Standard Operating Procedure (SOP) adalah dokumen tertulis yang memuat
prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis. SOP memuat serangkaian instruksi secara tertulis tentang kegiatan rutin atau berulang-ulang yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Untuk itu SOP juga dilengkapi dengan referensi, lampiran, formulir, diagram dan alur kerja (flow chart). SOP sering juga disebut sebagai manual SOP yang digunakan sebagai pedoman untuk mengarahkan dan mengevaluasi suatu pekerjaan (Aries, 2007) .
Implementasi SOP yang baik, akan menunjukkan konsistensi hasil kinerja, hasil produk dan proses pelayanan yang kesemuanya mengacu pada kemudahan karyawan dan kepuasan pelanggan.
SOP banyak diimplementasikan terutama di perusahaan, lembaga atau
organisasi yang memerlukan kualitas pekerjaan sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas. Selain itu SOP dapat juga digunakan sebagai standar kualitas untuk menuju ke standar internasional (ISO). Penulisan dokumen dalam SOP perlu diterapkan untuk menghasilkan sistem kualitas dan teknis yang konsisten dan sesuai dengan kebutuhan dan untuk mendukung kualitas data informasi pada perusahaan. Penerapan SOP ini akan membantu perusahaan untuk mempertahankan kualiats control dan kualitas proses sehingga membawa perusahaan untuk tetap bertahan di persaingan dunia bisnis.
Keteraturan dan kesistematisan dari prosedur ini, akan memudahkan antar satuan kerja yang ada dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugasnya. hubungan timbal balik yang lancar akan mewujudkan keseimbangan kerja yang baik bagi karyawan dan mewujudkan performansi yang handal. Konsistensi terhadap system dapat terjamin meskipun kunci utama pemegang kerja resign maupun digantikan dengan orang lain. Peraturan tertulis SOP memudahkan seseorang melakukan suatu kerja dengan selamat tanpa adanya masalah terhadap keselamatan diri atau pun pada peralatan yang di gunakan tanpa bantuan orang lain.
Tujuan utama dari penerapan SOP adalah agar tidak terjadi kesalahan dalam pengerjaan suatu proses kerja yang dirancang dari SOP. Dari setiap teori telah dikemukakan, diketahui bahwa tujuan dari SOP adalah untuk memudahkan dan menyamakan persepsi semua orang yang memanfaatkannya dan untuk lebih memahami setiap langkah kegiatan yang harus dilaksanakannya (digilib.petra.ac.id).
Adapun tujuan – tujuan dari Standard Operating Procedure antara lain sebagai berikut :
1. Agar pekerja dapat menjaga konsistensi dalam menjalankan suatu prosedur kerja.
2. Agar pekerja dapat mengetahui dengan jelas peran dan posisi mereka dalam perusahaan.
3. Memberikan keterangan atau kejelasan tentang alur proses kerja, tanggung jawab, dan staff terkait dalam proses tersebut.
4. Memberikan keterangan tentang dokumen – dokumen yang dibutuhkan dalam suatu proses kerja.
5. Memepermudah perusahaan dalam mengetahui terjadinya inefisiensiproses dalam suatu prosedur kerja.
Jika SOP dijalankan dengan benar maka perusahaan akan mendapat banyak manfaat dari penerapan SOP tersebut, adapun manfaat dari SOP adalah sebagai berikut :
1. Memberikan penjelasan tentang prosedur kegiatan secara detail dan terinci dengan jelas dan sebagai dokumentasi aktivitas proses bisnis perusahaan. 2. Meminimalisasi variasi dan kesalahan dalam suatu prosedur operasional kerja. 3. Memepermudah dan menghemat waktu dan tenaga dalam program training
karyawan.
4. Menyamaratakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh semua pihak.
5. Membantu dalam melakukan evaluasi dan penilaian terhadap setiap proses operasional dalam perusahaan.
6. Membantu mengendalikan dan mengantisipasi apabila terdapat suatu perubahan kebijakan.
7. Mempertahankan kualitas perusahaan melalui konsistensi kerja karena perusahaan telah memilki sistem kerja yang sudah jelas dan terstruktur secara sistematis.
Kesalahan pembuatan SOP dapat menyebabkan hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan menjadi tidak maksimal. pembuatan SOP harus mengikuti prosedur dan langkah-langkah yang sudah teruji dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. SOP harus ditulis dan menjelaskan secara singkat langkah demi langkah,
fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah.
2. Tampilan SOP harus mudah dibaca dan dimengerti dengan cepat dan berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya.
3. Menggunakan kata kerja dalam kalimat aktif bukan kalimat pasif. Pembaca
SOP diharapkan melakukan sesuatu bukan mengharap melakukan sesuatu.
Contoh: ‘Kirim spesifikasi ke vendor’ bukan ‘Spesifikasi dikirim ke vendor’. 4. Menggunakan pernyataan positif, bukan pernyataan negatif. Contoh: ‘Lengkapi
lembar kerja buku dan kembalikan ke pengadaan’ bukan ‘Jangan dikembalikan sebelum lembar kerja dilengkapi’.
5. Menggunakan instruksi yang singkat dan jelas dalam satu kalimat. Contoh: ‘Kirim buku ke Bagian Pengolahan’.
6. Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya, mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan dan harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap peraturan.
7. Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu dan mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu.
8. Pembagian tugas tepat dan memberikan pengawasan yang terus menerus atas pekerjaan yang dilakukan.
9. Tiap pekerjaan yang diselesaikan harus memajukan pekerjaan dengan memperhatikan tujuan.
Terdapat tujuh langkah untuk mendeskripsikan suatu metode agar dapat membuat suatu bentuk SOP yang baik dan benar, sehingga mudah untuk dipahami oleh pengguna SOP tersebut. Berikut adalah tujuh langkah untuk membuat SOP yang baik dan benar .
1. Perencanaan tujuan awal pembuatan SOP
Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai, pihak manajemen dapat menysusun langkah – langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, serta dapat mengetahui dan mengevaluasi keberhasilan dari penerapan SOP tersebut.
2. Perancangan awal
Jika bentuk SOP yang akan digunakan adalah simple steps,
hierarchical steps atau graphic format, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat tahapan dari proses yang ada dan yang harus dijalankan. Jika bentuk SOP yanga akan digunakan adalah flowchart, maka langkah awal yang haruss dilakukan adalah menentukan permasalahan yang akan diselesaikan.
3. Evaluasi Internal
Setelah rancangan awal dibuat, sebaiknya rancangan tersebut dievaluasi oleh seluruh anggota perusahaan yang terlibat sehingga dapat diketahui kekurangan serta kesalahan yang terdapat pada rancangan awal tersebut dan kemudian meminta saran, kritik dan usulan yang membangun.
Dengan melibatkan seluruh anggota perusahaan yang terlibat dalam SOP tersebut, maka proses pemahaman dan penerapan akan berjalan dengan lebih mudah.
4. Evaluasi Eksternal
Pada tahap evaluasi eksternal, dibutuhkan tim penasehat yang berasal dari luar perusahaan untuk menilai rancangan yang telah dibuat dan memberikan saran, kritik dan usulan yang dapat membangun pembuatan SOP tersebut. Pihak eksternal dari perusahaan tentu dapat menilai rancangan dengan lebih objektif, dikarenakan mereka tidak terlibat langsung dalam proses penerapan SOP.
5. Pengujian
Tahap pengujian dilakukan untuk mengetahui SOP yang dibuat telah seusai dengan standard yang ditetapkan oleh pihak manajemen dan kemudian hasil pengujian dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam melakukan perbaikan dan pengembangan.
6. Perbaikan
Setelah dilakukan tahap pengujian, dapat diketahui kekurangan dan kesalahan dalam SOP yang telah dibuat dan kemudian dapat segera dilakukan perbaikan sehingga SOP dapat berjalan dengan lebih maksimal. Pada tahap ini juga dapat dilakukan pelatihan bagi para pekerja agar dapat memanfaatkan
SOP sebagai alat bantu untuk memepermudah mereka dalam menjalankan
pekerjaan. 7. Pengaplikasian
Setelah SOP telah selesai dibuat dan sesuai dengan standar yang telah
ditentukan, kemudian dilakukan pengaplikasian di seluruh divisi dalam perusahaan sehingga tujuan awal yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal.
Proses implemenatsi SOP termasuk setiap langkah yang dibutuhkan untuk memeprkenalkan SOP kepada setiap orang yang terlibat dalam SOP tersebut dan menjadikan SOP sebagai bagian penting dalam setiap operasi rutin. Proses implementasi harus dirancang sedemikian rupa untuk memastikan bahwa :
1. Setiap orang dalam perusahaan mendapat informasi dan penjelasan mengenai SOP yang telah diperbaiki ataupun SOP yang baru.
2. Rekapan dokumen SOP didistribusikan sesuai dengan kebutuhan dan dapat diakses dengan mudah oleh seluruh anggota perusahaan, terutama yang terlibat langsung dalam SOP tersebut.
3. Setiap personil dalam perusahaan mengerti peran dan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menerapkan SOP dengan benar dan efektif termasuk pemahaman mengenai konsekuensi jika terjadi kesalahan dalam penerapan SOP tersebut.
4. Terdapat personil yang bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya proses, mengidentifikasi permasalahan – permasalahan yang mungkin terjadi dan memberikan dukungan dalam proses implementasi SOP tersebut.
2.2.5.2 Audit 5R
Selain memasang Standard Operating Procedure di tempat yang strategis, ada baiknya juga kita melakukan audit 5S secara berkala. Diharapkan dengan melakukan audit 5S ini kondisi tempat kerja yang ada tetap bahkan semakin baik untuk melakukan proses produksi.
5R, yaitu: Ringkas-Rapi-Resik-Rawat-Rajin, atau 5S dalam bahasa Jepang, yaitu: Seiri-Seiton-Seiso-Seiketsu-Shitsuke, merupakan suatu program terstruktur yang secara sistematis menciptakan ruang kerja (workplace) yang bersih, teratur dan terawat dengan baik. Lebih jauh lagi, di Jepang, 5R merupakan suatu filosofi dan suatu cara mengorganisasikan dan mengelola ruang kerja dengan menghilangkan pemborosan (waste). 5R juga bertujuan meningkatkan moral karyawan, kebanggaan dalam pekerjaan mereka serta rasa kepemilikan dan tanggung jawab mereka.
Target utama dari 5R adalah moral dan efisiensi di ruang kerja. Prinsip 5R adalah mencegah pemborosan akibat kesulitan mencari dan mendapatkan suatu part atau komponen dalam suatu rangkaian proses produksi dengan cara mendesain ruang kerja sedemikian rupa sehingga hanya part atau komponen terkait saja yang ada di
ruang kerja tersebut, dan ditempatkan secara rapi dan teratur sehingga mudah dicari dan dikembalikan lagi ke tempatnya semula.
Pelaku 5R percaya bahwa manfaat dari metode tersebut diperoleh dari keputusan terhadap apa yang harus ditempatkan, dimana seharusnya itu ditempatkan, dan bagaimana itu disimpan. Proses pengambilan keputusan itu selanjutnya akan mengarah pada suatu dialog yang akan memperjelas pemahaman diantara karyawan mengenai bagaimana suatu pekerjaan seharusnya dilakukan. Hal ini akan secara sistematis akan menanamkan rasa kepemilikan karyawan terhadap proses yang dilakukan. Sebagai hasilnya, setahap demi setahap akan menciptakan kebiasaan kerja, kemudian menjadi standard kerja, dan akhirnya menjadi suatu budaya kerja. 5R sendiri telah banyak diadopsi oleh Negara-negara industri, termasuk Indonesia. Masing-masing, memiliki istilah sendiri yang disesuaikan dengan bahasa dan budaya setempat. Definisi dari 5R tersebut adalah :
a. Ringkas ( Seton ): Langkah awal dari 5R, yaitu menempatkan hanya material, part atau komponen yang diperlukan di ruang kerja, serta membuang segala material, part atau komponen yang tidak diperlukan lagi dari ruang kerja tersebut. Orang yang terlibat dalam langkah ini tidak perlu merasa bersalah karena membuang barang-barang yang tidak diperlukan. Gagasannya adalah untuk memastikan bahwa hanya barang yang diperlukan yang ada di ruang kerja. Bahkan jumlahnyapun harus berada dalam batas minimalnya. Karena
itu, dengan langkah ini, efektivitas penggunaan ruangan, dan pembelian material akan mengarah pada kanban (just in time).
b. Rapi ( Seiri ): Langkah ini merupakan peningkatan efisiensi karena dengan menempatkan segala sesuatu secara teratur sehingga mudah dan cepat diperoleh dan juga dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Jika setiap orang dapat secara mudah dan cepat mengambil dan mengembalikan barang ke tempatnya, maka dengan sendirinya aliran proses menjadi lebih cepat dan produktivitas meningkat.
c. Resik ( Seiso ): Langkah ini menyatakan bahwa setiap orang adalah petugas kebersihan, mulai dari operator hingga manajer. Resik berarti membersihkan hingga berkilau. Tidak ada area dalam suatu pabrik yang luput dari kebersihan. Setiap karyawan mesti melihat ruang kerjanya dari mata seorang pengunjung, dan selalu berpikir bahwa makin bersih dan berkilau maka makin berkesan.
d. Rawat ( Seiketsu ): Langkah ini merupakan langkah menstandardisasikan kebersihan, baik personal maupun lingkungan. Setiap orang mesti merawat kerapihan dan kebersihan diri sendiri. Manajemen visual merupakan hal yang penting disini. Penerapan warna, kode dan simbol dari area pabrik bertujuan untuk memudahkan setiap orang mengetahui secara cepat ketidaksesuaian yang terjadi.
e. Rajin ( Shitsuke ): Ini merupakan langkah terakhir yang bertujuan memelihara standard begitu ke-4R lainnya telah tertanam. Tujuan dari langkah ini adalah
untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaan buruk karyawan dan menjaga secara konsisten, standar kebersihan dan kerapihan terus dijalankan. Pada tahap ini, kebersihan dan keteraturan telah menjadi kebiasaan dan budaya kerja sepanjang waktu, tanpa perlu diingatkan lagi oleh manajemen. Dengan tempat yang baik untuk melakukan proses produksi semoga dapat mendukung para pekerja untuk meningkatkan produktifitasnya.
Adapun form untuk melakukan audit 5R tersebut adalah sebagai berikut :
Sumber General Electric Material
Gambar 2.43 Contoh Gambar 5R
2.2.5.3 COQ ( Cost of Quality )
Istilah Cost of Quality banyak digunakan dalam berbagai industri. Kadang-kadang disebut dengan istilah yang sedikit lebih singkat, yaitu Quality Cost. Apapun bentuk yang dipakai, istilah ini seringkali salah diartikan. Cost of Quality bukan biaya
yang dibutuhkan untuk membuat produk yang berkualitas. Cost of Quality adalah biaya yang timbul karena tidak menghasilkan produk atau servis berkualitas.
Setiap kali kita mengulang pekerjaan, maka biaya kualitas akan naik.
Berikut ini contoh- contoh pekerjaan ulang yang seringkali dilakukan demi tercapainya kualitas yang diinginkan.
• rework barang jadi
• pengecekan atau inspeksi ulang produk • pembuatan ulang atau modifikasi tooling
• pengulangan pekerjaan pada sektor pelayanan, misalnya mengulang proses pengajuan pinjaman, penggantian makanan di sebuah restoran, dsb.
Secara singkat semua biaya yang ditimbulkan akibat kualitas tidak dihasilkan pada saat pertama kali dikerjakan adalah bagian dari Cost of Quality.
secara umum Cost of Quality dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: • Prevention Cost
Semua biaya yang dikeluarkan untuk mencegah problem kualitas dihasilkan. Misalnya biaya review, biaya selama proses APQP, survei kemampuan supplier, evaluasi process capability, proyek-proyek untuk memperbaiki kualitas, training dan pendidikan teknis.
• Appraisal Cost
Semua biaya yang berhubungan dengan pengukuran, evaluasi atau audit produk atau servis untuk memastikan kesesuaian terhadap standar kualitas
atau persyaratan lainnya. Misalnya incoming inspection terhadap bahan baku, in-process inspection produk, final inspection produk, audit produk, kalibrasi alat ukur dan kalibrasi mesin.
• Failure Cost
Biaya yang ditimbulkan akibat produk atau servis tidak sesuai dengan persyaratan customer atau ketentuan lainnya. Failure Cost biasanya dibagi menjadi 2, yaitu:
• Internal failure cost
Yaitu biaya yang ditimbulkan sebelum produk dikirim ke customer. Misalnya scrap, rework, inspeksi ulang, downgrade produk.
• External failure cost
Yaitu biaya yang ditimbulkan setelah pengiriman produk ke customer. Misalnya biaya untuk menangani komplain dari customer, pengembalian barang oleh customer, warranty claim, penarikan produk yang telah beredar (product recall).
Cost of Quality adalah penjumlahan dari semua biaya-biaya diatas. Jadi Cost of quality berbeda dengan actual cost produk, dimana biasanya yang diperhitungkan
hanya berupa komponen material, ongkos produksi, ongkos pengiriman dan margin keuntungan. Cost of Quality mendata semua tindakan yang dilakukan baik untuk mencegah terjadinya problem (preventive cost), untuk memastikan tidak ada problem
(appraisal cost) dan untuk menindaklanjuti problem yang ada (failure cost), baik sebelum dikirim ke customer ataupun setelah dikirim ke customer.