• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Tinjaun Pustaka

2.6. Standart Mutu Minyak Kelapa Sawit

4.1. Data Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

Pada Vacum Dryer 22

4.2. Data Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp

ANALISA PERBANDINGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DARI CRUDE PALM OIL PADA VACUM DRYER DAN STORAGE TANK

DI PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN KUALA TANJUNG

ABSTRAK

Telah dilakukan Analisa Perbandingan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Crude Palm Oil Pada Vacum Dryer dan Storage Tank di PT. Multimas Nabati Asahan. Metode yang digunakan pada analisa ini adalah metode titrasi alkalimetri. Dari hasil analisa diperoleh perbandingan kadar asam lemak bebas yang tertinggi adalah 3,57 % pada Vacum Dryer dan 3,88 % pada Storage Tank dimana kadar asam lemak bebas ini masih memenuhi standart mutu yang diperbolehkan yaitu > 5 %.

COMPARATIVE ANALYSIS OF FREE FATTY ACID LEVELS (FFA) FROM CRUDE PALM OIL IN VACUUM DRYER AND STORAGE TANKS

AT PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN KUALA TANJUNG

ABSTRACT

Comparative analysis has been carried Levels Free Fatty Acid (FFA) of Crude Palm Oil In Vacuum Dryer and Storage Tanks at PT. Multimas Nabati Asahan. The method used in this analysis is a method of titration alkalimetry. Results obtained from comparative analysis of free fatty acid levels were highest at 3.57% and 3.88% Vacuum Dryer Storage Tank at which the free fatty acid levels still meet the quality standards that allowed is <5%.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minyak sawit memegang peranan peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB (Asam Lemak Bebas), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan ( Fauzi, 2002).

Peyimpanan dan penanganan minyak sawit yang kurang baik dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi baik oleh logam maupun bahan lain sehingga akan menurunkan kualitas minyak sawit. Pengawasan mutu minyak sawit selama penyimpanan, transportasi, dan penimbunan perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minyak sawit (Naibaho, 1998).

Peningkatan kadar ALB (Asam Lemak Bebas) juga dapat terjadi pada proses hidrolisa dipabrik. Pada proses tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada kondisi suhu tertentu. Akan tetapi proses pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahantetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan pengeringan dengan

Selesai pengeringan minyak harus didinginkan sampai dibawah 50˚ C

untuk mencegah oksidasi pada waktu pemasukan ketangki timbun. Sebagai cairan minyak sawit harus disimpan dalam tangki-tangki timbun berukuran antara 500-3000 ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan kadar ALB (asam lemak bebas) maupun peningkatan oksidasi (Mangoensoekarjo, 2003 ).

Secara singkat proses pengolahan kelapa sawit setelah sampai dipabrik adalah meliputi penimbangan TBS (tandan buah segar), sortasi, perebusan, pemipilan, pencacahan dan pengempaan, pemurnian, dan penimbunan minyak kelapa sawit.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis ingin menganalisa Perbandingan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) dari Crude Palm Oil Pada Vacum Dryer dan Storage Tank di PT. Multimas Nabati Asahan, Kuala Tanjung.

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah penimbunan minyak pada storage tank dapat mempengaruhi kadar Asam Lemak Bebas pada Crude Palm Oil (CPO).

2. Apakah kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada Crude Palm Oil (CPO) di PT. Multimas Nabati Asahan telah memenuhi standart mutu.

1.3Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai asam lemak bebas (ALB) terhadap penimbunan Crude Palm Oil (CPO).

2. Untuk mengetahui apakah kadar asam lemak bebas (ALB) pada Crude Palm Oil (CPO) di PT. Multimas Nabati Asahan telah memenuhi standart mutu yang berlaku yaitu < 5 %.

1.4. Manfaat

1. Penulis dapat mengetahui pengaruh nilai asam lemak bebas (ALB) terhadap penimbunan Crude Palm Oil (CPO).

2. Penulis dapat mengetahui apakah kadar asam lemak bebas (ALB) pada Crude Palm Oil (CPO) di PT. Multimas Nabati Asahan telah memenuhi standart mutu yang ditetapkan atau belum.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena ditemukan spesies kelapa sawit dihutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.

Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Di Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara- negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Fauzi, 2002).

2.1.1 Varietas Kelapa Sawit

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas- varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya.

Tabel 2.1. varietas kelapa sawit berdasarkan tebal tempurung dan daging buah

Tipe buah Bentuk buah

Dura Tempurung (cangkang)

tebal,kandungan minyak dalam buah rendah

Pisifera Tempurung sangat tipis, kandungan

minyak dalam buah tinggi

Tenera Persilangan dura dan tenera. Tenera

bertempurung tipis namun kandungan minyak tinggi

(Risza, S. 1994).

Tabel 2.2 varietas kelapa sawit berdasarkan warna kulit buahnya

Varietas Warna kulit buah (setelah masak)

Nigrescens Merah kehitaman

Varescens Merah terang

Albescens Hitam

( Ketaren, 1986).

2.1.2 Fraksi Tandan Buah Segar (TBS)

Ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak yang dihasilakan. Dikenal ada lima fraksi TBS. Berdasarkan fraksi TBS tersebut,

derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3.

Tabel 2.3 Beberapa Tingkat Fraksi TBS

Fraksi Jumlah berondolan Tingkat kematangan 00 tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah

0 1-12,5% buah luar membrondol Mentah

1 12,5-25% buah luar membrondol Kurang matang

2 25-50% buah luar membrondol Matang I

3 50-75% buah luar membrondol Matang II

4 75-100% buah luar membrondol Lewat matang I 5 Buah luar juga membrondol,ada buah yang

busuk

Lewat matang II

(Fauzi, 2002).

2.2 Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Proses pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit umumnya terdiri dari beberapa stasiun yaitu:

1. Stasiun penerima buah (fruit reception)

Sebelum diolah dalam pabrik kelapa sawit, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun pertama kali diterima distasiun penerimaan buah untuk ditimbang dijembatan timbang (weight bridge) dan ditampung sementara dipenampungan buah (loading ramp).

2. Stasiun perebusan (sterilizer)

Lori-lori yang berisi tandan buah segar (TBS) dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Adapun tujuan dari perebusan ini adalah untuk menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA), memudahkan

proses pemipilan, penyempurnaan dalam pegolahan dimana selama perebusan kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan dan dengan berkurangnya air susunan daging buah akan berubah yang akan memberikan efek positif yaitu mempermudah pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan minyak dari zat non lemak (non-oil solid).

3. Stasiun pemipilan (stripper)

Tandan buah segar (TBS) juga lori yang telah direbus akan dikirim kebagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (thresser) dengan bantuan transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa tandan buah segar ikut berputar sehingga membanting-banting tandan buah segar (TBS) tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil, dipasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim kebagian digesting dan pressing. 4. Stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser)

Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut kebagian pengadukan/ pencacahan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/ pencacahan berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah dibagian dalamnya. Lengan-lengan pencacah ini diputar oleh motor listrik yang dipasang dibagian atas dari alat pencacah (digester). Putaran lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm. Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.

5. Stasiun pemurnian (clarifier)

Stasiun pemurnian ini bertujuan untuk melakukan pemurnian minyak kelapa sawit dari kotoran-kotoran seperti padatan, lumpur, dan air. Dimana minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran. Tujuan dari

pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.

Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran yang berupa serabut kasar tersebut dialirkan ketangki penampungan minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank (COT) dipanaskan hingga mencapai temperatur 95-100˚ C. Menaikkan temperature minyak kasar sangat penting artinya, yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis (BJ) antara minyak, air, dan sludge, sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan. Selanjutnya minyak dari COT dikirim ketangki pengendap (continous settling tank/ clarifier tank).

Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya dikirim ke oil tank, sedangkan sludge akan dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak. Di pabrik kelapa sawit (PKS), sludge diolah untuk dikutip kembali untuk mengambil minyak yang masih terkandung didalamnya (Pahan, 2006).

6. Pengeringan dan penimbunan Minyak kelapa sawit terdiri dari 2 tahap yaitu:

a. Pengeringan minyak sawit

Kadar air dalam minyak setelah pemurnian masih terlalu tinggi untuk mencegah peningkatan kadar ALB karena hidrolisis. Untuk mendapat kadar air yang diinginkan (0,08 %) minyak masih harus dikeringkan. Untuk ini sebaiknya dipakai pengering vakum pada suhu relatif rendah, agar minyak tidak teroksidasi

pada waktu pengeringan pada suhu tinggi. Minyak yang masuk pada suhu 80˚ C

b. Penimbunan minyak sawit

Minyak dan inti sawit hasil pemurnian tidak selamanya dapat langsung dikirim untuk dipasarkan. Untuk sementara waktu masih perlu ditimbun dipabrik. Persyaratan penimbunan yang baik adalah :

1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air

2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih atau kering

3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup tangki, alat-alat pengukur dan lain-lain setiap ada kesempatan

4. Memelihara suhu sekitar 40˚ C

5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan minyak

6. Melapisi dinding tangki dengan dammar epoksi (hanya untuk minyak sawit bermutu tinggi) ( Mangoensoekarjo, 2003 ).

Suhu minyak pada waktu pemuatan kedalam tangki angkut adalah 50-55˚C. untuk menjaga suhu, disarankan tangki memiliki sistem pengatur suhu (thermostat) yang dapat menjaga fluktuasi suhu sebesar 1˚ C serta pencatatan

suhu (recorder).

Prosedur pencucian tangki penyimpanan minyak kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Dinding tangki dan pipa pemanas dibersihkan dengan menggunakan alat sikat secara manual

3. Tangki dikeringkan dengan udara tekan

4. Apabila masih belum bersih, tangki dapat dicuci dengan larutan detergen panas yang diikuti dengan pembilasan menggunakan air panas dan air dingin ( Naibaho, 1998 ).

2.3 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah atom karbon. Banyaknya ikatan rangkap atom karbon juga berpengaruh. Dimana semaikin banyak ikatan rangkap atom karbon maka lemak akan semakin cair didalam suhu kamar. Trigliserida yang kaya akan lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud cair sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah berwujud padat. Semua jenis lemak tersusun oleh asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol.

Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Tambun, 2006).

Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, yang disebut asam lemak, umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan

tak bercabang. Lemak dan minyak sering kali dibuat nama sebagai derivat asam-asam lemak ini. Misalnya tristearat dari gliserol diberi nama tristearin, dan tripalmitat dari gliserol disebut tripalmitin. Minyak dan lemak dapat juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai untuk penamaan suatu ester sebagai contoh, gliseril tristearat dan gliseril tripalmitat.

CH2O2C(CH2)16CH3 CH2OH

CHO2C(CH2)16CH3 + 3 H2O CHOH + 3 CH3(CH2)16CO2H

CH2O2C(CH2)16CH3 CH2OH

Tristearin gliserol asam stearat

(gliserol tristearat)

Rantai hidrokarbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula mengandung ikatan- ikatan rangkap. Konfigurasi disekitar ikatan rangkap apa saja dalam asam lemak alamiah adalah cis, suatu konfigurasi yang menyebabkan titik leleh minyak itu rendah. Asam lemak jenuh membentuk rantai zig-zag yang cocok satu sama lain sehingga gaya tarik van der waalsnya tinggi, oleh karena itu lemak-lemak jenuh berbentuk padat. Jika beberapa ikatan rangkap

cis terdapat dalam rantai dan molekul itu tidak dapat membentuk kisi yang rapi, tetapi cenderung untuk melingkar, trigliserida tak jenuh ganda maka cenderung berbentuk minyak (Fessenden, 1986).

Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai struktur sebagai berikut:

O

R -- C -- OH

Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh yang terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap. Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik lebur dari asam lemak. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam lemak adalah asam lemah. Apabila dapat larut dalam air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan bertambah panjangnya rantai karbon (Poedjiadi, 1994).

2.4. Sumber-sumber minyak dan lemak

Lemak dan minyak yang dapat dimakan (edible fat) dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak dan lemak tersebut berfungsi sebagai cadangan energi. Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu yang bersumber dari tanaman misalnya minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak kacang, minyak biji kapas, minyak zaitun, minyak kelapa, minyak bunga matahari dan sebagainya. Sedangkan yang bersumber dari hewani misalnya minyak sapi, minyak ikan sardin, minyak babi, minyak ikan paus dan sebagainya.

2.4.1 Minyak Kelapa Sawit

Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak sawit

berwarna merah jinggan karena kandungan karotenoida (terutama β- karotena), berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (terkonsistensi dan titik lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya), dan dalam keadaan segar dan kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak (Mangoensoekarjo, 2003).

Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari jamur Aspergillus niger dinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung pada suhu 10 - 25˚ C. selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat.

Namun, hidrolisis enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan prosesnya yang berlangsung 2-3 hari. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga menghasilkan asam-asam lemak murni. Asam- asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta tekstil, aspal, dan perekat.

Tabel 2.4 Komposisi asam lemak minyak sawit dan Inti sawit

Asam lemak Jumlah

atom C

Minyak sawit ( % )

Minyak inti sawit ( % ) Asam lemak jenuh

Oktanoat 8 - 2 – 4 Dekanoat 10 - 3 – 7 Laurat 12 1 41 – 55 Miristat 14 1 – 2 14 – 19 Palmitat 16 32 – 4 6 – 10 Stearat 18 74 – 10 1 – 4

Asam lemak tidak jenuh

Oleat 18 38 – 50 10 – 20

Linoleat 18 5 – 14 1 – 5

Linolenat 18 1 1 – 5

(Fauzi, 2002).

Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C16:0 (jenuh) dan asam oleat C18:1 (tidak jenuh). Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Warna minyak ditentuksn oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A (Pahan, 2006).

2.5 Mutu Minyak Kelapa Sawit

Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku.

Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur, angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standart mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting.

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni dan tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam-logam (dari alat-alat selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya (Tim penulis,1997).

Warna minyak kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten dalam minyak tersebut. Karoten dikenal sebagai sumber vitamin A, pada umumnya terdapat pada tumbuhan yang berwarna hijau dan kuning termasuk kelapa sawit, tetapi para konsumen tidak menyukainya. Oleh karena itu para produsen berusaha untuk menghilangkannya dengan berbagai cara. Salah satu cara yang digunakan ialah dengan menggunakan bleaching earth.

Mutu minyak kelapa sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena jika kadar asam lemak bebasnya mtinggi, maka akan timbul bau tengik disamping juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi (Tambun, 2006).

2.5.1 Faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit

Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Berikut ini akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus cara pencegahannya, serta standar mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.

a. Asam Lemak Bebas (free fatty acid)

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.

Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.

O CH2 -- O C-- R CH2 -- OH O O panas, air CH -- O-- C-- R CH -- OH + R -- C -- OH O CH2 --O-- C-- R CH2 -- OH

Minyak sawit Gliserol ALB

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :

1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu

2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengambilan buah 3. Penumpukan buah yang terlalu lama, dan

4. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik

b. Kadar zat menguap dan kotoran

Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.

c. Kadar logam

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus

dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless steel.

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat

Dokumen terkait