• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status dan Keabsahan Perkawinan Campuran yang dilakukan di Luar Negeri tanpa registrasi kembali di Indonesia

Dalam dokumen UNIVERSITAS WARMADEWA (Halaman 37-45)

Perkawinan campuran yang dilakukan di luar negeri antara warga

negara Indonesia dengan warga negara Indonesia atau warga

38

negara Indonesia dengan warga negara asing yang dilangsungkan di luar negeri dasar hukumnya adalah pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, menyebutkan tentang perkawinan yang harus dilaksanakan oleh seorang warga negara Indonesia secara kumulatif, bukan alternatif secara terpisah dan berdiri sendiri. Penjabaran dasar hukum perkawinanan campuran menurut UU No. 1 Tahun 1974 Bab XII bagian kedua tentang perkawinan di luar Indonesia pasal 56 :

(1) Perkawinan di Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau seorang warga negara Indonesia dengan warga negara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di

negara perkawinan itu dilangsungkan dan bagi

warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan ini.

(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali ke wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor pencatat perkawinan tempat tinggal mereka.

Beberapa penjabaran pengaturan perkawinan campuran di Indonesia dijabarkan sebagai sebagai berikut :

1) Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Bab XII bagian ketiga tentang perkawinan campuran pasal 57 :

39

“Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihakberkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.

2) Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Bab XII bagian ketiga tentang perkawinan campuran Pasal 58 :

”Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku”.

3) Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Bab XII bagian ketiga tentang perkawinan campuran Pasal 59 ayat (2) :

“Perkawinan campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut undang-undang perkawinan ini”.

4) Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Bab XII bagian ketiga tentang perkawinan campuranPasal 60 :

(1) Perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan

40

oleh hukum yang berlaku bagipihak masing-masing telah dipenuhi.

(2) Untuk membuktikan bahwa syarat-syarat tersebut dalam ayat (1) telah dipenuhi dan karena itu tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yangberlaku bagi pihak masing-masing berwenang mencatat perkawinan, diberikan surat keterangan bahwa syarat-syarat telah dipenuhi.

5) Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Bab XII bagian ketiga tentang perkawinan campuran Pasal 61 :

(1) Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang.

(2) Barang siapa yang melangsungkan perkawinan

campuran tanpa memperlihatkan lebih dahulu kepada pegawai pencatat yang berwenang surat keterangan atau keputusan pengganti keterangan yang disebut dalam Pasal 60 ayat (4) Undang-undang ini dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di telaah bahwa perkawinan campuran memiliki alur yang berbeda dengan perkawinan

41

umumnya di Indonesia. Perkawinan campuran yang di lakukan di Indonesia akan berbeda status dan keabsahannya dengan perkawinan campuran yang dilakukan di luar negeri atau dengan kata lain di langsungkan di luar Indonesia. Perkawinan campuran yang dilakukan di Indonesia harus mengikuti hukum perkawinan Indonesia, karena menurut Pasal 18 A.B. (Algemee Bel Palingen Van Wet Geving), maka segala bentuk peristiwa hukum yang terdapat unsur asing didalamnya dilaksanakan menurut hukum dari tempat dilaksanakannya peristiwa hukum tersebut (locus regit actum). Salah satu aturan hukum perkawinan Indonesia adalah perkawinan dilaksanakan dihadapan petugas yangberwenang (Petugas Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil) dan pencatatan perkawinan (Pasal 2ayat 2 Undang-Undang No 1 Tahun 1974).Pencatatan perkawinan tersebut dilakukan di KUA (untuk yangberagama Islam) atau di Kantor Catatan Sipil (untuk selain beragama Islam).Pencatatan perkawinan harusdilaksanakan maksimal 60 hari setelah perkawinan itu dilaksanakan. Walaupun pasal 16 A.B. mengatur status dan wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya (lex patriae, WNA harus dinilai berdasar hukum nasional negara asalnya), selama WNA tersebut tidak pindah status warga negara menjadi WNI, maka segala aturan hukum yang berlaku di Indonesia otomatis mengikat kedua belah pihak, baik WNI maupun WNA (locus regit actum).

42

Perkawinan campuran yang dilakukan di luar negeri status dan keabsahannya didasari oleh hukum perkawinan yang berlaku.Pasal 16 A.B. menyebutkan bahwa WNI, dimanapun ia berada akan tunduk pada hukum Indonesia, tapi Pasal 18 A.B. menyebutkan bahwa WNI tunduk pada hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan (lex loci celebrationis). Menjelaskan dua pasal diatas yang seperti saling bertentangan dan bertabrakan satu sama lain, Prof. Zulfa Djoko Basuki berpendapat bahwa untuk sahnya perkawinan, diperlukan dua syarat, yatu syarat formal dansyarat material. Syarat formal diatur dalam pasal 18 A.B. yakni tunduk pada hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan (lex loci celebrationis), jika perkawinan dilangsungkan di negara yang berlaku perkawinan sipil, maka perkawinan harus dilakukan secara sipil. Sedangkan untuk syarat materiil, berlaku pasal 16 A.B. misalnya mengenai batas usia menikah, berlaku hukum nasional (dalam hal ini Indonesia).18

Syarat sahnya perkawinan campuran menurut pasal Pasal 56 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan, dan bagi WNI yang melaksanakan perkawinan tersebut tidak melanggar ketentuan UU perkawinan. Pasal 56 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974

18

Prof. Zulfa Djoko Basuki .Bunga Rampai Kewarganegaraan Dalam Persoalan

43

menyatakan bahwa dalam waktu satu tahun setelah suami istri itu kembali ke wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil mereka berdomisili.

Perkawinan campuran yang dilakukan diluar negeri harus mengikuti

prosedur yang berlaku di Negara perkawinan tersebut

dilangsungkan.Perkawinan campuran tersebut harus dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat dengan memenuhi syarat berupa fotokopi:

a. Bukti pencatatan perkawinan/akta perkawinan dari negara setempat; b. Paspor Republik Indonesia; dan/atau

c. KTP suami dan isteri bagi penduduk Indonesia.

Jadi selama para pihak telah melaksanakan pencatatan perkawinan di luar negeri sesuai hukum yang berlaku di negara tersebut, maka perkawinan adalah sah dengan segala akibat hukumnya.Akibat hukum yang dimaksud misalnya status anak, harta perkawinan, pewarisan, hak dan kewajiban suami-istri bila perkawinan berakhir karena perceraian dan sebagainya.

Apabila perkawinan campuran yang dilakukan diluar negeri tidak diregistrasikan kembali di Indonesia maka status dan keabsahannya tidak diakui di Indonesia. Berdasarkan Pasal 56 ayat (2) disebutkan bahwa dalam

44

waktu satu tahun setelah suami istri itu kembali ke wilayah Indonesia, suratbukti perkawinan mereka harus didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil mereka berdomisili. Jika pelaporan lewat dari jangka waktu 1tahun tersebut akan dikenai denda administratif sesuai peraturan daerah setempat. Sebagai lex spesialis, UU No. 23 Tahun 2006 yang telah dirubah dengan UU No. 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU No. 23 Tahun 2006) menempatkan pencatatan peristiwa kependudukan, seperti perkawinan sebagai kewajiban. Berdasarkan Undang-undang ini, perkawinan WNI yang dilangsungkan di luar negeri wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada perwakilan RI.Jika di negara tersebut tidak dikenal pencatatan perkawinan bagi orang asing, maka pencatatan dilakukan perwakilan RI.Oleh perwakilan RI perkawinan itu dicatatkan dalam Register Akta Perkawinan lalu terbitlah Kutipan Akta Perkawinan.Jika pasangan tersebut kembali ke Indonesia, mereka harus melapor ke instansi pelaksana perkawinan di tempat tinggalnya paling lambat 30 hari setelah tiba di Indonesia.Bila pasangan yang melakukan perkawinan campuran tidak meregistrasi kembali di Indonesia maka akta nikah yang dikeluarkan oleh pejabat di Negara berlangsungnya perkawinan campuran tersebut belum memiliki kekuatan hukum di Indonesia.

45 BAB III

KEWENANGAN PENGADILAN UNTUK MEMUTUSKAN PERKARA

Dalam dokumen UNIVERSITAS WARMADEWA (Halaman 37-45)

Dokumen terkait