HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.2. Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus
Tabel 5.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu berdoa untuk
mendapatkan ketenangan dan seluruh responden selalu percaya bahwa Tuhan
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Tuhan (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Tuhan SL n (%) SR n (%) KK n (%) TP n (%)
1 Berdoa untuk ketenangan 49 (82) 10 (17) 1 (1) 0 (0) 2 Membaca kitab suci 29 (48) 16 (27) 14 (23) 1 (2) 3 Mengikuti kegiatan keagamaan 19 (32) 16 (27) 17 (28) 8 (13) 4 Meningkatkan ibadah sejak
terdiagnosa DM
27 (45) 0 (0) 12 (20) 21 (35)
5 Percaya Tuhan membantu
kesembuhan penyakit
60 (100) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Tabel 5.3. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu optimis
menjalani hidup, selalu merasakan kesulitan selama sakit merupakan pengalaman
positif menjalani hidup lebih baik dan selalu percaya penyakit dapat
disembuhkan.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Diri Sendiri (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Diri Sendiri
SL n (%) SR n (%) KK n (%) TP n (%)
1 Optimis menjalani hidup 41 (68) 0 (0) 19 (32) 0 (0)
2 Kesulitan merupakan pengalaman hidup positif
42 (70) 7 (12) 11 (18) 0 (0)
3 Penyakit ini menghalangi
aktivitas
5 (9) 14 (23) 15 (25) 26(43)
4 Penyakit dapat disembuhkan 35 (59) 20 (33) 5 (8) 0 (0) 5 Mencari informasi pengobatan 26 (44) 23 (38) 11 (18) 0 (0)
Tabel 5.4. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu menginginkan
orang lain berdoa untuk kesembuhannya, selalu membina hubungan yang baik
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Orang Lain (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Orang Lain
SL n (%) SR n (%) KK n (%) TP n (%)
1 Ingin orang lain berdoa untuk kesembuhannya
44 (73) 16 (27) 0 (0) 0 (0)
2 Berusaha tidak bergantung
kepada orang lain
30 (50) 17 (29) 2 (3) 11(18)
3 Membina hubungan baik dengan kerabat
43 (72) 0 (0) 17 (28) 0 (0)
4 Diperhatikan oleh keluarga 29 (48) 16 (27) 10 (17) 5 (8)
5 Diingatkan keluarga untuk
minum obat
26 (44) 21 (35) 8 (13) 5 (8)
Tabel 5.5. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu merasa
nyaman tinggal di lingkungan rumah, selalu merasakan ketenangan saat bersama
dengan keluarga/tetangga/kerabat dan selalu menjaga kebersihan dan kerapian
lingkungan.
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Lingkungan (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Lingkungan SL n (%) SR n (%) KK n (%) TP n (%)
1 Nyaman tinggal di rumah 46 (77) 9 (15) 4 (7) 1 (1) 2 Tenang saat bersama keluarga 51 (85) 0 (0) 9 (15) 0 (0) 3 Beraktivitas bersama keluarga 22 (37) 27 (45) 9 (15) 2 (3) 4 Menjaga kebersihan lingkungan 31 (52) 19 (32) 10 (16) 0 (0)
5 Merawat tanaman/ hewan
peliharaan
9 (15) 13 (22) 32 (53) 6 (10)
Tabel 5.6. menunjukkan hasil penelitian tentang tingkat spiritualitas pada
pasien diabetes mellitus berdasarkan dimensi spiritualitas. Dari keseluruhan
yaitu dari aspek hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri,
hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan lingkungan.
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Spiritualitas berdasarkan Dimensi Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus (n=60)
Dimensi Spiritualitas Frekuensi Persentase (%) Hubungan dengan Tuhan
Tinggi 56 93
Rendah 4 7
Hubungan dengan Diri Sendiri
Tinggi 53 88
Rendah 7 12
Hubungan dengan Orang Lain
Tinggi 51 85
Rendah 9 15
Hubungan dengan Lingkungan
Tinggi 53 88
Rendah 7 12
Tabel 5.7. menunjukkan bahwa hasil penelitian tentang tingkat spiritualitas
pada pasien diabetes mellitus mayoritas berada pada spiritualitas tinggi (92%) dan
tingkat spiritualitas rendah (8%).
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus (n=60)
Tingkat Spiritualitas Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 55 92
Rendah 5 8
5.2 Pembahasan
Menurut Young dan Koopsen (2007), spiritualitas merupakan aspek
pribadi manusia yang memberi kekuatan dan mempengaruhi individu dalam
menjalani hidupnya. Spiritualitas merupakan suatu dimensi yang berhubungan
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, mempunyai perasaan yang
berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Burkhardt, 1993
dalam Hamid, 2009).
Menurut hasil penelitian mengenai gambaran spiritualitas pada pasien
diabetes mellitus yang telah dilakukan terhadap 60 orang responden di Puskesmas
Kampung Baru Medan, diperoleh 92% responden tingkat spiritualitasnya tinggi
dan 8% responden tingkat spiritualitasnya rendah. Penelitian Muna (2012)
menyatakan bahwa tingkat spiritualitas pada pasien tuberkulosis di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga 60% berada pada
tingkat spiritualitas tinggi. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Yulianti (2010) mengenai tingkat spiritualitas pada pasien gagal ginjal kronik
dengan hemodialisa di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiah
Yogyakarta mayoritas responden mengalami penolakan terhadap penyakit yang
dialami, mengisolasi diri, marah, tawar menawar dan depresi.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa spiritualitas pada pasien
diabetes mellitus berada pada tingkat spiritualitas tinggi, hal ini dipengaruhi oleh
usia responden yang umumnya berada di usia pertengahan dan lansia. Menurut
pendapat Nugroho (2008), sebagian besar tingkat spiritualitas pada seseorang
yang berusia lanjut mengalami peningkatan, dimana lansia semakin teratur dalam
menjalankan kehidupan spiritualnya sehari-hari. Hal yang sama dikemukakan
oleh Hamid (2009) bahwa kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai dan
menyediakan lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk
individu dalam menjalani kehidupan beragama. Hasil penelitian ini juga seiring
dengan pendapat Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2000)
yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi spiritual
seseorang adalah usia. Di samping itu, faktor lain yang mempengaruhi
spiritualitas seseorang adalah keluarga, latar belakang etnik budaya, pengalaman
hidup sebelumnya, krisis dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral
terkait terapi dan asuhan keperawatan yang kurang sesuai.
Dari hasil penelitian ini, spiritualitas pada pasien diabetes mellitus
berdasarkan aspek hubungan dengan Tuhan mayoritas berada pada tingkat
spiritualitas tinggi, yaitu mencapai 93%. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas
responden yang menyatakan selalu berdoa/sembahyang/meditasi untuk
mendapatkan ketenangan, yaitu sebanyak 49 responden (82%). Pernyataan ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2010) yang menyatakan
bahwa 80% penderita diabetes mellitus dewasa yang melakukan meditasi secara
rutin dapat meningkatkan kedisiplinannya terhadap pengobatan dan menunjukkan
tingkat kesembuhan yang baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya seluruh responden selalu
percaya bahwa Tuhan membantu dalam kesembuhan penyakit. Hal ini dapat
dilihat dari karakteristik responden yang keseluruhannya memiliki kepercayaan
yang dianut, sehingga seluruh responden memiliki keyakinan akan kekuasaan
Tuhan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Hawari (2005) yang
menyatakan kepercayaan kepada Tuhan dapat membangkitkan motivasi seseorang
menjadi medikasi terapeutik individu sehingga dapat meningkatkan kesembuhan
penyakit.
Dari hasil penelitian ini, spiritualitas pada pasien diabetes mellitus
berdasarkan aspek hubungan dengan diri sendiri mayoritas berada pada tingkat
spiritualitas tinggi yaitu mencapai 88%. Hal ini dapat dilihat dari responden yang
menyatakan selalu optimis menjalani hidup sebanyak 41 orang (68%). Menurut
Rusli (2011), diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama yakni lebih dari 6 bulan. Dari
hasil penelitian ini, 67% responden menderita diabetes mellitus lebih dari sepuluh
tahun. Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan Heriani, Nauli, Woferst
(2013) yang menyatakan bahwa seseorang yang mengalami penyakit kronis
seperti diabetes mellitus dalam waktu yang lama akan mempengaruhi pengalaman
individu tersebut dalam pengobatan penyakit diabetes mellitus. Hal yang sama
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman adalah sesuatu yang
pernah dialami (dijalani, dirasakan dan ditanggung) oleh seseorang sehingga
pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan yaitu suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman karena lamanya menderita penyakit diabetes mellitus dapat
meningkatkan keoptimisan penderita terhadap penyakitnya.
Dari hasil penelitian ini, 70% responden selalu merasa bahwa kesulitan
merupakan pengalaman positif menjalani hidup lebih baik. Hal ini seiring dengan
kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan
tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai
pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan
tujuan hidup yang semakin jelas.
Hasil penelitian ini menunjukkan 59% responden selalu percaya bahwa
penyakit yang diderita dapat disembuhkan. Hal ini dapat dilihat dari motivasi
responden untuk berobat dan mencari tahu pengobatan penyakitnya. Mayoritas
responden berobat ke puskesmas dalam rentang waktu 4-6 kali/ bulan, yaitu
sebanyak 70%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kuatnya keyakinan responden
terhadap kesembuhan penyakitnya yang ditunjukkan dari frekuensi berobat ke
puskesmas yang cukup rutin. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
Fowler & Keen (1985) bahwa kepercayaan dan keyakinan dapat memberikan arti
hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stres.
Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau
seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang
lebih luas.
Menurut hasil penelitian, spiritualitas pada pasien diabetes mellitus
berdasarkan aspek hubungan dengan orang lain mayoritas pada tingkat
spiritualitas tinggi yaitu mencapai 85%. Hal ini dapat dilihat dari responden yang
menyatakan selalu menginginkan orang lain berdoa untuk kesembuhannya
sebanyak 44 orang (73%). Hal ini menunjukkan bahwa pasien diabetes mellitus
membutuhkan orang lain untuk memberikan dukungan serta doa untuk
manusia memiliki keinginan untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar
manusia yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan
keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk
melawan banyak penyakit
Hasil penelitian ini juga menunjukkan mayoritas responden yang
menyatakan selalu membina hubungan baik dengan keluarga/kerabat sebanyak 43
orang (72%). Hal ini menunjukkan peran keluarga/kerabat sangat penting bagi
penderita diabetes mellitus, dimana keluarga menjadi sistem pendukung setiap
orang untuk mempertahankan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Soegondo (2004), yang menyatakan 75% penderita diabetes
mellitus yang mendapatkan dukungan dari keluarga maupun orang terdekatnya,
mengalami peningkatan kepatuhannya terhadap pengobatan dan peningkatan
kesembuhan yang signifikan.
Sedangkan pernyataan lain tentang spiritualitas dari aspek hubungan
dengan orang lain, yaitu selalu diperhatikan oleh keluarga walaupun sakit
sebanyak 48%. Menurut penelitian Coffman (2008), penderita diabetes mellitus
umumnya mendapat dukungan dari keluarga selain dari teman dan petugas
kesehatan, karena keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi seseorang.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Goz (2007), yang
menyatakan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kualitas hidup serta
kesembuhan pasien diabetes mellitus.
Dari hasil penelitian ini, spiritualitas pada pasien diabetes mellitus dari
yaitu mencapai 88%. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang
menyatakan selalu merasa nyaman tinggal di lingkungan rumah sebanyak 46
orang (77%). Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal responden yang
nyaman dan kondusif dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal yang sama
dikemukakan oleh Kozier, et al. (1995) bahwa pemenuhan spiritualitas yaitu
melalui kedamaian dan lingkungan atau suasana yang tenang. Kedamaian
merupakan keadilan, empati, dan kesatuan. Kedamaian membuat individu
menjadi tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan.
Hasil penelitian juga menunjukkan 85% responden selalu merasakan
ketenangan saat bersama keluarga/kerabat. Hal ini dipengaruhi oleh status
perkawinan responden yang mayoritas menikah dan memiliki pasangan yaitu
82%. Pasangan hidup merupakan salah satu sistem pendukung kesembuhan
penyakit bagi penderitanya sehingga tercipta kedamaian dalam diri seseorang. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cattich & Knudson-Martin
(2009), yang menyatakan hubungan perkawinan yang baik dapat menurunkan
tingkat stres pada pasien diabetes mellitus. Ketika pasangan mendukung dan
berpartisipasi terhadap perawatan pasangannya, maka pasien diabetes mellitus
akan membuat perubahan gaya hidup yang signifikan, sehingga meningkatkan
status kesehatannya.
Dari hasil penelitian, 52% responden selalu menjaga kebersihan dan
kerapian lingkungan. Hal ini menunjukkan rasa kepedulian responden terhadap
lingkungan serta menyediakan waktu untuk bersatu dengan alam seperti
merawat tanaman atau hewan peliharaan sehingga terciptanya kedamaian dalam
hidup seseorang. Pernyataan ini seiring dengan pendapat Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson (1995) bahwa hubungan seseorang dengan alam yang meliputi
pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi
dengan alam serta melindungi alam tersebut dapat menciptakan kedamaian.
Dengan kedamaian, seseorang akan merasa lebih nyaman dan tenang sehingga
dapat meningkatkan status kesehatan seseorang (Hamid,2009).
Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa ada 5 orang responden yang
memiliki tingkat spiritualitas rendah, di antaranya adalah responden yang tidak
menikah, tidak memiliki pekerjaan, penghasilan kurang dari Rp. 1.500.000, tidak
patuh terhadap pengobatan serta responden yang tidak mendapatkan dukungan
dari keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Roper (2002) yang menyatakan
bahwa rendahnya atau bahkan kehilangan spiritualitas kalau seorang individu
menunjukkan sikap putus asa, sikap pesimis, memiliki harapan yang buruk
terhadap suatu kejadian, tidak dapat mencari sistem pendukung di kehidupannya,
tidak dapat menerima penderitaan hidup yang dialami, tidak melaksanakan ibadah
sesuai agamanya, merasa bahwa penyakit merupakan peringatan dari Tuhan dan
tidak meyakini adanya kekuasaan Tuhan.
Dari hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa spiritualitas
pasien diabetes mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan berada pada tingkat
spiritualitas tinggi dikarenakan mayoritas pasien diabetes mellitus berada pada
usia pertengahan dan usia lanjut sehingga spiritualitasnya mengalami
kekuasaan Tuhan sehingga memiliki harapan yang positif terhadap penyakit yang
dialami yang dibuktikan dengan peningkatan kepatuhan pasien diabetes mellitus
BAB 6 PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa penelitian yang dilakukan terhadap terhadap 60 orang pasien diabetes
mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan menggambarkan mayoritas
responden memiliki tingkat spiritualitas tinggi.
6.2. Rekomendasi