

Kadar Kalsium (mg/100g)

Kadar Natrium (mg/100g)

Kadar Magnesium

(mg/100g)

1. BS 97,9504 ±

1,1649

2,6589 ± 0,1756

17,6184 ± 0,9430

7,7218 ± 0,3797

2. BR 67,8008 ±

1,6142

1,5435 ± 0,1684

4,6183 ± 0,1464

7,352 ±

0,2148

(52)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat penurunan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh segar dan rebus yang diperoleh dari hasil analisis.

Berdasarkan hasil penetapan kadar mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium yang tercantum pada Tabel 2, buah belimbing wuluh segar mengandung mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium lebih tinggi dibandingkan dengan buah belimbing wuluh rebus. Hal ini kemungkinan karena kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada buah belimbing wuluh rebus banyak terlarut selama proses perebusan. Pada mineral kalsium, sebagian besar kalsium pada belimbing wuluh terikat dalam bentuk kalium oksalat yang larut dalam air. Jadi, saat direbus maka kadar kalsium yang terdapat di dalamnya berkurang (Sutrisno, 2007).

Berbeda dari literatur yang menyatakan bahwa kadar mineral kalium 103,03 mg, kalsium 2,03 mg. natrium 2,1 mg dan magnesium 3,45 mg (Bhaskar dan Shantaram, 2013), penelitian ini justru menghasilkan kadar kalium lebih rendah serta kadar kalsium, natrium dan magnesium lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kalsium, natrium dan magnesium pada literatur. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tempat tumbuh tanaman, kesuburan tanaman, perlakuan terhadap tanaman dan iklim (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Pada spektrofotometri serapan atom untuk mendeteksi mineral – mineral

tersebut menggunakan lampu katoda yang sesuai dengan jenis mineralnya dan

juga nyala udara yang sesuai, seperti kalium dan natrium menggunakan udara

(53)

menggunakan udara asetilen. Metode spektrofotometri serapan atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar dan Rohman, 2009).

4.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium setelah penambahan masing-masing larutan baku kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 17, halaman 87. Perhitungan persen recovery kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 89. Persen recovery kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium Buah Belimbing Wuluh

No. Mineral yang Dianalisis Recovery (%) Syarat Rentang Persen Recovery (%)

1. Kalium (K) 100,0603

80 – 120

2. Kalsium (Ca) 100,7610

3. Natrium (Na) 99,6799

4. Magnesium (Mg) 100,4037

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) untuk kandungan kalium belimbing wuluh adalah 100,0603;

untuk kandungan kalsium belimbing wuluh adalah 100,7610%; untuk kandungan

natrium belimbing wuluh adalah 99,6799%; dan untuk kandungan magnesium

belimbing wuluh adalah 100,4037%;. Persen recovery tersebut menunjukkan

kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar kalium, kalsium,

natrium dan magnesium dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini

(54)

kembali (recovery) berada pada rentang 80% – 120% (Ermer dan McB. Miller, 2005).

4.4 Simpangan Baku Relatif

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil pengukuran kadar mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada belimbing wuluh, diperoleh nilai simpangan baku (SD) sebesar 0,3304 untuk mineral kalium;

0,4174 untuk mineral kalsium; 0,6533 untuk mineral natrium;2,2674 untuk mineral magnesium dan nilai simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,33% untuk mineral kalium; 0,41% untuk mineral kalsium; 0,65% untuk mineral natrium;

2,25% untuk mineral magnesium. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSD-nya adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki ketelitian yang baik. Perhitungan simpangan baku relatif dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 93.

4.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi kalium, kalsium, natrium dan magnesium diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi untuk keempat mineral tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh untuk pengukuran batas deteksi kalium, kalsium, natrium dan magnesium masing-masing sebesar 0,1151 µg/ml; 0,1141 µg/ml;

0,0421 µg/ml dan 0,0224 µg/ml. Sedangkan batas kuantitasinya sebesar 0,3837

µg/ml; 0,3803 µg/ml; 0,1403 µg/ml dan 0,0747 µg/ml. Perhitungan batas deteksi

dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 97.

Referensi

Dokumen terkait

CHARACTERISTICS OF STREET SPACE IN BANJARMASIN CITY Case Study: Street Corridor Of Jalan Veteran And Jalan Belitung.. Irwan Yudha Hadinata 1

Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga sistem pernapasan diantaranya ialah dengan menggunakan masker jika berada di jalan raya atau ketika sedang bersih-bersih, tidak

PHYSICAL DATA MODEL FK_TRANSAKS_MENGURUSI_PEGAWAI FK_TRANSAKS_TERDAPAT_EVENT FK_TRANSAKS_MELAKUKAN_PELANGGA FK_TIKET_PE_MENGHASIL_RESERVAS FK_PELANGGA_RELATIONS_TIKET_PE

[r]

Untuk menghindari kristiani ngeyel lebih jauh lagi, maka ini adalah pertanyaan saya kepada kristiani yg masih menganggap bahwa Hukum Taurat Dan Kitab Para Nabi sudah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Adakah beda motivasi kerja perawat antara gaya Kepemimpinan Demokratik

We aim at providing images of vegetation indices in rather high spatial resolution (comparing to satellite sensors) for optical remote sensing. Our acquisition system has to be

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “Pengaruh Penyuluhan Kanker Serviks terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Melakukan Deteksi Dini Inspeksi