• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Mekanisme Koping Stress pada Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Mekanisme Koping Stress pada Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SAMBIT PONOROGO JAWA TIMUR

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh:

Astuti Puji Utami

NIM: 109104000042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, Juni 2016

Astuti Puji Utami, NIM :109104000042

Gambaran Mekanisme Koping Stress pada Pasien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur.

ABSTRAK

Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak negatif terhadap fisik maupun psikologis penderita. Dampak psikologis yang terjadi seperti kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, stress, depresi, kesepian, dan tidak berdaya. Berdasarkan studi pendahuluan penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit sering mengalami stress dengan pengobatan yang harus dilakukan, tidak nyaman dengan penyakit yang diderita yang tidak kunjung sembuh dan kondisi keuangan yang semakin berkurang.

Mekanisme koping adalah salah satu cara yang dilakukan untuk beradaptasi terhadap stress. Mekanisme koping ini terdiri dari 2 macam yaitu berfokus pada emosi dan berfokus pada masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur.

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dengan jumlah sampel 33 responden. Data didapatkan dengan menggunakan instrument ways of coping yang berjumlah 38 pernyataan. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang memiliki mekanisme koping baik sebanyak 19 orang (57,6%), sedangkan yang memiliki mekanisme koping buruk sebanyak 14 orang (42,4%). Secara umum dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas sambit memiliki mekanisme koping baik.

Hasil penelitian ini dapat dapat memberikan pengetahuan kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita diabetes mellitus, mengenai pentingnya memberikan pengetahuan tentang mekanisme koping stress bagi penderita diabetes mellitus..

(4)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY OF NURSING SCIENCE

Paper, Juni 2016

Astuti Puji Utami NIM: 109104000042

Coping Mechanisms of Diabetes Mellitus in the Working area of Puskesmas Sambit Ponorogo, East Java

ABSTRACT

Diabetes Mellitus is a chronic disease that has a negative impact on the physical and psychological. The psychological impact such as anxiety, anger, grief, shame, guilt, despair, stress, depression, loneliness, and helplessness.

Coping mechanism is one of the ways to adapt to stress. This coping mechanism consists of two kinds of focusing on emotions and focus on the problem. This study aims to reveal the coping mechanisms of diabetes mellitus in the working area of Puskesmas Sambit Ponorogo, East Java.

This study was a descriptive study. The sampling technique purposive sampling with a sample of 33 respondents. Data obtained by using instrumental ways of coping totaling 38 statement. Analysis of the data used are univariate

The results showed that people with diabetes who have good coping mechanisms as many as 19 people (57.6%), while those with poor coping mechanisms as many as 14 people (42.4%). In general it can be concluded that people with diabetes in the region of sambit health centers have better coping mechanisms.

The results of this study may be able to provide knowledge to nurses in providing nursing care in patients with diabetes mellitus, the importance of providing knowledge about stress coping mechanism for people with diabetes mellitus.

(5)
(6)
(7)
(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Astuti Puji Utami

Tempat, Tgl. Lahir : Jakarta, 12 Februari 1989

Alamat : Jl. Ponorogo-Trenggalek RT/RW 001/003 Desa Sawoo Kec. Sawoo Ponorogo 63475 No. Telp/HP : 087880071434

e-mail : astutip329@gmail.com Riwayat Pendidikan :

1. TK PGRI Prayungan Sawoo, Ponorogo, Jawa Timur 2. SDN Sawoo 3, Ponorogo, Jawa Timur

3. SMPN 1 Sawoo Ponorogo, Jawa Timur 4. MA Al-Mawaddah Coper, Jetis Ponorogo

Riwayat Organisasi : 1. PMR Madya SMPN 1 Sawoo 2. Bendahara OSIS SMPN 1 Sawoo 3. Pengurus OSWAH MA Al-Mawaddah

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur yang sedalam-dalamnya

penyusun panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Allahumma sholi ala sayidina Muhammad Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad, SAW yang telah membawa ajaran Islam dan kita nantikan syafa’atnya di hari kiamat.

Proposal skripsi ini berjudul “Gambaran Mekanisme Koping Stress bagi

Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur”.

Proposal skripsi ini tentunya tidak akan selesai, tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kesselaku dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan.

2. Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc selaku kepala program studi Ilmu Keperawatan UIN

3. Jamaludin, S.Kp, M.Kep selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan masukan kepada penyusun.

4. Yenita Agus, M.Kep, Sp.Mat. Ph. D selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan masukan dan bimbingan kepada penyusun.

(10)

x

6. Ayah dan Ibu yang telah memberikan kasih dan sayang serta dukungan materi kepada penyusun

7. Ayah dan Ibu mertua yang juga telah memberikan kasi sayang serta dukungan materi kepada penyusun

8. Suamiku tercinta Sayful Sony Bachtiar yang telah memberika dukungan moril dan materil serta yang selalu mendampingi penyusun dalam menyeleseikan skripsi ini

9. Adindaku tersayang Tsamrotul Habibah yang selalu memberikan keceriaan. 10. Sahabat-sabahat tercinta, Shelly, Anggi, Winda, Ezi, yang berjuang

bersama-sama dalam menyeleseikan skripsi

11. Semua teman-teman PSIK’09 khususnya Fighters yang telah memberikan semangat dan keceriaan kepada penyusun selama perkuliahan sampai akhir perjuangan skripsi ini.

Penyusun menyadari dalam pembuatan proposal skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dari berbagai pihak. Semoga proposal skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Ciputat, Juni 2016

(11)

xi DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERSETUJUAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB III KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 24

F. Langkah-Langkah Pengumpulan Data ... 29

G. Etika Penelitian ... 30

H. Pengolahan Data... 31

I. Analisa Data ... 32

(12)

xii BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian ... 33

B. Analisa Univariat ... 33

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 34

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 34

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan 35 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 36 5. Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM .. 36

6. Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentang Control Diri ... 37

7. Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentang Membuat Jarak ... 38

8. Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentangPenilaian Kembali Secara Positif ... 39

9. Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentang Menerima Tanggung Jawab ... 40

10.Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentang Lari/ Penghindaran ... 41

11.Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentang Konfrontasi ... 42

12.Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentang Mencari Dukungan Sosial ... 43

13.Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita DM tentang Mencari Pemecahan Masalah ... 44

BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan penelitian ... 46

B. Analisa Univariat ... 46

1. Gambaran Usia Responden ... 46

2. Gambaran Jenis Kelamin Responden... 47

3. Gambaran Status Perkawinan Responden ... 48

4. Gambaran Tingkat Pendidikan Responden ... 49

5. Gambaran Mekanisme Koping Responden ... 50

6. Gambaran Mekanisme Koping Responden tentang Kontrol Diri ... 51

7. Gambaran Mekanisme Koping Responden tentang Membuat Jarak ... 51

8. Gambaran Mekanisme Koping Responden tentang Penilaian Kembali Secara Positif ... 52

9. Gambaran Mekanisme Koping Responden tentang Menerima Tanggung Jawab... 53

10.Gambaran Mekanisme Koping Responden tentang lari/Penghindaran ... 53

11.Gambaran Mekanisme Koping Responden tentang Konfrontasi ... 54

(13)

xiii

13.Gambaran Mekanisme Koping Responden tentang mencari Pemecahan Masalah ... 55 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 56 B. Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

(15)

xv

DAFTAR TABEL

2.1 Gerakan Latihan Senam Hamil Nilai Normal Kadar Gula Darah 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia

5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

5.5 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus 5.6 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus

tentang Kontrol Diri

5.7 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus tentang Membuat Jarak

5.8 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus tentang Penilaian Kembali Secara Positif

5.9 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus tentang Menerima Tanggung Jawab

5.10 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus tentang Lari/ Penghindaran

5.11 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus tentang Konfrotasi

5.12 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Penderita Diabetes Mellitus tentang Mencari Dukungan Sosial

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2 Kuisioner Penelitian

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelainan metabolisme kronis yang terjadi karena berbagai penyebab, ditandai oleh konsentrasi glukosa darah melebihi normal, disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan oleh kelainan sekresi hormon insulin, kelainan kerja insulin atau kedua-duanya (Depkes, 2005)

WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011)

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2007 memperoleh proporsi penyebab kematian akibat diabetes melitus pada kelompok usia 45-54 tahun, di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%, dan daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Depkes, 2008)

Jawa timur sebagian wilayahnya berupa pedesaan, diperkirakan memiliki jumlah penderita diabetes mellitus sebanyak 6%. Prevalensi ini berada diatas prevalensi nasional penyakit Diabetes Mellitus yaitu sebanyak 1,1% (berdasarkan diagnosis kesehatan dan gejala) (Riskesdas, 2007)

(18)

pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Diabetes tipe I diatandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Sedangkan 90%-95% penderita mengalami diabetes tipe II, diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (yang disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes tipe II paling sering ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. (Brunner & suddart, 2002)

Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus diantaranya: usia, jenis kelamin, dan minum atau injeksi obat diabetes (Laurentia Miharja, 2009). Sedangkan menurut Nadyah Awad dkk ( 2013) faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian diabetes mellitus adalah IMT > 23, hipertensi > 140/90, riwayat keluarga, umur > 40 tahun dan dislipidemia.

Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak negatif terhadap fisik maupun psikologis penderita, gangguan fisik yang terjadi seperti poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2006). Sedangkan dampak psikologis yang terjadi seperti kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi, kesepian, tidak berdaya (Brunner & Suddart, 2002)

(19)

dalam rumah tangga, hilangnya pekerjaan, dan pendapatan yang menurun (Soebroto, 2009)

Stress akan meningkatkan hormon dari kelenjar adrenal yaitu adrenalin dan kortisol yang akan mempengaruhi kadar glukosa dan lemak. Glukosa dan lemak akan dilepaskan tubuh untuk memberikan tambahan energi. Keadaan ini akan memberikan dampak yang buruk terhadap penderita diabetes karena terjadi peningkatan kadar gula dalam darah. (Smith, 2005 dalam agung dkk, 2013). Mekanisme koping adalah salah satu cara yang dilakukan untuk beradaptasi terhadap stress. ( Saam & Wahyuni, 2012).

Menurut lazarus (1985) dalam Linda Jual Carpenito (2009) mendefinisikan koping adalah perubahan kognitif dan upaya perilaku yang terjadi secara konstan untuk memenuhi tuntutan eksternal dan/ atau internal spsifik yang membebani atau melebihi sumber daya individu. Perilaku koping ini menurut lazarus dan Folkman (1984) dalam Linda Jual carpenito (2009) dibagi menjadi menjadi 2 yaitu berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Berfokus pada masalah merupakan suatu usaha untuk memperbaiki situasi dengan mengubah sesuatu atau melakukan beberapa tindakan. Sedangkan berfokus pada emosi merupakan pemikiran atau tindakan yang meredakan distress emosional yang disebabkan oleh siatuasi tersebut.

(20)

Berdasarkan hasil penelitian Samuel Hodge, PhD dkk yang berjudul “Coping style, Well-being and Self Care Behaviors Among African American

With Type 2 Diabetes” menggambarkan bahwa mekanisme koping

merupakan faktor penting bagi penderita diabetes. Temuan ini juga memberikan manfaat potensial dalam menekankan strategi kognitif dan perilaku untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi kehidupan seseorang dengan diabetes.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada 5 orang penderita diabetes mellitus di puskesmas sambit kabupaten ponorogo jawa timur, setiap 1 bulan atau dua bulan sekali datang ke puskesmas untuk berobat dan konsultasi penyakit yang dideritanya. Penderita diabetes tersebut mengatakan sering mengalami stress dengan pengobatan yang harus dilakukan, tidak nyaman dengan penyakit yang di derita yang tak kunjung sembuh, kondisi keuangan yang semakin berkurang. Kondisi ini yang menyebabkan kurang terkontrolnya kondisi kesehatan penderita diabetes. Dampak dari kondisi tersebut adalah penderita diabetes jadi tidak patuh terhadap diet, malas melakukan terapi baik obat maupun insulin, sehingga mengakibatkan kadar gula darah tidak terkontrol.

Dari hasil uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan peneltian tentang “Bagaimanakah gambaran mekanisme koping stress pada penderita

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakanng diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa angka kejadian diabetes mellitus terus mengalami peningkatan. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hasil Riskesdas (2007) memperoleh proporsi penyebab kematian akibat diabetes melitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%, dan daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (depkes, 2008). Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak negatif terhadap fisik maupun psikologis penderita, dampak psikologis yang terjadi seperti kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi, kesepian, tidak berdaya (Brunner & Suddart, 2002)

Mekanisme koping adalah salah satu cara yang dilakukan untuk beradaptasi terhadap stress. ( Saam & Wahyuni, 2012). Dari hasil uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan peneltian tentang “Bagaimanakah

gambaran mekanisme koping stress pada penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas sambit ponorogo jawa timur?”

C. Pertanyaan Penelitian

(22)

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran mekanisme koping stress pada pasien diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui data dermografi pasien diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur.

b. Untuk mengetahui gambaran mekanisme koping stress yang dilakukan pasien diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit Ponorogo Jawa Timur.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi perawat

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita diabetes mellitus, mengenai pentingnya memberikan pengetahuan tentang mekanisme koping stress bagi penderita diabetes mellitus. Selain itu perawat dapat melatih mekanisme koping yang adaptif bagi penderita sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan pederita.

2. Bagi puskesmas/ rumah sakit

(23)

F. Ruang Lingkup Penelitian

(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

1. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus menurut Brunner & Suddart (2002) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan inilah yang menyebabkan hiperglikemia.

Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin, baik absolute maupun relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang (PERKNI, 2002)

(25)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kenaikan glukosa dalam darah yang disebabkan karena kelainan sekresi hormon insulin.

2. Klasifikasi

Klasifikasi diabetes berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya menurut Brunner & Suddart (2002) adalah sebagai berikut : 1. Tipe I

Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM), 5-10% dari seluruh penderita diabetes

Ciri-ciri klinik :

a. Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (<30 tahun)

b. Biasanya bertubuh kurus pada saat diagnosis, dengan penurunan berat badan baru saja terjadi

c. Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi dan lingkungan (misalnya virus)

d. Sering memiliki antibodi sel pulau langerhans

e. Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin

f. Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen

g. Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup h. Cenderung memiliki ketosis jika tidak memiliki insulin

(26)

Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM), 90%-95% dari seluruh penyandang diabetes obese 80% dari tipe II; nonobese 20% dari tipe II

Ciri-ciri klinik :

a. Awitan terjadi di segala usia, biasanya diatas 30 tahun b. Biasanya bertubuh gemuk (obese) pada saat didiagnosis c. Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan d. Tidak ada antibodi sel pulau langerhans

e. Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin

f. Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan glukosa darahnya melalui penurunan berat badan.

g. Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak berhasil

h. Mungkin memerlukan insulin dalam jangka waktu pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemia

i. Ketosis jarang terjadi, kecuali bila keadaan stress atau menderita infeksi

j. Komplikasi akut : sindrom hiperosmolar nonketotik

3. Diabetes mellitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain. Ciri-ciri klinik:

(27)

seperti glukokortikoid dan preparat yang mengandung estrogen penyandang diabetes

b.Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin, pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin.

4. Diabetes gestasional

a. Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga

b. Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin

c. Resiko terjadinya komplikasi perinatal diatas normal, khususnya makrosomia (bayi yang secara abnormal berukuran besar)

d. Diatasi dengan diet dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahakan secara ketat kadar glukosa darah nnormal

e. Terjadi pada sekitar 2%-5% dari seluruh kehamilan

f. Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali

1. Pada kehamilan selanjutnya

2. 30%-40% akan mengalami diabetes yang nyata (biasanya tipe II) dalam waktu 10 tahun (khusunya yang obesitas)

(28)

b. Pemeriksaan skrining (tes toleransi glukosa) harus dilakukan pada semua wanita hamil dengan usia kehamilan antara 24 hingga 28 minggu

3. Patofisiologi DM

a. Diabetes tipe 1

Terdapat ketidakmampuan menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan)

Jika konsentrasi dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut dieresis osmotic. Paisen mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddart, 2001)

b. Diabetes tipe II

(29)

sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk mestimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang diekskresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II (Brunner & Suddart, 2001)

(30)

4. Faktor Resiko

Faktor resiko diabetes mellitus umumnya dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi a. Umur

Semakin bertambahnya umur, maka resiko menderita diabetes mellitus akan meningkat.

b. Jenis kelamin

Di Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan dari pada laki-laki

c. Bangsa dan etnik

Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa asia lebih beresiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa barat

d. Faktor keturunan

Riwayat diabetes dalam keluarga terutama orang tua atau saudara kandung memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes

2. Faktor yang dapat dimodifikasi a. Obesitas

Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor prediposisi terjadinya resistensi insulin.

(31)

Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang aktif

c. Stress d. Pola makan 5. Gejala klinis

Menurut Mansjoer (2001) gambaran klinis pada penderita diabetes adalah sebagai berikut:

a. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak) b. Polidipsi ( banyak minum)

c. Polifagi (rasa lapar yang semakin berat) d. Lemas

e. Berat badan menurun f. Kesemutan

g. Mata kabur

h. Impotensi pada pria

i. Gatal (pruritus pada vulva)

j. Mengantuk (somnolen) yang terjadi pada beberapa hari atau beberapa minggu

6. Pemeriksaan Laboratorium

(32)

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk mengetahui prevalensi DM pada penduduk secara massal (mass screening).

Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan glukosa dalam urin kurang sensitif dan relatif tidak spesifik.

Konsentrasi glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring DM

Tabel 2.1

Nilai normal kadar gula darah

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Konsentrasi glukosa darah sewaktu (mg/dL)

Konsentrasi glukosa darah puasa (mg/dL)

(33)

faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

7. Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai

1. Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.

2. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obat tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah dan pandangan kabur. 3. Komplikasi makrovaskular

3 komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah :

a. Penyakit jantung koroner (coronary hearth disease = CAD) b. Penyakit pembuluh darah otak

(34)

4. Komplikasi mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe I. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskular, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.

8. Penatalaksanaan

Menurut Asmadi (2008) terdapat lima dasar penngobatan DM yang dinamakan Pentalogi Terapi DM, yaitu :

a.Diet diabetes

Penentuan jumlah kalori diit diabetes mellitusPenentuan jumlah kalori diit diabetes disesuaikan dengan status gizi penderita. Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung presentage of relative body weight (BBR = berat badan relatif) dengan rumus :

BBR = BB

TB−100 x 100% (BB ; kg, TB; cm) 1. Kurus ( underweight) : BBR < 90% 2. Normal (ideal) : BBR 90-110% 3. Gemuk (overweight) : BBR > 110%

(35)

Obesitas morbid >200%

Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :

Kurus : BB X 40-60 kalori sehari Normal : BB X 30 kalori sehari Gemuk : BB X 20 kalori sehari Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari b. Latihan fisik

Derajat kesehatan penderita DM akan semakin baik apabila terdapat keseimbangan yang baik antara diit, latihan fisik teratur setiap hari, dan kerja insulin. Latihan yang teratur merupakan komponen yang penting dalam pengobatan DM.

Latihan teratur yang sudah digunakan untuk mengobati DM dengan cara sebagai berikut:

1. Latihan fisik primer : penderita DM dianjurkan latihan teratur

setiap hari pada saat 11

2 jam sesudah makan, termasuk penderita yang dirawat di rumah sakit.

(36)

c. Penyuluhan kesehatan masyarakat

DM melalui bermacam-macam Penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita cara ataupun media misalnya TV, kaset video, diskusi kelompok, poster dll.

d. Obat hipoglikemi

Obat hipoglikemi yang mungkin berkhasiat bagi penderita diabetes tipe II mencakup golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea bekerja dengan merangsang langsung pankreas untuk mensekresikan insulin. Sedangkan biguanid menimbulkan efek antidiabetik dengan menfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor perifer. Oleh karena itu, obat ini hanya dapat digunakan jika masih terdapat insulin. e. Cangkok pankreas

B. Stress pada penderita diabetes

Taylor (1991) dalam abdul nasir dan abdul muhith (2011) merinci beberapa karakteristik kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat menciptakan stressor

1. Kejadian negatif agaknya lebih banyak menimbulkan stress daripada kejadian positif

2. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stress daripada kejadian yang terkontrol dan terprediksi

(37)

4. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah mengalami stress daripada orang yang memiliki tugas lebih sedikit.

Pada penderita diabetes diagnosa penyakit yang secara tiba-tiba, dan perubahan gaya hidup serta perubahan diet yang harus dilakukannya bisa menimbulkan stress tersendiri bagi mereka. Agus widodo (2012) mengambil kesimpulan dari suatu penelitiannya bahwa penderita diabetes mellitus mudah mengalami stress dalam melaksanakan program diet. Stress yang timbul dan lamanya stress ditentukan oleh berbagai kesulitan yang dialami partisipan selama melaksanakan diet terutama berhubungan dengan jumlah makanan yang harus diukur, pembatasan jenis makanan, pola kebiasaan makan yang salah sebelum sakit serta lamanya menderita diabetes. Sedangkan menurut Soebroto (2009) sumber stress pada penderita diabetes diantaranya disebabkan oleh Sumber stress yang dialami penderita diabetes dapat berupa fisik seperti luka yang lama sembuh dan berupa stress mental seperti berkurangnya peran dalam rumah tangga, hilangnya pekerjaan, dan pendapatan yang menurun (Soebroto, 2009)

Jika tubuh bertemu dengan stressor, tubuh tubuh akan mengaktifkan respon saraf dan hormon untuk melaksanakan tindakan-tindakan pertahanan untuk mengatasi keadaan darurat (akramawita kadir, sherwood 1996, Hole 1981).

(38)

mempersiapkan tubuh untuk fight to fight akibat rangsangan stress. Hal ini menyebbkan : (akramawita kadir, Guyton 2000, hole 1981)

a. Peningkatan tekanan arteri

b. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot, bersamaan dengan penurunan aliran darah ke organ-organ yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat.

c. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh d. Peningkatan konsentrasi glukosa darah

e. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot f. Peningkatan kekuatan otot

g. Peningkatan aktivitas mental

h. Peningkatan kecepatan koagulasi darah.

C. Mekanisme koping

1. Pengertian

Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol dari individu sebagai suatu sistem adaptasi (arif muttaqin, 2007). Mekanisme koping adalah mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang tersebut dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Nursalam, 2007).

2. Jenis-jenis mekanisme koping

Lazarus dan folkman (1984) menyatakan bahwa dalam mengahadapi stressor terdapat dua jenis mekanisme koping, yaitu:

(39)

Koping ini digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Bila individu tidak mampu mengubah kondisi yang penuh dengan stressor, individu akan cenderung mengatur emosinya. Koping berfokus pada emosi terbagi menjadi 5 strategi koping yaitu kontrol diri, membuat jarak, penilaian kembali secara positif, menerima tanggung jawab, dan lari atau penghindaran b. Koping berfokus pada masalah

Koping ini dilakukan untuk mengurangi stressor yaitu dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan baru, individu akan cenderung mengubah strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. koping berfokus pada masalah terbagi menjadi tiga strategi koping yang berbeda yaitu konfrontasi, mencari dukungan sosial, dan merencanakan pemecahan masalah

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme koping 1. Usia

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stress dan jenis stressor yang paling mengganggu. Usia dewasa lebih mampu mengontrol stress dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut (siswanto, 2007)

2. Jenis kelamin

(40)

(siswanto, 2007). Jenis kelamin sangat mempengaruhi dalam berespon terhadap penyakit, stress, serta penggunaan koping dalam menghadapi masalah diabetes mellitus.

3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang mudah terkena stress atau tidak. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka toleransi dan pengotrolan terhadap stressor lebih baik (Siswanto, 2007)

4. Status perkawinan

Salah satu penyebab stress psikososial yaitu status perkawinan dimana berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian pasangan dan lain sebagainya. Stressor ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan (Yosep, 2007)

5. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam uasaha mengetasi stress individu dituntut untuk mngerahkan tenaga yang cukup besar

6. Keyakinan atau pandangan positif

(41)

7. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana tersebut dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

8. Keterampilan sosial

Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat

9. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

10.Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

4. Menurut struart dan Sunden, rentang respon mekanisme koping dapat digambarkan adaptif, kurang adaptif dan maladaptif.

Karakteristik mekanisme koping adalah sebagai berikut : a. Adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

(42)

2. Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhatian pada masalah

3. Memiliki persepsi yang luas

4. Dapat menerima dukungan dari orang lain

b. Kurang adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Memiliki perasaan yang takut terhadap apa yang terjadi pada dirinya

2. Memiliki perasaan malu terhadap keadaan pada dirinya sendiri 3. Memiliki pemikiran yang tidak adekuat atau mispersepsi c. Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Tidak mampu berfikir apa-apa atau disorientasi 2. Tidak mampu menyeleseikan masalah

(43)

27 BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) yaitu mekanisme koping.

Variabel Mekanisme koping merupakan suatu mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme koping berhasil, maka orang tersebut dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (nursalam, 2007). Hal ini perlu diketahui dan dilakukan oleh pasien sehingga dapat mengatasi masalah stress akibat penyakit yang diderita. Dengan demikian kadar gula darah dapat terkontrol.

Kerangka konsep ini dapat digambarkan pada tebel berikut :

Kerangka konsep penelitian tentang gambaran mekanisme koping pada

penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit.

Mekanisme koping : 1. Berfokus pada emosi

a. Kontrol diri b. Membuat jarak

c. Penilaian kembali secara positif, d. Menerima tanggung jawab, e. Lari atau penghindaran 2. Berfokus pada masalah

a. Konfrontasi

b. Mencari dukungan social

(44)

B. Definisi operasional

Kuisioner A Dewasa akhir = 36-45 tahun

2 Jenis Kelamin Petanda gender seseorang Responden diminta responden yang sudah ditempuh oleh rsponden

Mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang diterima

Kuisioner Kuisioner ways of coping scales

Kuisioner ini terdiri dari 38

Baik = jika total skor ≥ mean

(45)

akibat penyakit diabetes mellitus

pertanyaan dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu:

Pernyataan positif : Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

Pernyataan negatif: Hampir Tidak Pernah : 3 Kadang-kadang : 2 Cukup sering : 1 Sering : 0

Buruk = jika total skor ≤ mean

6 Kontrol Diri Usaha individu untuk menguasai diri dengan mengontrol tindakan

Kuisioner Kuisioner ways of coping

yang terdiri dari kuisioner no: 4, 6, 18, 25, 38 dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu:

Pernyataan positif : Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

Pernyataan negatif: Hampir Tidak Pernah : 3

Baik = jika total skor ≥ mean

Buruk = jika total skor ≤ mean

(46)

Kadang-kadang : 2 dengan melakukan aktivitas yang lain

Kuisioner Kuisioner ways of coping

yang terdiri dari kuisioner no: 7, 23, 26 dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu:

Pernyataan positif : Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

Pernyataan negatif: Hampir Tidak Pernah : 3 Kadang-kadang : 2 Cukup sering : 1 Sering : 0

Baik = jika total skor ≥ mean

Buruk = jika total skor ≤ mean

Ordinal

8 Penilaian Kembali Secara Positif

Usaha individu untuk mencari makna positif dari permasalahan dengan

berokus pada

pengembangan diri, biasanya bersifat religius

Kuisioner Kuisioner ways of coping

(47)

Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

Pernyataan negatif: Hampir Tidak Pernah : 3 Kadang-kadang : 2 Cukup sering : 1 Sering : 0 9 Menerima

tanggung jawab

Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk menjadi lebih baik

Kuisioner Kuisioner ways of coping

yang terdiri dari kuisioner no: 15 dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu:

Pernyataan positif : Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

(48)

10 Lari/

penghindaran

Usaha untuk mngatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut dan menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok dan obat-obatan

Kuisioner Kuisioner ways of coping

yang terdiri dari kuisioner no: 5, 8, 17, 22, 29, 32, 35, 36 dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu: Pernyataan positif : Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

Pernyataan negatif: Hampir Tidak Pernah : 3 Kadang-kadang : 2

11 Konfrontasi Menggambarkan usaha-usaha untuk mengubah keadaan atau masalah secara agresif

Kuisioner Kuisioner ways of coping

yang terdiri dari kuisioner no: 2, 9, 28 dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu:

(49)

Pernyataan negatif: Hampir Tidak Pernah : 3 Kadang-kadang : 2 Cukup sering : 1 Sering : 0 12 Mencari

dukungan sosial

Usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain

Kuisioner Kuisioner ways of coping

yang terdiri dari kuisioner no: 3, 10, 12, 16, 24, 27 dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu: Pernyataan positif : Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

Pernyataan negatif: Hampir Tidak Pernah : 3 Kadang-kadang : 2

Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara hati-hati, bertahap dan analitis

Kuisioner Kuisioner ways of coping

(50)

Pernyataan positif : Hampir Tidak Pernah : 0 Kadang - kadang : 1 Cukup sering : 2 Sering : 3

(51)

35 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran mekanisme koping pada penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit.

B. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan februari-maret tahun 2016 di wilayah kerja puskesmas Sambit. Alasan peneliti memilih puskesmas Sambit adalah karena prevalensi penderita diabetes mellitus di wilayah puskesmas ini cukup banyak dan lokasi dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga peneliti ingin memeriksa dan memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya, birokrasi yang mudah serta selama ini belum pernah dilakukan penelitian tentang gambaran mekanisme koping pada penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu, yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (sugiyono dalam jonathan sarwono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas Sambit.

(52)

Sampel merupakan sejumlah subjek yang dianggap mewakili populasi (Nurbaeti, 2010). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (sugiyono dalam jonathan sarwono, 2010). Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu, yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap serta dianggap mewakili populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel berdasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat yang sudah diketahui sebelumnya. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus yang ada di wilayah kerja puskesmas Sambit dengan kriterian inklusi:

a. Penderita diabetes mellitus baik laki-laki maupun perempuan yang berobat jalan di Puskesmas Sambit

b. Pasien yang bisa membaca dan menulis c. Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

Sedangkan kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah : a. Pasien DM yang mengalami gangguan jiwa b. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden c. Pasien yang tidak datang ketika penelitian dilakukan

(53)

n = � 1 +� (�2)

Keterangan : n = besar sampel N = besar populasi

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan

Dalam penelitian ini besarnya populasi (N) adalah 36, maka jumlah sampel yang diambil adalah :

n = 36 1+36 0,05 2

= 33,02 dibulatkan menjadi 33 orang

Dari perhitungan rumus diatas maka diperoleh besar sampel minimal sebanyak 33 orang.

D. Instrumen penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner tentang data dermografi dan ways of coping scales.

(54)

atau penghindaran (58, 11, 59, 33, 40, 50, 47, 16) dengan nilai α = 72, konfrontasi ( 46, 7, 17, 28, 34, 6) dengan nilai α = 70, mencari dukungan

social (8, 31, 42, 45, 18, 22) dengan nilai α = 76, merencanakan

pemecahan masalah (49, 26, 1, 39, 48, 52) dengan nilai α = 68. Bentuk

original dari ways of coping scales ini berbahasa Inggris yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Alat ukur ini terdiri dari pernyataan yang digunakan untuk melihat kecenderungan seseorang dalam menghadap stress.

Cara penilaian dalam kuisioner ini dengan menggunakan skala likert dengan skor meliputi : Tidak pernah = 0, Jarang = 1, cukup sering = 2, sering = 3 baik untuk strategi koping yang berpusat pada masalah maupun strategi koping yang berpusat pada emosi. Skor didapat dengan menjumlahkan seluruh nilai yang didapat dari setiap item.

Hasil penelitian ini digolongkan menjadi 2 kategori : Baik : jika total skor ≥ mean

Buruk : jika total skor ≤ mean E. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji validitas

Uji validitas dan reliabilitas pada instrument ini dilakukan di tiap cabang desa Puskesmas Sambit, dengan jumlah sampel 30. Hal ini dilakukan di sekitar wilayah puskesmas Sambit dengan alasan masih memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian.

(55)

yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner tersebut. Apabila kuisioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada dalam kuisioner itu mengukur konsep yang kita ukur.

Uji validitas untuk instrument ini menggunakan pearson product moment. Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat hasil perhitungan t hitung. Apabila t > t tabel maka pernyataan tersebut valid, sedangkan t < t tabel maka pernyataan tersebut tidak valid. Nilai t tabel untuk sampel 30 dengan derajat kemaknaan 5% adalah 0,361. Jika nilai t hitung lebih dari 0,361 maka pernyataan tersebut valid. Hasil validitas kuisioner dari 50 pernataan ada 38 pernyataan yang valid, yaitu pernyataan no 1, 2, 4, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 20, 22, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 49. Ada 12 pernyataan yang tidak valid. Akhirnya 38 pernyataan yang valid itulah yang digunakan dalam pengambilan data.

Uji reliabilitas instrument ini menggunakan bantuan

(56)

F. Langkah-langkah pengumpulan data

1. Setelah proposal disetujui oleh penguji, peneliti meminta surat permohonan izin dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Mengajukan surat permohonan izin tersebut kepada Kepala Puskesmas Sambit

3. Peneliti menyeleksi calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

4. Setalah mendapatkan calon responden, peneliti menanyakan kepada calon responden bersedia atau tidak menjadi responden

5. Calon responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) dan diminta untuk mengisi kuisioner dengan memberikan waktu sekitar 20 menit.

6. Peneliti memberikan kesempatan bertanya jika dalam kuisioner terdapat pertanyaan yang tidak dimengerti oleh responden

7. Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dan memeriksa jika ada lembar kuesioner yang tidak lengkap atau pertanyaan yang tidak diisi seluruhnya oleh responden. Jika yang tidak lengkap maka responden diminta untuk melengkapi.

8. Setelah data terkumpul dari semua responden, maka dilakukan analisa dan pengolahan data.

G. Etika Penelitian

(57)

Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut Hidayat (2007) etika penelitian keperawatan sangat penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Informed consent

Informed consent merupakan lembar persetujuan yang diberikan kepada responden yang akan diteliti agar subjek mengerti maksud dan tujuan dari penelitian. Jika calon responden bersedia diteliti, maka mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut. Tapi jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada pihak yang terkait dengan peneliti.

H. Pengolahan data

(58)

1. Editing

Yaitu meneliti kembali apakah isian dalam lembar observasi langsung dan kuisioner sudah lengkap dan diisi, editing dilakukan di tempat pengumpulan data, sehingga jika ada kekurangan data dapat segera dikonfirmasikan pada responden yang bersangkutan.

2. Coding

Yaitu mengklasifikasikan jawaban yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka. Untuk pertanyaan positif diberi skor 3 untuk jawaban selalu, 2 untuk jawaban kadang-kadang, dan 1 untuk jawaban tidak pernah. Sebaliknya untuk jawaban negatif diberi skor 1 untuk jawaban selalu, 2 untuk jawaban kadang-kadang, dan 3 untuk jawaban tidak pernah.

3. Entry data

Yaitu proses memasukkan data ke dalam katagori tertentu untuk dilakukan analisis data dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS.

4. Tabullating

Yaitu langkah memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

5. Cleaning

(59)

I. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat mempunyai tujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean, median, standar deviasi, nilai minimal dan maksimal. Pada umumnya dalam analisa ini menghasilkan distribusi frekuensi dan presentasi dari tiap variable. Analisa univariat pada penelitian ini menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, mekanisme koping penderita diabetes mellitus.

J. Penyajian Data

(60)

44 BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

1. Profil Puskesmas Sambit

Puskesmas Sambit merupakan puskesmas yang terletak di Jl. A. R. Hakim No. 11, Tamansari, Kec. Sambit, Kab Ponorogo, Jawa Timur No. Telepon : 0352-311084. Keadaan umum wilayah kecamatan Sambit terdiri dari 16 desa yaitu : Gajah, Wringinanom, Ngadikusoman, Maguwan, Nglewan, Bedingin, Bancangan, Campurrejo, Campursari, Bulu, Sambit, Besuki, Wilangan, Bangsalan, Kemuning, Jrakah.

Luas Wilayah kecamatan Sambit adalah 59,83 km2, dengan jumlah penduduk sekitar 35.569 jiwa. Secara umum wilayah puskesmas Sambit merupakan dataran rendah, dengan kondisi daerah bervariasi antara persawahan dan pekarangan. Masyarakat Sambit masih mengandalkan dari kehidupan agraris (bertani atau berladang).

B. Analisa Univariat

Analisa Univariat menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, gambaran mekanisme koping stress.

(61)

Berdasarkan statistik responden didapatkan responden sebanyak 33 responden sesuai dengan sampel yang telah direncanakan, yang terdiri dari usia pada masa dewasa akhir sampai manula.

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia (n=33)

Usia N %

36 – 45 6 17,1

46 – 55 12 36,4

56 – 65 13 39,4

>65 2 6,1

Total 33 100

Hasil distribusi frekuensi penderita diabetes berdasarkan usia didapatkan bahwa usia 36 – 45 tahun sebanyak 6 orang ( 17,1 %), usia 46 – 55 tahun sebanyak 16 orang ( 45,7 %), usia 56 – 65 tahun sebanyak 13 orang (39,4%) dan usia >65 tahun sebanyak 2 orang (6,1%)

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan statistic responden didapatkan responden sebanyak 33 orang laki-laki dan perempuan.

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin (n=33)

Usia N %

Laki-laki 14 42,4

Perempuan 19 57,5

(62)

Hasil distribusi frekuensi penderita diabetes mellitus berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa laki-laki sebanyak 14 orang (42,4%) dan perempuan sebanyak 19 orang (57,5%)

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Berdasarkan statistik responden didapatkan responden sebanyak 33 orang dengan status perkawinan sebagai berikut : kawin, janda, dan duda.

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan (n=33)

Status Perkawinan N %

Kawin 18 54,5

Janda 9 27,3

Duda 6 18,2

Total 33 100

Hasil distribusi frekuensi penderita diabetes mellitus berdasarkan status perkawinan yaitu : kawin sebanyak 18 orang (54,5%), Janda sebanyak 9 orang (27,3%) dan duda sebanyak 6 orang (18,2%).

4. Karakteristik Responden Bersdasarkan Tingkat Pendidikan.

Berdasarkan statistik responden didapatkan responden sebanyak 33 orang dengan tingkat pendidikan SD, SMP, SMA, D3/S1.

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan (n=33)

Tingkat Pendidikan N %

(63)

SMP 15 45,5

SMA/SMK 8 24,2

D3/S1 6 18,2

Total 33 100

Hasil distribusi frekuensi penderita diabetes mellitus berdasarkan tingkat pendidikan yaitu responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 4 orang (12,1%), SMP sebanyak 15 orang (45,5%), SMA/SMK sebanyak 8 orang (24,2%), dan dengan tingkat penddikan D3/S1 sebanyak 6 orang (18,2%).

5. Distribusi frekuensi mekanisme koping penderita diabetes mellitus Pada penelitian ini, gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus dihitung berdasarkan skor yang dijawab oleh responden sebanyak 38 pertanyaan, kemuadian dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya:

a. Mekanisme koping baik jika memiliki skor ≥ mean b. Mekanisme koping buruk jika memiliki skor ≤ mean

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus (n=33)

(64)

sedangkan yang memiliki mekanisme koping buruk sebanyak 14 orang (42,4%). Penderita diabetes mellitus yang memiliki mekanisme koping baik lebih banyak daripada penderita diabetes yang memiliki mekanisme koping buruk.

6. Distribusi frekuensi mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang kontrol diri

Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang kontrol diri terdiri dari 5 pernyataan yaitu pernyataan no 4, 6, 18, 25, dan 38 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya:

a. Kontrol diri baik jika memiliki skor ≥ mean b. Kontrol diri buruk jika memiliki skor ≤ mean

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang kontrol diri (n=33)

Gambaran mekanisme

Hasil analisis yang didapat bahwa penderita diabetes mellitus yang memiliki kontrol diri baik sebanyak 17 orang (51,5%) dan yang memiliki mekanisme kontrol diri buruk sebanyak 16 orang (48,5%). 7. Distribusi frekuensi mekanisme koping penderita diabetes mellitus

(65)

Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang membuat jarak terdiri dari 3 pernyataan yaitu pernyataan no 7, 23 dan 26 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya:

a. Membuat jarak baik jika memiliki skor ≥ mean

b. Membuat jarak buruk jika memiliki skor skor ≤ mean

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang membuat jarak (n=33)

Gambaran mekanisme

Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping membuat jarak baik sebanyak 16 orang (48.5%) dan yang melakukan mekanisme koping membuat jarak buruk sebanyak 17 orang (51.5%).

8. Distribusi frekuensi mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang penilaian kembali secara positif.

Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang penilaian kembali secara positif terdiri dari 6 pernyataan yaitu pernyataan no 11, 13, 19, 20, 34 dan 37 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya:

(66)

b. Membuat penilaian kembali secara positif cukup jika memiliki skor ≤ mean

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang penialaian kembali secara positif (n=33)

Gambaran mekanisme

Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping penialaian kembali secara positif baik sebanyak 21 orang (63,6%) dan yang melakukan mekanisme koping penilaian kembali secara positif buruk sebanyak 12 orang (36,4%).

9. Distribusi frekuensi penderita diabetes mellitus tentang menerima tanggung jawab

Gambarang mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang menerima tanggung jawab terdiri dari 1 pernyataan yaitu pernyataan no 15 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya:

(67)

Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang menerima tanggung jawab (n=33)

Gambaran mekanisme

Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping menerima tanggung jawab baik sebanyak 26 orang (78,8%) dan yang melakukan mekanisme koping menerima tanggung jawab buruk sebanyak 7 orang (21,2%).

10.Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang lari/ penghindaran

Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang lari/ penghindaran terdiri dari 8 pernyataan yaitu pernyataan no 5, 8, 17, 22, 29, 32, 35 dan 36 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya:

a. Menerima lari/ penghindaran baik jika memiliki skor ≥ mean b. Menerima lari/ penghindaran buruk jika memiliki skor ≤ mean

Tabel 5.10

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang lari/ penghindaran (n=33)

(68)

Baik 21 63.6 23 15 18,90 2.14

Buruk 12

36.4

Total 33 100

Hasil analisis menunjukkan bahwa penderita diabetes mellitus yang melakukan mekanisme koping lari/ penghindaran baik sebanyak 21 orang (63.6%), yang melakukan mekanisme koping lari/ penghindaran buruk sebanyak 12 orang (36.4%).

11.Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang konfrontasi.

Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang konfrontasi terdiri dari 3 pernyataan yaitu pernyataan no 2, 9 dan 28 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya adalah:

a. Konfrontasi baik jika memiliki skor ≥ mean b. Konfrontasi buruk jika memiliki skor ≤ mean

Tabel 5.11

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang konfrontasi (n=33)

Gambaran mekanisme

(69)

orang (51.5%) dan yang melakukan konfrontasi buruk sebanyak 16 orang (48.5%).

12.Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari dukungan sosial.

Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari dukungan soasial terdiri dari 6 pernyataan yaitu pernyataan no 3, 10, 12, 16, 24, dan 27 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya:

a. Mencari dukungan sosial baik jika memiliki skor ≥ mean b. Mencari dukungan sosial cukup jika memiliki skor ≤ mean

Tabel 5.12

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari dukungan sosial (n=33)

Gambaran mekanisme

(70)

13.Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari pemecahan masalah

Gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus yang mencari pemecahan masalah terdiri dari 6 pernyataan yaitu pernyataan no 1, 14, 21, 30, 31 dan 33 yang dikategorikan menjadi baik dan buruk. Adapun kriterianya adalah:

a. Mencari pemecahan masalah baik jika memiliki skor ≥ mean b. Mencari pemecahan masalah cukup jika memiliki skor ≤ mean

Tabel 5.13

Distribusi Frekuensi gambaran mekanisme koping penderita diabetes mellitus tentang mencari pemecahan masalah (n=33)

Gambaran mekanisme

(71)

55 BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan ini terdapat beberapa keterbatasan yang dimiliki diantaranya :

1. Pengumpulan data dengan kuesioner memungkinkan responden menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak dimengerti dengan maksud pertanyaan sehingga hasilnya kurang mewakili. 2. Adanya kemungkinan bias dalam pengisian jawaban dikarenakan

kemampuan daya ingat yang berbeda-beda. B. Analisis Univariat

1. Gambaran usia responden

Hasil analisis menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus yang berada di wilayah kerja puskesmas Sambit paling banyak berada pada rentang usia 56-65 tahun yaitu sebanyak 13 orang, 12 orang berada pada rentang usia 46-55 tahun, 6 orang usia 36-45 tahun dan paling sedikit berada pada usia > 65 tahun.

Hasil penelitian R. M Suryadi Tjekyan (2010) tentang “Angka kejadian dan faktor resiko kejadian diabetes mellitus type 2 di 78 RT kotamadya Palembang tahun 2010” didapatkan hasil bahwa penderita

terbanyak pada kelompok usia 45-49 tahun. Terbanyak kedua berada pada usia 50-54 tahun, ketiga pada kelompok usia 55-59 tahun.

(72)

perbedaan gambaran rentang usia penderita DM ini tidak terlalu signifikan. Jumlah penderita diabetes mellitus type 2 pada penelitian ini terdapat pada usia 56-65 tahun dan terbanyak kedua pada usia 45-56 tahun sedangkan pada penelitian R. M Suryadi Tjekyan (2010) usia penderita DM type 2 terbanyak terdapat pada usia 45-49 tahun sedangkan terbanyak kedua terdapat pada usia 50-54 tahun.

Usia/umur merupakan faktor resiko yang tidak dapat duibah, dengan semakin bertambahnya umur kemampuan jaringan untuk mengambil glukosa darah semakin menurun, paling banyak terdapat pada orang yang berumur diatas 40 tahun (Budiyanto dalam Suraoka 2012).

2. Gambaran jenis kelamin responden

Hasil analisis menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus type 2 yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 14 orang, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang.

Berdasarkan penelitian I Gusti Made Geria Jelantik dan Hj. Erna Haryati tentang “hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin,

kegemukan dan hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja puskesmas mataram” diadapatkan hasil bahwa

(73)

pada jenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang (56,0 %) dan pada jenis kelamin laki– laki terdapat sebanyak 22 orang .

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa penderita diabetes mellitus type 2 berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar dari pada laki-laki. Selain itu Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrom), pasca-menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes tipe 2 (Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013).

3. Gambaran tingkat pendidikan responden

Hasil analisis menunjukan bahwa penderita diabetes mellitus dengan status kawin sebanyak 18 orang, dengan status janda sebanyak 9 orang dan status duda sebanyak 6 orang.

Hasil penelitian Laurentia Mihardja (2009), mengenai “ Faktor yang berhubungan dengan pengendalian gula darah pada penderita diabetes mellitus di perkotaan Indonesia” menunjukkan bahwa

penderita dabetes mellitus type 2 yang memliki status kawin lebih banyak daripada yang tidak kawin, cerai hidup, cerai mati dan status tidak jelas.

Gambar

gambaran mekanisme koping stress pada pasien diabetes mellitus  di wilayah
Tabel 2.1 Nilai normal kadar gula darah
tabel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan wisata ini terdiri dari beberapa lokasi antara lain: 1) lokasi Perpustakaan Bung Karno yang merupakan Perpustakaan Riwayat Perjuangan Bung

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2012). Usia balita merupakan usia pra sekolah dimana seorang anak akan

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini yang dimaksud dengan Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan yang selanjutnya disebut DAK Bidang Pendidikan adalah

PEMBELAJARAN BAND PADA KEGIATAN EKSRAKURIKULER DI SEKOLAH MENENGAH ATAS KRISTEN KALAM KUDUS BANDUNGc. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu menekankan pada penguraian serta penafsiran data yang dikaitkan dengan kaidah-kaidah hukum

Tanpa mengurangi hak-hak yang lainnya,rasa hormat dan terima kasih yang setinggi-tingginya terutama kepada kedua orang tua Ayahanda SUPARJO dan Ibunda Alm YULIYAH yang telah

kedisiplinan shalat berjamaah peserta didik di Madrasah Aliyah Al Ahrom Karangsari..

Dalam pembelajaran Bahasa Arab, muhadatsah merupakan salah satu cara agar siswa mampu bercakap-cakap (berbicara) sehari-hari dengan menggunakan Bahasa Arab.. Untuk