• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi Pada Tanah Lempung (Clay) A-7-6 Terhadap Nilai CBR Tanah Dasar (Subgrade) Pada Perkerasan Jalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi Pada Tanah Lempung (Clay) A-7-6 Terhadap Nilai CBR Tanah Dasar (Subgrade) Pada Perkerasan Jalan"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR Ca(OH)

2

DAN ABU

SEKAM PADI PADA TANAH LEMPUNG (CLAY) A-7-6

TERHADAP NILAI CBR TANAH DASAR (SUBGRADE)

PADA PERKERASAN JALAN

TUGAS AKHIR

Disusun oleh:

DEVI RETNO WULAN HERAWATI SIAGIAN

07 0424 032

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR Ca(OH)

2

DAN ABU

SEKAM PADI PADA TANAH LEMPUNG (CLAY) A-7-6

TERHADAP NILAI CBR TANAH DASAR (SUBGRADE)

PADA PERKERASAN JALAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun oleh:

DEVI RETNO WULAN HERAWATI SIAGIAN 07 0424 032

Dosen Pembimbing

Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc. NIP. 19560326 198103 1 003

Penguji I

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. NIP. 19510629 198411 1 001

Penguji II

Ir. Indra Jaya Pandia, M.T. NIP. 19560618 198601 1 001

Penguji III

Ir. Joni Harianto NIP. 19591110 198701 1 002

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

!

""

#

!

!

""

""

#

#

!

""

#

$% $% $% $%

& #

& #

& #

& #

'

'

'

'

( '

!

)

( '

!

)

( '

!

)

( '

!

)

( (

*

" )

( (

*

" )

( (

*

" )

( (

*

" )

(

+

)

(

+

)

(

+

)

(

+

)

(

(

(

(

"

" # &#

, ,

"

" # &#

, ,

"

" # &#

, ,

"

" # &#

, ,

#

" #

#

" #

#

" #

#

" #

*

!

*

!

*

!

*

!

(4)

ABSTRAK

Tanah dasar (subgrade) yang memiliki plastisitas tinggi dan kapasitas dukung terhadap beban yang rendah seperti tanah lempung (clay) A-7-6 merupakan permasalahan pada pengembangan konstruksi jalan raya dan berpengaruh terhadap batas-batas konsistensi dan nilai CBR tanah. Hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada perkerasan jalan, sehingga diperlukan perbaikan pada tanah misalnya dengan menggunakan bahan stabilisasi yakni limbah industri yang lebih ramah lingkungan dan lebih ekonomis sebelum dilakukan pekerjaan lapisan berikutnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kapur Ca(OH)2 dan abu sekam padi dalam mendapatkan perbandingan antara nilai CBR tanah

asli dengan tanah yang telah distabilisasi menggunakan kapur Ca(OH)2 dan abu sekam

padi. Untuk memperoleh campuran bahan stabilizer yang optimum, dilakukan beberapa kombinasi pancampuran antara abu sekam padi dan kapur, yaitu 4,5 % kapur dan (4 %, 8 % dan 12 %) abu sekam padi. Dengan waktu pemeraman (curing time) (0, 4 dan 7) hari. Pada campuran tersebut kemudian dilakukan pengujian untuk mengevaluasi perubahan sifat fisik dan teknis tanah lempung yang distabilisasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase pencampuran pada tanah lempung dan 12 % abu sekam padi dengan waktu pemeraman 4 hari memiliki nilai CBR Laboratorium sebesar 4,86 %. Pada pencampuran tanah lempung dan 4,5 % kapur Ca(OH)2 dengan waktu pemeraman 7 hari memiliki nilai CBR Laboratorium sebesar

4,90 %. Pencampuran 4,5 % kapur Ca(OH)2 dan 8 % abu sekam padi merupakan

campuran yang paling optimum sebagai bahan stabilisasi, serta menaikkan nilai CBR Laboratorium (soaked) yaitu dari 2,67 % menjadi 9,33 %. Tanah lempung yang distabilisasi mengalami peningkatan sifat fisik dan teknis yang paling optimal pada waktu pemeraman (curing time) 7 hari.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan berkahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna melengkapi

syarat Sidang Sarjana Program Ekstensi Strata Satu (S-1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi yang dibawakan penulis merupakan studi

penelitian laboratorium yang berjudul “Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi Pada Tanah Lempung (Clay) A-7-6 Terhadap Nilai CBR Tanah

Dasar (Subgrade) Pada Perkerasan Jalan”, yang dilakukan di Laboratorium

Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan

arahan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT., selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara;

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng,Sc., selaku Pembimbing, sekaligus Koordinator

Program Pendidikan Sarjana Ekstensi Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan sumbangan pikiran, arahan dan bimbingan dalam

penulisan skripsi ini;

4. Ibu Ika Puji Astuti, ST, MT., selaku Kepala Laboratorium Mekanika Tanah Departemen

Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

(6)

6. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, M.T., selaku dosen Penguji II;

7. Bapak Ir. Joni Harianto, selaku dosen Penguji III;

8. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai Fakultas Teknik, Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara;

9. Istimewa kepada Ayahanda di surga B. Siagian dan Ibunda tercinta S. Panjaitan, beserta

saudara/i saya yang telah memberikan dukungan moral/moril, motivasi, dan perhatian

penuh dalam menyelesaikan skripsi ini;

10. Marthin H. Tambunan, yang selalu memberikan semangat dan motivasi;

11. Para Asisten Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara, Marthin ’05, Frengky ’08, Dani ’08, Bang Salamudin ’Polmed, Bapak

Efendi ’Polmed;

12. Rekan- rekan seperjuangan program ekstensi di stambuk ’07 dan ’08;

13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang

tidak bisa saya ucapkan satu persatu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna, disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai

pihak untuk kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 31 Mei 2012

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Umum ... 1

1.2. Latar Belakang ... 2

1.3. Perumusan Masalah Penelitian ... 3

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Landasan Teori ... 7

2.2. Sistem Klasifikasi Tanah ... 10

2.2.1. Sistem Unified Soil Classification System (USCS) ... 10

2.2.2. Sistem Klasifikasi AASHTO ... 14

2.3. Sifat-Sifat Umum Mineral Lempung ... 16

2.3.1. Hubungan Volume dan Berat Isi ... 19

2.3.2. Kepadatan Tanah Dasar ... 22

2.3.3. Plastisitas dan CBR Pada Tanah Lempung (Clay) ... 22

(8)

2.4. Persyaratan Material Tanah Dasar (Subgrade) ... 27

2.5. Stabilisasi Tanah Sebagai Tanah Dasar (Subgrade) ... 27

2.5.1. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) Dengan Menggunakan Zat Additive ... ... 29

2.5.1.1. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) Dengan Kapur ... 30

2.5.1.2. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) Dengan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) ... 33

2.5.2. Pengaruh Masa Perawatan (Curing Time) ... 34

2.6. California Bearing Ratio (CBR) ... 36

2.7. Unconfined Compression Test (Kuat Tekan Bebas) ... 38

2.8. Penelitian Yang Pernah Dilakukan ... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1. Metode Penelitian ... 40

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.3. Metode Pencampuran Bahan Stabilisasi Tanah ... 40

3.4. Metode Penentuan Dan Pembuatan Sampel ... 42

3.4.1. Sampel Pengujian ... 42

3.4.2. Peralatan Dalam Pengujian ... 43

3.5. Metode Pengujian Sampel ... 44

3.5.1. Pemeriksaan Index Properties ... 45

3.5.1.1. Pengujian Kadar Air ... 45

3.5.1.2. Pengujian Berat Jenis ... 46

3.5.1.3. Pengujian Batas Cair (Liquid Limit) ... 48

3.5.1.4. Pengujian Batas Plastis (Plastic Limit) ... 49

(9)

3.5.1.6. Pengujian Hydrometer ... 52

3.5.2. Penelitian Engineering Properties ... 53

3.5.2.1. Pengujian Pemadatan Standard ... 53

3.5.2.2. Pengujian CBR Laboratorium ... 56

3.5.2.3. Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ... 60

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1. Hasil Penelitian ... 64

4.1.1. Tanah Lempung ... 64

4.1.2. Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi ... 65

4.1.3. Pengujian Campuran Tanah Lempung, Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam ... 65

4.1.3.1. Batas-Batas Atterberg ... 66

4.1.3.2. Berat Volume Kering (γd) Dan Kadar Air Optimum (Wopt) ... 66

4.1.3.3. California Bearing Ratio (CBR) ... 66

4.1.3.4. Daya Dukung Bebas(UCT) ... 67

4.2. Pembahasan ... ... 68

4.2.1. Pengaruh Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi Terhadap Pemeriksaan Index Properties ... 68

4.2.1.1. Pengaruh Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi dan Masa Perawatan Terhadap Batas-Batas Atterberg ………. 68

4.2.1.2. Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 dan

Abu Sekam Padi Terhadap Berat Isi Kering

Maksimum (Maximum Density Dry) dan Kadar

(10)

Content) ………... 73

4.2.2. Pengaruh Kapur Ca(OH)2 Dan Abu Sekam Padi Terhadap Pemeriksaan Engineering Properties ... 75

4.2.2.1. Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 dan Abu Sekam Padi Terhadap Kekuatan Daya DukungLempung(Clay) ... 75

4.2.2.2.. Pengaruh Penambahan Kapur Ca(OH)2 dan Abu Sekam Padi Terhadap Kekuatan Tekan Bebas (Qu) ....…... 76

4.2.3. Klasifikasi Tanah Lempung (Clay) Yang Telah Dicampur dengan Kapur Ca(OH)2 dan Abu Sekam Padi ………... 78

4.2.4. Pengaruh Stabilitas Tanah Lempung (Clay) dengan Kapur Ca(OH)2 dan Abu Sekam Padi Terhadap Plastisitas, CBR Laboratorium dan Kuat Tekan Bebas ... 79

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1. Kesimpulan ... 81

5.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ukuran Saringan Menurut ASTM ... 11

Tabel 2.2. Simbol Klasifikasi Tanah Casagrande ... 13

Tabel 2.3. Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 14

Tabel 2.4. Sistem Klasifikasi AASHTO ... 16

Tabel 2.5. Sifat-sifat Tanah Ditinjau dari Nilai Indekas Plastisitas ... 26

Tabel 2.6. Persyaratan Sifat-sifat Kapur untuk Stabilisasi Tanah ... 31

Tabel 2.7. Perbandingan antara Ca(OH)2 dengan CaO ... 32

Tabel 2.8. Kelebihan Stabilisasi dengan Kapur Ditinjau dari Tiap-tiap Properties ... 32

Tabel 2.19. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ... 38

Tabel 3.1. Sampel Pengujian Untuk Tanah Asli ... 42

Tabel 3.2. Sampel Pengujian Untuk Tanah Asli + Kapur Ca(OH)2 + Abu Sekam Padi .... 43

Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Lempung ... 65

Tabel 4.2. Karakteristik Kapur Ca(OH)2 dan Abu Sekam Padi ... 65

Tabel 4.3. Nilai Batas-batas Atterberg Terhadap Masa Perawatan ... 66

Tabel 4.4. Pengaruh Kapur Ca(OH)2 dan Abu Sekam Padi Terhadap Karakteristik Pemadatan (Compaction) dan Masa Perawatan ... 67

Tabel 4.5. Variasi Nilai CBR Terhadap Masa Perawatan ... 67

Tabel 4.6. Variasi Nilai UCT Terhadap Masa Perawatan ... 68

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram fase tanah ... 9

Gambar 2. Distribusi beban pada struktur jalan ... 9

Gambar 3. Penampang melintang perkerasan lentur jalan raya ... 10

Gambar 4. Rentang nilai lanau dan lempung berdasarkan batas cair dan indeks plastisitas ... 13

Gambar 5. Hubungan antara persentase butiran lempung dengan aktifitas ... 18

Gambar 6. Kurva hubungan kadar air dengan berat voume kering ... 21

Gambar 7. Pengaruh energi pemadatan ... 24

Gambar 8. Batas-batas atterberg ... 25

Gambar 9. Perbandingan indeks plastisitas lempung yang telah dicampur Ca(OH)2 dengan berbagai variasi kadar kapur dan waktu pemeraman ... 36

Gambar 10. Perbandingan nilai CBR lempung yang dicampur Ca(OH)2 dengan berbagai variasi kadar kapur dan waktu pemeraman ... 36

Gambar 11. Perbandingan nilai kuat tekan bebas maksimum lempung yang dicampur Ca(OH)2 dengan berbagai variasi kadar kapur dan waktu pemeraman ………. 36

Gambar 12. Penentuan perkiraan persentase kapur yang dibutuhkan ... 41

Gambar 13. Diagram flowchart pengerjaan tugas akhir ... 63

Gambar 14. Grafik pengaruh variasi campuran terhadap batas cair (liquid limit) ... 69

Gambar 15. Grafik pengaruh variasi campuran terhadap batas plastis (plastic limits) .………. 70

Gambar 16. Grafik pengaruh variasi campuran terhadap indeks plastis (PI) ... 72

Gambar 17. Grafik pengaruh variasi campuran terhadap berat isi kering maksimum (maximum density dry) ... 73

(13)

(optimum moisture content (OMC) ... 74

Gambar 19. Grafik pengaruh variasi campuran terhadap nilai CBR ... 76

Gambar 20. Grafik pengaruh variasi campuran terhadap nilai kuat tekan bebas

(Unconfined Compression Test) ... 77

Gambar 21. Grafik perbandingan pengaruh pencampuran tanah asli + 4.5% kapur

Ca(OH)2 + 8% abu sekam padi terhadap nilai indeks plastisitas (PI),

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. LAPORAN PEMERIKSAAN TANAH ASLI DAN BAHAN STABILISASI

Lampiran 2. PEMERIKSAAN BATAS – BATAS KONSISTENSI ATTERBERG

(ATTERBERG LIMIT)

Lampiran 3. PEMERIKSAAN PEMADATAN STANDARD (COMPACTION TEST)

Lampiran 4. PEMERIKSAAN CBR LABORATORIUM (SOAKED CBR)

Lampiran 5. PEMERIKSAAN UJI KUAT TEKAN BEBAS (UNCONFINED

COMPRESSION TEST)

(15)
(16)

ABSTRAK

Tanah dasar (subgrade) yang memiliki plastisitas tinggi dan kapasitas dukung terhadap beban yang rendah seperti tanah lempung (clay) A-7-6 merupakan permasalahan pada pengembangan konstruksi jalan raya dan berpengaruh terhadap batas-batas konsistensi dan nilai CBR tanah. Hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada perkerasan jalan, sehingga diperlukan perbaikan pada tanah misalnya dengan menggunakan bahan stabilisasi yakni limbah industri yang lebih ramah lingkungan dan lebih ekonomis sebelum dilakukan pekerjaan lapisan berikutnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kapur Ca(OH)2 dan abu sekam padi dalam mendapatkan perbandingan antara nilai CBR tanah

asli dengan tanah yang telah distabilisasi menggunakan kapur Ca(OH)2 dan abu sekam

padi. Untuk memperoleh campuran bahan stabilizer yang optimum, dilakukan beberapa kombinasi pancampuran antara abu sekam padi dan kapur, yaitu 4,5 % kapur dan (4 %, 8 % dan 12 %) abu sekam padi. Dengan waktu pemeraman (curing time) (0, 4 dan 7) hari. Pada campuran tersebut kemudian dilakukan pengujian untuk mengevaluasi perubahan sifat fisik dan teknis tanah lempung yang distabilisasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase pencampuran pada tanah lempung dan 12 % abu sekam padi dengan waktu pemeraman 4 hari memiliki nilai CBR Laboratorium sebesar 4,86 %. Pada pencampuran tanah lempung dan 4,5 % kapur Ca(OH)2 dengan waktu pemeraman 7 hari memiliki nilai CBR Laboratorium sebesar

4,90 %. Pencampuran 4,5 % kapur Ca(OH)2 dan 8 % abu sekam padi merupakan

campuran yang paling optimum sebagai bahan stabilisasi, serta menaikkan nilai CBR Laboratorium (soaked) yaitu dari 2,67 % menjadi 9,33 %. Tanah lempung yang distabilisasi mengalami peningkatan sifat fisik dan teknis yang paling optimal pada waktu pemeraman (curing time) 7 hari.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Tanah dalam pandangan teknik sipil adalah himpunan mineral, bahan organic dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose) yang terletak di atas batu dasar (bedrock).7

Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organic yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang

kosong diantara partikel-partikel tersebut.(2)

Tanah juga didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak

mempunyai atau lemah ikatan partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel-partikel tanah disebabkan oleh karbonat

dan oksida yang tersenyawa diantara partikel-partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organic. Bila hasil dari pelapukan tersebut berada pada

tempat semula maka bagian ini disebut tanah sisa (residu soil). Hasil pelapukan terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gravitasi, angin, air

dan gletsyer. Pada saat akan berpindah tempat, ukuran dan bentuk partikel-partikel dapat berubah dan terbagi dalam beberapa rentang ukuran.

Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angin, pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan

(18)

karbondioksida. Pelapukan kimiawi menghasilkan pembentukan kelompok-kelompok partikel yang berukuran koloid (< 0,002 mm) yang dikenal sebagai mineral lempung.

Tanah lempung terdiri dari butir-butir yang sangat kecil (< 0,002 mm) serta menunjukkan sifat-sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian-bagian itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang

memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.(11)

Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan. Umumnya, terdapat kira-kira 15 macam mineral yang diklasifikasikan

sebagai mineral lempung. Beberapa mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral lempung yakni : montmorrillonite, illite, kaolinite dan polygorskite.(7)

Semua macam tanah secara umum terdiri dari tiga bahan, yaitu butiran tanahnya sendiri, air dan udara yang terdapat dalam ruangan antara butir-butir tersebut seperti yang terlihat pada gambar 1. Ruangan pada tanah disebut pori (voids). Apabila tanah

sudah benar-benar kering maka tidak akan ada air sama sekali dalam porinya. Keadaan semacam ini jarang ditemukan pada tanah yang masih dalam keadaan asli di lapangan.

Air hanya dapat dihilangkan sama sekali dari tanah apabila diambil tindakan khusus, misalnya dengan memanaskannya di adalam oven.(11)

Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Tanah yang

benar-benar kering terdiri dari dua fase yang disebut butiran dan udara pengisi pori, tanah yang jenuh juga terdiri dari dua fase yaitu butiran dan air pori sedangkan tanah yang jenuh sebagian terdiri dari tiga fase yaitu butiran, udara pori dan air pori. Berat

(19)

suatu diagram fase, seperti terlihat pada gambar 1. Persamaan yang dapat dibentuk dari gambar 1 adalah sebagai berikut : W = W + Ww

V = Vs + Vw + Va Vv = Vw + Va

Dengan pengertian :

Ws = Berat butiran padat

Ww = Berat air

Vs = Volume butiran padat

Vw = Volume air

Va = Volume udara

Vv = Volume pori

Gambar 1. Diagram Fase Tanah

(Sumber : Wesley, L.D, 1997, Mekanika Tanah, Hal. 2)

Peranan tanah sangat penting dalam perencanaan atau pelaksanaan bangunan karena tanah tersebut berfungsi untuk mendukung beban yang ada di atasnya. Oleh

karena itu, tanah yang akan dipergunakan untuk mendukung konstruksi harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai tanah dasar (subgrade).

Gambar 2. Distribusi Beban pada Struktur Jalan

Gambar 2. Distribusi Beban pada Struktur Jalan

(20)

course). Pada struktur perkerasan kaku terdiri dari lapis tanah dasar, lapis pondasi bawah dan pelat beton.(6)

Gambar 3. Penampang Melintang Perkerasan Lentur Jalan Raya

2.2. Sistem Klasifikasi Tanah

2.2.1. Sistem Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak adalah sistem USCS. Standar Indonesia, SNI 03-6371-2000 yakni : Tata Cara Pengklasifikasian Tanah Dengan Cara Unifikasi Tanah, menguraikan prosedur untuk

mengklasifikasikan tanah berdasarkan Unified Soil Classification System (USCS). Sistem klasifikasi ini dikembangkan oleh Casagrande selama perang dunia kedua untuk Kesatuan Engineering Angkatan Darat Amerika. Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi

oleh American Society for Testing and Materials (ASTM) sebagai metode klasifikasi tanah (ASTM D 2487). Pengklasifikasian tanah ini dilakukan berdasarkan hasil

pengujian laboratorium, yaitu : analisa distribusi partikel dan batas-batas Atterberg. Unified Soil Classification System (USCS) mengelompokkan tanah ke dalam 2 kelompok, yakni :

1. Tanah berbutir kasar (coarsed grained – soil)

Tanah berbutir kasar (coarsed grained – soil) yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50 % berat total contoh tanah lolos saringan No. 200. Simbol kelompok ini

(21)

dinyatakan gradasi tanah dengan symbol W (untuk tanah bergradasi baik) dan P (untuk tanah bergradasi buruk).

2. Tanah berbutir halus (fine – grained – soil)

Tanah berbutir halus (fine – grained – soil) yaitu tanah yang lebih dari 50 % berat contoh tanahnya lolos dari saringan No. 200. Simbol kelompok ini adalah C (untuk tanah

lempung organic, clay) dan O (untuk lanau organik), Plastisitas dinyatakan L (rendah) dan H (tinggi). Simbol-simbol yang digunakan untuk klasifikasi tanah dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel. 2.1. Ukuran saringan menurut ASTM

No. Saringan Lubang saringan

Inch mm

1 ½ in 1,5 38,1

1 in 1,0 25,4

3/4 in 0,75 19,0

1/2 in 0,5 12,7

3/8 in 0,375 9,51

No. 4 0,187 4,76

No. 8 0,0937 2,38

No. 16 0,0469 1,19

No. 30 0,0234 0,595

No. 50 0,0117 0,297

No. 100 0,0059 0,149

No. 200 0,0029 0,074

Sumber : Buku 1 Petunjuk Umum, Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Kimpraswil

Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah sistem Unified yakni :

a. Menentukan tanah apakah berupa butiran halus atau butiran kasar secara visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan No. 200,

b. Jika tanah berupa butiran kasar :

(22)

− Menentukan persen butiran lolos ≤ 50 %, klasifikasikan tanah tersebut sebagai

kerikil atau pasir,

− Menentukan jumlah butiran yang lolos saringan No. 200 jika prosentase butiran

yang lolos ≤ 5 %, pertimbangkan bentuk grafik distribusi dengan menghitung Cu dan Cc. Jika termasuk bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) atau SW (bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, Klasifikasikan

sebagai GP (bila berkerikil) atau SP (bila pasir),

− Jika proesentase butiran tanah yang lolos saringan No. 200 di antara 5 sampai

dengan 12 %, tanah akan mempunyai symbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW – GM, SW – SM, dan sebagainya),

− Jika proesentase butiran tanah yang lolos saringan No. 200 > 12 %, harus

diadakan pengujian batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tertinggal dalam saringan No. 40. Kemudian, dengan menggunakan diagram

plastisitas, tentukan klasifikasinya (GW, GC, SM, SC, GM – GC, atau SM - SC). c. Jika tanah berbutir halus :

− Menguji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal

dalam saringan No. 40. Jika batas cair > 50 %, klasifikasikan tanah sebagai H

(plastisitas tinggi) dan jika batas cair < 50 %, klasifikasikan tanah sebagai L (plastisitas rendah),

− Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas

di bawah garis A, tentukan apakah tanah organic (OH) atau anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di garis A, klasifikasikan sebagai CH,

− Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas

(23)

organic (OL) atau anorganik (ML) berdasar warna, bau, atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan mengeringkannya di dalam oven,

− Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang diarsir,

dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50 %, gunakan symbol ganda.

Metode klasifikasi tanah menurut USC (Unified Soil Classification)

diperkenalkan oleh Casagrande (1942). Pada tahun 1985, cara klasifikasi ini disetujui oleh ASTM untuk digunakan secara umum sebagai metoda ASTM. Ada beberapa

perbedaan antara kedua cara, tetapi tidak mendasar. (12)

Tabel 2.2. Simbol Klasifikasi Tanah Casagrande

Simbol Nama Klasifikasi Tanah

G Kerikil (gravel)

S Pasir (sand)

C Lempung (clay)

M Lanau (silt)

O Lanau atau Lempung organic (organic silt or clay)

Pt Tanah gambut dan Tanah organic tinggi (peat and highly organic clay)

F Terlampau halus

S Seragam

L Plastisitas rendah (low plasticity)

I Plastisitas sedang (intermediate plasticity)

H Plastisitas tinggi (high plasticity)

W Bergradasi baik (well graded)

P Bergradasi buruk (poor graded)

Sumber : Sistem Klasifikasi Tanah Casagrande

(24)

Tabel 2.3. Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Sumber : Sifat-sifat Tanah dan Metoda Pengukurannya, Penerbit Universitas Sriwijaya

2.2.2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials Classification) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam

(25)

dihitung dengan rumus-rumus empiris. Pengujian yang dilakukan adalah analisis saringan dan batas-batas Atterberg. Sistem ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut :

1. Ukuran butir, yakni dibagi menjadi :

− Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm

dan tertahan pada ayakan diameter 2 mm.

− Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 2 mm dan

tertahan pada ayakan diameter 0,0075 mm.

− Lanau & Lempung : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 0,0075 mm.

2. 2. Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bila

bagian-bagian yang halusdari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.

3. Apabila batuan (ukuran > 75 mm) ditemukan dalm contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentase dari

batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Pengujian yang dijadikan patokan untuk mengklasifikasi adalah sama dengan sistem klasifikasi tanah Unified yaitu analisis saringan dan batas-batas Atterberg. Untuk mengevaluasi pengelompokan lebih lanjut digunakan indeks kelompok/group index (GI).

GI = (F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F – 15) (PI – 10)

Dengan Pengertian : GI = indeks kelompok/group index

F = persen butiran lolos saringan No. 200 (0,0075 mm)

LL = batas cair

PI = indeks plastisitas

(26)

Tanah A-1 merupakan tanah granular bergradasi baik, sedangkan A-3 adalah pasir bersih bergradasi buruk. Tanah berbutir halus diklasifikasikan dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah

lempung lanau. Klasifikasi tanah menurut sistem AASHTO dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sumber : Sifat-sifat Tanah dan Metoda Pengukurannya, Penerbit Universitas Sriwijaya

2.3. Sifat-Sifat Umum Mineral Lempung

Sifat yang khas dari tanah lempung adalah dalam keadaan kering dia akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis dan kohesif, mengembang dan

menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air. Sifat-sifat umum mineral lempung yaitu :

1. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air dalam jumlah yang besar. Lapisan ini sering mempunyai tebal dua molekul dan disebut lapisan difusi,

lapisan difusi ganda atau lapisan ganda yakni lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation yang disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih tinggi

(27)

2. Aktifitas (A)

Hary Christady (2006) mendefenisikan aktivitas tanah lempung sebagai

perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan persentase butiran yang > 0,002 mm

yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan berikut : A =

Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan

mengembang dari tanah lempung. Ketebalan air mengelilingi butiran tanah lempung tergantung dari macam mineralnya. Jadi dapat disimpulkan plastisitas tanah lempung

tergantung dari sifat mineral lempung yang ada pada butiran dan jumlah mineral.

Bila ukuran butiran semakin kecil, maka luas permukaan butiran akan semakin besar. Pada konsep Atterberg, jumlah air yang tertarik oleh permukaan partikel tanah

akan bergantung pada jumlah partikel lempung yang ada di dalam tanah.

Swelling Potensial atau kemampuan mengembang tanah dipengaruhi oleh nilai aktivitas tanah. Setiap tanah lempung memiliki aktifitas yang berbeda-beda. Tingkat

aktifitas tanah dapat diidentifikasi dalam 4 kelompok yaitu :

a) Rendah (Low) : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial ≤ 1,5 %

b) Sedang (Medium) : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial > 1,5 % dan ≤ 5 %

c) Tinggi (High) : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial > 5 % dan ≤ 25 % d) Sangat Tinggi (Very High) : Tanah yang memiliki nilai Swelling Potensial > 25 %

3. Flokulasi dan Disversi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal (amophus) maka daya negative netto,

ion-ion H+ di dalam air, gaya Van der Waals, dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan air.

(28)

cepatnya dan membentuk sedimen yang sangat lepas. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan

penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Lempung yang baru saja berflokulasi dengan mudah tersebar kembali dalam larutan semula apabila digoncangkan, tetapi apabila telah lama terpisah penyebarannya menjadi lebih sukar

karena adanya gejala thiksotropic (Thixopic), dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

Gambar 5. Hubungan Antara Persentase Butiran Lempung dengan Aktivitas

4. Pengaruh Zat Cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg, ASTM

menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relative bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi. Air berfungsi

sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada molekul yang tidak dipolar seperti

karbon tetraklorida (CCl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.

(29)

Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bangunan. Secara umum

sifat kembang susut tanah lempung tergantung pada sifat plastisitasnya. Semakin plastis mineral lempung, semakin potensial untuk menyusut dan mengembang. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor, yaitu :

a) Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah, b) Kadar air,

c) Susunan tanah,

d) Sementasi,

e) Konsentrasi garam dalam air pori, serta adanya bahan organic, dll.

2.3.1. Hubungan Volume dan Berat Isi

1. Berat Isi

Cara menentukan berat isi tanah adalah dengan mengukur berat sejumlah tanah yang isinya diketahui. Untuk tanah asli biasanya dipakai sebuah cincin yang dimasukkan

ke dalam tanah sampai terisi penuh, kemudian atas dan bawahnya diratakan dan cincin serta tanahnya ditimbang. Apabila ukuran cincin serta beratnya diketahui, maka berat isi dapat ditimbang langsung. Untuk tanah yang tidak asli, misalnya pada percobaan

pemadatan, maka tanah dipadatkan di dalam suatu alat cetak yang isinya diketahui. Setelah permukaan atasnya diratakan, maka cetakan serta tanah ditimbang dan berat isi

tanah dapat langsung dihitung. 2. Kadar Air

Perbandingan komposisi antara butiran dan air di dalam tanah dapat dipakai

(30)

kandungan air yang cukup akan mempebesar daya dukung tanah, tetapi jika kandungan air terlalu banyak akan menyebabkan rembesan air tanah pada waktu tanah tersebut

dibebani. Perembesan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan tanah yang sangat membahayakan konstruksi yang ada di atasnya.(8)

3. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan berat isi air suling pada temperature dan volume yang sama. Berat jenis tanah akan digunakan untuk menentukan sampel tanah yang diuji termasuk pada jenis tanah tertentu.(8)

Berat isi tanah ditentukan dalam gr/cm3 (sama dengan ton/m3). Nilai berat isi pada tanah asli jarang lebih kecil daripada 1,2 kg/cm3 atau lebih besar darpada 2,5

kg/cm3. Nilai paling biasa adalah dari 1,6 sampai 2,0 kg/cm3. Berat isi kering ditentukan dengan satuan yang sama yaitu gr/cm3, nilainya berkisar antara 0,6 sampai 2,4. Kadar air tanah selalu dinyatakan dalam persen dan nilainya dapat berkisar dari 0 % sampai 300 %.

Pada tanah dalam keadaan aslinya kadar air biasanya adalah dari 15 % hingga 100 %. Berat jenis tanah dinyatakan sebagai bilangan saja. Nilainya rata-rata adalah sebesar 2,65

dengan variasi yang agak kecil, yaitu jarang di bawah 2,4 atau di atas 2,8. 4. Pemadatan Tanah (Proctor Standard)

Pemadatan merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah yaitu dengan

mengeluarkan udara pada pori-pori tanah yang biasanya menggunakan energy mekanis. Di lapangan, usaha pemadatan dihubungkan dengan jumlah gilasan dari mesin gilas, atau

hal lain yang prinsipnya sama untuk suatu volume tanah tertentu. Di laboratorium menggunakan pengujian standar yang disebut uji proctor, dengan cara suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu beberapa lapis tanah di dalam sesuai mold. Dengan

(31)

dalam keadaan kadar air optimum, sehingga udara dalam pori-pori tanah akan keluar. Beberapa keuntungan yang didapatkan dengan adanya pemadatan ini adalah :

− Menaikkan kekuatan tanah,

− Memperkecil pengaruh air terhadap tanah,

− Berkurangnya penurunan permukaan (subsidence), yaitu gerakan vertical didalam

masa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori,

− Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air.

5. Penentuan Kadar Air Optimum

Untuk mengetahui kadar air yang optimum pada tanah, maka dilakukan

pengujian pemadatan proctor standar, pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah 3 lapisan. Setiap lapisan dipadatkan dengan 25 tumbukan yang ditentukan dengan

[image:31.595.192.415.467.593.2]

penumbuk dengan massa 2,5 kg dan tinggi jatuh 30 cm. Energi pemadatan sebesar 592,57 kilo Joule/m3.

Gambar 6. Kurva Hubungan Kadar Air dengan Berat Volume Kering (Sumber : Hardiyatmo, H.C, 2006, Mekanika Tanah 1, Hal. 78)

Kadar air yang memberikan berat kering yang maksimal disebut kadar air optimum. Untuk tanah berbutir halus dalam mendapatkan kadar air optimum digunakan batas plastisnya. Buat kurva hubungan antara kadar air (w) sebagai absis dan berat volume

(32)

digunakan adalah kurva dari uji pemadatan tanah (proktor standar). Dari titik puncak ditarik garis vertical memotong absis, pada titik ini adalah kadar air optimum.

2.3.2. Kepadatan Tanah Dasar

Nilai CBR sangat bergantung kepada proses pemadatan. Subgrade dipadatkan hingga mencapai kepadatan kering maksimum dan membentuk profil sesuai dengan yang direncanakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan material tanah dasar

(subgrade) adalah :

1) Karakteristik material tanah dasar,

2) Kadar air material tanah dasar, 3) Jenis alat pemadat yang digunakan,

4) Massa (berat) alat pemadat yang tergantung pada lebar roda dan pelat dasarnya,

5) Ketebalan lapisan material yang dipadatkan, 6) Jumlah lintasan alat yang diperlukan.

2.3.3. Plastisitas dan CBR Pada Tanah Lempung (Clay)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi plastisitas dan CBR pada tanah

lempung adalah : a. Faktor Lingkungan

Tanah dengan plastisitas tinggi dalam keadaan kadar air rendah atau hisapan yang

tinggi akan menarik air lebih kuat dibanding dengan tanah yang sama dengan kadar air yang lebih tinggi. Perubahan kadar air pada zona aktif dekat permukaan tanah akan

menentukan besarnya plastisitas. Pada zona ini terjadi perubahan kadar air dan volume yang lebih besar. Variasi peresapan dan penguapan mempengaruhi perubahan kedalaman zona aktif. Keberadaan fasilitas seperti drainase, irigasi dan kolam, akan memungkinkan

(33)

memperngaruhi perubahan kadar air tanah. Selain itu vegetasi seperti pohon, semak dan rumput menghisap air tanah dan menyebabkan terjadinya perbedaan kadar air pada

daerah dengan vegetasi berbeda. b. Karakteristik Material

Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan sistem tanah dengan air

yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya di dalam struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan terdiri dari gaya elektrostatis yang

bergantung pada komposisi mineral serta gaya Van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan bermuatan listrik negative dan ujung-ujungnya bermuatan positif.

Muatan positif ini dikembangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat oleh suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia – listrik ini harus dalam keadaan

seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air tanah, keseimbangan gaya-gaya dan jarak antar partikel akan membentuk keseimbangan baru.

Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses kembang – susut. c. Kondisi Tegangan

Tanah yang terkonsolidasi berlebih bersifat lebih ekspansif dibandingkan tanah

yang terkonsolidasi normal, untuk angka pori yang sama. Proses pengeringan – pembasahan yang berulang cenderung mengurangi potensi pengembangan sampai suatu

keadaan stabil. Besarnya pembebanan akan menyeimbangkan gaya antar partikel sehingga akan mengurangi besarnya pengembangan. Ketebalan dan lokasi kedalaman lapisan tanah ekspansif mempengaruhi besarnya potensi kembang – susut dan yang

(34)

d. Energi Pemadatan (Compaction Effort)

Jika energi pemadatan untuk suatu tanah dirubah, maka hubungan antara kadar

air dan berat isi kering akan berubah. Gambar 7 menunjukkan kurva pemadatan tanah lempung kepasiran yang dipadatkan menggunakan metode standar dengan menerapkan energy pemadatan yang berbeda. Dari gambar 7 terlihat bahwa energi pemadatan yang

diberikan dapat mempengaruhi tingkat kepadatan dan kadar air optimumnyang dibutuhkan. Semakin besar energi pemadatan yang diberikan kepada tanah tersebut, semakin besar kepadatan tanah yang dihasilkannya dan semakin kecil kadar air

[image:34.595.208.406.356.529.2]

optimumnya. Namun kepadatan akan berkurang bila tanah dipadatkan lebih dari kadar air optimumnya, walaupun energi pemadatan ditingkatkan.

Gambar 7. Pengaruh Energi Pemadatan

Pada tanah lempung, pemadatan merubah struktur tanah kohesif. Dengan energy pemadatan yang sama, struktur tanah akan semakin beraturan dengan bertambah

tingginya kadar air pemadatan. Pemadatan yang dilakukan pada kondisi kadar air berada di daerah sisi kering selalu menghasilkan struktur tanah yang tidak beraturan atau menggumpal (flocculated). Sebaliknya jika pemadatan dilakukan pada kondisi kadar air

(35)

2.3.4. Batas – Batas Atterberg

Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis tersebut

merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang konstan tanpa retak – retak dan remuk. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur

pada tanah tersebut. Penentuan batas-batas Atterberg pada bagian tanah melalui saringan

No. 40 (∅ = 0,42 mm). Batas-batas ini bukanlah merupakan sifat-sifat fisik yang jelas,

tetapi dapat dihubungkan secara empiris dengan sifat-sifat lainnya. Misalnya dengan

kekuatan geser atau compression index dan sebagainya. Indeks Plastisitas biasanya dipakai sebagai salah satu syarat untuk pemeriksaan sampel yang akan dipakai sebagai

bahan pembuatan jalan raya.(8)

Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk, yaitu kekuatannya rendah dan kompresibilitasnya tinggi serta sulit untuk

memadatkannya, seperti untuk pembuatan jalan. Batas Atterberg memperlihatkan terjadinya bentuk tanah dari benda padat hingga menjadi cairan kental sesuai dengan

kadar airnya. Dari test batas Atterberg akan didapatkan parameter batas cair, batas plastis, batas lengket dan batas kohesi yang merupakan keadaan konsistensi tanah.

Basah Makin Kering Kering

Keadaan Cair Keadaan Plastis Keadaan Semi Plastis Kedaan Padat

(Liquid) (Plastic) (Semi Plastic) (Solid)

[image:35.595.103.510.559.670.2]

Batas Cair Batas Plastis Batas Susut (Liquid Limit) (Plastic Limit) (Shrinkage Limit)

(36)

Pengujian batas-batas Atterberg meliputi : 1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (LL) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan tanah berubah dari keadaan cair dan keadaan plastis menjadi keadaan cair (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis). Batas cair ini adalah kadar air tanah dimana diperlukan 25 x

pukulan untuk membuat dua tepi dasar dari akar tanah yang terpisah menjadi berhimpit (bersinggungan sepanjang 1,25 cm).

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) adalah kadar air yang untuk nilai-nilai dibawahnya, tanah tidak lagi berpengaruh sebagi bahan yang plastis. Tanah akan bersifat sebagai bahan yang

plastis dalam kadar air yang berkisar antara LL dan PL. Kisaran ini disebut indeks plastisitas.

3. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika tanah mempunyai

interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini diseut dengan tanah kurus. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai

indeks plastisitas dapat dihitung dengan persamaan berikut : IP = LL – PL

[image:36.595.128.519.657.754.2]

Batasan mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah dan kohesi diberikan oleh Atterberg terdapat dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Sifat-sifat Tanah Ditinjau dari Nilai Indeks Plastisitas

PI Sifat Jenis Tanah Kohesi

0 Non Plastis Pasir Non Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

(37)

2.4. Persyaratan Material Tanah Dasar (Subgrade)

Material yang digunakan untuk tanah dasar harus memenuhi ketentuan sesuai

dengan spesifikasi. Material berplastisitas tinggi golongan A-7-6 tidak boleh digunakan sebagai lapisan tanah dasar (Pengendalian Mutu Pekerjaan Tanah, Balai Geoteknik Jalan, hal 37). Menurut AASHTO tanah berplastisitas tinggi termasuk golongan A-7-6. Pada

kelas A-7-6 adalah jenis tanah kelempungan berplastisitas tinggi dengan tingkatan umum ‘sedang sampai jelek’. Batasan kelas A-7-6 antara lain :

− Lolos saringan No. 200 > 36 %

− Batas cair > 41 %

− Indeks Plastisitas > LL – 30

Apabila material tanah dasar termasuk dalam spesifikasi kelas A-7-6, maka tanah

tersebut terlebih dahulu distabilisasi sebelum dilakukan proses pekerjaan berikutnya.(3)

2.5. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade)

Stabilisasi tanah dasar (subgrade) adalah usaha untuk memperbaiki mutu tanah

(daya dukung tanah) yang tidak baik dan meningkatkan mutu dari tanah agar mendapatkan kondisi tanah dasar (subgrade) yang memenuhi spesifikasi teknis yang disyaratkan. Stabilisasi tanah dasar (subgrade) bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan daya dukung tanah serta mendapatkan tanah dasar yang stabil pada semua kondisi musim dan selama umur rencana perkerasan jalan tersebut.

Metode-metode stabilisasi tanah yang dikenal adalah sebagai berikut :

1. Stabilisasi Mekanis

Stabilisai mekanis adalah penambahan kekuatan atau daya dukung tanah dengan jalan mengatur gradasi tanah yang dimaksud, dengan tujuan utnuk mendapatkan tanah

(38)

distabilisasi secara mekanis ini akan memiliki kemampuan tertentu terhadap deformasi oleh muatan lalu lintas yang bekerja di atasnya. Hal ini disebabkan karena adanya kait

mengkait dan geseran antar butiran tanah serta daya antar butiran tanah oleh bagian yang halus dan kestabilan akan tercapai setelah diberi usaha pemadatan yang cukup.

2. Stabilisasi Kimiawi

Stabilisasi kmiawi adalah penambahan bahan stabilisasi yang dapat mengubah sifat-sifat kurang menguntungkan dari tanah. Metode stabilisasi ini biasanya dilakukan untuk tanah yang berbutir halus. Bahan pencampur yang dipergunakan untuk stabilisasi disebut

stabilizing agent karena setelah diadakan pencampuran menyebabkan tanah menjadi lebih stabil. Bahan pencmpur yang digunakan seperti semen portland, kapur, abu sekam padi, abu batubara (fly ash), sodium dan lain-lain.

Stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1) Menambah kepadatan (secara teknis),

2) Mencampur dengan tanah lain,

3) Mencampur dengan material seperti: semen, kapur, belerang, abu sekam padi atau yang lainnya (stabilisasi secara kimiawi),

4) Merendahkan muka air (drainase tanah), 5) Pemanasan dengan temperatur tinggi,

6) Mengganti tanah-tanah yang buruk, dan lain sebagainya.

Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung pada lama waktu pemeraman (curing time), hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan sifat-sifat tanah terjadi proses kimia dimana memerlukan waktu untuk zat

kimia yang ada di dalam adiktif untuk bereaksi dengan tanah dan air.

Stabilisasi tanah lempung (clay) A-7-6 sebagai media dengan bahan pencampur

(39)

termasuk stabilisasi secara kimiawi. Dimana kapur Ca(OH)2 dan abu sekam padi (rice

husk ash) berfungsi untuk menambah daya dukung tanah lempung (clay) A-7-6 sebagai tanah dasar (subgrade) pada perkerasan jalan.

2.5.1. Stabilisasi Tanah Dasar (Subgrade) Dengan Menggunakan Zat Additive

Jenis-jenis bahan additive yang dapat digunakan sebagai bahan stabilisasi tanah adalah sebagai berikut :

1) kapur, semen dan polimer,

2) Ground Granulated Blast Furnace Slag (GGBFS) dan kapur, 3) Semen, kapur dan abu terbang (fly ash),

4) Kapur dan abu terbang,

5) GGBFS, kapur dan abu terbang,

6) Kapur dan abu sekam padi (rice husk ash), dll.

Dalam penelitian ini, penggunaan kapur Ca(OH)2 dan abu sekam padi (rice husk

ash) dimaksudkan untuk menambah kemampuan daya dukung (nilai CBR) tanah lempung (clay) A-7-6 sebagai tanah dasar (subgrade) pada perkerasan jalan, dengan

alasan apabila kapur dengan mineral lempung atau dengan mineral halus lainnya atau dengan komponen pozzolan seperti silika hidrat (hydrous silica) bereaksi, maka akan membentuk suatu gel yang kuat dan keras yaitu kalsium silikat yang mengikat butir-butir atau partikel tanah (Diamond & Kinter, 1965 dalam Ingles dan Metcalf, 1972). Gel silika bereaksi dengan segera melapisi dan mengikat partikel lempung dan menutup pori-pori

tanah. Terisinya rongga pori tanah menyebabkan sifat saling mengunci (inter locking) antara butir-butir tanah semakin besar sehingga menghasilkan stabilitas yang lebih tinggi

(40)

2.5.1.1. Stabilisasi Tanah Dengan Kapur

Stabilisasi tanah dengan kapur telah banyak digunakan pada proyek-proyek jalan

di banyak Negara. Stabilisasi dengan kapur dan pozzolan cocok digunakan untuk tanah kohesif (berbutir halus), seperti pada tanah lempung. Sementara stabilisasi dengan semen cocok untuk tanah yang tidak kohesif (tanah berpasir atau kerikil) yang mengandung

sedikit tanah berbutir halus (Soedarmo dan Purnomo, 1997). Kapur dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu :

a. Kapur tohor (CaO) : hasil pembakaran batu alam yang komposisinya sebagian besar

berupa kalsium karbonat,

b. Kapur padam (Ca(OH)2) : hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk

hidrat,

c. Kapur udara : kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa waktu dapat mengeras di udara karena pengikatan karbon dioksida,

d. Kapur hidrolis : kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa waktu dapat mengeras baik di dalam air atau di udara.

Kapur yang umum digunakan untuk bahan stabilisasi adalah : Kapur kembang CaO dan Kapur padam : Ca(OH)2.

Kapur hidrasi digunakan di laboratorium dan komponen Ca(OH)2 merupakan

penentu reaksi dengan material tanah dasar. Sedangkan di lapangan, digunakan kapur mentah CaO untuk stabilisasi tanah dasar. Nilai konversi sangat penting untuk jumlah

tingkat penghamparan karena adanya perbedaan dari sumber pabrik pengolahan kapur. Secara ringkas, kapur hidrasi Ca(OH)2 tidak murni dan variasi penggunaan kapur

di lapangan sangat beragam. Keuntungan dan kekurangan menggunakan Ca(OH)2 dan

(41)
[image:41.595.140.482.91.226.2]

Tabel 2.6. Persyaratan Sifat-sifat Kapur untuk Stabilisasi Tanah Unsur Calsium Hidroksida Calsium Oksida

Komposisi Ca(OH)2 CaO

Bentuk Serbuk Tepung Granular

Kepadatan Curah (t/m3) 0,45 – 0,56 0,9 – 1,3

Ekuivalensi dengan Ca(OH)2 1,00 1,32

Magnesium dan Kalsium Oksida > 95 % > 92 %

Kalsium Dioksida 5 % - 7 % 3 % - 10 %

Sumber : AustStab Technical Note, lime stabilization practice, 2008

Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan kapur adalah sebagai berikut : a. Absorbsi air, reaksi eksotermis dan reaksi ekspansif

Pada temperature di bawah 350oC, komponen kalsium oksida dari kapur mentah bereaksi dengan air untuk menghasilkan kalsium hidroksida seperti halnya pembebasan panas. Persamaan di bawah ini menunjukkan bahwa 56 unit berat dari kalsium oksida

murni akan berhidrasi dengan 18 unit berat air. Dan sebaliknya, akan diperlukan 320 liter air untuk menghidrasi satu ton CaO. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CaO + H2O Ca(OH)2 + heat

(Calsium Oxide) (Calsium hydroxide)

(Quicklime) (Hydrated lime)

(Heat of hydration ∼ 272 kcal/kg CaO)

b. Reaksi pertukaran ion

Butiran lempung dalam kaqndungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negative. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta

air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran tanah.

Jika kapur ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti di atas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion sodium yang berasal dari larutan kapur diserap

(42)
[image:42.595.99.520.83.214.2]

Tabel 2.7. Perbandingan antara Ca(OH)2 dengan CaO

Jenis Kapur Keuntungan Kekurangan

Ca(OH)2 Tidak memerlukan banyak air Lebih peka untuk berdebu

CaO

1. Lebih hemat penggunaanya sekitar 30 % daripada kapur jenis lain

2. Kepadatan curah lebih besar

3. Lebih cepat kering di lahan yang basah

1. Memerlukan banyak air daripada penggunaan kapur Ca(OH)2

2. Mengeluarkan uap air saat proses slaking

Sumber : AustStab Technical Note, lime stabilization practice, 2008

c. Reaksi pozolan

Reaksi antara silica (SiO2) dan alumina (Al2O3) halus yang terkandung dalam

tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan kapur

dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti : tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO. Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 4CaO. Al2O3.SiO2.6H2O

yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan

menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Ringkasan (summary) kelebihan umum dari stabilisasi tanah dengan menggunakan kapur (lime

stabilization) dapat dilihat pada table 2.8.

Tabel 2.8. Kelebihan Stabilisasi dengan Kapur Ditinjau dari Tiap-tiap Properties

Properties Kelebihan

Plasticity Indeks plastisitas akan berkurang, ini diakibatkan karena pengurangan liquid limit dan peningkatan plastis limit.

Moisture density relationship

Hasil dari reaksi antara kapur dengan tanah adalah perubahan yang substansial pada berat isi. Perubahan berat isi mencerminkan keadaan tanah yang baru dan ini adalah bukti bahwa terjadi perubahan fisik pada tanah selama masa perawatan.

Swell potensial

Potensial pengembangan tanah dan pengembangan tekanan akan berkurang selama masa perawatan.

Drying Kapur sangat membantu pengeringan tanah yang basah. Kondisi ini memungkinkan untuk segera melakukan pemadatan.

Strenght properties

USCS dan CBR tanah yang distabilisasi dengan kapur akan mengalami peningkatan yang sangat besar. Kondisi ini akan semakin meningkat apabila kemudian dikombinasikan dengan semen setelah perawatan kapur.

Water resistance

[image:42.595.103.525.509.753.2]
(43)

Kondisi yang akan terjadi dari stabilisasi menggunakan kapur antara lain :

− Meningkatkan kekakuan tanah dasar untuk pembangunan jalan baru atau

merehabilitasi jalan yang telah ada,

− Mengurangi PI dari perkerasan semula dan material tanah dasar,

− Meningkatkan stabilitas volume untuk lapisan paling atas dari material yang dipilih,

− Memodifikasi lapisan subbase untuk meningkatkan kekakuan perkerasan.

2.5.1.2. Stabilisasi Tanah Dengan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash)

Abu sekam padi merupakan bahan hasil sampingan produk pertanian, sekam yang dibakar mempunyai sifat pozzolan yang mengandung unsur silikat yang tinggi. Secara visual abu sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berwarna

abu-abu (grey colour-ash).

Pada pembakaran padi menjadi abu akan kehilangan zat organik dan menghasilkan silika yang banyak. Pengaruh panas terhadap silika dalam sekam dapat

menghasilkan perubahan struktural yang berpengaruh terhadap dua hal, yaitu tingkat aktifitas pozzolan dan kehalusan butirnya. Menurut Swamy, 1986, temperatur pembakaran untuk kulit gabah adalah sekitar 350oC dan kehilangan berat terjadi pada suhu 500oC. Analisis abu dengan difraksi sinar X terjadi pada suhu 700oC, abu terutama terdiri dari silika amorpous, tetapi diluar temperature 700oC silika akan mengkristalisasi

menjadi kristobalit dan tridimit, sifat dari kedua silika ini kurang reaktif.

(44)

antara abu sekam padi dengan kapur adalah sebagai berikut (Tjokrodimulyo, 1992 dalam Muntahar, 1997) :

3Ca(OH)2 + 2SiO2 3CaO. 2SiO2. 3H2O

Reaksi ini jauh lebih kompleks dan bergantung kepada bahan-bahan penyusun pozzolan, termasuk silika. Menurut Swamy, 1986, silika termasuk unsur kimia yang paling

dominan dan menguntungkan pada abu sekam padi. Kandungannya pada abu sekam padi mencapai 93%.

Penggunaan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi (stabilizing agents) pada

tanah lempung dimungkinkan karena material ini banyak mengandung unsur silikat (SiO2) dan aluminat (Al2O3), sehingga dikategorikan sebagai pozzolan. Pozzolan ini

mengandung sifat sementasi jika bercampur dengan kapur padam dan air.(9)

Apabila kapur Ca(OH)2, abu sekam padi dan mineral lempung bereaksi, maka

akan terjadi reaksi pozzolanisasi yang menghasilkan kristal Ca(SiO3) yang bersifat

mengikat butiran lempung dengan butiran lempung serta butiran lempung dengan

Ca(SiO3). Reaksi pozzolanisasi yang terjadi antara kapur dan abu sekam padi tersebut

sebagai berikut (Wijaya, 1994 dalam Sujatmaka 1998) :

SiO2 + Ca(OH)2 + H2O Ca(SiO3) + 2H2O

2.5.2. Pengaruh Masa Perawatan (Curing Time)

Masa perawatan (curing time) dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki

interaksi antara air dengan partikel-partikel tanah serta bahan stabilisasi (zat aditif kapur dan abu sekam padi) melalui reaksi permukaan (berupa reaksi kimia) yang sedemikian rupa sehingga membuat sifat tanah dalam hubungannya dengan air memberi efek yang

(45)

Pada pencampuran tanah lempung dengan kapur dan abu sekam padi serta air membentuk hydrated gel yang mengikat butiran. Proses tersebut memakan waktu beberapa hari, karena setelah mengalami perawatan (curing time), perendaman dalam air justru membantu proses hidrasi tadi. Hal ini mengakibatkan campuran tanah-kapur-abu sekam padi menjadi semakin kuat yang kemudian meningkatkan nilai CBR-nya.

Qunik Wiqoyah, 2006, dalam penelitian pengaruh kadar kapur, waktu perawatan dan perendaman terhadap kuat dukung tanah lempung, menemukan bahwa hasil uji CBR perawatan 3 hari dan perendaman 4 hari menunjukkan peningkatan nilai CBR seiring

penambahan kapur. Peningkatan maksimum baik pada perawatan 3 hari maupun perendaman 4 hari terjadi pada penambahan 7,5 % kapur. Besarnya peningkatan masing-masing berturut-turut ; 23,64 % dan 28,78 %. Penambahan kapur samapi pada 7,5 %

dengan perawatan 3 hari dan perendaman 4 hari dapat meningkatkan kuat dukung tanah dan dapat menurunkan nilai swelling potential dengan besar penurunan 3,03 %.

Fachri ghazali, 2010, dalam penelitiannya terhadap waktu perawatan (curing

time), menemukan bahwa persentase kenaikan nilai batas plastis maksimum terjadi pada masa curing 14 hari yakni sebesar 5,56 % dari masa curing 7 hari. Sedangkan masa pemeraman 28 hari kenaikan nilai batas plastis adalah sebesar 1,02 % dari masa pemeraman 14 hari. Akibat penambahan kapur, terjadi penurunan indeks plastisitas dari 43,43 % menjadi 8,35 % atau sebesar 80,77 % pada penambahan 5 % masa pemeraman

14 hari. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. Nilai CBR maksimum diperoleh pada penambahan kapur sebesar 5 % dengan masa perawatan 14 hari, yaitu dari 1,99 % menjadi 23,6 %. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. Nilai kuat tekan bebas (Qu)

(46)

Gambar 9. Perbandingan indeks plastisitas lempung yang telah dicampur Ca(OH)2

[image:46.595.115.505.73.184.2]

dengan berbagai variasi kadar kapur dan waktu pemeraman

Gambar 10. Perbandingan nilai CBR lempung yang dicampur Ca(OH)2 dengan

berbagai variasi kadar kapur dan waktu pemeraman

Gambar 11. Perbandingan nilai kuat tekan bebas maksimum lempung yang dicampur Ca(OH)2 dengan berbagai variasi kadar kapur dan waktu pemeraman

2.6. California Bearing Ratio (CBR)

Percobaan dengan cara CBR dikembangkan oleh California State Highway Department sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan (subgrade). Nilai CBR

[image:46.595.114.507.404.514.2]
(47)

tinggi. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa sebaiknya tanah dasar dipadatkan dengan kadar air rendah supaya mendapat nilai CBR yang tinggi, karena air

kemungkinan tidak akan konstan pada kondisi ini.

Nilai CBR adalah nilai banding antara gaya yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berukuran standar (1935 mm2) dengan kecepatan standar (1,27

mm/menit) terhadap gaya yang diperlukan untuk menembus bahan standar tertentu. Besarnya nilai CBR tanah akan menetukan ketebalan lapis keras yang akan dibuat diatasnya. Nilai CBR dinyatakan dalam persen.

Nilai CBR merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam perhitungan struktur perkerasan jalan raya. Semakin besar nilai CBR, semakin besar pula daya

dukung tanah dasar sehingga untuk beban lalu lintas yang sama akan membutuhkan ketebalan perkerasan yang lebih tipis. Ditinjau dari sisi finansial, pengurangan ketebalan perkerasan akan berdampak pada penghematan biaya konstruksi jalan.

Menurut Soedarmo dan Purnomo (1997), CBR dapat dibagi sesuai dengan cara mendapatkan contoh tanahnya yaitu CBR lapangan (CBR inplace atau field CBR), CBR lapangan rendaman (undisturbed soaked CBR) dan CBR laboratorium (laboratory

CBR). CBR laboratorium dibedakan menjadi dua macam yaitu CBR laboratorium rendaman (soaked laboratory CBR) dan CBR laboratorium tanpa rendaman (unsoaked laboratory CBR).

Penentuan nilai CBR dilaksanakan terhadap contoh tanah yang sudah dipadatkan dengan pemadatan standar. Dalam penelitian ini nilai CBR ditentukan dengan rendaman (soaked laboratory CBR) yang dilaksanakan selama 4 hari (96 jam). Uji CBR metode

rendaman adalah untuk mengasumsikan keadaan hujan atau saat kondisi terjelek di lapangan yang akan memberikan pengaruh penambahan air pada tanah yang telah

(48)

kuat dukung tanah. Nilai CBR dapat diperoleh dengan mengukur besarnya beban pada penetrasi 0,1” dan 0,2”. Dari kedua nilai tersebut digunakan nilai terbesar.

2.7. Unconfined Compression Test (Kuat Tekan Bebas)

Kuat tekan bebas adalah besarnya gaya aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan atau pada saat regangan aksial mencapai 20 %. Kuat tekan bebas

(Qu) merupakan perbandingan antara beban dengan luasan yang dinyatakan dalam Mpa atau kg/cm2. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetukan besarnya kekuatan tekan bebas

[image:48.595.127.509.369.526.2]

contoh tanah yang bersifat kohesif dalam keadaan asli atau terganggu/rusak (remoulded).

Tabel 2.9. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Sifat Tanah Unconfined Compression Test

Very soft (sangat lunak) < 0,25 kg/cm2

Soft (lunak) 0,25 – 0,50 kg/cm2

Firm/Medium (tengah) 0,50 – 1,00 kg/cm2

Stiff (kenyal) 1,00 – 2,00 kg/cm2

Very stiff (sangat kenyal) 2,00 – 4,00 kg/cm2

Hard (keras) > 4,00 kg/cm2

Sumber : Buku Panduan Praktikum, Laboratorium Mekanika Tanah,

Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, 2010/2011

2.8. Penelitian Yang Pernah Dilakukan

Fachri Ghazali (2010) mengadakan penelitian dengan menambahkan kapur Ca(OH)2 pada tanah lempung (clay). Dari hasil percobaan di laboratorium kadar kapur

optimum untuk menstabilisasi tanah adalah 5 % dengan waktu pemeraman 14 hari.

(49)

yaitu dari 1,99 % menjadi 23,6 %. Tetapi kondisi ini perlu dikontrol dengan teknik CBR lapangan yaitu dengan percobaan Dynamic Cone Penetrometer atau Cone Penetrometer.

Stabilisasi dengan kapur juga mengubah sifat tanah dalam sistem klasifikasi kuat tekan bebas tanah, yaitu dari 0,204 kg/cm2 menjadi 0,703 kg/cm2 atau dari jenis very soft menjadi medium.

Ratna Yuniarti, 2008, mengadakan penelitian perbandingan nilai daya dukung tanah dasar badan jalan yang distabilisasi semen dan abu sekam padi, menemukan bahwa pemberian semen dan abu sekam padi telah menurunkan nilai indeks plastisitas tanah

dari 84,1 % menjadi 59,41 % dan 50,18 %. Penurunan nilai PI tersebut dapat mengurangi potensi pengembangan dan penyusutan tanah.

Penelitian dalam tugas akhir ini mengambil ide dari penelitian yang telah

dilakukan oleh Fachri Gazali (2010) dan Ratna Yuniarti (2008). Dimana pada sub saran menyebutkan bahwa proses pembangunan jalan pada tanah dasar lempung dengan plastisitas tinggi memerlukan biaya tambahan untuk stabilisasi. Jika bahan stabilisasi

tanah yang digunakan tergolong kepada bahan yang relatif murah baik dari segi penggunaan biaya serta cara memperolehnya, maka dalam studi ini memilih bahan

stabilisasi yang bersifat ekonomis, aman dan mudah untuk mendapatkannya. Sehingga dipakai bahan stabilisasi tanah lempung (clay) berupa kapur Ca(OH)2 dan abu sekam

padi, dengan penambahan kapur Ca(OH)2 sebesar 4,5 % dan abu sekam padi dengan

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah Metode Eksperimen. Prosedur pelaksanaan baik dalam pembuatan sampel (benda uji) maupun pengujian sampel

mengikuti prosedur pengujian yang meliputi Index Properties serta Engineering Properties di laboratorium.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pencatatan langsung

dari hasil pengujian yang akan dilakukan terhadap sampel percobaan di laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU sesuai dengan prosedur pada pengujian Index Properties serta Engineering Properties di laboratorium.

Sampel tanah diambil dari daerah Kuala Madu, Binjai Stabat. Sedangkan bahan adiktif kapur Ca(OH)2 dibeli dari toko material bangunan yang berlokasi di daerah

Sunggal, Medan, dan Abu sekam padi dibeli dari daerah Tanjung Selamat, Medan.

Material tersebut kemudian diuji di laboratorium Mekanika Tan

Gambar

gambar 1 adalah sebagai berikut :
Gambar 4.  Rentang Nilai Lanau dan Lempung Berdasarkan Batas Cair dan Indeks Plastisitas
Tabel 2.3.  Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Tabel 2.4.  Sistem Klasifikasi AASHTO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak lazim dalam menjalankan tugasnya yang kesalahan-kesalahan yang tidak lazim dalam

Hasil pengujian biochar terhadap lahan basah menunjukkan bahwa aplikasi biochar mampu meningkatkan populasi mikroorganisme tanah dengan tanpa peningkatan signifikan

Berdasarkan Pembahasan yang sudah dijelaskan pada bab IV , maka kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut Secara Parsial Return On Equity, Operating

Produk songket diciptakan dengan bentuk dan kontruksi yang terstruktur, disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.Perkembangan songket dari Kampoeng Tenun Indralaya masih

(1) Subjek retribusi parkir di tepi jalan umum, pengujian kendaraan bermotor, terminal, dan tempat khusus parkir, adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati

Sangat disayangkan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Saluyu sangat minim memperoleh informasi pertanian dari media yang berbasis teknologi dan informasi,

Variabel yang positif terhadap kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan itu sendiri, gaji/bayaran, kesempatan dapat promosi, atasan mereka dan rekan kerja dapat terpenuhi

Bahwa yang dimaksud dengan waktu damai adalah saat atau waktu melakukan kegiatan meninggalkan kesatuan tersebut, Negara RI tidak dalam keadaan darurat perang