• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPO Keselamatan Prosedur Invasif Pengertian :

Dalam dokumen Buku Sosialisasi JCI (Halaman 40-46)

Prosedur Invasif: Tindakan atau teknik yang mencakup pemasukkan jarum, probe, atau alat lain ke dalam tubuh untuk tujuan Kondisi emergensi: Kondisi akut dan berpotensi mengancam nyawa atau menggangu fungsi tubuh.

Protokol universal: Proses yang menggunakan “komunikasi aktif” untuk menghilangkan risiko salah lokasi, salah prosedur, salah pasien. Protokol universal didokumentasikan sesaat sebelum dimulainya prosedur Time Out.

Lakukan prosedur Time Out sebelum memulai prosedur:

 Benar identitas pasien, Benar prosedur, Benar posisi, Benar lokasi dan sisi, Benar penandaan (Jika diindikasikan)

Informed consent sudah dikonfirmasi dengan pasien

 Tersedia sistem implant (Jika memungkinkan),  Tersedia peralatan khusus (Jika diindikasikan)

 Seluruh obat dan cairan yang digunakan dalam prosedur ini sudah diberi label yang sesuai

 Benar diagnosis dan hasil pemeriksaan radiologi (Contoh: gambar dan hasil scan radiologi, atau hasil patologi dan biopsy) yang diberi label yang sesuai.

 Tersedia produk darah yang dibutuhkan atau telah dilakukan skrining golongan darah dan cross match.

Komunikasi Aktif: komunikasi antara petugas kesehatan yang dilakukan secara oral atau dengan tindakan untuk memastikan benar: pasien, prosedur, dan sisi. Pasien harus turut berpartisipasi dalam proses verifikasi ( jika memungkinkan).

Prosedur Invasif Risiko Minimal: Prosedur invasif yang dilakukan dengan memakai anestesi lokal dan tidak menyebabkan cedera pada tubuh atau komplikasi yang membutuhkan tatalaksana

di level pelayanan yang lebih tinggi.

Prosedur invasive risiko minimal harus memenuhi setidaknya satu dari criteria berikut ini:  Tidak mencakup penetrasi organ dalam rongga tubuh.

Dapat dilakukan dengan visualisasi langsung, palpasi, atau penuntun indirek (contoh: ultrasound,

CT, Fluoroskopi, MRI). Jika menggunakan instrumentasi endoskopi, struktur yang divisualisasi harus juga dapat diakses dengan bantuan speculum atau cermin contoh seperti fiberoptik laryngoskopi atau pemeriksaan serviks dan vagina. Prosedur tidak mencakup penetrasi organ internal atau struktur internal yang berada di dalam rongga tubuh.diagnosis dan/ atau terapi.

 Tindakan ini sudah mendapat persetujuan dari kepala unit pelayanan prosedur invasif terkait

Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi : Prosedur invasif yang memenuhi satu dari kriteria berikut:

 Tidak dapat diklasifikasikan sebagai risiko minimal sesuai definisi di atas.  Membutuhkan anestesi : sedasi, analgesia atau anestesi umum.

 Terkait dengan risiko cedera tubuh atau komplikasi lain yang mungkin membutuhkan tatalaksana pada tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika terjadi.

 Mencakup:

o Penetrasi organ atau struktur internal yang berada dalam rongga tubuh o Utilisasi instrumentasi endoskopi untuk visualisasi struktur yang tidak dapat

dilihat dengan cara lain.

o Kanulasi central venous system atau sistem arterial

 Tindakan ini sudah mendapat persetujuan dari kepala unit pelayanan prosedur invasive terkait.

Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi : Prosedur invasif yang memenuhi satu dari kriteria berikut:

 Tidak dapat diklasifikasikan sebagai risiko minimal sesuai definisi di atas.  Membutuhkan anestesi : sedasi, analgesia atau anestesi umum.

 Terkait dengan risiko cedera tubuh atau komplikasi lain yang mungkin membutuhkan tatalaksana pada tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika terjadi.

 Mencakup:

o Penetrasi organ atau struktur internal yang berada dalam rongga tubuh o Utilisasi instrumentasi endoskopi untuk visualisasi struktur yang tidak dapat

dilihat dengan cara lain.

o Kanulasi central venous system atau sistem arterial

1. Verifikasi tambahan dan verifikasi final lokasi prosedur akan dilakukan selama Time Out yang diinisiasi oleh tenaga kesehatan yang melakukan prosedur

2. Anggota Komite Prosedur akan berkomunikasi secara aktif mengenai lokasi prosedur sebagai bagian dari verifikasi final proses Time Out.

3. Pasien yang menolak penandaan lokasi tindakan, harus menandatangani form penolakan penandaan lokasi tindakan.

4. Pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penandaan, maka dibuat penandaan pada gambar tubuh manusia di status rekam medis pasien. Apabila gambar tubuh manusia tidak tersedia maka harus digambar secara manual.

5. Prosedur pengecualian penandaan antara lain:

a. Prosedur yang mencakup aspirasi bone marrow, pemasangan arteri line, vena

central, epidural atau tindakan yang menggunakan cateter

c.

Prosedur dimana terdapat lokasi tambahan, dan lokasi tersebut merupakan lokasi injeksi radioisotope, atau lokasi tambahan, harus ditandai jika diindikasikan.

d. Prosedur yang dilakukan pada organ soliter (contoh: pituitary, jantung, trakea, esophagus, lambung, pancreas, hati, limpa, kolon, rectum, vagina, cerviks, uterus, uretra, kandung kemih, skrotum, penis atau prostat) atau dengan pendekatan tunggal ke dalam salah satu rongga tubuh seperti abdomen, atau mediastinum, (termasuk proseur invasive minimal laryngoscopy atau cystoskopi) atau prosedur orificium alami (contoh eksisi transanal atau transvaginal) tidak membutuhkan penandaan.

e. Lokasi di permukaan mukosa dan perineum tidak perlu dilakukan penandaan. f. Prosedur pada neonatus dan pasien luka bakar.

6. Time Out ( Proses Verifikasi Terakhir) Proses Time Out dilakukan:

a. Di lokasi dimana prosedur invasif akan dilakukan. b. Sebelum insersi jarum, probe atau alat lainnya.

c.

Seluruh tim pelaksana prosedur harus menggunakan teknik “Komunikasi Aktif” (secara oral atau melalui beberapa tindakan).

d. Bila proses Time Out tidak benar, atau tidak lengkap, siapapun dalam tim prosedur dapat menghentikan dimulainya prosedur.

1. Semua anggota tim memiliki tanggung jawab untuk berbicara bila

mereka mempunyai informasi yang dapat mempengaruhi

keselamatan dan kualitas perawatan pasien.

2. Prosedur tidak akan dilanjutkan sampai semua masalah selesai. 7. Dokumentasi Time Out (Proses Verifikasi Terakhir)

Harus didokumentasikan di Catatan Protokol Universal yang disetujui institusi dan meliputi:

Time Out sebelum memulai prosedur:

a. Benar identitas pasien

b. Benar prosedur c.

Benar posisi d. Benar sisi dan lokasi

e. Benar lokasi penandaan (sesuai indikasi)

f. Persetujuan prosedur dikonfirmasi ulang dengan pasien. g. Implant atau alat khusus tersedia jika diperlukan.

h. Semua obat dan cairan yang digunakan di dalam prosedur, diberi label dengan tepat.

8. Tinjauan Proses Protokol Universal

Komite Prosedur akan bertanggungjawab terhadap analisis data kepatuhan dan dokumentasi

Protokol Universal, Riwayat penyakit dan Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Pra dan Pasca Prosedur.

a. Masing-masing departemen klinik yang melakukan prosedur invasif akan menyediakan data yang diminta oleh komite prosedur

b. Dokumentasi pasca prosedur

dan analisisnya dilaporkan kepada komite prosedur.

9. Pelabelan Obat dan cairan infus

Semua obat-obatan dan cairan infus yang akan dipakai di ruang tindakan harus diberi label dengan tepat.

10. Prosedur Invasif Dengan menggunakan Sedasi/Analgesi

Pengawasan intra prosedur terhadap pasien yang menjalani prosedur invasif dengan sedasi/analgesi harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam protokol anestesi.

11. Dokumentasi Pasca Prosedur “Catatan Prosedur Invasif”

Catatan Prosedur Invasif risiko tinggi harus segera dibuat dan dicatat dalam rekam medis sebelum pemindahan pasien ke tahap perawatan selanjutnya, meliputi :

Kelengkapan catatan prosedur invasif :

a. Informasi identifikasi Pasien

b. Apakah sedasi/analgesia atau anestesi local yang digunakan

c. Nama tenaga kesehatan

d. Prosedur yang dilakukan

e. Deskripsi masing-masing prosedur

f. Temuan

g. Spesimen yang dipindahkan dan atau disposisi spesimen (Jika ada) h. Perkiraan kehilangan darah (Jika ada)

i. Diagnosis pre dan pasca prosedur

j. Komplikasi

k. Keadaan umum pasien

l. Pelaporan dilakukan oleh dokter yang melakukan prosedur m. Tanggal dan waktu prosedur

12. Kriteria Pemulangan dan Pemindahan pasien dari Area Prosedur

a. Pemulangan pasien sesuai dengan Kriteria Skor Pemulihan Pasca Prosedur b. Untuk pasien dengan sedasi mengikuti Kebijakan Sedasi/Analgesi dalam Prosedur

(Kebijakan Mengenai Protokol Universal). 13. Edukasi Pasien Pasca Prosedur

Dilakukan oleh DPJP atau Dokter yang melakukan prosedur invasif serta dilakukan pencatatan pada lembar edukasi pasien.

Mencakup:

a. Instruksi khusus untuk follow-up b. Informasi hasil dari prosedur/temuan

c.

Gejala atau tanda yang mengindikasikan komplikasi

d. Sumber-sumber yang bisa dihubungi bila terjadi keadaan emergensi

SPO Penilaian Risiko Jatuh Bagi Pasien Anak

Dalam dokumen Buku Sosialisasi JCI (Halaman 40-46)

Dokumen terkait