• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Spektrofotometri Sinar Inframerah

Spektrofotometri inframerah sangat penting dalam kimia modern, terutama dalam bidang kimia organik. Ia merupakan alat rutin dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti CH, O-H, C=N, dan C=N, menyebabkan pita absorpsi infra-merah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke yang lain tergantung pada substituen yang lain (Day dan Underwood,1990).

Spektrofotometri infra-merah juga digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif, seperti analisa

kuantitatif pencemaran udara, misalnya karbon monoksida dalam udara dengan teknik non-dispersive (Khopkar, 2008).

Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 - 50 �m atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorpsi sinar inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).

Jenis absorpsi energi yang lain, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika molekul-molekul ini menyerap radiasi inframerah. Hanya frekuensi (energi) tertentu dari radiasi inframerah yang dapat diserap oleh suatu molekul. Agar molekul dapat menyerap radiasi inframerah, maka molekul tersebut harus mempunyai gambaran spesifik, yakni momen dipol molekul harus berubah selama vibrasi (Gandjar dan Rohman, 2012).

Molekul dengan struktur yang berbeda tidak akan ada yang mempunyai pola absorbsi dan spektrum inframerah yang sama karena setiap ikatan yang berbeda mempunyai frekuensi getaran yang berbeda, dan juga karena setiap jenis ikatan kimia yang sama pada dua senyawa yang berbeda berada pada lingkungan yang sedikit berbeda (Pavia, dkk., 1979).

Radiasi inframerah dari frekuensi yang kurang dari 100 cm-1 diabsorbsi dan dikonversi oleh molekul organik menjadi energi rotasi molekul. Absorbsi terukur, maka spektrum rotasi molekul terdiri dari bercirikan garis. Radiasi inframerah pada rentang 10000-100 cm-1 diabsorbsi dan dikonversi oleh molekul organik menjadi energi vibrasi molekul. Absorbsi ini terukur, tapi spektra vibrasi

lebih tampak sebagai pita dari pada garis karena perubahan energi vibrasi tunggal diikuti oleh perubahan sejumlah energi rotasi (Silverstein, dkk., 1986).

Tabel 2.1 Spektrum di wilayah spektral 4000-400 cm-1

No Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

1. 3600-2400 COOH 2. 3500-3200 OH 3. 3500-3100 NH2 4 3150-3050 =C-H 6 2950-2875 −CH Alifatis 7. 2750 O=C−H 8. 2250-2100 C≡C 9 2250 C≡N 10. 1900-1650 C=O 11. 1600-1500 C=C 12. 1550-1350 N=O 13. 1450 CH2 14. 1375 CH3 15. 1350-1050 S=O 16. 1300-1000 C−O (Khopkar, 2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu sumber hayati yang banyak terdapat di Indonesia dan potensial untuk dikembangkan serta digunakan dalam industri farmasi adalah pati. Indonesia sangat kaya akan jenis tanaman penghasil pati seperti singkong. Saat ini pemanfaatan singkong sebagai tanaman penghasil pati hanya sekitar 10% dari total pemanfaatan singkong sebagai bahan makanan dan industri lain. Dengan teknologi proses produksi yang digunakan petani atau industri kecil selama ini, pati singkong belum dapat memenuhi kebutuhan dan persyaratan di industri farmasi (Rukmana, 2002).

Pati singkong sudah sejak lama diproduksi di berbagai daerah di Indonesia, akan tetapi hanya sebagian kecil saja yang diproduksi dengan kualitas

pharmaceutical grade. Selain itu pati singkong memiliki manfaat yang besar

untuk bahan makanan, maka pemanfaatannya dalam bidang farmasi terabaikan. (Rukmana, 2002).

Pati adalah polisakarida alami dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari unit-unit glukosa. Umumnya pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air, umumnya amilosa menyusun pati 17 - 21 %, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan 1,4-α-glikosida dan amilopektin adalah suatu polisakarida yang jauh lebih besar dari amilosa yang mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul yang dihubungkan dengan ikatan 1,6-α-glikosida (Fessenden dan Fessenden, 1991).

Penggunaan pati dalam bidang farmasi terutama pada formula sediaan tablet, baik sebagai pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat (Alanazi, dkk., 2008). Pati yang sering digunakan di industri farmasi ada dua macam yaitu pati alami dan pati termodifikasi. Pati dalam bentuk alami (native starch) adalah pati yang dihasilkan dari sumber umbi-umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia atau diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak digunakan di industri makanan dan farmasi sebagai bahan pengisi (filler) dan pengikat (binder) dalam pembuatan tablet, pil dan kapsul. Namun, pati ini mempunyai dua keterbatasan besar dalam membentuk tablet yang baik, yaitu tidak mempunyai daya alir (fluiditas) dan kompaktibilitas. Oleh karena itu pati jenis ini belum banyak dipakai dalam formulasi tablet (Whistler, 1984).

Menurut Koswara (2006), pati yang belum dimodifikasi mempunyai beberapa kekurangan yaitu membutuhkan waktu pemasakan yang lama (membutuhkan energi tinggi), pasta yang terbentuk keras dan tidak bening, sifatnya terlalu lengket, tidak tahan dengan perlakuan asam, kekentalannya rendah, kelarutannya rendah dan kekuatan pengembangnya juga rendah. Kendala-kendala tersebut menyebabkan penggunaan pati terbatas dalam industri pangan, maka dikembangkan teknologi untuk memodifikasi pati sehingga diperoleh pati yang mempunyai karakteristik yang lebih baik.

Pati termodifikasi diperoleh dengan menggunakan asam anorganik maupun asam organik dimana gugus hidroksilnya telah diubah melalui reaksi antara alkohol dan asam karboksilat (Fleche, 1985). Asam sitrat merupakan asam makanan yang paling sering digunakan. Asam sitrat mudah didapat, melimpah, relatif tidak mahal, sangat mudah larut, memiliki kekuatan asam yang tinggi,

tersedia sebagai granul halus, mengalir bebas, tersedia dalam bentuk anhidrat dan monohidrat berkualitas makanan. Asam sitrat monohidrat mencair pada suhu 100oC. Asam ini kehilangan air pada suhu 60oC, menjadi anhidrat pada suhu 130oC (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Pada penelitian Adebiyi dan kawan kawan (2011), pati sitrat dibuat dengan mereaksikan pati kecondang (Tacca involucrata) dan asam sitrat pada temperatur yang tinggi. Ketika asam sitrat dipanaskan, akan mengalami dehidrasi dan membentuk anhidrida. Kemudian sitrat anhidrida dapat bereaksi dengan pati dan menghasilkan pati sitrat. Pati sitrat tidak larut dalam air tetapi memiliki sifat alir dan daya pengembang yang baik.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti tertarik untuk memodifikasi pati singkong secara kimia dengan metode Adebiyi dengan variasi asam sitrat sehingga dapat digunakan baik sebagai pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat.

Dokumen terkait