• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.5. Standar Komunikasi Serial

Pada sistem pengiriman data secara serial ada dua cara dasar untuk pengiriman data. Cara pertama menggunakan penghantar tidak seimbang (unbalanced line) dimana hanya sebuah penghantar yang digunakan untuk mengirimkan data isyarat digital dengan diatur secara relatif terhadap penghantar common signal eart return. Pada sistem ini nilai amplitudo sinyal tergantung pada beda potensial antara penghantar sinyal terhadap ground. Cara kedua, yang dikenal dengan operasi diferensial atau seimbang (balanced line) menggunakan dua penghantar untuk masing-masing arah pengiriman. Tegangan positif diumpankan oleh terminal ke satu penghantar untuk menunjukkan logika 0, sementara tegangan negatif untuk menunjukkan logika 1. Pada sistem ini kedua penghantarnya selalu berfluktuasi sehingga selalu tercipta beda potensial pada kedua penghantar. Hal inilah yang menyebabkan keunggulan sistem pengiriman data secara seimbang, yaitu sinyalnya masih dapat terdeteksi pada jarak yang cukup jauh. Selain itu, sistem pengiriman data secara seimbang ini lebih tahan terhadap noise karena noise hanya memiliki satu nilai. Sistem pengiriman data serial secara seimbang ini biasanya menggunakan sistem standar 422 dan RS-485.

Sistem pengiriman data secara serial dengan standar komunikasi serial RS-485 dikembangkan sejak tahun 1983 dan mampu mentransmisikan data yang cukup jauh yaitu 1,2 km. Standar komunikasi serial RS-485 dapat diterapkan pada

suatu jaringan telepon tunggal (party line) atau pada jaringan multidrop (jaringan yang menggunakan topologi bus). Ada sebanyak 32 pasang pemancar (driver)/penerima (receiver) yang dapat disatukan pada jaringan multidrop. Pada sisi pemancar (driver), akan menghasilkan tegangan sebesar 2 sampai 6 Volt yang saling berbeda polaritasnya pada terminal A-B dengan acuan titik tengah ground [5]. Pada penerima (receiver) mampu menerima data dengan nilai amplitudo sinyal minimal +200mV sampai –200mV hingga +6 V sampai –6 V (sinyal maksimal) yang masih dapat diterima antara terminal A-B seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Sinyal dari pemancar (driver) dan penerima (receiver ) [5].

2.5.1 Pengaturan Impedansi Terminal

Pengaturan impedansi terminal dimaksudkan agar sinyal dapat terserap secara penuh oleh penerima dan tidak berbalik ke saluran transmisi kembali. Pengaturan impedansi terminal ini beracuan pada panjang kabel pengahantar dan kecepatan laju data yang digunakan sistem. Pengaturan impedansi terminal dapat diabaikan bila delay propagasi saluran data lebih rendah dari lebar satu bit data.

Sebagai contoh sebuah sistem yang menggunakan kabel dengan panjang 600 meter, maka delay propagasi saluran dapat dihitung dengan mengalikan panjang kabel dengan kecepatan laju propagasi yang biasanya sebesar 66% sampai 75 % dari kecepatan cahaya (= 3 x108 m/s). Dengan panjang kabel 600 meter maka perjalanan bolak-balik data 1200 meter dengan laju propagasi 0,66 kecepatan cahaya, sehingga delay propagasi sebesar 6,06µs. Bila perjalanan data sebanyak tiga kali bolak-balik, pemantulan akan melemah maka sinyal akan stabil pada 18,18µs. Padahal lebar satu bit data untuk 9600 baud adalah 104µs sehingga pada kasus ini pengaturan impedansi terminal dapat diabaikan [5]. Ada dua macam pengaturan impedansi terminal, yaitu:

1. Dengan parallel termination.

Yaitu dengan menambahkan resistor yang dipasang paralel antara terminal A dan B (Gambar 2.15 (a)) sebagai penyesuai impedansi. Nilai resistor ini pada umumnya sebesar 100 Ω. Nilai ini didapatkan dari nilai impedansi intrinsik kabel penghantar transmisi. Pemasangan resistor terminasi harus diletakkan pada ujung jalur data, dan tidak boleh ada lebih dua terminasi yang ditempatkan pada sistem, karena dapat menambah pembebanan DC pada sistem tersebut.

2. Dengan AC-couple termination

Yaitu dengan menambahkan sebuah kapasitor kecil secara seri dengan resistor penyesuai impedansi yang dipasang paralel pada terminal A dan B Gambar 2.15(b). Cara ini berfungsi untuk menghilangkan efek pembebanan DC.

Gambar 2.15. (a) Rangkaian parallel termination dan (b) Rangkaian AC-Coupled termination [5].

2.5.2 Pemberian Prasikap Pada Jaringan RS-485

Ketika suatu jaringan berada dalam keadaan idle (menunggu), semua driver RS-485 menjadi penerima. Pada keadaan ini tidak ada driver yang aktif pada jaringan dan semua dalam keadaan tristate. Tanpa ada yang mengendalikan jaringan, maka sistem dalam keadaan tidak menentu. Untuk memelihara status idle dalam keadaan jaringan kosong maka perlu dipasangkan resistor yang dirangkai pullup dengan saluran data B terhadap VCC (umumnya bernilai +5 Volt) dan resistor pulldown pada saluran data A terhadap ground [5]. Gambar 2.16 memperlihatkan rangkaian transceiver dengan resistor prasikap.

Untuk memperoleh nilai resistor prasikap adalah sebagai berikut :

a.Masing-masing nilai impedansi untuk driver RS-485 adalah 12KΩ dan dirangkai secara paralel, maka jumlah beban (Rbeban) adalah

n beban R R R R R 1 ... 1 1 1 1 3 2 1 + + + + = ……...…………(2. 3) dengan : n maksimal = 32

b.Jumlah beban dirangkai paralel dengan 2 resistor penyesuai impedansi, maka jumlah beban total (Rtotal) adalah

pi beban total R R R 2 1 1 = + ………...………….(2. 4)

c.Nilai amplitudo sinyal minimal adalah 200mV, maka arus ( I ) yang dihasilkan total R I 3 10 200× = ……….………..(2. 5)

d.Untuk menciptakan arus prasikap sebesar I dengan tegangan catu 5V, maka resistor ( R ) yang dibutuhkan sebesar

I

R= 5………....………...(2. 6)

e.Resistor prasikap yang dipasangkan pada dua sisi yaitu antara VCC dengan line B dan line A dengan ground maka nilai resistansi prasikap (Rprasikap) adalah

2 R

2.5.3 Pengaman Jaringan RS-485 Terhadap Beda Potensial Listrik

Pada sistem komunikasi dengan standar RS-485 yang menggunakan dasar sistem perbedaan potensial sinyal dengan besar nilai perbedaan sinyal maksimal 6 Volt maka dengan jauhnya jarak antar sistem memungkinkan besar nilai amplitudo sinyal dapat berbeda karena setiap sistem menggunakan acuan ground lokal yang berbeda. Untuk itu perlu kiranya dibedakan antara ground sinyal dengan referensi sinyal komunikasi, sedangkan ground sinyal adalah grounding lokal yang dapat juga mempunyai beda potensial terhadap ground referensi.

Untuk menanggulangi perbedaan ground yang dapat berakibat berbedanya amplitudo sinyal maka dapat ditempuh dua cara pencegahan :

1) Dengan memisahkan antara ground data dengan ground local / casing / ground power. Caranya dengan menggunakan koneksi optik (dapat berupa

optocoupler atau komponen optik yang lain). Gambar 2.17

memperlihatkan pemisahan ground dengan isolasi optik.

Gambar 2.17. Pemisahan ground dengan isolasi optic [5].

2) Menyambungkan ground data dan ground local / ground power dengan menggunakan konektor dengan impedansi rendah / dapat berupa resistor

dengan nilai resistansi kecil. Gambar 2.18 memperlihatkan gambar penyambungan ground data dan ground lokal dengan koneksi resistor.

Gambar 2.18. Penyambungan ground data dan ground lokal dengan koneksi resistor [5].

Ada pula pengamanan yang lain yaitu dengan metode shunting device. Metode ini memiliki dua cara yanmg memiliki kelebihan masing-masing :

1. Cara pertama yaitu dengan memasangkan dioda zener bolak-balik secara shunt terhadap ground ataupun terhadap masing-masing penghantar jaringan. Kelebihan cara ini yaitu dapat memberi proteksi terhadap yang tinggi tetapi kelemahannya memiliki batas ambang tegangan yang tinggi dan tingkat pengamanannya lambat. Gambar 2.19 memperlihatkan gambar sistem proteksi shunting device menggunakan dioda zener.

2. Cara kedua dengan memasangkan dioda zener bolak-balik secara shunt dan merangkaiakan fuse secara seri. Gambar 2.20 memperlihatkan sistem proteksi shunting device dengan menggunakan dioda zener dan fuse seri.

Gambar 2.20. Sistem proteksi shunting device dengan menggunakan dioda zener dan fuse seri [5] .

Dokumen terkait