BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.2 Minyak Sawit
2.2.3 standar mutu minyak sawit 12
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak
yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang merupakan hal yang penting untuk
menentukan standar mutu yaitu: Kandungan air dan kotoran dalam minyak,
kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan
gliserida,refining loss,plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat,
dan bilangan penyabunan.
Mutu minyak kelapa sawit yang mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen
dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas
serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah
2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau,
Standar mutu special prime bleach (SPB), dibandingkan dengan mutu ordinary
dapat dilihat dalam table 2.5
Tabel 2.5. Standar Mutu SPB dan Ordinary
Kandungan SPB Ordinary
Asam lemak bebas (%)
Kadar air (%) Kotoran (%) Besi (ppm) Tembaga (ppm) Bilangan Iod Karotene (ppm) Tokoferol (ppm) 1 – 2 0,1 0,002 10 0,5 53 ± 1,5 500 800 3 – 5 0,1 0,01 10 0,5 45 - 56 500 - 700 400 - 600 ( S. Ketaren, 1986 ) 2.3 Perebusan TBS
Lori - lori yang telah berisi TBS dimasukkan ke ketel rebusan dengan bantuan
seperti loko, kapstander, dan lier. TBS dipanaskan dengan uap air yang bertekanan
2,8-3 kg/ cm2.
Setiap TBS yang diolah memerlukan ± 0,5 ton uap air yang dihasilkan oleh ketel uap.
Tekanan harus berada antara 2,8 – 3 kg/ cm2 dan lamanya perebusan berkisar 90
menit.Selanjutnya digunakan system perebusan triple peak(tiga puncak)
(Suyatno Risza, 1994 ).
2.3.1 Tujuan perebusan
Setiap PKS tentu menginginkan hasil minyak dengan kualitas yang baik,
tingkat keasaman yang renah, dan minyak yang mudah dipucatkan (bleaching). Proses
perebusan sangat menentukan kualitas hasil pengolahan pabrik kelapa sawit. Tujuan
dari proses perebusan tandan buah segar yaitu menghentikan perkembangan asam
lemak bebas(ALB) atau free fatty acid(FFA),memudahkan pemipilan, penyempurnaan
dalam pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit.
1. Menghentikan perkembangan asam lemak bebas(ALB) atau free fatty acid
(FFA)
Perkembangan asam lemak bebas terjadi akibat kegiatan enzim yang
menghidrolisis minyak. Menghentikan kegiatan enzim tersebut sebenarnya
Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus
dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.
2. Mempermudahkan pemipilan
Untuk melepaskan brondolan secara manual, sebenarnya cukup dengan
merebus dalam air mendidih. Namun, Cara ini tidak memadai. Oleh
karenanya, diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperature yang
semestinya di bagian dalam tandan buah.
3. Penyempurnaan dalam pengolahan
Selama proses perebusan, kadar air dalam buah akan berkurang karena proses
penguapan. Dengan berkurangnya kadar air, susunan daging buahan (pericarp)
berubah. Perubahan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah
pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah
pemisahan minyak dari zat nonlemak (non-oil Solid). Pada saat yang sama,
sel-sel minyak akan pecah dan berada dalam keadaan bebas pada saat
pengeluaran uap perebusan (puncak ketiga). Dalam hal ini, senyawa protein
merupakan cairan emulsi yang berbeda sehingga lapisan minyak lebih mudah
dipisahkan saat proses pemurnian. Secara keseluruhan, akibat penguapan
sebagian air dari daging buah kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut
maupun dalam lumpur buangan (sludge) pada proses pemurnian dapat ditekan.
4. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit
Hal utama yang dihadapi pada proses pengolahan inti sawit yaitu sifat lekat
dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkangnya
menjadi kurang. ( Iyung Pahan, 2006 ).
2.3.2 Perlakuan-perlakuan pada saat perebusan
Merebus tidak cukup hanya dengan memasukkan uap panas ke dalam ketel
rebusan dengan tekanan tinggi saja, tetapi juga dengan membuat tekanan
berubah-ubah agar terjadi kejutan-kejutan pada jaringan sel buah. Maksud dari membuat
kejutan-kejutan tekanan ini agar penetrasi panas kedalam jaringan buah serta
celah-celah diantara spiklet berjalan dengan baik. (seperti sebuah kendaraan roda empat
yang rodanya terpelosok di dalam lumpur, agar terlepas dari jebakan lumpur
dilakukan gerakan mundur dan maju sehingga akhirnya lepas dari lumpur).
Pada perebusan kelapa sawit ada 3 sistem perebusan yang digunakan :
1. Sistem Perebusan Satu Puncak ( SPSP )
Uap panas pada temperatur 135oC-140oC dialirkan ke dalam ketel perebusan
sambil menaikkan tekanan. Apabilah tekanan telah mencapai norma tertentu
misalnya 3 Kg/cm2, maka tekanan dipertahankan selama waktu tertentu,
kemudian tekanan diturunkan dan perebusan dianggap selesai.
Sistem perebusan ini banyak dipakai pada pabrik-pabrik kelapa sawit tua
Gambar 2.1. Grafik sistem perebusan satu puncak
2. Sistem Perebusan Dua Puncak ( SPDP )
Uap panas dengan temperatur diinginkan dialirkan ke dalam ketel rebusan
sambil menaikkan pada tekanan tertentu. Setelah tekanan tercapai seperti
diinginkan tekanan diturunkan bertahap-tahap, kemudian tekanan dinaikkan
kembali.
Pada puncak terakhir biasanya dibuat lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan
dengan puncak pertama. Beda tekanan puncak pertama dengan puncak kedua
serta waktu yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik dari pabrik yang
bersangkutan. Sistem perebusan sistem dua puncak jarang dipakai pada saat
ini, tetapi masih dapat ditemukan pada pabrik-pabrik tertentu.
3. Sistem Perebusan Tiga Puncak (SPTP)
Sistem ini yang paling banyak digunakan pada saat sekarang, karena dianggap
lebih efisien dilihat dari segi kehilangan minyak dalam pengolahan.Ada
beberapa variasi sistem perebusan dalam upaya pabrik untuk mandapatkan
hasil olahan yang optimal, antara lain :
i. Perebusan Tiga puncak Datar
Gambar 2.3. Grafik sistem perebusan Tiga Puncak Datar
Gambar 2.4. Grafik sistem perebusan Tiga Puncak Bertahap
( Abdul Karim, 2005 )
2.3.3 Siklus Perebusan
Perebusan dilakukan dengan daur (siklus) sebagai berikut:
Pembuangan angin : 5 menit
Menaikkan tekanan sampai tekanan penuh : 20 menit
Merebus pada tekanan penuh : 50 menit
Buangan uap : 5 menit
Mengeluarkan dan memasukkan lori : 10 menit
Panjang siklus : 90 menit
Siklus minimum 90 menit tersebut dapat diperpanjang bergantung pada kapa
sitas perebusan yang dikehendaki. Tetapi yang diperpanjang adalah waktu
tergantung pada jumlah rebusan yang dipakai. Interval adalah siklus dibagi jumlah
rebusan. Kapasitas perebusan per jam dihitung sebagai berikut:
60 x muatan rebusan
Siklus
Bagan diatas untuk sistem dengan tekanan kerja 2,5 kg/ cm2. Untuk sistem
perebusan 3 puncak ( triple Peak) dengan tekanan kerja 3 kg/ cm2, siklus adalah
sebagai berikut:
Pembuangan angin : 5 menit
Menaikkan tekanan sampai puncak ketiga : 30 menit
Merebus pada tekanan penuh (puncak ketiga) : 20 menit
Buangan uap : 5 menit
Mengeluarkan dan memasukkan lori : 10 menit
Panjang siklus : 70 menit.
Puncak pertama adalah 2 kg/cm2, kemudian buangan uap lalu mencapai
puncak kedua pada 2,5 kg/cm2, buangan uap lagi lalu puncak ketiga pada 3 kg/cm2.
Penaikkan atau pelepasan tekanan ini sampai mencapai puncak ketiga harus dapat
terlaksana dalam waktu 30 menit.
Penentuan waktu dan suhu atau tekanan perebusan adalah hasil kompromi.
Untuk mempertahankan daya pemucatan yang baik bagi minyak sawit, pembuangan
udara (mengandung oksigen) oleh desakan uap pada waktu pemasukkan uap dalam
mungkin, dan suhu perebusan harus serendah mungkin. Tetapi koagulasi albumin
menghendaki suhu di atas 100oC, demikian pula hidrolisis zat lendir, sedangkan
hidrolisis polisakarida untuk memudahkan pelepasan buah menghendaki suhu diatas
120oC.
Suhu maksimum selama 90 menit yang ditentukan adalah 130oC agar jumlah
inti yang berubah warnanya karena suhu tinggi tersebut masih dapat diterima, yaitu
tidak mengahasilkan minyak inti sawit yang sukar dipucatkan. Selain itu waktu
minimum pada suhu yang dipilih ditentukan oleh ukuran dan kematangan tandan.
Makin besar dan makin mentah tandannya, makin panjang waktu perebusannya, agar
kehilangan buah dalam TBK sekecil-kecilnya.
Pembuangan udara (oksigen) yang tidak sempurna akan berpengaruh buruk
terhadap daya pemucatan minyak sawit karena terjadi oksidasi, tetapi menyebabkan
suhu perebusan menjadi lebih rendah dari pada suhu yang seharusnya menurut
tekanan yang ditunjukkan, karena adanya tekanan parsial udara di dalamnya.
Pemasukan uap untuk pembuangan udara harus sedemikian pelan, sehingga tekanan
dalam perebusan tetap nol, agar supaya turbulensi dan difusi pencampuran uap dengan
udara hanya terjadi sedikit mungkin dan udara terdesak ke luar sebanyak-banyaknya.
Pembuangan udara dapat dianggap selesai jika sudah ada uap yang turut keluar dari
Bagan perebusan harus diikuti dengan tertib, yaitu tiap rebusan pada gilirannya
harus mengikuti daur dan interval yang telah ditetapkan, agar penarikan uap dari ketel
teratur. Interval yang selalu sama antara setiap perebusan juga akan menghasilkan
pengeluaran buah rebus yang teratur dan selalu sama jumlahnya atau kapasitasnya,
sehingga kapasitas pengempaan pun dapat dibuat tetap, maka pengumpanan bahan
bakar serabut ke boiler juga teratur dan tetap sama. Pemasukan uap pada peningkatan
tekanan juga tidak boleh terlalu cepat, jauh melebihi kecepatan penyediaan uap tekan
lawan dari mesin atau turbin uap, agar penambahan uap langsung, adalah uap panas
lanjut, tidak terlalu banyak, karena akan menimbulkan suhu sementara terlalu tinggi
pada bagian-bagian tertentu dalam rebusan, juga agar ketel tidak mengalami kejutan.
Kehilangan minyak karena perebusan dapat terjadi dalam air rebusan dan
dalam TBK. Kehilangan ini bertambah jika banyak tandan busuk dan banyak luka.
Kehilangan minnyak dalam buah dalam TBK bartambah jika perebusan kurang,
misalnya banyak buah mentah, sehingga penebahan tidak sempurna. (Soepadiyo
Mangoensoekarjo, 2003).