GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
DI PUSKESMAS KAMPUNG BARU MEDAN
SKRIPSI
Oleh:
Anindiah Widya Ningrum 101101081
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan
pertolongan dari-Nya yang tiada henti kepada peneliti, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan”, tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan, bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang
sangat berharga bagi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, arahan, bimbingan
serta ilmu yang sangat bermanfaat selama proses penyusunan skripsi, sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS selaku penguji I skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan
5. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku penguji II skripsi
sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan,
masukan, dukungan serta ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.
6. dr. Erwina Zaini selaku Kepala Puskesmas Kampung Baru Medan.
7. dr. Masrita Magdalena Rambe selaku Sekretaris Puskesmas Kampung Baru
Medan.
8. Seluruh Staf Puskesmas Kampung Baru Medan yang telah memberikan
bantuan dan arahan selama peneliti melakukan penelitian skripsi ini.
9. Ayahanda Sudarno dan Ibunda Mardhiana tercinta yang selalu mendoakan,
memberikan motivasi serta dukungan yang tanpa hentinya kepada Ananda
baik moril maupun materiil sehingga Ananda dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
10.Seluruh keluarga besar peneliti yang telah memberikan dukungan dan
semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
11.Rekan-rekan mahasiswa S1 Keperawatan angkatan 2010 Fakultas
Keperawatan USU yang telah memberikan semangat dan masukan dalam
penyusunan skripsi ini, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan baik dalam penulisan serta isi. Oleh karena itu, peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan skripsi
ini dimasa yang akan datang dapat lebih bermanfaat. Akhir kata peneliti
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Peneliti
DAFTAR ISI
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Spiritualitas 6
2.1.1. Defenisi Spiritualitas 6
2.1.2. Aspek Spiritualitas 8
2.1.3. Fungsi Spiritualitas 8
2.1.4. Dimensi Spiritualitas 10
2.1.5. Karakteristik Spiritualitas 11
2.1.5.1.Hubungan dengan Tuhan 11
2.1.5.2.Hubungan dengan Diri Sendiri 12
2.1.5.3.Hubungan dengan Orang Lain 13
2.1.5.4.Hubungan dengan Alam 14
2.1.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas 15
2.2.Diabetes Mellitus 17
2.2.1. Defenisi Diabetes Mellitus 17
2.2.2. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus 18
2.3. Kebutuhan Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus 21
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual 23
3.2. Defenisi Operasional 24
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian 25
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 25
4.2.1. Populasi Penelitian 25
4.2.2. Sampel Penelitian 25
4.2.3. Teknik Sampling 26
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian 26
4.4. Pertimbangan Etik Penelitian 27
4.5.1. Kuesioner Data Demografi (KDD) 28
4.5.2. Kuesioner Spiritualitas (KS) 28
4.6. Validitas dan Reliabilitas 29
4.6.1. Validitas 29
4.6.2. Reliabilitas 30
4.7. Pengumpulan Data 31
4.8. Analisa Data 31
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 33
5.1.1. Data Demografi Responden 33
5.1.2. Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus 35
5,2, Pembahasan 39
BAB 6 PENUTUP
6.1. Kesimpulan 47
6.2. Rekomendasi 47
DAFTAR PUSTAKA 49
LAMPIRAN
1. Informed Concent
2. Instrumen (Kuesioner) Penelitian 3. Jadwal Penelitian
4. Hasil Analisa Data dengan Komputerisasi 5. Hasil Uji Reabilitas
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi berdasarkan
Karakteristik Responden 34
5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan DimensiSpiritualitas
dari Aspek Hubungan dengan Tuhan 36
5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan DimensiSpiritualitas
dari Aspek Hubungan dengan Diri Sendiri 36
5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan DimensiSpiritualitas
dari Aspek Hubungan dengan Orang Lain 37
5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan DimensiSpiritualitas
dari Aspek Hubungan dengan Lingkungan 37
5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Spiritualitas berdasarkan
Dimensi Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus 38
5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Spiritualitaspada
DAFTAR SKEMA
Skema Halaman
Skema 3.1. Gambaran Spiritualitas pada Pasien Diabetes
Nama : Anindiah Widya Ningrum
NIM : 101101081
Judul : Gambaran Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang beresiko terhadap penurunan kualitas hidup seseorang, dimana penderitanya akan mengalami perubahan aktivitas harian, baik fisik, psikologis dan spiritual yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat sehingga dibutuhkan upaya untuk meningkatkan status kesehatan penderitanya dengan cara diet, olahraga, mengkonsumsi obat-obatan dan meningkatkan spiritualitas seseorang. Spiritualitas merupakan hal yang sangat penting pada saat individu menderita suatu penyakit, karena spiritualitas menjadi satu-satunya dukungan dan sumber kekuatan individu dalam menghadapi penyakit. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tingkat spiritualitas pada pasien diabetes mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan. Pengambilan sampel dengan pendekatan
Convenience Sampling. Subjek penelitian adalah pasien dewasa terdiagnosa diabetes mellitus yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Kampung Baru minimal satu kali dalam masa penelitian sebanyak 60 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang terdiri dari dua kuesioner yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner spiritualitas dengan analisa data univariat. Penelitian ini menunjukkan mayoritas tingkat spiritualitas pada pasien diabetes mellitus adalah tingkat spiritualitas tinggi yaitu 92% dan tingkat spiritualitas rendah 8%. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menganalisa bagaimana perilaku pasien diabetes mellitus terhadap pengobatan. Oleh karena itu, sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat spiritualitas terhadap perilaku pasien diabetes mellitus terhadap pengobatan.
Name : Anindiah Widya Ningrum
NIM : 101101081
Title : Spirituality Overview of Patients With Diabetes Mellitus at Puskesmas Kampung Baru Medan
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep); Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Diabetes Mellitus is a chronic disease that are at risk of decline in quality of life, in which the patients will experience changes in daily activities, physically, pshycologically and spiritually that will happen in a long time. The number of patients with Diabetes Mellitus in Indonesia continues to increase so that it takes an effort to improve the health status of the patients by diet, excersice, taking medication and increase one’s spirituality. Spirituality is important when individual suffering from a disease because spirituality becomes the only source of support and strength of the individual in facing the disease. Research design used in this study is descriptive that aim to overview the spirituality level of patients with diabetes mellitus at Puskesmas Kampung Baru Medan. The sampling approach used is Convenience Sampling. The subject of this study is adult patients diagnosed with Diabetes Mellitus who visited Puskesmas Kampung Baru Medan at least once during study were 60 respondents. Data collection uses instruments, they are questionaire of demographic data and questionaire of spirituality with univariate data analysis. This study shows that majority level of spirituality of patients with Diabetes Mellitus is at high level ie. 92% dan low level ie. 8%. In this study, the researcher did not analyze the behaviour of patients with diabetes mellitus to treatment. Therefore, it is recommended for further research to study about relation of spirituality level on patient’s behaviour to treatment.
Nama : Anindiah Widya Ningrum
NIM : 101101081
Judul : Gambaran Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2014
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang beresiko terhadap penurunan kualitas hidup seseorang, dimana penderitanya akan mengalami perubahan aktivitas harian, baik fisik, psikologis dan spiritual yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat sehingga dibutuhkan upaya untuk meningkatkan status kesehatan penderitanya dengan cara diet, olahraga, mengkonsumsi obat-obatan dan meningkatkan spiritualitas seseorang. Spiritualitas merupakan hal yang sangat penting pada saat individu menderita suatu penyakit, karena spiritualitas menjadi satu-satunya dukungan dan sumber kekuatan individu dalam menghadapi penyakit. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tingkat spiritualitas pada pasien diabetes mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan. Pengambilan sampel dengan pendekatan
Convenience Sampling. Subjek penelitian adalah pasien dewasa terdiagnosa diabetes mellitus yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Kampung Baru minimal satu kali dalam masa penelitian sebanyak 60 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang terdiri dari dua kuesioner yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner spiritualitas dengan analisa data univariat. Penelitian ini menunjukkan mayoritas tingkat spiritualitas pada pasien diabetes mellitus adalah tingkat spiritualitas tinggi yaitu 92% dan tingkat spiritualitas rendah 8%. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menganalisa bagaimana perilaku pasien diabetes mellitus terhadap pengobatan. Oleh karena itu, sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat spiritualitas terhadap perilaku pasien diabetes mellitus terhadap pengobatan.
Name : Anindiah Widya Ningrum
NIM : 101101081
Title : Spirituality Overview of Patients With Diabetes Mellitus at Puskesmas Kampung Baru Medan
Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep); Bachelor of Nursing
Year : 2014
ABSTRACT
Diabetes Mellitus is a chronic disease that are at risk of decline in quality of life, in which the patients will experience changes in daily activities, physically, pshycologically and spiritually that will happen in a long time. The number of patients with Diabetes Mellitus in Indonesia continues to increase so that it takes an effort to improve the health status of the patients by diet, excersice, taking medication and increase one’s spirituality. Spirituality is important when individual suffering from a disease because spirituality becomes the only source of support and strength of the individual in facing the disease. Research design used in this study is descriptive that aim to overview the spirituality level of patients with diabetes mellitus at Puskesmas Kampung Baru Medan. The sampling approach used is Convenience Sampling. The subject of this study is adult patients diagnosed with Diabetes Mellitus who visited Puskesmas Kampung Baru Medan at least once during study were 60 respondents. Data collection uses instruments, they are questionaire of demographic data and questionaire of spirituality with univariate data analysis. This study shows that majority level of spirituality of patients with Diabetes Mellitus is at high level ie. 92% dan low level ie. 8%. In this study, the researcher did not analyze the behaviour of patients with diabetes mellitus to treatment. Therefore, it is recommended for further research to study about relation of spirituality level on patient’s behaviour to treatment.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan salah satu golongan penyakit tidak menular
namun beresiko terhadap penurunan kualitas hidup seseorang, dimana penderita
diabetes mellitus akan mengalami perubahan aktivitas harian, baik fisik,
psikologis dan spiritual yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (Yusra,
2011).
Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia mengalami peningkatan yang
cukup besar, baik di dunia maupun di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2012, ada 10347 penderita diabetes
mellitus yang berobat ke 39 Puskesmas di kota Medan. Data tersebut
menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus di Kota Medan sangat tinggi
(STPTM Dinas Kesehatan Kota Medan, 2012). Peningkatan angka kejadian pada
pasien diabetes mellitus ini berdampak terhadap kualitas hidup penderitanya,
dimana terjadi penurunan kualitas hidup, peningkatan ketergantungan hidup
terhadap keluarga pasien dan juga menyebabkan masalah kesehatan yang sangat
kompleks.
Perlu adanya upaya-upaya peningkatan status kesehatan pada penderita
diabetes mellitus, yaitu dengan cara diet, olahraga, dan mengkonsumsi
obat-obatan (Johnson, 1998). Selain itu, peningkatan status kesehatan pada penderita
diabetes mellitus dapat dilakukan dengan cara meningkatkan spiritualitasnya.
suatu penyakit, karena spiritualitas menjadi satu-satunya dukungan dan sumber
kekuatan individu dalam menghadapi penyakit dibandingkan pada saat-saat lain
dalam kehidupan (Kozier, Erb, Blais, & Wilkinson, 1995).
Menurut American Psychologists Association (1992 dalam Hawari, 2002)
bahwa spiritualitas dapat meningkatkan koping individu ketika sakit dan
mempercepat proses penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Ketika
sakit mempengaruhi seseorang, energi seseorang tersebut menipis, dan spirit
orang tersebut terpengaruhi. Spiritualitas juga dapat menjadi medikasi terapeutik
yang sangat baik karena spiritualitas dapat meningkatkan koping, dukungan
sosial, optimisme dan harapan, mempromosikan perilaku sehat, mengurangi
depresi dan kecemasan serta mendukung perasaan relaksasi pada pasien dengan
penyakit kronis, termasuk diabetes mellitus (Roper, 2002; Aldridge, 2001).
Berdasarkan penelitian Sridhar (2013) tentang pengaruh spiritualitas
terhadap tingkat kepatuhan pasien diabetes mellitus yang dilakukan di klinik,
kelompok pendukung diabetes dan kelas pendidikan diabetes di India, didapatkan
65% pasien diabetes mellitus dewasa yang mengikuti kelompok pendukung
diabetes dan meningkatkan spiritualitasnya mengalami peningkatan kepatuhan
terhadap diet, olahraga, obat-obatan dan mengalami peningkatan koping dalam
menjalani penyakitnya.
Berdasarkan penelitian Soegondo (2004), bahwasanya 75% penderita
diabetes mellitus yang mendapatkan dukungan dari keluarga maupun orang
terdekatnya mengalami peningkatan kepatuhannya terhadap pengobatan dan
penelitian yang dilakukan oleh Suryani pada tahun 2010, bahwasanya 80%
penderita diabetes mellitus dewasa yang melakukan meditasi secara rutin dapat
meningkatkan kedisiplinannya terhadap pengobatan dan menunjukkan tingkat
kesembuhan yang baik.
Dari penjelasan di atas, maka spiritualitas seseorang itu sangat penting
karena dapat mempertahankan keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk
mendapatkan kekuatan untuk menghadapi stress emosional, penyakit fisik,
kematian dan penting untuk meningkatkan status kesehatan seseorang. Selain itu,
spiritualitas dapat membangkitkan harapan dan rasa percaya diri pada seseorang
yang sedang sakit yang dapat meningkatkan imunitas (kekebalan) tubuh sehingga
mempercepat proses penyembuhan (Hawari, 2002).
Dari hasil survey pada Oktober 2013 di Puskesmas Kampung Baru Medan
peneliti mendapatkan informasi dari pegawai puskesmas bahwa pada tahun 2012
pasien diabetes mellitus berjumlah 398 orang yang secara umum memiliki
nilai-nilai spiritualitas dan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, bahwasanya
sebagian penderita diabetes mellitus di Puskesmas Kampung Baru mengalami
penurunan aktivitas harian termasuk aktivitas ibadahnya. Di Puskesmas Kampung
Baru belum pernah dilakukan penelitian tentang spiritualitas pada pasien diabetes
mellitus khususnya di Kota Medan. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti
“Gambaran Spiritualitas Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas Kampung
1.2. Tujuan Penelitian
1.2.1. Mengidentifikasi spiritualitas pasien diabetes mellitus di Puskesmas
Kampung Baru Medan
1.3. Pertanyaan Penelitian
1.3.1. Bagaimana spiritualitas pasien diabetes mellitus di Puskesmas
Kampung Baru Medan?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat memberi informasi dan saran bagi
perawat yang bertugas di puskesmas untuk memberikan informasi kepada
pasien diabetes mellitus untuk selalu memenuhi kebutuhan spiritualitasnya.
1.4.2. Bagi Keluarga Pasien
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap keluarga
pasien untuk selalu mendampingi pasien diabetes mellitus dalam keadaan
apapun, selalu memberikan dukungan sosial dan spiritual dan membantu
pasien diabetes mellitus untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya.
1.4.3. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan bagi
pendidikan keperawatan tentang gambaran spiritualitas pada pasien diabetes
mellitus khususnya di Puskesmas Kampung Baru Medan dan dapat menjadi
diintegrasikan pada materi perkuliahan khususnya dalam pemberian asuhan
keperawatan pada kebutuhan spiritual pasien.
1.4.4. Bagi Riset Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal dan
informasi sumber data terhadap dukungan penelitian selanjutnya dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Spiritualitas
2.1.1. Defenisi Spiritualitas
Spiritualitas merupakan aspek pribadi manusia yang memberi kekuatan
dan mempengaruhi individu dalam menjalani hidupnya. Spiritualitas
merupakan hakikat dari siapa dan bagaimana manusia hidup di dunia.
Spiritualitas sangat penting bagi keberadaan manusia. Spiritualitas mencakup
aspek non fisik dari keberadaan seorang manusia (Young & Koopsen, 2007).
Menurut Mickley, et al (1992 dalam Hamid, 2009) menyatakan bahwa
spiritualitas sebagai suatu multidimensi yang terdiri dari dimensi eksistensial
dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti
kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan
seseorang dengan Tuhan. Sementara itu Stoll (1989 dalam Kozier, Erb, Blais
& Wilkinson, 1995) menyatakan bahwa spiritualitas merupakan suatu konsep
dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal
merupakan hubungan individu dengan Tuhan Yang Maha Esa yang menuntun
kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan
seseorang dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Spiritualitas
merupakan suatu dimensi yang berhubungan dengan menemukan arti dan
tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
Tuhan, diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Burkhardt, 1993 dalam
Hamid, 2009).
Spiritualitas merupakan kekuatan yang menyatukan memberi makna
pada kehidupan dan nilai-nilai individu, persepsi, kepercayaan dan keterikatan
di antara individu. Spiritualitas merupakan kebutuhan dasar yang terdiri dari
kebutuhan akan makna, tujuan, cinta, keterikatan, dan pengampunan (Kozier,
et al, 1995).
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang
manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul.
Kebutuhan dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan
keselamatan, cinta kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri
merupakan sebuah tahapan spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan
kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi,
kerendahatian serta memiliki tujuan hidup yang jelas (Maslow, 1970;
Prijosaksono, 2003).
Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang dirasakan tentang diri
sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat diwujudkan dengan sikap
mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang lain, menghormati setiap
orang untuk membuat perasaan senang seseorang. Spiritual adalah kehidupan,
tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan (Nelson, 2002).
Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual
diri dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et
al, 1985 dalam Potter & Perry, 1995).
Ketidakseimbangan spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah
sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan yang dipegang teguh
tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika penyakit yang
mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari Young,
2007).
2.1.2. Aspek Spiritualitas
Menurut Burkhadt (1993 dalam Hamid, 2008), spiritualitas meliputi
aspek sebagai berikut, yaitu berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui
dan ketidakpastian dalam kehidupan, menemukan dan mengerti arti dan tujuan
hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber kekuatan dan
harapan yang ada dalam diri sendiri, dan mempunyai perasaan keterikatan
dengan diri sendiri dengan Yang Maha Kuasa.
2.1.3. Fungsi Spiritualitas
Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup pada
individu. Spiritualitas berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi
individu. Pada saat stres individu akan mencari dukungan dari keyakinan
agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk menerima keadaan sakit
yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan proses
penyembuhan yang lama dan hasilnya belum pasti. Melaksanakan ibadah,
memenuhi kebutuhan spiritualitas dan merupakan suatu perlindungan bagi
individu (Taylor, et al, 1997).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haris (1999 dalam Hawari,
2005) pada pasien penyakit jantung yang dirawat di unit perawatan intensif
yang diberikan pemenuhan kebutuhan spiritualitas hanya membutuhkan
sebesar 11% untuk pengobatan lebih lanjut. Menurut American Psychological
Association (1992 dalam Hawari, 2005) bahwa spiritualitas dapat
meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan jika
seseorang sedang sakit dan mempercepat penyembuhan selain terapi medis
yang diberikan. Hal ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh
Abernethy (2000 dalam Hawari, 2005), bahwa spiritualitas dapat meningkatkan
imunitas yaitu kadar interleukin-6 (IL-6) seseorang terhadap penyakit sehingga
dapat mempercepat penyembuhan bersamaan dengan terapi medis yang
diberikan.
Menurut Benson, efek spiritualitas terhadap kesehatan sekitar 70-90
persen dari keseluruhan efek pengobatan Hal ini menunjukan bahwa pasien
yang berdasarkan perkiraan medis memiliki harapan sembuh 30 persen atau
bahkan 10 persen ternyata bisa sembuh total. Dalam hal ini bahwa spiritualitas
berperan penting dalam penyembuhan pasien dari penyakit (Young &
Koospen, 2007). Selain itu, spiritualitas dapat meningkatkan imunitas,
kesejahteraan, dan kemampuan mengatasi peristiwa yang sulit dalam
Pada individu yang menderita suatu penyakit, spiritualitas merupakan
sumber koping bagi individu. Spiritualitas membuat individu memiliki
keyakinan dan harapan terhadap kesembuhan penyakitnya, mampu menerima
kondisinya, sumber kekuatan, dan dapat membuat hidup individu menjadi lebih
berarti (Pulchaski, 2004).
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas dapat membuat individu menerima
kondisinya ketika sakit dan memiliki pandangan hidup positif (Young, 1993
dalam Young & Koospen, 2007). Menurut Young & Koopsen (2007) bahwa
pemenuhan kebutuhan spiritualitas dapat membantu individu dalam menerima
keterbatasan kondisi mereka. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas memberi
kekuatan pikiran dan tindakan pada individu. Pemenuhan kebutuhan
spiritualitas memberikan semangat pada individu dalam menjalani kehidupan
dan menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Dengan
terpenuhinya spiritualitas, individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan
bimbingan dalam perjalanan hidup.
2.1.4. Dimensi Spiritualitas
Spiritualitas meliputi dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi
horizontal. Dimensi vertikal merupakan hubungan dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Dimensi ini berfokus pada nilai- nilai agama dan hubungan Ketuhanan
yang menuntun kehidupan seseorang seperti sembahyang, berdoa dan meditasi.
Sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan dengan diri sendiri, orang
lain dan lingkungan. Dimensi ini berfokus pada eksistensi dalam merumuskan
2.1.5. Karakteristik Spiritualitas
Karakteristik spiritualitas dikenal dengan berbagai dimensi dari
spritualitas yang dapat menggambarkan bagaimana spiritualitas seseorang.
Terdapat beberapa karakteristik spiritualitas sebagai berikut.
2.1.5.1.Hubungan dengan Tuhan
Bersifat mengekspresikan kebutuhan ritual, berbagai keyakinan
dengan orang lain dan merasa bersyukur atas berkah yang telah diberikan
Tuhan. Dengan menjalin hubungan positif dan dinamis dengan Tuhan
melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta akan memberikan perilaku yang
positif pula bagi individu tersebut.
Nilai-nilai agama (religion) merupakan suatu sistem ibadah yang terorganisasi dan mempunyai aturan-aturan tertentu yang dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat memberikan kepuasan bagi
yang menjalankannya. Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual dan
praktik yang biasanya berhubungan dengan kematian, perkawinan dan
keselamatan. Perkembangan individu merujuk pada penerimaan
keyakinan, nilai, aturan dan ritual tertentu.
Doa (prayer) merupakan kegiatan keagamaan yang dilakukan setiap individu untuk membangun hubungan dengan Tuhan. Berdoa sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu terapi yang
dapat meningkatkan strategi koping seseorang melalui perasaan
seseorang akan merasa tenang, nyaman dan selalu bersyukur atas rahmat
yang dilimpahkan Tuhan (Aldridge, 2001).
2.1.5.2.Hubungan dengan Diri Sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi
pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan
juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri-sendiri, percaya pada
kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan
diri-sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya
menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang
pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup,
optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas
(Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kepercayaan (faith) bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang tidak dapat dibuktikan
dengan pikran yang logis. Kepercayaan dapat memberikan arti hidup dan
kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stres. Mempunyai
kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau
seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan
yang lebih luas (Fowler & Keen, 1985)
Harapan (hope) berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan
saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat
orang menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit (Grimm,
1991)
Makna atau arti dalam hidup (meaning of live), perasaan mengetahui makna hidup, yang kadang diidentikan dengan perasaan
dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang
positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup
lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan
dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).
2.1.5.3.Hubungan dengan Orang Lain
Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya
hubungan dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian
waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak,
mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini kehidupan dan
kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik
dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan
friksi, serta keterbatasan asosiasi (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan
dan kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut
akan kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya.
Dengan demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun
mengalami stres, maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan
Maaf dan pengampunan (forgiveness), menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti
marah, mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan
sedang menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini
hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan,
seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas,
depresi dan tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku
sehat dan perasaan damai (Puchalski, 2004).
Cinta kasih dan dukungan sosial (love and social support),
keinginan untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia
yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan
keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk
melawan banyak penyakit. Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta
kasih dan dukungan sosial yang kuat cenderung untuk menentang perilaku
tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit jantung (Hart, 2002).
2.1.5.4.Hubungan dengan Alam
Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam
yang meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim
dan berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Kozier,
Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Rekreasi (joy) merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta
jasmani dan kebutuhan rohani sehingga muncul perasaan senang dan
kepuasan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup
seperti menonton televisi, mendengarkan musik, olahraga, dan lain-lain
(Pulchalski, 2004).
Kedamaian (peace) merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih nyaman dan
tenang sehingga dapat meningkatkan status kesehatan seseorang (Hamid,
2009).
Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritual
apabila mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan
keberadaannya di dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta
meyakini hikmah dari satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan
yang positif dan dinamis, membina integritas personal dan merasa diri
berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan dan
mengembangkan hubungan antar manusia yang positif (Hamid, 2008).
2.1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid
(2000), faktor yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang adalah:
Tahap perkembangan, berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai
persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia,
seks, agama dan kepribadian anak. Spiritualitas berhubungan dengan
berpikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu
hubungan dengan Tuhan.
Keluarga, tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tetapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri
dari tingkah laku keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan
terdekat dan pengalaman pertama bagi individu dalam mempersepsikan
kehidupan di dunia (Taylor, Lillis & LeMone, 1997).
Latar belakang etnik dan budaya, sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial budaya. Pada umumnya
seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar
pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan
keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.
Pengalaman hidup sebelumnya, pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang dan sebaliknya
juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual
pengalaman tersebut (Taylor, Lilis dan Lemon, 1997).
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas seseorang. Krisis sering dialami seseorang ketika mengahadapi penyakit, khususnya penyakit
terminal dan kronis atau dengan prognosis yang buruk, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan dan bahkan kematian. Perubahan dalam kehidupan dan
krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronis yang sangat beresiko terhadap penurunan kualitas hidup penderitanya. Kelemahan
merupakan salah satu tanda dan gejala dari diabetes mellitus yang
menyebabkan spiritual seseorang terpengaruhi, dimana energi seseorang akan
menipis sehingga spiritualitas seseorang pun akan berubah (Hawari, 2002).
Terpisah dari ikatan spiritual, menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan
pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah,
antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan
atau tidak dapat berkumpul dengan keluarga atau teman dekat yang bisa
memberikan dukungan setiap saat diinginkan (Hamid, 2008).
Isu moral terkait dengan terapi, pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya,
walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan (Hamid, 2008).
Asuhan keperawatan yang kurang sesuai, ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat diharapkan untuk peka terhadap
kebutuhan spiritual pasien dan membantu memenuhinya, tetapi dengan
berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk
memberikan asuhan spiritualitas.
2.2. Diabetes Mellitus
2.2.1. Defenisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh
pankreas. Diabetes mellitus juga didefenisikan sebagai keadaan hiperglikemia
kronik yang ditandai oleh ketiadaan absolute insulin atau intensitivitas sel
terhadap insulin disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah (Riyadi & Sukarmin, 2008).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang kronik (menahun) yang
disebabkan oleh berkurangnya prouksi insulin, baik kekurangan ini absolut
maupun relatif (Haznam, 1991). Dikatakan seseorang terdiagnosa diabetes
mellitus adalah ketika kadar gula darah >126 mg/dl saat puasa dan pemeriksaan
gula darah sewaktu >200 mg/dl (Yullizar, 2005).
2.2.2. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus 2.2.2.1. Obat
Obat merupakan terapi medis dimana obat merupakan salah satu
pengobatan utama pada pasien diabetes mellitus untuk mengurangi tanda
dan gejala dan memperbaiki atau memulihkan kondisi kesehatan
penderitanya. Inilah jenis obat yang diberikan kepada pasien diabetes
mellitus.
Golongan sulfoniluria, cara kerjanya yaitu merangsang sel beta
pankreas untuk mengeluarkan insulin. Indikasi pemberiannya adalah: bila
berat badan sekitar ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40u/hari, bila
tidak ada stress akut, seperti infeksi berat (Junadi, 1982)
Golongan binguanid, cara kerja golongan ini dapat menurunkan
tetapi obat ini menyebabkan efek samping seperti anoreksia, nausea, nyeri
abdomen dan diare.
Alfa glukosidase inhibitor, obat ini berguna menghambat kerja
insulin alfa glukosidase di dlaam saluran cerna sehingga dapat
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post
prandial.
Insulin sensitizing, obat ini dapat meningkatkan sensitivitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
2.2.2.2. Insulin
Insulin merupakan protein kinase yang disekresikan oleh sel β dari
Langerhans pankreas yang berfungsi untuk mengontrol kadar normal
glukosa darah (Prabawati, 2012). Menurut Junadi tahun 1982 dalam
Riyadi & Sukarmin (2008), ada tiga jenis insulin yang praktis menurut
cara kerjanya, yaitu: Regular Insulin (RI), merupakan insulin yang
kerjanya cepat yaitu dengan masa kerja 2-4 jam. NPN merupakan insulin
dengan masa kerja sedang yaitu 6-12 jam. Protamme Zinc Insulin (PZI)
merupakan jenis insulin yang masa kerjanya lambat yaitu 18-24 jam.
2.2.2.3. Diet
Diet merupakan salah satu upaya untuk mengontrol kadar gula
darah pada pasien diabetes mellitus karena sebagian besar glukosa yang
masuk ke dalam tubuh adalah dari makanan atau minuman yang kita
untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukkosa darah mendekati
normal, mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang
optimal, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta dapat meningkatkan
kualitas hidup seseorang (Riyadi & Sukarmin, 2008).
2.2.2.4. Olahraga
Pada penderita diabetes mellitus dianjurkan latihan jasmani teratur
3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih setengah jam yang sifatnya
sesuai CRIPE (Continious Rhytmiccal Intensity Progressive Endurance).
Latihan dilakukan teru-menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur. Adanya kontraksi otot yang teratur akan
merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel.
2.2.2.5. Spiritualitas
Selain pengobatan fisik seperti obat-obatan, insulin dan olahraga,
spiritualitas merupakan salah satu pengobatan terapeutik yang efektif pada
pada pasien diabetes mellitus karena dapat meningkatkan koping,
dukungan sosial, optimism, harapan, mempromosikan perilaku sehat,
mengurangi depresi dan kecemasan serta mendukung perasaan relaksasi
pada penderitanya (Aldridge, 2001).
Spiritualitas seseorang sangat penting karena dapat
mempertahankan keselarasan dengan dunia luar, mendapatkan kekuatan
untuk menghadapi stress emosional, penyakit fisik, mendapatkan
pasien diabetes mellitus dan meningkatkan imunitas tubuh sehingga
mempercepat proses penyembuhan (Hawari, 2002).
2.3. Kebutuhan Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus
Setelah mengalami gejala yang tidak juga sembuh, pasien diabetes
mellitus mulai berusaha mencari sumber kekuatan dan sumber dukungan yang
lebih luar biasa yaitu dari Tuhan. Ritual keagamaan akan semakin terlihat
meningkat sebagai bentuk kompensasi kejiwaan untuk mencari kesembuhan dari
Tuhan Yang Maha Kuasa. Kegiatan tersebut dapat berupa peningkatan dalam
melakukan ibadah, berdoa atau pergi ke tempat ibadah (Riyadi & Sukarmin,
2008).
Selain dukungan dari Tuhan, pasien diabetes mellitus juga membutuhkan
dukungan dari dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya. Kekuatan yang
timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,
diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif,
kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin
jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Menurut Hart (2002), setiap manusia memiliki keinginan untuk menjalin
dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif melalui keyakinan,
rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan
bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit. Spiritualitas
dapat dipenuhi melalui kedamaian dan lingkungan atau suasana yang tenang.
individu menjadi tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Kozier, et al.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini memberikan gambaran tentang
spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan.
Berbagai referensi menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus akan
mengalami perubahan dalam beraktivitas, baik fisik, psikologis dan spiritual yang
terjadi dalam jangka waktu yang lama (Yusra, 2011). Spiritualitas meliputi dua
dimensi, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal
merupakan hubungan dengan Tuhan. Dimensi horizontal merupakan hubungan
dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan
lingkungan (Young & Koopsen, 2007).
Skema 3.1. Gambaran Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas
Kampung Baru Medan.
Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Kampung Baru
Medan:
• Hubungan dengan Tuhan
• Hubungan dengan diri sendiri
• Hubungan dengan orang lain
• Hubungan dengan lingkungan
Tinggi
3.2. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Spiritualitas adalah segala sesuatu di luar tubuh fisik dari pasien diabetes
mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan, termasuk pikiran, perasaan,
keyakinan serta aktivitas yang dilakukan individu setiap hari yang dapat dinilai
dari dimensi spiritualitas meliputi hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri
sendiri, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan lingkungan.
Hubungan dengan Tuhan dapat berupa sembahyang/berdoa/meditasi,
membaca kitab suci, mengikuti kegiatan keagamaan dan selalu yakin akan
kekuasaan Tuhan terhadap penyakit yang diderita.
Hubungan dengan diri sendiri dapat berupa memandang pengalaman hidup
sebagai sesuatu yang positif, memiliki keyakinan akan sembuh dari penyakit
diabetes mellitus dan mengerti arti dan tujuan hidup.
Hubungan dengan orang lain seperti meningkatkan koping terhadap stress,
mendapatkan maaf, kasih sayang, dukungan sosial serta motivasi pasien diabetes
mellitus terhadap suatu penyakitnya kepatuhan terhadap pengobatan.
Hubungan dengan lingkungan seperti merasa tentram di lingkungan di
sekitarnya, merawat dan menjaga kebersihan dan lingkungan dan merasa nyaman
melakukan aktivitas bersama keluarga.
Spiritualitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner
spiritualitas dalam bentuk Skala Likert dengan menggunakan skala ukur ordinal
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deksriptif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi spiritualitas pada pasien diabetes mellitus di
Puskesmas Kampung Baru Medan.
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus yang pernah
datang berobat ke Puskesmas Kampung Baru Medan. Berdasarkan survey awal
yang dilakukan peneliti sebelum penelitian, jumlah pasien diabetes mellitus
yang datang berobat ke Puskesmas Kampung Baru Medan tahun 2012 adalah
398 orang (Data Puskesmas Kampung Baru Medan, 2012).
4.2.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil dari sejumlah populasi yang menjadi
objek penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah pasien
diabetes mellitus yang pernah berobat ke Puskesmas Kampung Baru Medan.
Penentuan jumlah sampel penelitian didasarkan pada ketentuan rumus dari
Arikunto tahun 2010 yaitu jika populasi lebih dari 100 orang, dapat diambil
jumlah sampel 10%-15% dari sejumlah populasi yang dianggap representatif.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti menetapkan jumlah responden 15% dari
berjumlah 60 orang. Adapun kriteria inklusi responden dalam penelitian ini
adalah pasien dewasa terdiagnosa dengan diabetes mellitus yang melakukan
kunjungan ke Puskesmas Kampung Baru minimal satu kali dalam masa
penelitian dan bersedia menjadi responden.
4.2.3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling dalam penelitian ini
menggunakan teknik non probability sampling dengan convenient sampling,
yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi
sesuai dengan kriteria penelitian sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang sudah dikenali sebelumnya sesuai dengan kriteria
inklusi yang telah ditentukan.
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Kampung Baru Medan. Berdasarkan
survey awal penelitian diketahui bahwa Puskesmas Kampung Baru Medan
memiliki jumlah sampel penelitian yang memadai sesuai dengan kriteria sampel
penelitian, di samping itu lokasi ini mudah dijangkau peneliti dan belum ada
peneliti yang melakukan penelitian tentang spiritualitas pada pasien diabetes
mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan sehingga peneliti memilih lokasi ini
sebagai tempat penelitian. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 12
4.4. Pertimbangan Etik Penelitian
Pertimbangan etik dimulai dari proses administrasi penelitian yaitu setelah
mendapatkan persetujuan dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU)
dan izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kampung Baru,
selanjutnya peneliti melakukan beberapa langkah-langkah penelitian mulai dari
pertimbangan etik penelitian yang meliputi: persetujuan dari responden penelitian
(Informed Consent), lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang
akan diteliti yang sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan dan disertai
judul penelitian, bila responden tidak bersedia menjadi responden maka peneliti
tidak memaksa dan tetap menghargai hak-hak responden. Penelitian dilakukan
dengan rahasia (Anomity), dan untuk menjaga kerahasiaan identitas responden,
maka waktu penelitian ini peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi
lembar tersebut diberikan kode penelitian (Confidentiality), kerahasiaan informasi
responden dijamin oleh peneliti sebagai kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan sebagai hasil penelitian. Penelitian ini tidak menyakiti aspek biologis,
psikologis, sosial dan spiritual dari responden.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti
dengan mengacu kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Instrumen
penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari 2 bagian berisi: Kuesioner Data
4.5.1. Kuesioner Data Demografi (KDD)
Kuesioner tentang data demografi adalah aspek data tentang responden
meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, suku, status perkawinan,
pekerjaan, penghasilan perbulan, lama menderita diabetes mellitus dan
frekuensi berobat ke puskesmas. Biodata ini diisi pada bagian yang telah
disediakan pada lembar kuesioner.
4.5.2. Kuesioner Spiritualitas (KS)
Kuesioner spiritualitas diidentifikasi berdasarkan dimensi spiritualitas
yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan
orang lain dan hubungan dengan lingkungan menggunakan
pernyataan-pernyataan yang memberikan gambaran spiritualitas responden. Kuesioner ini
terdiri dari 20 butir pernyataan yang dimodifikasi dari “Spiritual Involvement
and Belief Scale” Revised Version (SIBS-R) sesuai dengan kebutuhan
penelitian (Hatch, dkk., 2007) yang menggunakan jenis kuesioner Multiple
Choice Closed Ended dengan Skala Likert.
Kuesioner Spiritualitas (KS) terdiri dari 20 pernyataan yang terbagi atas
5 pernyataan hubungan dengan Tuhan, 5 pernyataan hubungan dengan diri
sendiri, 5 pernyataan hubungan dengan orang lain, 5 pernyataan hubungan
dengan lingkungan dengan pilihan jawaban Selalu (SL), Sering (SR),
Kadang-kadang (KK) dan Tidak Pernah (TP). Skor tertinggi pada skala ini adalah 4 dan
skor terendah adalah 1. Kuesioner Spiritualitas (KS) terdiri dari penyataan
positif dan negatif. Skor pada skala pernyataan positif adalah Selalu (SL) skor
1. Skor pada skala pernyataan negatif adalah Selalu (SL) skor 1, Sering (SR)
skor 2, Kadang-kadang (KK) skor 3 dan Tidak Pernah (TP) skor 4. Sehingga
diperoleh nilai minimum 20 dan nilai maksimum 80, semakin tinggi skor maka
semakin tinggi spiritualitasnya.
Spiritualitas pasien diabetes mellitus akan dikategorikan berdasarkan
rumus statistika menurut Hidayat (2009).
i
= ������������� �����
Dimana i merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi
dikurang dengan nilai terendah). Dari hasil skoring spiritualitas nilai tertinggi
80 dan nilai terendah adalah 20, maka rentang kelas adalah 60 dengan 2
kategori banyak kelas, sehingga diperoleh panjang kelas sebesar 30. Data untuk
kuesioner spiritualitas (KS) dikategorikan sebagai berikut: 20-49 adalah
spiritualitas yang rendah dan 50-80 adalah spiritualitas yang tinggi.
4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.6.1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat
mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Penelitian ini
menggunakan uji validitas dengan memenuhi unsur penting dengan menentukan
validitas pengukuran instrumen yaitu: relevansi isi, instrumen disesuaikan
dengan tujuan penelitian agar dapat mengukur objek dengan jelas. Pada
tujuan penelitian, yaitu relevan pada sasaran subjek dan cara pengukuran
melalui instrumen yang disusun sesuai dengan tinjauan pustaka.
Instrumen penelitian berupa kuesioner yang digunakan dalam penelitian
ini telah divalidasi oleh Dosen Fakultas Keperawatan yang memiliki kesesuaian
bidang dengan judul penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
4.6.2. Reliabilitas
Sebagai pemeriksaan pendahuluan sebelum melakukan penelitian,
dilakukan suatu uji tentang kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan
pada orang yang berbeda atau waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji
reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat
ukur dapat mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang
baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila digunakan
beberapa kali pada kelompok sampel yang sama.
Uji reliabilitas ini dilakukan di Puskesmas Kampung Baru Medan
terhadap 10 orang responden yang tidak termasuk dalam jumlah sampel
penelitian dengan menggunakan metode uji Cronbach’s Alpha untuk Kuesioner
Spiritualitas (KS). Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan terhadap responden
yang memenuhi kriteria sampel penelitian, kemudian jawaban dari responden
diolah menggunakan komputerisasi.
Pada penelitian ini dilakukan uji reliabilitas pada 10 responden dan
diperoleh reliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha 0,892 untuk Kuesioner
Alpha (α) lebih dari 0,70 maka instrumen dinyatakan reliabel (Polit & Hungler,
1995).
4.7. Pengumpulan Data
Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal
peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi
pendidikan (Faklutas Keperawatan USU) kemudian permohonan izin yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan untuk meneliti di Puskesmas
Kampung Baru Medan. Peneliti menentukan responden yang sesuai dengan
kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Setelah mendapatkan calon responden,
selanjutnya peneliti menjelaskan kepada responden tersebut tentang tujuan,
manfaat dan cara pengisian kuesioner. Kemudian bagi calon responden yang
bersedia, diminta untuk menandatangani informed consent. Peneliti membacakan
isi kuesioner kepada responden, kemudian responden menjawab sesuai dengan
keadaan yang dialaminya saat itu selanjutnya peneliti menandai jawaban yang
diberikan responden di lembar kuesioner. Selesai pengisian, peneliti memeriksa
kelengkapan data. Jika ada data yang kurang lengkap, dapat langsung dilengkapi,
selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.
4.8. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kesioner dikumpulkan
melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan
data, kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti
ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan
komputerisasi. Dilakukan dengan pengolahan data dengan menggunakan program
komputerisasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat, dimana data
univariat untuk menampilkan data demografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin,
pendidikan, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, penghasilan perbulan,
lama menderita diabetes mellitus, frekuensi berobat ke puskesmas responden dan
spiritualitas pada pasien diabetes mellitus dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menggambarkan tentang tingkat spiritualitas pada
pasien diabetes mellitus di Puskesmas Kampung Baru Medan. Pengumpulan data
dilakukan terhadap 60 orang responden yaitu pasien diabetes mellitus yang
berobat di Puskesmas Kampung Baru Medan pada tanggal 12 Februari 2014
sampai dengan tanggal 20 Maret 2014.
5.1.1. Data Demografi Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya responden berusia 51-60
tahun (37%) dan responden berusia 61-70 tahun (28%). Mayoritas responden
berjenis kelamin perempuan (77%), bersuku Batak (38%) dan suku Jawa (33%).
Dari tingkat pendidikan, responden yang berpendidikan SD (28%), SMP (28%),
beragama Islam (92%). Selanjutnya, dilaporkan mayoritas responden berstatus
menikah (82%), responden yang tidak bekerja (65%). Penghasilan responden
perbulan sebagian besar pada rentang Rp 1.500.000 - Rp 2.500.000 (45%).
Mayoritas responden menderita diabetes mellitus selama > 10 tahun (67%).
Dilihat dari frekuensi responden berobat ke puskesmas, mayoritas responden
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Data Demografi Pasien Diabetes Mellitus berdasarkan Karakteristik Responden (n=60)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)
Tabel 5.1. (Lanjutan)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%)
Pekerjaan
Tidak Bekerja 39 65
Buruh/ Bertani 1 1 PNS/ BUMN/ TNI/ POLRI 4 7
Wiraswasta 16 27
Penghasilan
< Rp 1.500.000 22 37
Rp 1.500.000 – Rp 2.500.000 27 45
> Rp 2.500.000 11 18
Lama Menderita Diabetes Mellitus
< 5 tahun 4 6
5 – 10 tahun 16 27
> 10 tahun 40 67
Frekuensi Berobat ke Puskesmas
< 4 kali/ bulan 7 12
4 – 6 kali/ bulan 42 70
> 6 kali/ bulan 11 18
5.1.2. Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus
Tabel 5.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu berdoa untuk
mendapatkan ketenangan dan seluruh responden selalu percaya bahwa Tuhan
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Tuhan (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Tuhan 4 Meningkatkan ibadah sejak
terdiagnosa DM
27 (45) 0 (0) 12 (20) 21 (35)
5 Percaya Tuhan membantu
kesembuhan penyakit
60 (100) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Tabel 5.3. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu optimis
menjalani hidup, selalu merasakan kesulitan selama sakit merupakan pengalaman
positif menjalani hidup lebih baik dan selalu percaya penyakit dapat
disembuhkan.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Diri Sendiri (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Diri Sendiri
2 Kesulitan merupakan pengalaman hidup positif
42 (70) 7 (12) 11 (18) 0 (0)
3 Penyakit ini menghalangi
aktivitas
5 (9) 14 (23) 15 (25) 26(43)
4 Penyakit dapat disembuhkan 35 (59) 20 (33) 5 (8) 0 (0) 5 Mencari informasi pengobatan 26 (44) 23 (38) 11 (18) 0 (0)
Tabel 5.4. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu menginginkan
orang lain berdoa untuk kesembuhannya, selalu membina hubungan yang baik
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Orang Lain (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Orang Lain
2 Berusaha tidak bergantung
kepada orang lain
30 (50) 17 (29) 2 (3) 11(18)
3 Membina hubungan baik dengan kerabat
43 (72) 0 (0) 17 (28) 0 (0)
4 Diperhatikan oleh keluarga 29 (48) 16 (27) 10 (17) 5 (8)
5 Diingatkan keluarga untuk
minum obat
26 (44) 21 (35) 8 (13) 5 (8)
Tabel 5.5. menunjukkan bahwa mayoritas responden selalu merasa
nyaman tinggal di lingkungan rumah, selalu merasakan ketenangan saat bersama
dengan keluarga/tetangga/kerabat dan selalu menjaga kebersihan dan kerapian
lingkungan.
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Dimensi Spiritualitas dari Aspek Hubungan dengan Lingkungan (n=60)
No Pernyataan Hubungan dengan Lingkungan
5 Merawat tanaman/ hewan
peliharaan
9 (15) 13 (22) 32 (53) 6 (10)
Tabel 5.6. menunjukkan hasil penelitian tentang tingkat spiritualitas pada
pasien diabetes mellitus berdasarkan dimensi spiritualitas. Dari keseluruhan
yaitu dari aspek hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri,
hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan lingkungan.
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Spiritualitas berdasarkan Dimensi Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus (n=60)
Dimensi Spiritualitas Frekuensi Persentase (%)
Hubungan dengan Tuhan
Tinggi 56 93
Rendah 4 7
Hubungan dengan Diri Sendiri
Tinggi 53 88
Rendah 7 12
Hubungan dengan Orang Lain
Tinggi 51 85
Rendah 9 15
Hubungan dengan Lingkungan
Tinggi 53 88
Rendah 7 12
Tabel 5.7. menunjukkan bahwa hasil penelitian tentang tingkat spiritualitas
pada pasien diabetes mellitus mayoritas berada pada spiritualitas tinggi (92%) dan
tingkat spiritualitas rendah (8%).
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Spiritualitas pada Pasien Diabetes Mellitus (n=60)
Tingkat Spiritualitas Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 55 92
Rendah 5 8
5.2 Pembahasan
Menurut Young dan Koopsen (2007), spiritualitas merupakan aspek
pribadi manusia yang memberi kekuatan dan mempengaruhi individu dalam
menjalani hidupnya. Spiritualitas merupakan suatu dimensi yang berhubungan
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, mempunyai perasaan yang
berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Burkhardt, 1993
dalam Hamid, 2009).
Menurut hasil penelitian mengenai gambaran spiritualitas pada pasien
diabetes mellitus yang telah dilakukan terhadap 60 orang responden di Puskesmas
Kampung Baru Medan, diperoleh 92% responden tingkat spiritualitasnya tinggi
dan 8% responden tingkat spiritualitasnya rendah. Penelitian Muna (2012)
menyatakan bahwa tingkat spiritualitas pada pasien tuberkulosis di Instalasi
Rawat Jalan Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga 60% berada pada
tingkat spiritualitas tinggi. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Yulianti (2010) mengenai tingkat spiritualitas pada pasien gagal ginjal kronik
dengan hemodialisa di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiah
Yogyakarta mayoritas responden mengalami penolakan terhadap penyakit yang
dialami, mengisolasi diri, marah, tawar menawar dan depresi.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa spiritualitas pada pasien
diabetes mellitus berada pada tingkat spiritualitas tinggi, hal ini dipengaruhi oleh
usia responden yang umumnya berada di usia pertengahan dan lansia. Menurut
pendapat Nugroho (2008), sebagian besar tingkat spiritualitas pada seseorang
yang berusia lanjut mengalami peningkatan, dimana lansia semakin teratur dalam
menjalankan kehidupan spiritualnya sehari-hari. Hal yang sama dikemukakan
oleh Hamid (2009) bahwa kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai dan
menyediakan lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk
individu dalam menjalani kehidupan beragama. Hasil penelitian ini juga seiring
dengan pendapat Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2000)
yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi spiritual
seseorang adalah usia. Di samping itu, faktor lain yang mempengaruhi
spiritualitas seseorang adalah keluarga, latar belakang etnik budaya, pengalaman
hidup sebelumnya, krisis dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral
terkait terapi dan asuhan keperawatan yang kurang sesuai.
Dari hasil penelitian ini, spiritualitas pada pasien diabetes mellitus
berdasarkan aspek hubungan dengan Tuhan mayoritas berada pada tingkat
spiritualitas tinggi, yaitu mencapai 93%. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas
responden yang menyatakan selalu berdoa/sembahyang/meditasi untuk
mendapatkan ketenangan, yaitu sebanyak 49 responden (82%). Pernyataan ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2010) yang menyatakan
bahwa 80% penderita diabetes mellitus dewasa yang melakukan meditasi secara
rutin dapat meningkatkan kedisiplinannya terhadap pengobatan dan menunjukkan
tingkat kesembuhan yang baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwasanya seluruh responden selalu
percaya bahwa Tuhan membantu dalam kesembuhan penyakit. Hal ini dapat
dilihat dari karakteristik responden yang keseluruhannya memiliki kepercayaan
yang dianut, sehingga seluruh responden memiliki keyakinan akan kekuasaan
Tuhan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Hawari (2005) yang
menyatakan kepercayaan kepada Tuhan dapat membangkitkan motivasi seseorang
menjadi medikasi terapeutik individu sehingga dapat meningkatkan kesembuhan
penyakit.
Dari hasil penelitian ini, spiritualitas pada pasien diabetes mellitus
berdasarkan aspek hubungan dengan diri sendiri mayoritas berada pada tingkat
spiritualitas tinggi yaitu mencapai 88%. Hal ini dapat dilihat dari responden yang
menyatakan selalu optimis menjalani hidup sebanyak 41 orang (68%). Menurut
Rusli (2011), diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama yakni lebih dari 6 bulan. Dari
hasil penelitian ini, 67% responden menderita diabetes mellitus lebih dari sepuluh
tahun. Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan Heriani, Nauli, Woferst
(2013) yang menyatakan bahwa seseorang yang mengalami penyakit kronis
seperti diabetes mellitus dalam waktu yang lama akan mempengaruhi pengalaman
individu tersebut dalam pengobatan penyakit diabetes mellitus. Hal yang sama
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman adalah sesuatu yang
pernah dialami (dijalani, dirasakan dan ditanggung) oleh seseorang sehingga
pengalaman dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan yaitu suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman karena lamanya menderita penyakit diabetes mellitus dapat
meningkatkan keoptimisan penderita terhadap penyakitnya.
Dari hasil penelitian ini, 70% responden selalu merasa bahwa kesulitan
merupakan pengalaman positif menjalani hidup lebih baik. Hal ini seiring dengan
kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan
tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai
pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan
tujuan hidup yang semakin jelas.
Hasil penelitian ini menunjukkan 59% responden selalu percaya bahwa
penyakit yang diderita dapat disembuhkan. Hal ini dapat dilihat dari motivasi
responden untuk berobat dan mencari tahu pengobatan penyakitnya. Mayoritas
responden berobat ke puskesmas dalam rentang waktu 4-6 kali/ bulan, yaitu
sebanyak 70%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kuatnya keyakinan responden
terhadap kesembuhan penyakitnya yang ditunjukkan dari frekuensi berobat ke
puskesmas yang cukup rutin. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
Fowler & Keen (1985) bahwa kepercayaan dan keyakinan dapat memberikan arti
hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan atau stres.
Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau
seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan wawasan yang
lebih luas.
Menurut hasil penelitian, spiritualitas pada pasien diabetes mellitus
berdasarkan aspek hubungan dengan orang lain mayoritas pada tingkat
spiritualitas tinggi yaitu mencapai 85%. Hal ini dapat dilihat dari responden yang
menyatakan selalu menginginkan orang lain berdoa untuk kesembuhannya
sebanyak 44 orang (73%). Hal ini menunjukkan bahwa pasien diabetes mellitus
membutuhkan orang lain untuk memberikan dukungan serta doa untuk