• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2. Standar Kompetensi

Standar kompetensi merupakan daftar kompetensi setiap pekerjaan (jabatan) yang disajikan secara umum untuk dapat dijadikan ukuran standar pelaksanaan kompetensi.

Sebelumnya disampaikan bahwa kompetensi merupakan paduan dari beberapa keunggulan yang harus dimiliki seseorang agar dapat memenuhi standar yang diharapkan dari sebuah pekerjaan untuk mencapai hasil yang maksimal. Inti standar kompetensi tidak dapat disamaratakan antara suatu bidang pekerjaan dengan bidang pekerjaan lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan penggolongan standar kompetensi dalam beberapa bagian agar kompetensi menjadi spesifik dan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Hutapea dan Thoha (2008: 7) mengatakan penyajian standar kompetensi dibedakan menjadi 3, yang disesuaikan dengan kelompok penggunanya, yaitu:

1. Standar kompetensi untuk kelompok industri.

Contoh standar kompetensi untuk kelompok industri adalah standar kompetensi industri perbankan, industri perminyakan, manufaktur, dan industri lainnya.

2. Standar kompetensi lintas industri

Standar kompetensi lintas industri biasanya dibuat untuk jenis pekerjaan tertentu yang dimiliki oleh semua industri. Sebagai contoh, pekerjaan manajer sumber daya manusia, manajer keuangan, manajer IT dan lain sebagainya. Pekerjaan-pekerjaan tersebut ada pada industri pertambangan, manufaktur, perbankan dan industri lainnya. Oleh karena itu, pekerjaan-pekerjaan tersebut dapat memiliki standar kompetensi yang sama untuk semua industri.

3. Standar kompetensi untuk perusahaan

Standar kompetensi untuk perusahaan dapat dibuat khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan masing-masing, misalnya PT X dapat membuat standar kompetensi sendiri khusus untuk PT X.

Wibowo (2007:97) mengatakan kompetensi dapat dipilah-pilah menurut stratanya. Kompetensi dapat di bagi menjadi core competencies, managerial competencies, functional

competencies.

1. Core competencies

Merupakan kompetensi inti yang dihubungkan dengan strategi organisasi sehingga harus dimiliki oleh semua karyawan dalam organisasi.

2. Managerial competencies

Merupakan kompetensi yang mencerminkan aktivitas manajerial dan kinerja yang diperlukan dalam peran tertentu.

3. Functional competencies

Merupakan kompetensi yang menjelaskan tentang kemampuan peran tertentu yang diperlukan dan biasanya dihubungkan dengan keterampilan profesional atau teknis.

Dengan adanya standar kompetensi maka dapat diketahui kriteria kompetensi secara spesifik sesuai pada bidang pekerjaan yang diterapkan. Di negara-negara maju seperti Inggris dan Australia, standar kompetensi ditetapkan lembaga-lembaga pelatihan maupun oleh pemerintah dengan tujuan menyeratakan program-program pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga yang ada di negara tersebut.

3. Konsep pokok kompetensi

Setelah berbicara tentang defenisi kompetensi dan mengetahui standar kompetensi yang dibagi secara spesifik diberbagai bidang yang berbeda, pembahasan berikut ini akan menggambarkan kompetensi secara lebih dalam.

Berbicara tentang kompetensi berarti berbicara tentang sebuah syarat mutlak dan konsisten yang harus dimililki oleh seorang karyawan. Namun tidak dapat dihindari manusia merupakan pelaku atau penggerak usaha yang tidak bisa konsisten sehingga akan terjadi hasil yang fluktuatif dari suatu pekerjaan.

Hal ini disebabkan manusia sangat rentan oleh perubahan internal maupun perubahan eksternal, seperti perubahan perasaan dan pola pikir, perubahan kondisi kesehatan, cuaca dan lingkungan dan lain sebagainya.

Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi manajer sumber daya manusia bagaimana cara untuk menjaga kestabilan prestasi dan hasil kerja karyawan, meskipun terjadi hasil yang fluktuatif tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap kelangsungan perusahaan.

Meski demikian ada pernyataan yang dikutip Hutapea dan Thoha (2008:28) Spenser dan Spenser (1994) konsep dasar kompetensi yang dimiliki oleh seseorang yaitu:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan informasi yang dimiliki seseorang. Pengetahuan adalah komponen utama diperoleh dan mudah diidentifikasi.

2. Keterampilan ( Skill)

Keterampilan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan.

3. Motif

Motif adalah sesuatu yang dipikirkan atau diinginkan seseorang secara konsisten yang dapat menghasilkan perbuatan.

Dua konsep kompetensi diri lainnya yaitu konsep diri dan ciri diri tidak turut dibahas.

C. EFEKTIFITAS LAYANAN

Efektifitas layanan dapat dinyatakan sebagai kinerja seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya dalam suatu perusahaan. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi. Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan.

Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah hal-hal apa saja yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja/efektifitas kerja karyawan adalah hal yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi, antara lain mencakup:

3. Kuantitas keluaran 4. Kualitas keluaran

Indikator efektifitas lainnya tidak turut dibahas.

Kuantitas kerja diukur dari kemampuan secara kuantitatif didalam mencapai target atau hasil kerja atas pekerjaan-pekerjaan baru.

Kualitas kerja melihat pada ketelitian dan kerapian bekerja, kecepatan penyelesaian pekerjaan, keterampilan dan kecakapan kerja.

Sumber daya manusia sebagai aktor yang berperan aktif dalam menggerakkan perusahaan/organisasi dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Tercapainya tujuan perusahaan/organisasi merupakan upaya para pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk bekerja dengan baik. Pencapaian tujuan perusahaan ditunjukkan dengan efektifitas layanan ataupun kinerja yang dimiliki. Pernyatan Prawirosentono (1999:23) Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan kata lain, apabila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Efektifitas layanan seorang karyawan akan baik apabila karyawan tersebut mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik.

Pekerjaan selalu memiliki lebih dari satu kriteria pekerjaan atau dimensi. Kriteria pekerjaan adalah faktor terpenting yang menjelaskan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan seorang karyawan didalam pekerjaannya. Kriteria pekerjaan penting didalam suatu perusahaan untuk mengukur kinerja individual dibandingkan dengan standar yang ada dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap karyawan.

Armstrong (1998:105) mengatakan manajemen kinerja (Performance Management) adalah suatu upaya untuk memperoleh hasil terbaik dari organisasi, kelompok dan individu melalui pemahaman dan penjelasan kinerja dalam suatu kerangka kerja atas tujuan-tujuan terencana, standar dan persyaratan-persyaratan atribut atau kompetensi yang disetujui bersama. Manajemen kinerja bersifat menyeluruh dan menjamah semua elemen, unsur atau input yang harus didayagunakan oleh organisasi untuk meningkatkan efektifitas kerja organisasi. Menurut

Mathis dan Jackson (2002:56), sistem manajemen kinerja berusaha mengidentifikasikan, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan dan memberi penghargaan terhadap efektifitas kerja karyawan.

Bacal (2001:3) mengemukakan bahwa, manajemen kinerja meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang unsur-unsur :

1. Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan.

2. Seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi. 3. Apa arti konkretnya “melakukan pekerjaan yang baik“.

4. Bagaimana karyawan dan penyedianya bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang. 5. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.

6. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya.

Mengelola kinerja sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif antara karyawan, manager dan organisasi. Manajemen kinerja merupakan cara mencegah kinerja buruk dan cara bekerja sama meningkatkan kinerja. Dengan manajemen kinerja berarti mengkomunikasikan secara dua arah antara pengelola kinerja (penyelia atau manajer) dan anggota staf yang berlangsung secara terus menerus.

Armstrong (1998:34) berpendapat, manajemen kinerja dapat dioperasionalkan dengan berbagai kunci, diantaranya :

1. Sebuah kerangka kerja atas tujuan-tujuan yang terencana, standar dan persyaratan-persyaratan atribut atau kompetensi tertentu yang disetujui bersama, dasar manajemen kinerja adalah persetujuan antara manajer dan individual tentang sebuah harapan dalam kaitannya dengan pencapaian target tertentu.

2. Sebuah proses: manajemen kinerja bukan hanya merupakan sistem dan prosedur belaka, namun juga sebuah kegiatan atau proses dimana setiap orang tersebut untuk mencapai hasil-hasil kerja maksimal dari hari ke hari dan sedemikian rupa peningkatan kinerja masing-masing dikelola secara obyektif.

3. Saling pengertian: untuk meningkatkan kinerja, setiap individu memerlukan saling pengertian tentang level tinngi dari kinerja dan kompetensi yang dibutuhkan dan apa saja yang harus dikerjakan.

4. Sebuah pendekatan untuk mengelola dan mengembangkan manusia, manajemen kinerja mempunyai tiga fokus. Pertama bagaimana manajer dan pimpinan kelompok dapat bekerja secara efektif dengan siapa saja yang ada di sekitarnya. Kedua, bagaimana setiap individu dapat bekerja dengan para manajer dan team kerjanya. Dan ketiga, bagaimana setiap individu dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian serta tingkat kompetensi dan kinerjanya.

5. Pencapaian: manajemen kinerja adalah pencapaian keberhasilan kerja individual dikaitkan dengan kemampuan pekerja memanfaatkan kemampuannya, kesadaran akan potensi yang dimilikinya dan memaksimalkan kontribusi mereka terhadap keberhasilan organisasi.

Bacal (2001:21) mengatakan Sistem manajemen kinerja yang efektif adalah sebuah proses yang membantu organisasi untuk mencapai tujuan jangka panjang dan jangka pendeknya, dengan membantu manajer dan karyawan melakukan setiap pekerjaannya dengan cara yang semakin baik.

Ruky (2001:87) mengemukakan bahwa manfaat manajemen kinerja ditinjau dari aspek pengembangan sumber daya manusia sebagai berikut:

1. Penyesuaian program pelatihan dan pengembangan karyawan. Dengan melaksanakan manajemen kinerja, dapat diketahui atau diidentifikasi pelatihan tambahan apa saja yang masih harus diberikan kepada karyawan untuk membantu karyawan agar mampu mencapai standar prestasi yang ditetapkan.

2. Penyusunan program seleksi dan kaderisasi. Dengan melaksanakan manajemen kinerja selayaknya juga dapat diidentifikasi siapa saja karyawan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan kariernya dengan dicalonkan untuk menduduki jabatan-jabatan yang tanggung jawabnya lebih besar pada masa yang akan datang.

3. Pembinaan karyawan. Pelaksanaan manajeman kinerja juga dapat menjadi sarana untuk meneliti hambatan karyawan untuk meningkatkan prestasinya.

Pencapaian tujuan perusahaan dan organisasi merupakan tujuan utama dari didirikannya suatu usaha. Hal itu tidak ditentukan sumber daya manusia yang kompeten yang dimiliki perusahaan tersebut. Hal itulah yang dinamakan dengan kompetensi.

Karyawan yang kompeten akan dapat menyelesaikan pekerjaan secara efektif. Sehingga sejumlah sumber daya yang yang dikorbankan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dapat memberikan hasil yang paling optimal bagi perusahaan atau organisasi.

Efektifitas layanan merupakan hasil dari pengukuran kinerja karyawan itulah sebabnya kinerja berkaitan sangat erat dengan efektifitas. Adapun efektifitas kinerja organisasi menurut E.M. Agus D, dkk (2001:36) mengatakan didalam melakukan pekerjaan, pada hakekatnya para pekerja memerlukan rasa aman, yang mempunyai kaitan dengan:

(1). Jaminan masa depan

(2). Suasana organisasi yang memberikan kesempatan untuk berkembang, tanpa adanya acaman-acaman.

(3). Hubungan antara atasan dan bawahan yang manusiawi.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa efektifitas kinerja organisasi merupakan susunan dari beberapa orang secara rapi yang menggambarkan seluruh

siklus input-proses-output untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Itulah pentingnya efektifitas kinerja organisasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya iklim organisasi dan etos kerja.

Hutapea dan Thoha (2008:59) mengatakan bahwa efektifitas organisasi dapat dievaluasi dengan melihat dua hal:

1. Pencapaian sasaran

2. Proses pelaksanaan organisasi

Kedua unsur ini memegang peranan yang sangat penting bagi pencapaian efektifitas layanan karyawan dimana satu unsur akan mempengaruhi unsur lainnya.

Sejalan dengan itu, untuk mengukur efektifitas organisasi, Hutapea dan Thoha (2008:59) mengutip Ivancevich dan Matteson (1999) yang menggunakan 2 pendekatan yaitu:

1. Pendekatan sasaran organisasi (Goal Approach)

Para pendukung pendekatan ini berargumentasi bahwa organisasi dibentuk dengan tujuan untuk mencapai sasaran sehingga untuk melihat tingkat efektifitas pelaksanaan organisasi mereka langsung menghubungkannya dengan pencapaian sasaran organisasi.

Dengan pendekatan terhadap sasaran organisasi, organisasi bergerak dan dilangsungkan berdasarkan sasaran yang hendak dicapai. Segala aktivitas organisasi diarahkan bagi pencapaian

sasaran. Penggunaan pendekatan ini lebih mudah dan membuat perusahaan bergerak secara terarah oleh karena adanya tujuan/sasaran yang hendak dicapai perusahaan.

Penetapan sasaran dapat dilakukan secara periodik, berupa sasaran jangka pendek, sasaran jangka menengah dan sasaran jangka panjang. Dengan demikian dapat segera terdeksi jika terjadi arah penyimpangan terhadap sasaran yang telah ditetapkan dengan memastikan segala kegiatan organisasi secara berkesinambungan beroperasi secara efektif.

2. Pendekatan Sistem (System Approach)

Hutapea dan Thoha (2008:59) mengutip Ivancevich dan Matteson (1999) yang mengatakan bahwa pendekatan sistem tidak melihat efektifitas organisasi atas dasar hasil atau sasaran yang dicapai, melainkan dari gambaran perilaku organisasi baik pada saat terjadi interaksi secara internal di organisasi maupun dari perilaku organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Perbedaan kedua pendekatan ini terletak terhadap cara pandang terhadap waktu pencapaian efektifitas. Pendekatan sasaran organisasi melihat sasaran sebagai tujuan dari keseluruhan aktivitas organisasi setiap hari tanpa melihat terhadap mekanisme atau sistem pelaksanaannya. Sasaran adalah landasan dan fokus organisasi dalam pelaksanaan kerjanya setiap hari.

Berbeda dengan pendekatan sistem berkonsentrasi pada bagaimana organisasi beroperasi pada hari ini, semua faktor yang terlibat dalam kegiatan organisasi sebagai hasil interaksi antara satu faktor dengan faktor lainnya yang saling berkaitan, baik yang bersifat internal maupun faktor-faktor yang eksternal. Prosesnya diperhatikan secara berkesinambungan dan dipastikan bahwa setiap bagian berkolarasi secara tepat untuk menghasilkan efektifitas layanan.

Seperti halnya dikemukakan Arthur G. Gedeian, dkk (1991:61) adalah That is the greater

the extent it which an organization’s goals are met or surpassed, the greater its effectiveness

(semakin besar pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar efektifitas ).

D. Penilaian Efektifitas layanan Karyawan Frontliner

Karyawan frontliner sebagai karyawan yang berada diposisi terdepan dalam suatu perusahaan dituntut untuk menunjukkan kinerja yang baik dengan memperlihatkan efektifitas yang tinggi sesuai dengan jabatan yang dipegang olehnya. Pada kegiatan perbankan sendiri yang bertugas sebagai karyawan frontliner adalah customer service dan teller. Customer service dan

teller berinteraksi langsung dengan nasabah. Segala produk dan jasa perbankan yang dimiliki

semuanya dapat tersampaikan oleh adanya frontliner. Frontliner memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan usaha perbankan. Oleh sebab itu frontliner harus mampu berfungsi secara efektif agar bank dapat memperoleh laba yang optimal dari kegiatan usahanya.

Frontliner yang bekerja secara efektif adalah frontliner yang menempatkan pelanggan sebagai

prioritas pertama. Frontliner yang bekerja secara efektif harus memiliki pengertian bahwa pelanggan harus ditempatkan sebagai yang terpenting dalam pekerjaan, dengan demikian

frontliner tersebut dapat dikatakan memiliki kompetensi. Perilaku frontliner yang menempatkan

pelanggan sebagai prioritas pertama disebut dengan kompetensi perilaku orientasi pelanggan. Hutapea dan Thoha (2008:45) memberikan contoh kompetensi perilaku orientasi pelanggan yang harus dimiliki oleh seorang frontliner yaitu:

1. Komunikasi

Melakukan komunikasi dengan baik. Melakukan komunikasi dengan jelas dan baik kepada pelanggan pada saat merespon pencarian informasi, permintaan, dan keluhan serta menghubungkan semua aktivitas pekerjaan dengan kebutuhan pelanggan.

2. Mengenali kebutuhan pelanggan

Mengenali kebutuhan pelanggan dan mengusulkan alternatif pemecahannya. 3. Memelihara informasi ke pelanggan

Memelihara, memperbaharui, dan mendistribusikan informasi kepada pelanggan, serta menindaklanjuti perkembangan pekerjaan dan komunikasi.

4. Siap untuk pelanggan

Membuat diri anda selalu siap membantu pelanggan ketika mereka membutuhkan anda. Dengan kinerja karyawan frontliner yang efektif diharapkan kepuasan pelanggan akan tercapai yang kemudian akan berdampak terhadap perolehan laba atau keuntungan bagi organisasi.

Dokumen terkait