• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

E. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia.

Analisis secara spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan serapan radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai serapan (A) dan transmitan dengan satuan persen (%) T. Jika radiasi elektromagnetik dikenakan terhadap suatu zat yang dengan intensitas radiasi datang (I0), maka hal yang terjadi radiasi tersebut dapat diserap (Ia), diteruskan (It), dan dipantulkan (Ir) sehingga terdapat persamaan:

I0 = Ia + It + Ir ...(5) Namun, nilai Ir (± 4%) dapat diabaikan karena digunakan larutan pembanding dalam pengerjaannya sehingga persamaannya menjadi:

I0 = Ia + It ...(6) Untuk mendapatkan suatu korelasi matematik antara transmitan atau serapan terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal yang menyerap, maka didapatkan persamaan oleh Bouguer, Lambert dan Beer yang dinyatakan sebagai berikut:

T = = 10

-Ɛbc ...(8)

A = log = Ɛbc ...(9) Keterangan: T ..= persen transmitan

I0 = intensitas radiasi yang datang It = intensitas radiasi yang diteruskan A = serapan

Ɛ = daya serap molar (M-1 cm-1)

Persamaan di atas dapat dijabarkan dengan asumsi sebagai berikut: 1. Jika suatu berkas radiasi monokromatik yang sejajar jatuh pada medium

penyerap pada sudut tegak lurus setiap lapisan yang sangat kecil akan meneruskan intensitas berkas.

2. Jika suatu cahaya monokromatis mengenai pada medium yang transparan, laju pengurangan intensitas dengan ketebalan medium sebanding dengan intensitas cahaya.

3. Intensitas berkas sinar monokromatis berkurang secara eksponensial bila konsentrasi zat penyerap bertambah (Khopkar, 1990).

Hubungan antara nilai dengan daya serap molar (Ɛ) adalah sebagai berikut:

Ɛ = x M

-1

cm-1 ...(10) Nilai Ɛ merupakan daya serap molar atau koefisien ekstingsi molar. Nilai Ɛ tiap molekul atau ion dalam pelarut tertentu memiliki karakter masing-masing, pada panjang gelombang tertentu serta tidak dipengaruhi oleh konsentrasi dan panjang gelombang lintasan radiasi (Sastrohamidjojo, 2001). Nilai Ɛ sangat

mempengaruhi puncak spektrum yang dihasilkan suatu zat. Beberapa karakteristik nilai Ɛ yang berpengaruh terhadap puncak spektrum adalah sebagai berikut: 1-10 M-1.cm-1: sangat lemah; 10-102 M-1.cm-1: lemah; 102-103 M-1.cm-1: sedang; 103 -104 M-1.cm-1: kuat; 104-105 M-1.cm-1: sangat kuat (Mulja dan Suharman, 1995).

Daya serap oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel tergantung dari struktur elektronik molekul itu sendiri. Keadaan dasar suatu molekul organik mengandung elektron-elektron valensi dalam tiga jenis orbital molekul utama, yaitu orbital sigma (σ), orbital pi () dan orbital elektron bebas (n). Baik orbital σ maupun orbital  dibentuk dari tumpang tindih dua orbital atom atau hibrid. Oleh karena itu, masing-masing orbital molekul ini mempunyai suatu orbital σ* atau * antiikatan yang berkaitan dengannya. Jika suatu molekul dikenai oleh radiasi elektromagnetik maka akan mengakibatkan adanya eksitasi atau transisi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi. Transisi-transisi elektron mencakup promosi suatu elektron dari salah satu dari tiga keadaan dasar (σ; ; atau n) ke salah satu dari dua keadaan eksitasi (σ* atau *). Terdapat empat transisi yang mungkin, seperti diagram berikut :

Dalam proses penyerapan cahaya, kromofor memegang peranan penting sebagai gugus yang berfungsi sebagai penjerap cahaya. Dalam transisi σ  σ* kromofor yang berperan adalah yang mempunyai elektron pada orbital molekul σ. Molekul tersebut merupakan organik jenuh yang tidak mempunyai atom dengan pasangan elektron bebas, seperti alkana (C-C dan C-H). Terjadi pada daerah ultraviolet jauh (sekitar 150 nm) dan membutuhkan energi terbesar. Transisi n  σ* terjadi pada ultraviolet jauh, diperankan oleh kromofor dalam senyawa dengan molekul organik jenuh yang mempunyai satu atau lebih atom dengan pasangan elektron, seperti karbonil (C=O), C-S, C-N dan C-Cl. Transisi   * terjadi pada daerah ultraviolet jauh (sekitar 200 nm), diberikan oleh senyawa yang hanya memiliki orbital molekul  (alkena dan alkuna), seperti CC dan C=C (Anonimd

, 2013).

Secara garis besar, terdapat tiga teknik untuk melakukan pengukuran kuantitatif secara spektrofotometri, yakni sebagai berikut:

1. Analisis kuantitatif zat tunggal

Dilakukan pengukuran serapan menggunakan panjang gelombang maksimum atau pada panjang gelombang minimum jika dilakukan pengukuran % transmitan. Terdapat empat cara pelaksanaan analisis kuantitatif zat tunggal, yaitu: a. Membandingkan serapan zat yang akan dianalisis dengan serapan

reference standard pada panjang gelombang maksimum. Persyaratannya, pembacaan nilai serapan sampel dan reference standard tidak berbeda jauh.

b. Menggunakan kurva baku yang dipersiapkan dari larutan reference standard dengan pelarut tertentu pada panjang gelombang maksimum. Lalu dibuat sistem koordinat Cartesian dimana sebagai ordinat adalah serapan dan sebagai absis adalah konsentrasi.

c. Menghitung nilai serapan jenis larutan sampel ( ) pada pelarut tertentu dan dibandingkan dengan serapan jenis yang dianalisis, yang tertera pada buku resmi.

d. Menggunakan perhitungan nilai ekstingsi molar (serapan molar Ɛ) sama dengan cara (c) hanya saja perhitungan serapan molar lebih tepat karena melibatkan massa molekul relatif.

2. Analisis kuantitatif campuran dua komponen zat

Merupakan pengembangan metode dari analisis kuantitatif zat tunggal. Pada prinsipnya, dicari serapan atau beda serapan dari masing-masing komponen zat yang memiliki korelasi linear dengan konsentrasi tertentu dan dihitung kadar masing-masing komponen zat atau salah satu komponen zat yang terdapat dalam campuran.

3. Analisis kuantitatif campuran tiga macam atau lebih zat

Prinsipnya dicari beda serapan antara masing-masing komponen kemudian dikurangi dengan serapan yang dimiliki larutan standarnya masing-masing (Mulja dan Suharman, 1995).

Dalam analisis kuantitatif zat tunggal pada spektrofotometri ditentukan terlebih dahulu panjang gelombang maksimum yang didapatkan melalui pengukuran serapan senyawa pada panjang gelombang yang memberikan serapan

yang maksimum. Alasan digunakannya panjang gelombang maksimum adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kepekaan yang maksimal karena pada panjang gelombang maksimum terjadi perubahan serapan untuk setiap satuan konsentrasi paling besar.

2. Pada daerah sekitar panjang gelombang maksimum akan memiliki bentuk kurva serapan yang linear (datar) sehingga hukum Lambert-Beer dapat terpenuhi.

3. Akan memberikan kesalahan pengukuran yang kecil jika dilakukan pada panjang gelombang maksimum (Gandjar dan Rohman, 2007).

Penggunaan pelarut yang tepat merupakan salah satu titik krusial dalam analisis menggunakan metode spektrofotometri. Secara umum pelarut-pelarut yang digunakan dalam spektrofotometri harus melarutkan analit, meneruskan radiasi dalam daerah panjang gelombang yang dikehendaki, tidak memiliki sistem ikatan rangkap terkonjugasi, tidak berwarna dan kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis tinggi. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah polaritas pelarut karena akan mempengaruhi pergeseran spektrum yang dianalisis. Beberapa pelarut yang sering digunakan dalam daerah-daerah ultraviolet dan visibel adalah aseton, benzen, karbon tetraklorida, kloroform, dioksan, sikloheksan, isopropanol, diklorometan, etanol, etil, eter, metanol dan air (Sastrohamidjojo, 2001).

Secara umum rangkaian komponen penyusun spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5. Spektrofotometer Single Beam (Anonime, 2013)

Gambar 6. Spektrofotometer Double Beam (Clark, 2006)

Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis, yaitu spektrofotometer single beam dan spektrofotometer double beam. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut terdapat pada pemberian cahaya, dimana pada single beam cahaya hanya melewati satu arah dan yang diperoleh hanya nilai serapan dari larutan yang dimasukkan. Berbeda dengan spektrofotometer double beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan nilai serapan larutan yang diinginkan dalam

satu kali proses yang sama. Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, dimana salah satunya melewati blanko (reference beam) dan yang lainnya melewati larutan (sample beam). Spektrofotometer

double beam memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan spektrofotometer

single beam karena nilai serapan larutannya yang telah mengalami pengurangan nilai terhadap nilai serapan blanko. Selain itu, pada spektrofotometer double beam

juga dapat mengatasi kelemahan pada spektrofotometer single beam seperti adanya perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase sumber sinar. Kelemahan spektrofotometer double beam yakni lebih rumit dan harganya lebih mahal, dibandingkan dengan spektrofotometer single beam yang lebih sederhana dan lebih murah (Sastrohamidjojo, 2001)

Fungsi beberapa bagian yang terdapat dalam rangkaian spektrofotometer adalah sebagai berikut:

1. Sumber cahaya:

Sumber cahaya yang ideal untuk pengukuran serapan harus menghasilkan spektrum yang terus-menerus dengan intensitas yang sama pada kisaran panjang gelombang yang dijangkau. Sumber cahaya ultraviolet yang biasa digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium, sedangkan untuk visibel digunakan lampu filamen tungsten atau wolfram. 2. Monokromator:

Berfungsi untuk mengubah cahaya polikromatis yang dipancarkan sumber cahaya menjadi monokromatis (panjang gelombang tunggal) dan memisahkannya menjadi jalur-jalur yang sempit. Juga terdapat penyaring

yang mampu meneruskan radiasi pada daerah panjang gelombang tertentu dan menyerap radiasi pada panjang gelombang yang lain.

3. Tempat cuplikan:

Cuplikan yang digunakan ditempatkan pada suatu sel atau yang dikenal sebagai kuvet. Untuk daerah ultraviolet biasanya digunakan Quartz

atau sel dari silika yang dilebur, sedangkan untuk daerah visibel digunakan gelas biasa atau Quartz.

4. Detektor:

Berfungsi untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang dan mengubah tenaga tersebut untuk dapat diukur secara kuantitatif yang dicatat oleh meter pencatat (recorder) (Sastrohamidjojo, 2001).

Dokumen terkait