• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identitas Responden

5.1.2. Status Kepemilikan Lahan

Status petani responden sehubungan dengan usahatani terdiri dari 2 jenis yaitu petani pemilik, dan petani penyewa. Jumlah petani responden berdasarkan statusnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Status Pemilik Lahan Usahatani Petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No. Status Usahatani Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Pemilik 19 73,08

2 Penyewa 7 26,92

Total 26 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah ,2015

Pada tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa petani responden yang berstatus sebagai petani pemilik lebih besar yaitu sebanyak 19 orang atau sebesar 73,08 % sedangkan petani yang berstatus sebagai petani penyewa berjumlah 7 orang atau sebesar 26,92%.

Karena hanya sebagian besar petani responden lebih mau menggarap lahan mereka sendiri, dengan pertimbangan mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Petani yang menggarap lahannya sendiri tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa orang lain yang akan menggarap lahannya dan secara otomatis pengeluaran petani berkurang dan akan mendapatkan keuntungan yang lebih.

5.1.3. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman bekerja dari para petani dalam hal ini lamanya mengelolah usahataninya, juga turut menentukan pola pikir petani dalam mengambil keputusan, dimana pengalaman berusahataninya, juga turut menentukan pola berpikir petani dalam mengambil keputusan, dimana pengalaman berusahatani sangatlah penting bagi para petani responden, karena sangat berpengaruh terhadap usahataninya. Lamanya pengalaman petani dalam berusahatani dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Pengalaman Berusahatani Responden di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Setelah melihat tabel 8 adapun pengalaman berusahatani responden yang menurut tingkatan lama berusahataninya yang memiliki pengalaman berusahatani antara umur 1-10 tahun berjumlah 6 orang atau 23,07%, petani yang memiliki pengalaman berusahatani antara 11-20 tahun berjumlah 8 orang atau 30,76%, petani yang memiliki pengalaman 21-30 tahun berjumlah 12 orang atau 46,15%.

Jadi persentase yang paling tinggi yaitu pengalaman 21-30 tahun sebanyak 12

orang atau 46,15% karena pada umumnya petani di desa Bontomanai sebagian besar berusahatani cabai rawit dan yang paling sedikit yaitu 23,07%.

Diketahui bahwa makin lama seseorang berusahatani maka menginginkan terjadinya suatu perubahan. Semakin lama seseorang berusahatani semakin sulit untuk menginginkan perubahan, mereka cenderung untuk mempertahankan tradisi-tradisi lama bertani mereka. Diduga disebabkan karena petani responden masih mempertahankan tradisi bertani mereka, hal ini ditunjang dengan rata-rata lamanya berusahatani mereka antara 21-30 tahun. Hal ini menambah bahwa petani responden secara keseluruhan mempunyai pengalaman berusahatani yang cukup lama.

5.1.4. Tingkat Pendidikan

Tingkatan pendidikan dari para petani dalam hal ini juga turut menentukan cara berfikir petani dalam mengambil suatu keputusan, dimana tingkat pendidikan sangatlah penting bagi para petani responden karena sangat berpengaruh terhadap usahatani yang akan dikelolanya. Tingkat pendidikan dalam berusahtani dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Tingkat Pendidikan Responden di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 9 dapat kita lihat bahwa tingkat pendidikan petani responden terbagi atas 4 tingkatan yaitu yang pertama tidak sekolah sebanyak 3 orang atau 11,53%. Yang kedua SD sebanyak 11 orang atau 42,30%, yang ketiga SMP yaitu sebanyak 5 orang atau 19,23%, dan yang keempat yaitu SMA sebanyak 7 orang atau 26,92%.Jadi persentase yang paling banyak yaitu SD sebanyak 11 orang atau 42,30% dan yang paling sedikit tidak sekolah sebanyak 3 orang atau 11,53%.

Sehingga tak heran jika produksi pertaniannya kurang berdaya saing tinggi.

Dengan rendahnya tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi rendahnya produktivitas dan etos kerja petani, petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa lebih banyak merupakan petani sub sistem tradisional. Artinya, petani tersebut hanya berpikiran untuk mengolah hasil pertaniannya untuk mencukupi kebutuhannya saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa tingkat pendidikan petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat

5.1.5. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang biaya hidupnya ditanggung oleh respoden. Jumlah tanggungan keluarga petani cenderung turut berpengaruh pada kegiatan operasional usahatani, karena keluarga yang relatif besar merupakan sumber tenaga keluarga. Keadaan tanggungan keluarga petani responden dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut :

Tabel 10. Identitas Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Tanggungan Petani Jumlah (Orang) Persentase (%) 1.

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 10 dapat kita lihat bahwa jumlah tanggungan keluarga petani responden yang mempunyai tanggungan keluarga 1-2 berjumlah 10 orang (38,46%), 3-4 berjumlah15 orang (57,69%), 5-6 berjumlah 1 orang (3,84%), dan 7-8 berjumlah tidak ada responden.Jadi persentase yang paling banyak yaitu responden yang mempunyai tanggungan keluarga 3-4 berjumlah 15 orang (57,69%) dan yang paling sedikit yaitu 7-8 tidak seorang pun responden yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak 7-8 orang. Keadaan demikian sangat mempengaruhi terhadap tingkat kesejahteraan keluarga dan untuk meningkatkan produksi dalam memenuhi kebutuhannya.

5.1.6. Tingkat Umur Petani Cabai Rawit

Umur seorang petani mempengaruhi kemampuan fisiknya dalam bekerja dan berfikir, petani yang berumur muda mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat dari petani yang lebih tua, juga lebih muda cenderung menerima hal-hal baru yang dianjurkan untuk menambah pengalaman, sehingga cepat mendapat pengalaman-pengalaman baru yang berharga dalam berusahatani. Sedangkan petani yang berusia tua mempunyai kapasitas mengelola usahatani lebih baik, mereka sangat berhati-hati dalam bertindak, dikarenakan telah banyak pengalaman yang dirasakan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani responden menyebar antara 40-44 tahun terendah yaitu 1 orang (3,84%) dan 20-34 (34,61%) tahun tertinggi. Untuk lebih jelasnya tingkat umur petani responden dapat dilihat tabel berikut ini :

Tabel 11 Tingkat Umur Petani Responden di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa :

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

5.2. Deskripsi Situasi Petani Cabai Rawit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa sampai pada saat sebelum melakukan penerapan teknologi, belum mengalami peningkatan juga sehingga mempengaruhi produksi cabai rawit, petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa banyak yang tidak mau meninggalkan cara-cara bercocok tanam yang dia peroleh dari para petani terdahulu yang berusahatani cabai rawit. Hingga penyuluh pertanian masuk ke desa dan penyuluh mulai mensosialisasikan beberapa teknologi, petani juga perlahan-lahan mengikuti paket teknologi yang diberikan oleh penyuluh yang bertugas di Desa Bontomanai.

Petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa memiliki beberapa kasus yang berbeda ada yang cara pemupukannya yang ditebar di sekitar batang tanaman, ada yang proses perawatannya yang kurang bagus, yaitu pada saat petani mencabut bibitnya, tidak di tanah yang ikut pada perakaran bibitnya, sehingga bibit tersebut mengalami proses penyesuaian yang agak lama dengan lingkungan hidup yang baru.

5.3 Informasi Teknologi

Sumber informasi yang diperoleh oleh petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa informasi melalui media cetak seperti koran dan sebagainya, melalui media elektronik seperti televisi dan radio dan informasi dari penyuluh itu sendiri.

5.4 Penerapan Teknologi Budidaya

Tahap adopsi berakhir pada penerapan teknologi. Suatu inovasi yang merupakan keputusan seseorang atau petani untuk menerima inovasi dan mulai menggunakan teknologi baru tersebut yang mengalihkan teknologi yang sebelumnya digunakan oleh petani dalam teknologi budidaya tanaman cabai rawit.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan para petani tentang penerapan teknologi berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,4, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani yang kurang mengetahui penerapan teknologi dalam berusahatani cabai rawit. Hal ini sebabkan karena masih ada petani yang tidak mau menggunakan cara yang baru karena menurut mereka lebih sulit menerapkan cara yang baru tersebut daripada cara mereka sendiri karena kurangnya penyuluhan mengenai penerapan teknologi dalam budidaya cabai rawit. Adapun teknologi yang digunakan petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat yaitu bibit unggul, pupuk digunakan untuk merawat tanaman jenis pupuk urea, bahan olahan pabrik lainnya seperti fungisida, dan insektisida.

Dalam mengelolah tanah untuk budidaya cabai rawit berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,00, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani yag tidak menggunakan teknologi dalam mengelolah tanah pada budidaya cabai rawit. Cara yang digunakan petani dalam mengelolah tanah yaitu dengan cara tradisional yaitu dengan membajak atau mencangkul tanah sedalam 25-30 cm hingga tanah menjadi gembur. Setelah itu biarkan 7-14 hari untuk mendapatkan

Adapun cara pembuatan bedeng yaitu : a. lebar bedeng 100-120 cm

b. tinggi bedeng 20-30 cm

c. jarak antara bedeng dengan bedeng lainnya 30-45 cm. Arah bedeng memanjang keselatan. Arah bedeng sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan cabai rawit pada musim hujan mulai datang.

Dalam melakukan kegiatan pembibitan pada budidaya cabai rawit di Desa Bontomanai berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,00, hal ini menunjukkan bahwa para petani di Desa Bontomanai menebar benih tidak menggunakan teknologi melainkan secara langsung di lahan produksi, dan hal ini memiliki resiko yang sangat besar. Selain itu, masih ada petani yang tidak menerapkan cara yang baru diajarkan oleh penyuluh yaitu dengan menyamai benih pada tempat khusus pada tempat khusus misalnya polybag. Dan untuk menghasilkan produksi yang berkualitas dan memuaskan sebaiknya melakukan pembibitan dengan baik apalagi saat dilakukan pemindahan bibit ke lahan yang siap tanam. Pada saat para petani mencabut bibit, tanah yang merekat pada perakarannya dibiarkan ikut dan ditanam bersama-sama pada lahan yang telah disiapkan. Hal ini dilakukan supaya tanaman cabai rawit tersebut mudah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya dan juga mengurangi rasa stres pada tanaman. Tahap pembibitan merupakan salah satu rangkaian yang penting.

Petani yang menggunakan bibit unggul dalam budidaya cabai rawit berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 2,23, hal ini menunjukkan bahwa hampir semua petani cabai rawit di Desa Bontomanai menggunakan bibit unggul

seperti bibit hibrida dalam budidaya cabai rawit karena menurut mereka bibit unggul menghasilkan produksi jauh lebih baik dari bibit lokal dan juga menghasilkan keseragaman buah lebih merata daripada lokal.

Dalam melakukan penyiangan pada tanaman cabai rawit penggunaan teknologi berada pada kategori rendah dengan nilai rata-rata 1,08, hal ini menunjukkan bahwa para petani tidak menggunakan teknologi dalam melakukan penyiangan akan tetapi menggunakan cara manual/tradisional mencabut rumput yang tumbuh di sekitar tanaman. Rumput/gulma yang tumbuh di sekitar tanaman cabai rawit dapat di cabut secara langsung karena rumput dicabut pada saat rumput masih muda sehingga mudah untuk dicabut secara langsung. Pada saat mencabut rumput/gulma sebaiknya dilakukan secara hati-hati agar tanaman cabai rawit tidak ikut tercabut.

Pada perawatan tanaman cabai rawit yaitu pemberantasan hama.

Penggunaan teknologi dalam pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman cabai rawit berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 2,77, hal ini menunjukkan bahwa hampir semua petani cabai rawit di Desa Bontomanai menggunakan teknologi dalam memberantas hama. Teknologi yang digunakan petani dalam memberantas hama yaitu menggunakan insektisida biasanya penyemprotan dilakukan pada malam hari. Insektisida perlu dilakukan supaya tanaman cabe rawit kita tidak terjangkit penyakit dan virus yang akan mengganggu pertumbuhan dan bahkan akan mematikan tanaman tersebut.

Pemberian insektisida kita lakukan pada saat tanaman cabe rawit dalam keadaan sehat atau sakit.

Langkahnya sebagai berikut :

Pemberian insektisida ini dianjurkan pada saat tidak hujan.

1. Pertama : pada usia 14 hari (dua minggu), (dosis 1:20)

2. Ke dua : pemberian selanjutnya pada usian 6 minggu (satu bulan setelah pemberian pertama

3. Ke tiga : pemberian selanjutnya dilakukan pada umur 9 minggu (tiga minggu setelah pemberian kedua

4. Ke empat : Pemberian insektisida selanjutnya dilakukan per tiga minggu setelah pemberian sebelumnya. Langkah ini sebaiknya dilakukan secara rutin dan terus menerus.

Penggunaan teknologi pada pencegahan penyakit pada tanaman cabai rawit berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 2,85, hal ini menunjukkan bahwa hampir semua petani menggunakan teknologi untuk mencegah penyakit yang menyerang tanaman cabai rawit. Teknologi yang digunakan yaitu bahan kimia berupa fungisida. Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, protozoa, jamur dan cacing nematoda. Salah satu jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai rawit di Desa Bontomanai yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV) gejalanya pertumbuhan menjadi kerdil, warna daun belang-belang hijau tua dan hijau muda, ukuran daun kecil dan lama kelamaan akan menguning. Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan dengan menyemprotkan cairan fungisida pada tanaman cabai rawit.

Penggunaan pupuk organik pada budidaya cabai rawit di Desa Bontomanai berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,08, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani yang menggunakan pupuk anorganik pada tanaman cabai rawit dalam merawat tanaman karena menurut mereka penggunaan pupuk anorganik membuat tanaman cepat tumbuh. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk urea.

Pendapatan petani cabai rawit di Desa Bontomanai berada pada kategori sedang dengan nilai rata 2,31, hal ini menunjukkan bahwa penghasilan rata-rata 1 juta ke atas setiap panen. Hal ini disebabkan karena para petani cabai rawit di Desa Bontomanai pada umumnya menggunakan teknologi, menggunakan bibit unggul untuk budidaya cabai rawit sehingga menghasilkan hasil produksi yang melimpah. Hal ini tidak terlepas dari peran para penyuluh dalam memberikan pengetahuan kepada petani tentang penggunaaan teknologi pada tanaman cabai rawit. Selain itu sebagian besar petani menggarap lahannya sendiri sehingga mereka memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Penggunaan teknologi untuk menjaga kualitas hasil produksi cabai rawit setelah panen berada pada kategori rendah dengan nilai rata-rata 1,54, hal ini menunjukkan bahwa para petani tidak menggunakan teknologi untuk menjaga kualitas hasil produksi cabai rawit melainkan mereka menggunakan cara tradisional yaitu menyimpan hasil panen pada keranjang bambu dan di letakkan pada ruang yang sejuk dan lembab.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapan teknologi pada budidaya cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,18, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani cabai rawit yang tidak menerapkan teknologi karena kurang memahami dan melaksanakan sepenuhnya penggunaan teknologi. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh petani dan adanya faktor kebiasaan petani yang selalu tidak mau untuk meninggalkan cara berusahatani sebelumnya.

6.2 Saran

Adapun saran peneliti kepada penyuluh pertanian adalah sebaiknya ketika menyampaikan informasi-informasi kepada petani, apalagi yang berhubungan dengan teknologi maka jangan hanya materi saja yang diberikan, tetapi sebaiknya langsung diaplikasikan di lapangan supaya petani tidak merasa kesulitan jika mereka ingin menerapkannya. Sedangkan saran untuk para petani adalah ketika ada teknologi baru yang akan disosialisasikan, maka sebaiknya petani mencoba teknologi tersebut, karena informasi-informasi tentang teknologi disampaikan dengan tujuan untuk memperbaiki sistem pertanaman dan juga untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya bagi para petani.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. http://blogspot.com/2012/08/cabai-rawit-adalah-bahan bumbu.html.(14 Februari 2013)

2012. http://www.potret pertanianku.com./2012/08/budidaya tanaman-cabe-dengan biaya.html. (9 Maret 2015)

2010.http://internet-sebagai-sumber

belajar.blogspot.com/2010/07pegertian-penerapan-html.(19 Februari 2015)

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Reneka Cipta. Jakarta.

Arip Ripangi. 2012. Budidaya cabai. Javalitera. Jogjakarta.

Baum, W.C. dan Stokes M Tolbert. 1988. Investasi Dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 1993. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara, Bandung.

Nurwansyah. 2012. http://wahanapertanian.blogspot.com. Diakses 20 Februari 2015.

Rukmana. 2002. Usahatani Cabai. Kanisius, Yogyakarta.

Rindiantika. 2011. Penerapan Teknologi Pada Usahatani Cabai Rawit Di Desa Barana Kecamatan Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto.Unismuh.

Makassar.

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia.

Jakarta.

Susilawati. 2010. Peranan Penyuluh dalam Peningkatan Produktivitas Di Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa. Universitas Muhammadiyah. Makassar.

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Cabai. Irama Widia. Bandung.

Tirta Kurniawan . 2012. Pengertian Teknologi Pertanian.

Totok Mardikanto,dkk. 1985. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Yuni Yulianti. 2012. Pengertian Petani

http://yutoyugunasta.blogspot.com/2012/11/pengertian-petani.html. Diakses 8 April 2015.

KUISIONER

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADA USAHATANI CABAI RAWIT DI DESA BONTOMANAI KECAMATAN BAJENG BARAT

KABUPATEN GOWA A. Identitas Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

3. Umur :

4. Pendidikan :

5. Jumlah Tangungan Keluarga : 6. Pengalaman Berusahatani : B. Lahan

1. Luas Lahan : ha

2. Status Kepemilikan : 3. Jenis Komoditi Yang Diusahakan : C. Daftar Pertanyaan

1. Apakah bapak/ibu pernah mendengar tentang penerapan teknologi pertanian ? a. ya, pernah

b. tidak pernah

Jenis teknologi yang digunakan ...

...

3. Apakah bapak/ibu menerapkan teknologi dalam melakukan kegiatan pembibitan ?

4. Apakah bapak/ibu menggunakan bibit unggul dalam budidaya cabai rawit ? a. ya, menggunakan bibit unggul

b. tidak, hanya menggunakan bibit buatan sendiri

Jenis bibit ...

...

...

5. Apakah bapak/ibu menerapkan teknologi dengan menyemprotkan bahan kimia berupa herbisida dalam melakukan penyiangan tanaman cabai rawit ?

a. ya, menerapkan

7. Apakah bapak/ibu menerapkan teknologi dalam mencegah penyakit pada tanaman cabai rawit ?

8. Apakah bapak/ibu menggunakan pupuk organik dalam merawat tanaman cabai rawit?

a. ya, menggunakan pupuk organik b. tidak, menggunakan pupuk organik

Jenis pupuk ...

...

...

9. Berapakah pendapatan berusahatani bapak/ibu perbulan ? a. ≤ 1 juta

b. ≥ 1 juta

10. Apakah bapak/ibu menerapkan teknologi dengan menggunakan refrigerator untuk menjaga kualitas cabai rawit setelah di panen ?

a. menerapkan b. tidak menerapkan

Jenis teknologi yang digunakan ...

...

...

Lampiran 2 : Identitas Responden

No Nama Umur Tingkat Pendidikan Jumlah Tanggungan

Keluarga

Pengalaman

berusahatani Luas lahan

1 Dg.Tulung 55 Tdk Sekolah 1 20 0.25

2 Dg. Sijaya 33 SD 3 10 0.30

DOKUMENTAsi

Gambar 1 Tanaman Cabai Rawit di Desa Bontomanai

Gambar 2 Tanaman Cabai Rawit

Gambar 3 Responden dan Peneliti

Gambar 4 Panen Cabai Rawit dengan cara tradisional

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Passimbungang Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa tanggal 22 Desember 1989 dari ayah Ansyar dan ibu Sahari. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh penulis yaitu Sekolah Dasar di SD Negeri Bontomanai tamat tahun 2004. MTs Muhammadiyah Mandalle tamat tahun 2007. Penulis lulus di SMK Negeri 1 Limbung pada tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011. penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dokumen terkait