• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian

2. Statistik Frekuensi

Tabel 4.4 di bawah ini merupakan statistik frekuensi mengenai sampel penelitian yang diuji dalam penelitian ini yang menggambarkan tentang nilai frekuensi dan persentase.

Tabel 4.4 Statistik Frekuensi frequency percent Valid percent Cumulative percent Jumlah Komite Audit Valid 2.00 3.00 4.00 Total 1 27 4 32 3.1 84.4 12.5 100.0 3.1 84.4 12.5 100.0 3.1 87.5 100.0 Keahlian Komite Audit Valid 0.00 1.00 Total 2 30 32 6.3 93.8 100.0 6.3 93.8 100.0 6.3 100.0

Sumber: Data diolah

Dari tabel 4.4 diatas, perusahaan yang memiliki jumlah komite audit yang sesuai dengan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 sebanyak 31 perusahaan atau 96,9% dari jumlah sampel. Keputusan tersebut menyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat yang sekaligus

66 merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Sedangkan perusahaan yang jumlah komite auditnya tidak sesuai dengan keputusan tersebut ada 1 perusahaan atau 3,1% dari jumlah sampel. Anggota komite audit yang memiliki keahlian dibidang akuntansi atau keuangan sebanyak 30 perusahaan atau 93,8% dari jumlah sampel. Sedangkan anggota komite audit yang tidak mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan sebanyak 2 perusahaan atau 6,3% dari jumlah sampel.

C. Analisis dan Pembahasan 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolonieritas

Pengujian multikolonieritas dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Regresi yang bebas dari problem multikolonieritas apabila nilai VIF < 10 dan tolerance > 0,10, maka data tersebut dikatakan tidak ada multikolonieritas. Hasil uji multikolonieritas terhadap data untuk pengujian hipotesis ditunjukkan pada tabel 4.5. Tabel tersebut manunjukkan hasil uji multikolonieritas dengan VIF berkisar

antara 1,042 sampai 4,023. Sedangkan nilai tolerance berkisar antara

0,249 sampai 0,960. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen tidak memiliki masalah multikolonieritas.

67 Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolonieritas Colinearuty Statistic Model

(constan) Tolerance VIF

kesimpulan

Kepemilikan manajerial 0,249 4,023 Tidak terjadi multikolonieritas

Proporsi dewan komisaris independen 0,330 3,028 Tidak terjadi multikolonieritas

Jumla komite audit 0,306 3,272 Tidak terjadi multikolonieritas

Keahlian komite audit 0,960 1,042 Tidak terjadi multikolonieritas

Sumber: Data diolah

b. Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.1 merupakan hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot untuk data mengenai manajemen laba. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi penelitian ini tidak mengalami problem heteroskedastisitas.

Gambar 4.1

Grafik Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data diolah c. Uji Normalitas Data

Hasil pengujian data dengan menggunakan Normal P-Plot dapat dilihat pada gambar 4.2. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa titik-titik data berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

Gambar 4.2

Grafik Normality ProbabilityPlot

Sumber: Data diolah

Dengan gambar 4.2 diatas, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah terdistribusi norman atau sudah memenuhi asumsi normalitas.

Untuk lebih meyakinkan data terdistribusi dengan normal, dapat dilihat pada grafik histogram berikut ini:

70 Dengan gambar 4.3 diatas, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah terdistribusi norman atau sudah memenuhi asumsi normalitas.

2. Pengujian Hipotesis a. Koefisien Determinasi

Uji ini dilakukan untuk mengukur kemampuan variabel independen, yaitu: kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit dalam menjelaskan variasi variabel dependen yaitu manajemen laba. Hasil uji koefisien Adjusted R Square disajikan dalam tabel 4.6.

Tabel 4.6 Koefisien Determinasi

Model R R Square

Adjusted R

Square Std. Error of the estimate

1 .844a .713 .670 .40785

a. Predictor: (Constant), keahka, propdki, jumka, kepman b. Dependent Variable: manlab

Sumber: Data diolah

Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square adalah sebesar 0,670, hal ini berarti 67% variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit. Sedangkan sisanya (100% - 67% = 33%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam analisa regresi ini.

71 Variabel-variabel lain yang mempengaruhi variabel manajemen laba menurut Boediono (2005) adalah kepemilikan institusional yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. Selain itu penelitian Midastuty dan Machfoedz (2003) juga mengungkapkan variabel lain yang mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba yaitu ukuran dewan komisaris. Dalam penelitian ini menyatakan bahwa bahwa ukuran dewan komisaris mampu mengurangi indikasi manajemen laba. Dari penelitian Veronica dan utama (2005) variabel lain yang mempengaruhi manajemen laba adalah ukuran perusahaan. Makin besar ukuran perusahaan, makin kecil tindakan manajemen labanya.

b.Uji F

Secara keseluruhan, hasil analisis regresi berganda dapat dilihat pada tabel 4.7. Hasil uji F diperoleh nilai sebesar 16.742 dengan tingkat signifikan 0,000. Karena tingkat signifikansi dibawah angka 0,05 maka kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan keahlian komite audit secara bersama-sama atau secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba

72 perusahaan. Hal ini berarti variabel tersebut dapat dijadikan sebagai pengukur manajemen laba.

Tabel 4.7 Hasil Uji F Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression Residual Total 11.139 4.491 15.631 4 27 31 2.785 0.166 16.742 0.000a

Sumber: Data diolah

a. Predictors: (constant), keahka, propdki, jumka, kepman b. Dependent Variable: DC

Hal ini sejalan dengan penelitian Nasution dan Setiawan (2007) bahwa hasil regresi terhadap variabel manajemen laba dengan variabel lain yaitu komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh secara bersama-sama. Begitu pula dalam teori OECD dalam Sutojo dan Aldridge (2005) menurut OECD corporate governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance mengatur pemberian tugas, hak, dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan semua anggota stakeholders non-pemegang saham.

73 c. Uji t

Tabel 4.8 merupakan hasil pengujian antara variabel dependen dengan variabel independen yang dilakukan dengan uji t, hasilnya sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji t Model Unstandardized Coefficient Standardized Coefficient t Sig. B Std. Error Beta Beta 1 (Constant) -5.183 0.961 -5.394 0.000* Kepman -0.035 0.020 -0.367 -1.772 0.088** Propdki 0.037 0.009 0.769 4.283 0.000* Jumka 0.796 0.340 0.437 2.344 0.027* Keahka -0.295 0.340 -0.102 -0.972 0.340

Sumber: Data dioalah

a. Dependent Variabel Manajemen Laba * Signifikan pada α 5%

* *Signifikan pada α 10%

Hasil pengujian variabel kepemilikan manajerial mempunyai angka signifikan 0,088 lebih kecil dari 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif secara signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi dibawah 0,1, dengan demikian H1 diterima. Nilai beta yang dihasilkan negatif sebesar -0,035. Arah negatif pada koefisien variabel kepemilikan manajerial menunjukkan bahwa setiap peningkatan kepemilikan manajerial akan menurunkan manajemen laba dalam perusahaan. Artinya, semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka akan semakin rendah praktik manajemen laba dalam perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa di

74 Indonesia, khususnya perusahaan yang terdaftar di BEI sektor industri dan kimia, kepemilikan manajerial merupakan variabel determinan yang penting untuk mengurangi manajemen laba. Hasil ini mendukung hasil penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003), Fidyanti (2004) dalam Iqbal (2007) yang menyatakan aplikasi yang dapat dipraktekan adalah memperbesar kepemilikan manajerial dengan harapan bahwa pemilik saham (manajerial) akan ikut andil dalam pengawasan terjadinya manajemen laba, atau bahkan karena sebenarnya mereka yang melakukan manajemen laba maka mereka akan merasa rugi jika manajemen laba terjadi atas perusahaan yang mereka ikut memiliki, sehingga manajemen laba tidak akan dilakukan. Dengan kata lain kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme good corporate governance.

Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai angka signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai beta yang dihasilkan sebesar 0,037. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif secara signifikan terhadap manajemen laba perusahaan, dengan demikian H2 diterima. Artinya, peranan dewan komisaris independen sebagai bagian dari struktur corporate governance mempunyai pengaruh dalam manajemen laba. Penelitian ini bertentangan dengan Veronica dan Utama (2005) yang melakukan penelitian di Industri perbankan Indonesia, hasil penelitian ini adalah kesimpulan bahwa proporsi dewan komisaris independen

75 tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Penelitian ini bertentangan karena dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data dari perusahaan manufaktur sektor industri dan kima. Hal serupa juga dinyatakan oleh Boediono (2005) bahwa secara parsial pengaruh corporate governance dalam hal ini komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Tetapi walaupun tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, dalam penelitian Veronica dan Bachtiar (2004) menemukan bahwa variabel persentase dewan komisaris independen tidak berkorelasi secara signifikan terhadap akrual kelolaan, walau begitu interaksi antar variabel akrual kelolaan dan dewan komisaris independen menunjukkan koefisien positif yang signifikan terhadap return perusahaan. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan makin tingginya persentase dewan komisaris independen maka akrual kelolaan makin berpengaruh terhadap return.

Hasil pengujian variabel jumlah komite audit mempunyai angka signifikan sebesar 0,027 dibawah 0,05, berpengaruh positif secara signifikan, dengan demikian H3 diterima. Nilai beta yang dihasilkan sebesar 0,796. Hal ini berarti jumlah komite audit dalam perusahaan mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba. Arah dari hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Wedari (2004), yang menemukan bahwa komite audit mempunyai pengaruh secara negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Artinya, secara rata-rata aktivitas manajemen laba antara perusahaan yang memiliki komite audit

76 lebih rendah daripada perusahaan yang tidak memiliki komiti audit. Hasil penelitian ini juga bertentangan dengan Suhadi (2007) bahwa jumlah komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Tetapi hasil penelitian ini menunjukkan perusahaan yang memiliki komite audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba dengan arah yang positif. Peneliti menduga bahwa arah yang positif ini disebabkan karena perilaku manajemen laba oleh perusahaan yang memiliki komite audit akan dinilai positif oleh pasar, dimana pasar merasa manajemen laba sebagai sebagai motivasi untuk meningkatkan laba. Hal ini didukung oleh peneltian Veronica dan Bachtiar (2004), yang menggunakan data pasar modal Indonesia. Mereka menemukan bahwa interaksi discreationary accrual dan komite audit mempunyai hubungan secara positif dan signifikan dengan return. Hal ini juga menunjukkan bahwa perilaku manajemen laba pada perusahaan yang mempunyai komite audit memang akan dinilai positif, karena pasar merasa perilaku manajemen laba akan meningkatkan return. Dengan kata lain, komite audit dalam dalam penelitian ini tidak menjalankan tugas dan peranannya dengan baik sebagaimana yang diharapkan peneliti. Perusahaan membentuk komite audit hanya untuk memenuhi peraturan dari BAPEPAM dan hanya dijadikan simbol yang menyatakan bahwa perusahaan telah melaksanakan good corporate governance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit pada suatu perusahaan bukan merupakan jaminan bahwa laporan keuangan

77 perusahaan tersebut independen dari kemungkinan praktik manajemen laba.

Hasil pengujian variabel keahlian komite audit mempunyai angka signifikan sebesar 0,340 lebih besar dari signifikansi 0,1, dengan demikian H4 ditolak. Hal ini berarti keahlian komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Peneliitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Suhadi (2007) bahwa keahlian komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Fello (2003), yang menyatakan bahwa keahlian komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan, karena laporan yang bagus akan menghambat terjadinya manajemen laba. Penelitian ini juga tidak konsisten dengan

Carcello (2003) menyatakan bahwa expertise komite audit dibidang

keuangan dapat mengurangi terjadinya earnings management. Dari

penelitian diatas menunjukkan bahwa expertise komite audit tidak

mempunyai pengaruh positif terhadap earnings management. Hal ini berarti banyak perusahaan membentuk komite audit hanya sebatas formalitas saja, akibatnya banyak anggota komite audit yang diangkat tidak mempunyai pengetahuan di bidang akuntansi dan keuangan sehingga gagal mengurangi terjadinya earnings management. Hal ini juga menunjukkan bahwa keberadaan komite audit belum dianggap penting oleh dewan komisaris, asalkan perusahaan mendapatkan laba yang besar dan membagikan deviden kepada pemegang saham. Dari

78 hasil uji t diatas dapat diketahui variabel independen yang paling dominan terhadap variabel manajemen laba yaitu, variabel proporsi dewan komisaris independen. Hasil pengujian variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai angka signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05. Nilai beta yang dihasilkan sebesar 0,037. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba perusahaan. Artinya, peranan dewan komisaris independen sebagai bagian dari struktur corporate governance mempunyai pengaruh dalam manajemen laba. Penelitian ini bertentangan dengan Veronica dan Utama (2005) yang melakukan penelitian di Industri Perbankan Indonesia, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan.

Y = -5.183 - 0.035X1 + 0.037X2 + 0.796X3 – 0.295X4

Pada persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa nilai konstanta sebesar -5.183, menunjukkan jika variabel independen dianggap tidak ada maka peningkatan kinerja manajerial bernilai -5.183. Koefisien regresi untuk variabel kepemilikan manajerial sebesar -0.035, menunjukkan bahwa setiap adanya perubahan 1 satuan tingkat kepemilikan manajerial, maka dapat menurunkan variabel manajemen laba sebesar 0.035. Koefisien regresi pada variabel proporsi dewan

79 komisaris independen sebesar 0.037, hal ini berarti jika variabel proporsi dewan komisaris independen bertambah 1 satuan maka variabel manajemen laba akan bertambah sebesar 0.037. Koefisien regresi pada variabel jumlah komite audit sebesar 0.796, hal ini berarti jika variabel jumlah komite audit bertambah 1 satuan, maka variabel manajemen laba akan bertambah sebesar 0.796. Koefisien regresi pada variabel keahlian komite audit sebesar -0.295, hal ini berarti jika variabel keahlian komite audit bertambah 1 satuan, maka dapat menurunkan variabel manajemen laba sebesar 0.295.

80 BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

Dokumen terkait