• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Status Gizi…

2.3.1 Pengertian Status Gizi

Pengertian Status Gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Almatsier, 2001).

Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2001).

Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh (Supariasa, dkk, 2002).

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

2.3.2 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai (Arisman, 2010).

Komponen penilaian status gizi meliputi (1) survei asupan makanan, (2) pemeriksaan biokimia, (3) pemeriksaan klinis, serta (4) pemeriksaan antropometris (Arisman, 2010).

2.3.3 Pemeriksaan Antopometri

Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada kehamilan tunggal atau majemuk, ukuran orang tua dan konstitusi genetis, serta faktor lingkungan (termasuk iklim, musim, dan keadaan sosial-ekonomi). Pengaruh lingkungan, terutama gizi, lebih penting daripada latar belakang genetis atau faktor biologis lain, terutama pada masa pertumbuhan. Ukuran tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi (Arisman, 2010).

Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran paling sederhana dan praktis karena lebih mudah dilakukan, murah, cepat, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, serta hasil pengukurannya lebih akurat. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkaran-lingkaran bagian tubuh serta tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, dkk, 2002).

Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometris adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu untuk: (1) penapisan status gizi, (2) survei status gizi, dan (3) pemantauan status gizi. Penapisan diarahkan pada orang per orang untuk keperluan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan itu. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Arisman, 2010).

Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaan, ketepatan, kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; di samping keberadaan nilai baku acuan yang akan digunakan sebagai pembanding. Jika nilai baku suatu negara (Indonesia) belum tersedia, boleh digunakan baku Internasional. Pembolehan ini didasarkan atas asumsi bahwa potensi tumbuh-kembang anak pada umumnya serupa. Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama berat dan tinggi badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap. Baku acuan ditujukan sebagai perbandingan semata, bukan menggambarkan keidealan. Interpretasi perbandingan ini digunakan sebagai bahan pertimbangan saat seseorang dipaksa untuk memutuskan apakah nilai yang diharapkan itu harus 100% atau 90%, atau dengan proporsi lain lagi. Sekedar pembakuan, WHO menganjurkan penggunaan data dari NCHS sebagai acuan (Arisman, 2010).

Penilaian antropometris status gizi dan KKP didasarkan pada pengukuran berat dan tinggi badan, serta usia. Data ini dipakai dalam menghitung 3 macam indeks, yaitu indeks (1) berat terhadap tinggi badan (BB/TB) yang diperuntukkan sebagai petunjuk dalam penentuan status gizi sekarang; (2) tinggi terhadap usia (TB/U) yang digunakan sebagai petunjuk tentang keadaan gizi di masa lampau; dan (3) berat terhadap usia (BB/U) yang menunjukkan secara sensitif gambaran status gizi saat ini (saat diukur). Kekurangan tinggi terhadap usia meriwayatkan satu masa ketika pertumbuhan tidak terjadi (gagal) pada usia dini selama periode yang cukup lama (Soekirman, 2000).

Pertambahan berat badan merupakan parameter yang paling sesuai karena cukup sensitif, erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein yang merupakan dua jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan masalah kesehatan gizi pada skala nasional atau daerah luas regional di Indonesia. Parameter ini juga cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan akut mengenai konsumsi bahan makanan pokok dan mudah pelaksanaannya. Pemantauannya dapat dilakukan berkesinambungan oleh masyarakat itu sendiri dengan biaya murah tanpa memerlukan peralatan rumit dan keahlian khusus (Sediaoetoma, 2006)

2.3.4 Gizi Kurang

Suatu keadaan dimana terjadi defisiensi zat gizi yang kompleks, khususnya kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dan diakibatkan oleh rendahnya asupan makanan. Faktor penyebab gizi kurang disebabkan oleh asupan makanan dan penyakit infeksi. Asupan makanan dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan keluarga dan adat/ kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan (Dahli, 2007).

2.3.5 Gizi Seimbang

Pemberian makanan yang sebaik-baiknya adalah harus memperhatikan kemampuan tubuh seorang untuk mencerna makanan, seperti umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain, seperti sakit, hamil dan menyusui. Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan lima kelompok zat gizi ( karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral ) dalam jumlah cukup, tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan. Disamping itu manusia juga memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faal didalam tubuh.

Apabila konsumsi makanan sehati-hari kurang beraneka ragam, maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan prooduktif. Dalam mengkonsumssi makanan sehari-hari yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada masalah yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan zat gizi pada jenis makanan lain, sehingga akan diperoleh masukan zat gizi seimbang. Untuk mengejar pertumbuhan yang normal, kebutuhan lebih didasarkan pada berat badan dan ini diperuntukkan bagi golongan anak-anak sampai umur pubertas (Suhardjo, dkk, 1990).

2.3.5 Gizi Lebih

Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena lemak berfungsi untuk energy. Walaupun lemak sangat berguna untuk tubuh, kelebihan lemak dapat menimbulkn berbagai penyakit. Gizi lebih merupakan kelebihan jaringan lemak dalam tubuh. Salah satu dari penyakit gizi lebih adalah obesitas atau kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan

2.3.6 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Faktor yang secara langsung mempegaruhi status gizi adalah asupan makan dan penyakit infeksi. Berbagai faktor yang melatarbelakangi kedua faktor tersebut misalnya faktor ekonomi, keluarga produktivitas dan kondisi perumahan(Suhardjo, 1996).

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi: a. Faktor Langsung

1) Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan merupakan cara pengamatan langsung dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah, golongan sosial ekonomi dan sosial budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi (Suhardjo, 1996).

2) Infeksi

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui mekanismenya. Yang paling penting adalah efek langsung dari infeksi. Sistematik pada katabolisme jaringan menyebabkan kehilangan nitrogen. Meskipun hanya terjadi infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen (Suhardjo, 2000).

b. Faktor Tidak Langsung 1) Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan sangat menentukan pola makan yang dibeli. Dengan uang tambahan, sebagian besar pendapatan tambahan itu untuk pembelanjaan makanan. Pendapatan merupakan faktor yang paling penting untuk menentukan kualitas dan kuantitas makanan, maka erat hubungannya dengan gizi .

Arti pendapatan dan manfaatnya bagi keluarga:

a) Peningkatan pendapatan berarti memperbesar dan meningkatkan pendapatan golongan miskin untuk memperbaiki gizinya.

b) Pendapatan orana-orang miskin meningkat otomatis membawa peningkatan dalam jumlah pembelanjaan makanan untuk keluarga ( Khomsan, 2003).

2) Pengetahuan Gizi

Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah bahan makanan yang akan diberikan.

Pengetahuan tentang ilmu gizi secara umum sangat bermanfaat dalam sikap dan perlakuan dalam memilih bahan makanan. Dengan tingkat pengetahuan gizi yang rendah akan sulit dalam penerimaan informasi dalam bidang gizi, bila dibandingkan dengan tingkat pengetahuan gizi yang baik (Sayogo, 1996).

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Status gizi yang baik adalah penting bagi kesehatan bagi setiap orang, termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan anaknya. Setiap orang akan mempunyai gizi yang cukup jika makanan yang kita makan mampu menyediakan zat gizi yang cukup diperlukan tubuh. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting di dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan engan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi seimbang (Suhardjo, 2000)

3) Pendidikan

Suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (tujuan). Pendidikan itu adalah suatu proses, maka dengan sendirinya mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan adalah sasaran pendidikan atau anak didik yang mempunyai karakteristik, sedangkan keluaran proses pendidikan adalah tenaga atau lulusan yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai dengan tujuan institusi yang bersangkutan (Madanijah, 2004).

Dokumen terkait