• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Stabilisasi Tanah Sebagai Tanah Dasar (Subgrade)

2.5.1. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) Dengan Menggunakan

adalah sebagai berikut :

1) kapur, semen dan polimer,

2) Ground Granulated Blast Furnace Slag (GGBFS) dan kapur, 3) Semen, kapur dan abu terbang (fly ash),

4) Kapur dan abu terbang,

5) GGBFS, kapur dan abu terbang,

6) Kapur dan abu sekam padi (rice husk ash), dll.

Dalam penelitian ini, penggunaan kapur Ca(OH)2 dan abu sekam padi (rice husk ash) dimaksudkan untuk menambah kemampuan daya dukung (nilai CBR) tanah lempung (clay) A-7-6 sebagai tanah dasar (subgrade) pada perkerasan jalan, dengan alasan apabila kapur dengan mineral lempung atau dengan mineral halus lainnya atau dengan komponen pozzolan seperti silika hidrat (hydrous silica) bereaksi, maka akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang mengikat butir-butir atau partikel tanah (Diamond & Kinter, 1965 dalam Ingles dan Metcalf, 1972). Gel silika bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat partikel lempung dan menutup pori-pori tanah. Terisinya rongga pori tanah menyebabkan sifat saling mengunci (inter locking) antara butir-butir tanah semakin besar sehingga menghasilkan stabilitas yang lebih tinggi dan menaikkan nilai CBR yang lebih tinggi pula. Dengan menggunakan bahan stabilisasi yang lebih optimum dalam meningkatkan daya dukung (nilai CBR) tanah dasar, diharapkan potensi kegagalan konstruksi jalan akan dapat dikurangi.

2.5.1.1. Stabilisasi Tanah Dengan Kapur

Stabilisasi tanah dengan kapur telah banyak digunakan pada proyek-proyek jalan di banyak Negara. Stabilisasi dengan kapur dan pozzolan cocok digunakan untuk tanah kohesif (berbutir halus), seperti pada tanah lempung. Sementara stabilisasi dengan semen cocok untuk tanah yang tidak kohesif (tanah berpasir atau kerikil) yang mengandung sedikit tanah berbutir halus (Soedarmo dan Purnomo, 1997).

Kapur dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu :

a. Kapur tohor (CaO) : hasil pembakaran batu alam yang komposisinya sebagian besar berupa kalsium karbonat,

b. Kapur padam (Ca(OH)2) : hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat,

c. Kapur udara : kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa waktu dapat mengeras di udara karena pengikatan karbon dioksida,

d. Kapur hidrolis : kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa waktu dapat mengeras baik di dalam air atau di udara.

Kapur yang umum digunakan untuk bahan stabilisasi adalah : Kapur kembang CaO dan Kapur padam : Ca(OH)2.

Kapur hidrasi digunakan di laboratorium dan komponen Ca(OH)2 merupakan penentu reaksi dengan material tanah dasar. Sedangkan di lapangan, digunakan kapur mentah CaO untuk stabilisasi tanah dasar. Nilai konversi sangat penting untuk jumlah tingkat penghamparan karena adanya perbedaan dari sumber pabrik pengolahan kapur.

Secara ringkas, kapur hidrasi Ca(OH)2 tidak murni dan variasi penggunaan kapur di lapangan sangat beragam. Keuntungan dan kekurangan menggunakan Ca(OH)2 dan CaO dapat dilihat pada table 2.7.

Tabel 2.6. Persyaratan Sifat-sifat Kapur untuk Stabilisasi Tanah Unsur Calsium Hidroksida Calsium Oksida

Komposisi Ca(OH)2 CaO

Bentuk Serbuk Tepung Granular

Kepadatan Curah (t/m3) 0,45 – 0,56 0,9 – 1,3

Ekuivalensi dengan Ca(OH)2 1,00 1,32

Magnesium dan Kalsium Oksida > 95 % > 92 %

Kalsium Dioksida 5 % - 7 % 3 % - 10 %

Sumber : AustStab Technical Note, lime stabilization practice, 2008

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan kapur adalah sebagai berikut : a. Absorbsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif

Pada temperature di bawah 350oC, komponen kalsium oksida dari kapur mentah bereaksi dengan air untuk menghasilkan kalsium hidroksida seperti halnya pembebasan panas. Persamaan di bawah ini menunjukkan bahwa 56 unit berat dari kalsium oksida murni akan berhidrasi dengan 18 unit berat air. Dan sebaliknya, akan diperlukan 320 liter air untuk menghidrasi satu ton CaO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CaO + H2O Ca(OH)2 + heat

(Calsium Oxide) (Calsium hydroxide)

(Quicklime) (Hydrated lime)

(Heat of hydration ∼ 272 kcal/kg CaO)

b. Reaksi pertukaran ion

Butiran lempung dalam kaqndungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negative. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran tanah.

Jika kapur ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti di atas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion sodium yang berasal dari larutan kapur diserap oleh permukaan butiran tanah. Jadi, permukaan butiran tanah tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.

Tabel 2.7. Perbandingan antara Ca(OH)2 dengan CaO

Jenis Kapur Keuntungan Kekurangan

Ca(OH)2 Tidak memerlukan banyak air Lebih peka untuk berdebu

CaO

1. Lebih hemat penggunaanya sekitar 30 % daripada kapur jenis lain 2. Kepadatan curah lebih besar

3. Lebih cepat kering di lahan yang basah

1. Memerlukan banyak air daripada penggunaan kapur Ca(OH)2

2. Mengeluarkan uap air saat proses slaking

Sumber : AustStab Technical Note, lime stabilization practice, 2008

c. Reaksi pozolan

Reaksi antara silica (SiO2) dan alumina (Al2O3) halus yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan kapur dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti : tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO. Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 4CaO. Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Ringkasan (summary) kelebihan umum dari stabilisasi tanah dengan menggunakan kapur (lime stabilization) dapat dilihat pada table 2.8.

Tabel 2.8. Kelebihan Stabilisasi dengan Kapur Ditinjau dari Tiap-tiap Properties

Properties Kelebihan

Plasticity Indeks plastisitas akan berkurang, ini diakibatkan karena pengurangan liquid limit dan peningkatan plastis limit.

Moisture density relationship

Hasil dari reaksi antara kapur dengan tanah adalah perubahan yang substansial pada berat isi. Perubahan berat isi mencerminkan keadaan tanah yang baru dan ini adalah bukti bahwa terjadi perubahan fisik pada tanah selama masa perawatan.

Swell potensial

Potensial pengembangan tanah dan pengembangan tekanan akan berkurang selama masa perawatan.

Drying Kapur sangat membantu pengeringan tanah yang basah. Kondisi ini memungkinkan untuk segera melakukan pemadatan.

Strenght properties

USCS dan CBR tanah yang distabilisasi dengan kapur akan mengalami peningkatan yang sangat besar. Kondisi ini akan semakin meningkat apabila kemudian dikombinasikan dengan semen setelah perawatan kapur.

Water resistance

Tanah yang distabilisasi dengan kapur akan menghasilkan lapisan yang kedap air dan menhalangi penetrasi dari kadar air tanah. Sehingga lapisan perkerasan tidak dipengaruhi oleh cuaca.

Kondisi yang akan terjadi dari stabilisasi menggunakan kapur antara lain :

− Meningkatkan kekakuan tanah dasar untuk pembangunan jalan baru atau merehabilitasi jalan yang telah ada,

− Mengurangi PI dari perkerasan semula dan material tanah dasar,

− Meningkatkan stabilitas volume untuk lapisan paling atas dari material yang dipilih,

− Memodifikasi lapisan subbase untuk meningkatkan kekakuan perkerasan.

2.5.1.2. Stabilisasi Tanah Dengan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash)

Abu sekam padi merupakan bahan hasil sampingan produk pertanian, sekam yang dibakar mempunyai sifat pozzolan yang mengandung unsur silikat yang tinggi. Secara visual abu sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berwarna abu-abu (grey colour-ash).

Pada pembakaran padi menjadi abu akan kehilangan zat organik dan menghasilkan silika yang banyak. Pengaruh panas terhadap silika dalam sekam dapat menghasilkan perubahan struktural yang berpengaruh terhadap dua hal, yaitu tingkat aktifitas pozzolan dan kehalusan butirnya. Menurut Swamy, 1986, temperatur pembakaran untuk kulit gabah adalah sekitar 350oC dan kehilangan berat terjadi pada suhu 500oC. Analisis abu dengan difraksi sinar X terjadi pada suhu 700oC, abu terutama terdiri dari silika amorpous, tetapi diluar temperature 700oC silika akan mengkristalisasi menjadi kristobalit dan tridimit, sifat dari kedua silika ini kurang reaktif.

Pada temperatur yang lebih tinggi pembakaran sekam padi dapat menghasilkan abu sekam padi yang berwarna lebih cerah. Laju reaksi pozzolan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kehalusan. Proses-proses lain telah dikembangkan untuk memperoleh material yang bersifat seperti semen dari bahan kulit padi, namun aktifitas pozzolanik yang dihasilkan sangat buruk (Swamy, 1986). Reaksi pozzolanik yang terjadi

antara abu sekam padi dengan kapur adalah sebagai berikut (Tjokrodimulyo, 1992 dalam Muntahar, 1997) :

3Ca(OH)2 + 2SiO2 3CaO. 2SiO2. 3H2O

Reaksi ini jauh lebih kompleks dan bergantung kepada bahan-bahan penyusun pozzolan, termasuk silika. Menurut Swamy, 1986, silika termasuk unsur kimia yang paling dominan dan menguntungkan pada abu sekam padi. Kandungannya pada abu sekam padi mencapai 93%.

Penggunaan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi (stabilizing agents) pada tanah lempung dimungkinkan karena material ini banyak mengandung unsur silikat (SiO2) dan aluminat (Al2O3), sehingga dikategorikan sebagai pozzolan. Pozzolan ini mengandung sifat sementasi jika bercampur dengan kapur padam dan air.(9)

Apabila kapur Ca(OH)2, abu sekam padi dan mineral lempung bereaksi, maka akan terjadi reaksi pozzolanisasi yang menghasilkan kristal Ca(SiO3) yang bersifat mengikat butiran lempung dengan butiran lempung serta butiran lempung dengan Ca(SiO3). Reaksi pozzolanisasi yang terjadi antara kapur dan abu sekam padi tersebut sebagai berikut (Wijaya, 1994 dalam Sujatmaka 1998) :

SiO2 + Ca(OH)2 + H2O Ca(SiO3) + 2H2O

Dokumen terkait