BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D. SPT (Surat Pemberitahuan)
Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
b. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak (Suandy Erly, 277:2006)
D. SPT (Surat Pemberitahuan) 1. Pengertian SPT (Pemberitahuan)
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Mardiasmo (2001:17). Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007.
2. Fungsi SPT (Surat Pmberitahuan)
Adapun fungsi SPT (Surat Pembaritahuan) adalah sebagai berikut: a. Sebagai sarana wajib pajak untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sederhana terutang. Laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
b. Laporan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang atau badan lain dalam satu masa pajak yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c. Merupakan sarana penelitian atas kebenaran perhitungan pajak yang terutang yang dilaporkan oleh para wajib pajak (Marsyahrul Tony, 46:2005)
3. Jenis-Jenis SPT (Surat Pemberitahuan)
Secara garis besar SPT (Surat Pemberitahuan) dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. SPT Masa, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat.
b. SPT Tahunan, adalah surat yang oleh digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak.
4. Karakteristik Pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan)
SPT (Surat Pemberitahuan) Manual memiliki karakteristik yang berbeda dengan SPT Digital atau e-SPT dalam pelaporan. karakteristik SPT manual ialah sebagai berikut:
a. Wajib pajak masih berhubungan langsung dengan petugas pajak b. Dibutuhkan waktu yang lama untuk merekam data SPT di KKP,
c. Sering terjadi kesalahan pada saat perekaman data, sehingga data yang dituangkan WP dalam SPT tidak sama dengan yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak
d. Perekaman data SPT masih membutuhkan sumber daya manusia yang banyak
e. Pemborosan tempat untuk menyimpan dokumen SPT f. Pemborosan kertas
g. Memperlambat pelanggan lainnya (Juwita Tri, 31:2007) 5. Prosedur Pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan)
Setiap WP diwajibkan untuk melaporkan serta mengisi surat pemberitahun (SPT) dengan jelas, benar, dan ditandatangani oleh WP atau kuasanya. Adapun prosedur pelaporan surat pemberitahuan adalah sebagai berikut:
a. Wajib pajak harus mengambil sendiri blangko SPT pada kantor pelayanan pajak setempat (dengan menunjukan NPWP)
b. SPT harus diisi dengan benar dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar, dan akan dikenakan sanksi perpajakan
c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima tertanggal. Apabila SPT dikirim melalui Kantor Pos
harus dilakukan secara tercatat, dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan d. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain:
1). Untuk wajib pajak yang mangadakan pembukuan, laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
2). Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah dasar pengenaan pajak, jumlah keluaran, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan. 3). Wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan, perhitungan
jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
6. Batas Waktu Penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan)
Adapun batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut: Tabel 2.1
Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Jenis Pajak Yang menyampaikan Batas Waktu penyampaian SPT Terakhir SPT Tahunan
PPh
Wajib Pajak Paling lambat 3 bulan akhir tahun pajak
SPT Tahunan Pasal 21
Pemotongan PPh Pasal 21
Paling lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak
Tabel 2.2
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa Jenis Pajak Yang Menyampikan
SPT
Batas Waktu Penyampaian SPT-masa
PPh Pasal 21 Pemotongan PPh Pasal 21
Paling lambat tanggal 20 setelah akhir masa pajak PPh pasal 22
Impor PPN dan PPn BM
atas Impor
Wajib Pajak paling lambat 20 bulan berikutnya setelah masa
pajak PPh pasal 22 Impor PPN dan PPn BM atas Impor (Dirjen Bea Cukai)
Direktorat Bea dan Cukai
Paling lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran
pajak berakhir
PPh pasal 22 Bendaharawan
Bendaharawan Paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir PPh pasal 22
Bahan Bakar
Pertamina Paling lambat tanggal 20 hari setelah masa pajak
berikutnya PPh pasal 22
Pemungutan oleh badan
tertentu
Pemungut Pajak Paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir
PPh pasal 23 Pemotongan PPh pasal 23
Paling lambat 20 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir PPh pasal 25 Wajib Pajak yang
mempunyai NPWP
Paling lambat 20 bulan setelah masa pajak berakhir PPh pasal 26 Pemotongan PPh pasal
26
Paling lambat 20 bulan setelah masa pajak berakhir PPN dan PPn
BM
Pengusaha Kena Pajak Paling lambat 20 bulan setelah masa pajak berakhir PPN dan PPn
BM Bendaharawan
Bendaharawan Pemerintah
Paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir PPN dan PPn
BM selain Bendaharawan
Selain Bendaharawan Pemerintah
Paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir
7. Batas Waktu Pembayaran (Penyetoran Pajak)
Pembayaran pajak diatur dalam Pasal 9 KUP, juga dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 541/KMK04/2000 tanggal 22 desember 2000. Surat untuk membayar pajak ialah surat setoran pajak (SSP). Tempat pembayaran yang ada pada saat ini adalah kantor pos dan giro, serta bank-bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran. Dan untuk jangka waktu pembayaran sebagai berikut:
a. Untuk PPh, Pasal 21 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
b. Untuk PPh, Pasal 22 harus disetor paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya(Bukan Bea Cukai)
c. Untuk PPh, Pasal 22 impor yang dipungut Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu satu hari setelah pemungutan.
d. Untuk PPh, Pasal 23 dan 26 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
e. Untuk PPh, Pasal 25 harus disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
f. Untuk SPT, SKPKB dan SKPKBT, SK pembetulan, SK keberatan, putusan banding, harus dibayar lunas paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Untuk SK pembetulan, SK keberatan, putusan banding mengakibatkan pajajk yang harus dibayar bertambah. Tentang tanggal jatuh tempo pembayaran telah diubah dengan Kep.Men. Nomor 541/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000.
8. Sanksi Adminnistrasi
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda: a. Apabila penyampaian surat pemberitahuan tidak disampaikan sesuai
dengan batas waktu yang ditentukan, maka dikenakan sanksi berupa administrasi sebesar Rp 500.000,00 (SPT Masa PPN), Rp 100.000,00 (SPT Masa Lainnya), Rp 100.000,00 (SPT Tahunan PPh Orang Pribadi) dan Rp 1.000.000,00 (SPT Tahunan PPh Badan)
b. Wajib pajak dikenakan sanksi berupa bunga 2% atau jumlah pajak yang kurang bayar. Pengenaan sanksi ini dilakukan hanya jika SPT-nya telah disampaikan dibetulkan sendiri.
c. Apabila karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar (Pasal 38) d. Apabila perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada pasl 39 yang dilakukan dengan sengaja maka yang bersangkutan akan dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang kurang atau tidak dibayar (Pasal 39 ayat 1)
e. Melakukan percobaan untuk melakukan tindakan tindak pidana penyalahgunaan tanpa hak NPWP/NPPKP atau menyampikan SPT yang isinya tidak benar/lengkap dalam rangka pengajuan restitusi/ kompensasi, dipidana dengan penjara paling lama dua tahun dan denda paling tinggi 4 x (400%) jumlah restitusi yang dimohon atau dikompensasi wajib pajak.