• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADA USAHATANI CABAI RAWIT DI DESA BONTOMANAI KECAMATAN BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADA USAHATANI CABAI RAWIT DI DESA BONTOMANAI KECAMATAN BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADA USAHATANI CABAI RAWIT DI DESA BONTOMANAI KECAMATAN

BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA

RAHMAWATI 105960087111

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Penerapan Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

Nama : Rahmawati

Stambuk/Nim : 105960087111

Konsentrasi : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

Disetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Irwan Mado, M.P Ir. H. Saleh Molla, M.M

Diketahui :

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Prodi Agribisnis

Ir. H. Saleh Molla M.M Amruddin. SPt, M.Si

(3)

PENGESAHAN KOMISI PENGUJI

Judul : Penerapan Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

Nama : Rahmawati

Stambuk/Nim : 105960087111

Konsentrasi : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

KOMISI PENGUJI

Nama Tanda Tangan

1. Dr. Ir. Irwan Mado, M.P Ketua Sidang

2. Ir. H. Saleh Molla, M.M Sekretaris

3. Ir. Muh. Arifin. Fattah, M.Si Anggota

4. Ir. Nurdin. Mappa, M.M

Anggota

Tanggal Lulus : ...

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADA USAHATANI CABAI RAWIT DI DESA BONTOMANAI KECAMATAN BAJENG BARAT KABUPATEN GOWA

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Makassar, Agustus 2015

Rahmawati

(5)

ABSTRAK

RAHMAWATI. 105960087111. Penerapan Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.

Dibimbing oleh IRWAN MADO dan SALEH MOLLA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi budidaya pada usahatani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa. Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana atau simple random sampling. Analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan teknologi petani terhadap budidaya pertanian di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa, secara umum berada pada kategori sedang dengan tingkat penerapannya yaitu rata-rata 2,18 hal ini disebabkan karena masih ada petani cabai rawit yang kurang memahami dan melaksanakan dengan sepenuhnya anjuran paket teknologi. Misalnya penggunaan teknologi pada pengolahan tanah yaitu dengan menggunakan traktor, penyiangan dengan menggunakan bahan kimia dalam memberantas gulma, dan juga pada tahap pasca panen dengan tidak menggunakan refrigerator untuk menghambat pembusukan buah cabai rawit.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hamba-Nya. Salawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah SAW beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Kedua orang tua ayahanda Sangkala Dg. Tammu dan istrinya Hj. Supra Dg.

Caya, saudara-saudaraku, dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan bantuan, baik moril maupun material sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Dr. Ir. Irwan Mado, M.P, selaku pembimbing I dan Ir. H. Saleh Molla, M.M selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat diselesaikan.

3. Bapak Ir. Saleh Molla, M.M selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

(7)

4. Bapak Amruddin, S.Pt, M.Si selaku ketua jurusan Agribisnis fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis Di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali segudang ilmu kepada penulis

6. Kepada pihak pemerintah Kecamatan Bajeng Barat khususnya kepala Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.

7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir yang penulis tidak dapat sebut satu persatu.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti dari pihak yang membutuhkan. Semoga kristal-kristal Allah SWT senantiasa tercurah kepadanya. Amin.

Makassar, Agustus 2015

Rahmawati

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.2. Kegunaan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengertian Penerapan ... 5

2.2. Penerapan Teknologi ... 6

2.3. Teknologi ... 7

2.4. Petani ... 8

2.5. Usahatani Cabai ... 11

2.5.1. Pengolahan lahan ... 11

(9)

2.5.2. Pembibitan ... 12

2.5.3. Penanaman ... 13

2.5.4. Pemeliharaan ... 14

2.5.5. Panen ... 18

2.6. Kerangka Pikir ... 19

III. METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2. Penentuan Responden ... 21

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 21

3.4. Teknik Analisis Data ... 22

3.5. Defenisi Operasional ... 23

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 24

4.1. Kondisi Wilayah dan Demograf ... 24

4.2. Keadaan Penduduk ... 25

4.2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 25

4.2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 26

4.2.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 26

4.2.4. Keadaan Sarana dan Prasarana ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

5.1. Identitas Responden ... 30

5.1.1. Luas Lahan ... ... 30

5.1.2. Status Kepemilikan Lahan ... 31

5.1.3. Pengalaman Berusahtani ... 32

5.1.4. Tingkat Pendidikan ... 33

5.1.5. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 35

5.1.6. Tingkat Umur Petani Cabai Rawit ... 36

5.2. Deskripsi Situasi Petani Cabai Rawit ... 37

(10)

5.4. Penerapan Teknologi Budidaya Cabai Rawit ... 38

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1. Kesimpulan ... 43

6.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44 RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 25 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa

Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 26 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa

Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa. ... 27 4. Jumlah Sarana dan Prasarana di Desa Bontomanai Kecamatan

Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 28 5. Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng

Barat Kabupaten Gowa ... 29 6. Luas Lahan yang Dimiliki oleh Petani Responden di Desa

Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 30 7. Status Pemilik Lahan Usahatani Petani di Desa Bontomanai

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 31 8. Pengalaman Berusahatani Responden di Desa Bontomanai

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 32 9. Tingkat Pendidikan Responden di Desa Bontomanai Kecamatan

Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 34 10. Identitas Responden Berdasarkan Tanggungan di Desa Bontomanai

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 35 11. Tingkat Umur Petani Responden di Desa Bontomanai Kecamatan

Bajeng Barat Kabupaten Gowa ... 36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Kerangka Pikir tentang penerapan teknologi budidaya pada usahatani cabai rawit ... 20

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks

1. Kuisioner Penerapan Teknologi Budidaya pada Usaha Tani Cabai Rawit

2. Identitas Responden

3. Penerapan Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Rawit Di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

4. Dokumentasi

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Rukmana (2002), Cabai rawit adalah salah satu jenis tanaman musiman. Artinya tanaman ini umurnya pendek dan hanya mengalami satu periode panen. Cabai rawit juga tergolong sebagai tanaman sayuran atau hortikultura. Peningkatan produksi cabai rawit dapat dicapai melalui usaha penerapan teknologi oleh petani cabai rawit. Penggunaan teknologi berupa sarana produksi sangat berpengaruh terhadap biaya dan pendapatan petani harus menambah pendapatan petani, karena petani harus menambah pembiayaan untuk sarana produksi.

Menurut Soekartawi (1988), dengan menggunakan sarana produksi, petani cabai rawit mengharapkan peningkatan keuntungan dari usahatani yang dikelolanya. Dimana petani mengharapkan, pertambahan produksi yang dihasilkan harus lebih besar dari tambahan biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu petani harus pintar mengalokasikan sarana produksi secara efesien.

Penurunan produksi antara lain terjadi jika dikaitkan dengan terjadinya senjang produktivitas. Menurut Soekartawi (1988), disebabkan oleh dua faktor yaitu :

a. Karena faktor biologi (misalnya karena perbedaan dari varietas, adanya tanaman pengganggu, serangan hama dan penyakit, masalah tanah, perbedaan kesuburan tanah, dan sebagainya).

(15)

b. Karena faktor sosial ekonomi (misalnya perbedaan dari besarnya biaya usahatani, kurangnya biaya usaha tani yang diperoleh dari lembaga perkreditan, harga produksi, kebiasaan dan sikap, kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, dan usahatani lainnya).

Menurut Soekartawi (1988), dengan tersedianya sarana atau faktor produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi, namun bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien. Untuk dapat meningkatkan produksi cabai rawit maka petani harus mengikuti program pemerintah mengenai paket teknologi. Perakitan teknologi tersebut perlu ditekankan pada peningkatan produksi baik kualitas maupun kuantitas, nilai tambah usahatani dan efesiensi produksi. Maka yang perlu diperhatikan adalah mengenai penerapan teknologi dalam menerima begitu saja ide-ide baru pada saat pertama kali mereka mendengarnya. Dalam menyampaikan teknologi tersebut kepada petani kita tidak terlalu mengharapkan bahwa semua yang disampaikan akan diterima karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi petani di dalam menerima sesuatu yang baru.

Dalam usaha memudahkan para petani untuk menerapkan teknologi modern, maka masyarakat tani itu sendiri harus menyesuaikan dan mengubah struktur yang ada. Salah satu mekanisme sosial yang dapat melancarkan proses penerapan teknologi adalah adanya kegiatan bersama yang terorganisir yaitu kelompok tani. Dimana dengan kelompok tani, masyarakat tani dapat menerima informasi-informasi mengenai teknologi yang berkaitan dengan peningkatan produksi dan pendapatan usahataninya, baik melalui penyuluhan oleh penyuluh

(16)

pertanian maupun melalui media cetak, (Soekartawi,1988). Adapun teknologi yang telah diterapkan petani cabai rawit yaitu penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk hasil olahan pabrik, penggunaan bahan kimia seperti pestisida dan fungisida.

Bertolak dari beberapa pemikiran tersebut, yakni pentingnya penggunaan teknologi sehingga perlu diteliti sejauh mana penerapan teknologi budidaya pada usahatani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ?.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah penelitian adalah bagaimana penerapan teknologi budidaya pada usahatani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ?.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan teknologi budidaya pada usahatani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa ?.

(17)

1.3.2. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan perencanaan untuk mensosialisasikan teknologi baru pada masyarakat.

2. Sebagai bahan informasi bagi petani dan pemerintah setempat.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ada kaitannya dengan sasaran penelitian.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penerapan

Penerapan dalam proses penyuluhan pertanian pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa : pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri sesorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengadung arti tidak sekedar “tahu”. Tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakannya atau mengarahkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan : sikap, pengetahuan dan atau keterampilannya. (Totok Mardikanto dkk, 1985).

Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Setiap petani ingin meningkatkan kesejahteraan hidupnya, akan tetapi karena faktor pengetahuan, kecakapan dan sikap mental petani yang rendah merupakan penghalang, sehingga cara berfikir, cara kerja dan cara hidup mereka lama tidak mengalami perubahan-perubahan, (Totok Mardikanto dkk, 1985).

Menurut Kartasapoetra (1993), dengan dikiatkannya penyuluhan diharapkan akan terjadi perubahan-perubahan, terutama pada perilaku serta bentuk-bentuk kegiatannya, seiring dengan terjadinya perubahan cara berfikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mentalnya yang lebih terarah dan lebih

(19)

menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarga maupun lingkungannya.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka timbul beberapa pengertian tentang penerapan yaitu: Anonim (2010) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

2.2. Penerapan Teknologi

Teknologi oleh petani yang disampaikan melalui penyuluhan pada umunya berjalan dengan lambat. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, kecakapan dan mental petani. Penyuluhan yang akan disampaikan hanya akan diterima dan dipraktekkan setelah petani mendapatkan gambaran nyata atau keyakinan bahwa hal-hal yang baru diterima dari penyuluhan akan berguna, memberi keuntungan, peningkatan hasil bila dipraktekkan serta tidak menimbulkan kerugian (Kartasapoetra, 1993).

Menurut Syamrilaode 2010 untuk menerima suatu ide baru terlebih dahulu seseorang mengalami proses adopsi melalui lima tahap adopsi yang dimulai dari :

1. Tahap kesadaran (awerenes), dimana seseorang menyadari adanya ide atau teknologi baru dan merasa tergugah untuk mempelajarinya. Selanjutnya dia mencoba mengembangkan ingatan atau pengetahuannya tentang ide atau teknologi baru tersebut.

(20)

2. Tahap minat (interest), dimana seseorang yang tergugah untuk mempelajari tentang ide atau teknologi baru selanjutnya tumbuh minatnya, yaitu bertanya kesana kemari atau mengajukan respon, mengumpulkan keterangan - keterangan lebih lanjut dalam rangka mengembangkan pengertiannya.

3. Tahap menilai (evaluation), dimana seseorang yang telah timbul minatnya, lalu bertanya kepada dirinya sendiri dan melakukan penilaian secara subjektif tentang untung atau ruginya kalau menerapkan ide atau teknologi baru yang dipelajarinya. Penilaiannya tersebut dilakukan berdasarkan pengertian- pengertian yang diperolehnya dari tahap berikutnya.

4. Tahap mencoba (trial), dimana seseorang yang telah berhasil mencapai tahap mandiri, dan berkesimpulan bahwa ide atau teknologi baru yang dipelajarinya ternyata menguntungkan, maka akan mencoba menerapkan ide atau teknologi baru tersebut dalam skala kecil sehingga timbullah keinginannya karena telah mengalami sendiri.

5. Tahap menerima/menerapkan (adaption), dimana seseorang yang telah yakin akan menerapkan ide atau teknologi baru yang dipelajarinya dalam praktek nyata atau dalam skala usaha sebenarnya. Apabila penerapan ini berhasil maka dia akan terus menerus menerapkan sehingga timbullah karakteristik atau pembiasan diri.

2.3. Teknologi

Menurut Kartasapoetra (1993), penggunaan teknologi dalam suatu bidang usahatani sangat besar peranannya, dimana teknologi tersebut bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan sangat membantu petani dalam mengelola

(21)

usahataninya. Secara berkelanjutan dilakukan peningkatan pengetahuan dan teknologi melalui berbagai penelitian yang dianggap tepat guna dalam rangka meningkatkan produksi.

Teknologi pertanian yaitu kegiatan manusia untuk mengubah ke arah perbaikan terhadap cara-cara bertani. Dimana perubahan ini dikenal sebagai teknologi baru dibidang pertanian. Tingkat penerapan petani adalah sampai sejauh mana petani menerapkan teknologi usahatani cabai dalam berbagai teknologi yang telah dilakukan (Kartasapoetra,1993).

Pengertian teknologi pertanian dan makna teknologi pertanian maka tidak dapat terlepas dari peranan ilmu teknologi yang sekarang ini terus berkembang pesat, dengan kemajuan ilmu teknologi tersebut maka lahirlah gagasan untuk menerapkan teknologi dibidang pertanian.

Hal ini bertujuan untuk mempermudah pekerjaan para sumber daya manusia yang terlibat dalam sektor pertanian, terutama mereka yang terjun langsung ke lapangan. Jadi, pengertian teknologi pertanian adalah teknik pertanian yang menggunakan bantuan peralatan canggih untuk mempermudah berlangsungnya proses pertanian, (Tirta Kurniawan, 2012).

2.4. Petani

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain-lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk di gunakan sendiri

(22)

mentah bagi industri, seperti serealia untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau flax untuk penenunan dan pembuatan pakaian. Dalam negara berkembang atau budaya pra-industri, kebanyakan petani melakukan agrikultur subsistence yang sederhana - sebuah pertanian organik sederhana dengan penanaman bergilir yang sederhana pula atau teknik lainnya untuk memaksimumkan hasil, menggunakan benih yang diselamatkan yang "asli" dari ecoregion, (Yuni Yulianti, 2012).

Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian. Petani tersebut bertanggung jawab terhadap pengeloaan usahatani yang dilakukan, apabila petani dapat melakukan pengelolaan secara baik maka usahatani yang ia lakukan juga dapat berkembang dengan baik, dan sebaliknya.

Baum W.C dan Stokes M. Tolbert (1988) menyebutkan bahwa para petani pada umumnya adalah pengambil keputusan yang rasional. Mereka menyeleksi teknologi yang paling produktif yang dapat mereka pakai, dengan sumber daya yang tersedia untuk mereka, pengetahuan yang terakhir, dan keprihatinan mereka pada resiko. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petani untuk tidak memanfaatkan teknologi terbaik yang tersedia. Pertama, masukan yang melekat pada teknologi baru. Kedua, teknologi tersedia di pusat penelitian, namun petani tidak diberi penyuluhan. Ketiga, kemungkinan biaya untuk membuat teknologi baru tidak terjangkau. Keempat, teknologi baru tidak cocok dengan keadaan situasi mereka.

(23)

Menurut Hernanto (1993) petani adalah orang yang terlibat langsung dalam proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Kedudukan sebagai petani mempunyai fungsi yang banyak atas peran yang ada pada dirinya.

Dalam menjalankan usahatani tiap petani memegang dua peranan penting yakni sebagai juru tani (cultivator) dan sekaligus pengelola (manager). Peran sebagai juru tani adalah memelihara tanaman dan hewan guna mendapatkan hasil- hasil yang berfaedah, sedangkan sebagai pengelolah (manager) menentukan pilihan diantara sebagai tujuan teristimewa pada pekerjaan itu dilaksanakan serentak, Mosher dalam Susilawati (2010).

Selain sebagai manusia dan juru tani, seorang petani umumnya juga pengelola atau “manager” dari usahataninya. Hal ini berarti bahwa, petani adalah orang yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan sendiri tentang usahatani yang dikelolanya, serta terbiasa mempertanggung jawabkan hasil pengelolaannya itu kepada keluarga serta masyarakat lingkungannya, (Totok Mardikanto dkk, 1985).

Menurut Totok Mardikanto dkk, (1985), bahwa berkaitan dengan itu selama proses penyuluhan perlu dipahami bahwa:

a. Sebagai seorang pengelolah (tunggal), petani tidak suka “digurui” orang lain.

Apalagi digurui oleh orang luar yang dinilainya : masih mudah, dan belum pernah atau belum cukup memiliki pengalaman mengelolah usahataninya seperti yang sudah (lama) mereka alami itu.

b. Unit usaha yang dikelolanya itu relatif kecil sehingga mereka termasuk golongan ekonomi lemah. Tidak saja lemah dalam permodalannya tetapi juga

(24)

lemah ditinjau dari peralatan yang digunakan serta pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.

c. Usaha yang dikelola yaitu usaha yang banyak mengalami resiko dari ketidak pastian (terutama ketidak pastian musim dan ketidak pastian harga jual) sehingga untuk menerima sesuatu inovasi harus melalui analisis yang

“matang” terlebih dahulu supaya selalu “lolos” dari sekian banyak ketidak pastian tersebut.

d. Didalam pengelolaan usahatani. Sering kali tidak ada batasan tentang pengelolaan usahatani dan pengelolaan rumah tangganya. Sehingga di suatu pihak sering kali modal usaha yang sudah terbatas itu menjadi semakin terbatas lagi karena digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.

e. Karena sempitnya usaha sering kali ia terpaksa mencurahkan tenaga dan mengalokasikan sebagian waktunya untuk kegiatan non pertanian.

2.5. Usahatani Cabai

Pertumbuhan tanaman cabai rawit yang baik dan hasil produksinya tinggi merupakan dambaan dan harapan kita semua . untuk mencapai tahapan tersebut kita harus melakukan kegiatan bercocok tanam cabai rawit yang menggunakan tahapan – tahapan sebagai berikut:

(25)

2.5.1. Pengolahan Lahan

Pengolahan tanah adalah proses dimana tanah digemburkan dan dilembekkan dengan menggunakan bajak atau cangkul yang ditarik dengan berbagai sumber tenaga seperti tenaga manusia, tenaga hewan, dan mesin pertanian (traktor).

Menurut Arip Ripangi (2012), sebelum bibit cabai rawit ditanam, tanah harus diolah terlebih dahulu agar keadaannya menjadi gembur, lebih subur, dan bebas segala jenis tanaman penganggu. Pengolahan tanah seharusnya dikerjakan secara baik karena menentukan kehidupan dan produktivitas tanaman cabai rawit.

Tanaman kondisi gembur dan subur baik untuk pertumbuhan karena akar tanaman dapat berkembang dengan baik.

1. Pengolahan tanah

Dapat dilakukan membajak atau mencangkul sedalam 25 – 30 cm hingga tanah menjadi gembur. Setelah itu biarkan 7 – 14 hari untuk mendapatkan sinar matahari.

- Pembuatan bedeng

a. lebar bedeng 100 – 120 cm b. tinggi bedeng 20 – 30 cm

c. jarak antara bedeng dengan bedeng lainnya 30 – 45 cm. Arah bedeng memanjang ke utara selatan.

2.5.2. Pembibitan

Pembibitan merupakan kegiatan budidaya yang bertujuan menyediakan bibit

(26)

tempat khusus. Tahap pembibitan merupakan salah satu rangkaian budidaya yang penting karena hampir tidak pernah dijumpai budidaya cabai dengan cara menebar langsung benih di kebun produksi. Meskipun hal demikian dapat dilakukan, resiko kerusakan yang bakal dihadapi sangat besar (Arip Ripangi, 2012).

2.5.2.1. Pemilihan Bibit

Menurut Tim Bina Karya Tani (2008), tanaman cabai diperbanyak dengan biji (generatif). Biji buah yang akan diperbanyak diambil dari buah yang sudah tua/matang di pohon.

Buah cabai rawit yang akan diambil bijinya untuk benih harus memenuhi kriteria sebagai kriteria :

a) Buah berasal dari tanaman yang sehat dan pertumbuhannya subur (normal) b) Buah dipilih dan disortir sejak dipohonnya.

c) Biji diambil dari buah yang sudah masak dipohonnya, sehat, dan tidak rusak d) Sebaiknya buah dari dompolan buah yang kedua.

2.5.3. Penanaman

Penanaman adalah kegiatan menanam bibit pada media tanah untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut selanjutnya.

Sebelum satu minggu bibit siap dipindahkan atau ditanam, pemasangan mulsa plastik sudah selesai. Pengaturan seperti ini lebih baik dibandingkan bibit sudah saatnya untuk ditanam, tetapi pengolahan tanah belum selesai. Bibit cabai pertumbuhannya cepat dan pesat. Karena itu, kegiatan rencanaan pengolahan

(27)

tanah selalu harus disesuaikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (Arip Ripangi, 2012).

2.5.3.1. Jarak Tanam

Anonim (2012), lahan yang telah diolah sedalam 30-40 cm sampai gembur, dibuat bedengan dengan lebar 1-2 m, tinggi 30 cm, jarak antar bedeng 30 cm.

Dibuat lubang tanam dengan jarak tanam (50-60 cm) x (40-50 cm). Untuk lahan sawah : lahan dibuat bedengan dengan lebar 1,5 m. Antara bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. Tanah di atas bedengan diolah sampai gembur dan lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 50 cm x 40 cm.

2.5.3.2. Umur Bibit

Anonim (2012) dalam http://tipspetani.bolgspot.com. Bibit tanaman cabai rawit yang telah berumur 1 bulan segera ditanam penanaman sebaiknya pada sore hari agar tanaman tidak layu.

Ciri-ciri bibit yang siap tanam adalah sebagai berikut :

 Telah berumur 1 bulan

 Tidak terserang hama dan penyakit

 Pertumbuhan tanaman seragam Cara penanaman

 Siram bibit yang akan ditanam

 Pilih bibit yang akan ditanam

 Lepaskan bumbung atau plastik dari bibit

(28)

 Padatkan tanah disekeliling tanaman bibit yang telah dimasukkan ke lubang agar tidak rebah.

2.5.4. Pemeliharaan

Menurut Arip Ripangi (2012), cabai rawit yang telah ditanam di lahan produksi membutuhkan perawatan karena masih dalam tahap penyesuaian dengan lingkungan barunya. Pada tahap ini tanaman akan peka terhadap berbagai gangguan yang sifatnya merusak. Setelah bibit cabai tumbuh baik di lapangan, bukan berarti tidak diperlukan lagi kegiatan perawatan. Perawatan terus berlangsung sampai tanaman berproduksi dan akhirnya mati.

Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu rangkaian kegiatan budidaya cabai rawit dan menjadi faktor penentu keberhasilan budidaya secara keseluruhan, selama tahap pertumbuhan tanaman banyak faktor yang dapat menghambat kelangsungan hidupnya, baik yang datang dari tanaman itu sendiri maupun yang berasal dari lingkungan dimana tanaman tumbuh dan berkembang, (Arip Ripangi, 2012).

2.5.4.1. Pengairan

Pengairan yang kontinu dalam pemeliharaan tanaman cabai rawit sangat penting. Pengairan dilakukan secara rutin bergantung pada tanah atau musim. Air merupakan kebutuhan utama bagi tanaman cabai. Waktu pengairan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, saat suhu udara tidak terlalu panas. Dalam melakukan pengairan tanaman cabai rawit ini. Hal ini sangat penting diperhatikan

(29)

adalah menjaga agar tidak terlalu kering, atau sebaliknya air jangan sampai tergenang dalam waktu yang lama, (Arip Ripangi, 2012).

2.5.4.2. Pemupukan

Tanaman cabai rawit membutuhkan unsur hara yang cukup dan berimbang bagi pertumbuhannya sampai menghasilkan buah secara optimal. Unsur hara tersebut dapat tersedia optimal dalam tanah dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman cabai rawit apabila dilakukan pemupukan. Pemberian pupuk organik, misalnya pupuk kandang atau kompos, bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, menjaga unsur hara dan air, sebagai sumber energi bagi mikrooganisme tanah, serta menyediakan unsur hara. Pemberian pupuk anorganik, misalnya urea, TSP, KCL, atau NPK, bertujuan untuk menyediakan unsur hara secara optimal dalam tanah yang dibutuhkan oleh tanaman cabai, (Arip Ripangi, 2012).

Tanaman cabai rawit membutuhkan unsur hara yang tinggi, terutama unsur hara Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Pemberian unsur N dan K yang tidak cukup menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, berbunga lebih cepat, dan hasilya rendah. Pemberian unsur P penting bagi pertumbuhan perkembangan akar, serta pembentukan bunga dan buah. Sementara kekurangan P dapat menurunkan hasil cabai rawit, (Arip Ripangi, 2012).

Mengenai takar pemupukan belum ada ketentuannya. Kebanyakan orang cukup melakukan pemupukan saja, yaitu sekedar memberi pupuk organik (pupuk kandang) atau pupuk hijau (yang kebetulan tumbuh di sekitar kebun). Sampai kini, berapa banyak takaran pupuk dan pupuk apa yang dibutuhkan, belum ada

(30)

dan memperbaiki struktur tanah, pemberian pupuk lengkap NPK juga diberikan, (Tim Bina Karya Tani, 2008).

Menurut Tim Bina Karya Tani (2008), hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktvitas hidupnya terutama aktivitas untuk memperoleh makanan. Hama tanaman memiliki kemampuan merusak yang sangat hebat. Akibatnya tanaman dapat rusak atau bahkan tidak dapat menghasilkan sama sekali.

Menurut Tim Bina Karya Tani (2008), hama pada tanaman terdiri atas hewan mamalia, serangga dan burung. Hama tanaman berupa hewan mamalia misalnya tikus, babi hutan dan kera. Hama tanaman berupa burung, misalnya burung gelatik dan burung pipit. Hama tanaman berupa serangga, misalnya wereng, kutu daun, walang sangit, belalang, berbagai ulat, dan berbagai kumbang.

Diantara hama-hama tersebut yang paling menimbulkan kerugian besar pada tanaman adalah kelompok serangga.

Nurwansyah (2012), penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut adalah virus, bakteri, protozoa, jamur dan cacing nematoda. Mikroorganisme itu dapat menyerang organ tumbuhan seperti pada akar, batang, daun, atau buah. Penyakit yang sering menyerang pada tanaman cabai rawit yaitu busuk buah dan daun penyakit ini disebabkan oleh bakteri phytophora infestans yang terjadi pada musim penghujan dan kelembaban tinggi. Penurunan produksi berkisar antara 30-80%. Gejala serangan yaitu daun layu dan gugur, pangkal buah yang berwarna kuning lalu busuk dan rontok. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara mencabut

(31)

tanaman yang terserang berat lalu kumpulkan bagian tanaman yang terserang , lalu dibakar.

2.5.5. Panen

Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen pada tanaman cabai perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen.

Pemanenan dan penanganan panen buah cabai rawit perlu dicermati untuk mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta oleh konsumen. Penanganan kurang hati-hati berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk. Di Indonesia, pemanenan buah cabai rawit biasanya menggunakan tangan. Tanaman cabai rawit yang di tanam di dataran rendah panen awalnya lebih cepat dibandingkan dengan tanaman cabai rawit di dataran tinggi (Arip Ripangi, 2012).

Umumnya panen dilakukan 3-4 hari sekali atau paling lambat seminggu sekali. Normalnya panen bisa dilakukan 12-20 kali sehingga tanaman berumur 6-7 bulan. Keadaan ini sangat tergantung pada keadaan pertanaman dan perlakuan yang diberikan (Arip Ripangi, 2012).

Menurut Arip Ripangi (2012) dalam praktik sehari-hari, para petani cabai tidak pernah melakukan kegiatan pascapanen yang benar, seperti sortasi dan grading. Kegiatan ini biasanya lebih banyak dilakukan oleh para pedagang di

(32)

tingkat pengumpul. Untuk itu perlu kita perhatikan beberapa hal dalam tata pengumpul.

Untuk itu, perlu kita perhatikan beberapa hal dalam pelaksanaan panen cabai rawit, yaitu sebagai berikut ;

a. Panen buah cabai rawit sebaiknya dilakukan pagi hari setelah ada sinar matahari. Saat itu, embun yang menempal di buah cabai sudah hilang.

b. Pemanenan buah cabai dilakukan dengan mengikut sertakan tangkai buahnya, tetapi jangan sampai merusak ranting atau percabangan tanaman. Pemanenan yang demikian terbukti membuat buah cabai lebih tahan lama dalam penyimpanan dan transportasi.

c. Buah cabai rawit yang dipanen adalah buah cabai yang benar-benar tua, ditandai dengan warna merah atau hijau kemerahan.

d. Sewaktu panen, sebaiknya buah cabai langsung disortir. Buah cabai rawit rusak atau terserang hama dan penyakit dipisahkan dari cabai sehat sehingga tidak menular.

e. Tingkat kematangan cabai rawit disesuaikan dengan permintaan serta lama dan transportasi ke pasar. Panen buah cabai yang masih muda menyebabkan buah cepat layu, mengurangi bobot buah, serta tidak tahan lama.

2.6. Kerangka Pikir

Peningkatan produksi cabai rawit dapat dicapai melalui usaha intensifikasi.

Selain itu harus pula diterapkan teknologi oleh petani cabai rawit. Penggunaan teknologi berupa sarana produksi sangat berpengaruh terhadap biaya dan

(33)

pendapatan petani. Oleh karena itu petani harus menambah pendapatannya, karena petani harus menambah pembiayaan untuk sarana produksinya. Selain teknologi berupa sarana produksi adapun beberapa hal yang diduga menjadi faktor bagi petani untuk melakukan penerapan yaitu umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan, sehingga pendapatan petani jadi meningkat. Hal ini dapat dilihat berikut ini :

Gambar 1. Kerangka Pikir Tentang Penerapan Teknologi Budidaya pada Usahatani Cabai Rawit

PETANI

USAHA CABAI RAWIT

TINGKAT PENERAPAN

Aplikasi Budidaya : 1. Pengolahan Lahan 2. Pembibitan

3. Penanaman 4. Pemeliharaan 5. Panen

Teknologi Budidaya Produksi

(34)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposely) dengan pertimbangan tersebut merupakan salah satu lokasi pengembangan cabai rawit Sulawesi Selatan. Waktu penelitian selama 2 bulan yakni Juni sampai dengan Juli 2015

3.2. Penentuan Responden

Populasi penelitian ini adalah petani cabai rawit yang berada di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa yang berjumlah 256 orang. Pengambilan sampel penelitian pada populasi dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling). Dengan demikian jumlah sampel yang diambil sebanyak 10% dari jumlah populasi yang ada yaitu 26 petani responden, dengan asumsi populasi yang mengusahakan komoditi tercapai dalam proses usahataninya (Arikunto,2002).

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan responden berupa identitas responden (umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani dan luas lahan), cara bercocok tanam meliputi (pengolahan tanah, penggunaan varietas, jarak tanam, jenis dan

(35)

dosis pupuk, penyiangan, dan pemberantasan hama dan penyakit, serta panen) sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor Desa Bontomanai, dan Kantor Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Gowa dan instansi yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu potensi desa produksi cabai rawit.

3.4. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif kuantitatif yaitu tiap variabel yang diukur terdiri dari 2 pilihan jawaban yang masing-masing bernilai scor 3 bila menjawab a (ya), scor 1 jika menjawab b (tidak), selanjutnya digunakan rumus interval masing-masing kriteria. Jawaban responden tersebut akan dikategorikan ke dalam beberapa kategori menurut alternatif jawaban. Kategori variabel tersebut akan ditentukan dengan skala interval dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2005).

Kelas Kategori ∶nilai tertinggi − nilai terendah jumlah kelas

Jawaban responden masing-masing variabel dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Skor untuk Kategori Rendah : 1,00 – 1,66 2. Skor untuk Kategori Sedang : 1,67-2,33 3. Skor untuk Kategori Tinggi : 2,34-3,00

(36)

3.5. Defenisi Operasional

Dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan beberapa batasan pengertian yang akan mempermudah dalam operasional penelitian, batasan pengertian tersebut adalah :

1. Petani responden adalah petani yang mengusahakan atau menanam tanaman cabai rawit.

2. Tingkat penerapan adalah nilai penerapan teknologi yang digunakan pada usahatani cabai rawit.

3. Luas lahan merupakan luas areal persawahan yang akan ditanami cabai rawit oleh petani pada musim tertentu.

4. Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah.

5. Teknologi pertanian yaitu kegiatan manusia untuk mengubah ke arah perbaikan terhadap cara-cara bertani. Teknologi yang digunakan dalam berusahatani cabai rawit yaitu bibit unggul, pupuk urea, bahan olahan pabrik yaitu fungisida dan insektisida.

(37)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Wilayah dan Demograf

Desa Bontomanai merupakan salah satu dari tujuh desa di wilayah Kecamatan Bajeng Barat yang terletak di sebelah timur ibu kota kecamatan yang berjarak 3 kilometer dari kecamatan. Desa Bontomanai memiliki batasan-batasan wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Manjalling b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gentungang

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kabupaten Takalar d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mandalle

Desa Bontomanai merupakan dataran rendah yang subur dengan ketinggiannya ±2,40 meter dari permukaan laut, berdasarkan kondisi tersebut maka wajarlah jika penggunaan tanah di Desa Bontomanai didominasi areal persawahan, selebihnya diperuntukkan sebagai lahan pemukiman, sarana sosial seperti mesjid, sekolah dan pasar. Secara geografis, Desa Bontomanai memiliki iklim tropis yang umumnya mempunyai 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan.

Desa Bontomanai memiliki luas wilayah ±215,52 Ha. Didalamnya terdapat 7 ORW dan 4 dusun, yakni Dusun Passimbungang, Dusun Lepa-lepa, Dusun Sunggumanai, dan Dusun Bilasanging.

(38)

4.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk dalam suatu wilayah akan memberikan suatu gambaran yang nyata tentang sumberdaya manusia pada wilayah tersebut. Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk di Desa Bontomanai dikelompokkan dalam beberapa kategori.

4.2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Seperti yang kita ketahui di Desa Bontomanai terdapat 4 dusun. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di 4 dusun yang ada di Desa Bontomanai dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Nama Dusun Jenis Kelamin Jumlah

(Orang)

Wanita Pria

1 2 3 4

Passimbungan Lepa-Lepa Sunggumanai

Belasanging

66 269 194 314

253 83 157 214

319 352 351 528

Jumlah 843 707 1550

Sumber : Monografi Desa Bontomanai, 2014

Adapun jumlah penduduk yang menanam cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa yaitu 256 orang.

(39)

4.2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat kemampuan masyarakat dalam hal penerimaan inovasi baru, selain itu pendidikan pengetahuan yang memadai atau tidak cukup memadai akan berpengaruh pula pada kinerja seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan sebaliknya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mampu menata tatanan kehidupan masyarakat desa pada umumnya. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Bontomanai dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa 2014

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 2 3 4 5 6

Tidak Sekolah

Tidak tamat SD/Sederajat Tamat SD/ Sederajat Tamat SLTP/ Sederajat Tamat SLTA/ Sederajat Tamat Perguruan Tinggi

394 531 417 135 189 38

22,76 29,92 21,22 11,17 12,15 5,24

Jumlah 1704 100,00

Sumber : Monografi Desa Bontomanai, 2014

4.2.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat, dimana umumnya bagi penduduk di Desa Bontomanai dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari mereka senantiasa melaksanakan

(40)

berbagai aktifitas baik disektor pertanian, industri kecil maupun jasa. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian masyarakat Desa Bontomanai dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Bontomanai

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Petani

Petani Cabai Rawit PNS

Pensiunan Pedagang Peternak Pertukangan

1.606 256

38 14 10 17 29

81,52 12,99 1,91 0,71 0,50 0,86 1,47

Jumlah 1.970 100,00

Sumber : Monografi Desa Bontomanai, 2014

Sumber mata pecaharian utama penduduk Desa Bontomanai adalah petani, PNS, pensiunan, pedagang, peternak, pertukangan. Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada umumnya petani yang merupakan pekerjaan utama di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa yaitu petani 1.606 orang(81,52%), petani cabai rawit 256 orang (12,99%), PNS 38 orang(1,91%), Pensiunan 14 orang(0,71%), Pedagang 10 orang(0,50%), Peternak 17 orang(0,86%), dan pertukangan 29 orang(147%).

(41)

4.2.4. Keadaan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Bontomanai akan membantu kelancaran kegiatan ekonomi yang dapat memperlancar kegiatan pembangunan dan kemajuan wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Jumlah Sarana dan Prasarana di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah Keterangan 1

2 3 4 5 6 7

Kantor Desa Mesjid Posyandu Rumah Bersalin Jalan Desa

Jalan Lingkungan Saluran / Pengairan

1 7 4 1 3 4 2

- Renovasi

- Selesai

3 km Tanah Pengerasan

21 2⁄ Km Sumber : Monografi Desa Bontomanai, 2014

Sarana pendidikan sangat berguna untuk menunjang masyarakat Desa Bontomanai dalam hal pendidikan, tingkat pendidikan yang ada di Desa Bontomanai yakni pendidikan formal dan nonformal. Tabel 4 berikut ini menggambarkan bagaimana keadaan sarana pendidikan baik formal maupun nonformal.

(42)

Tabel 5. Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Jenis Sarana Pendidikan Jumlah Keterangan

1 2 3

TK SD

Sanggar Pendidikan Usia Dini

1 2 1

Formal Formal Nonformal Sumber : Monografi Desa Bontomanai, 2014

Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sarana pendidikan yang ada di Desa Bontomanai terdapat hanya sampai tingkat sekolah dasar. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar petani cabai rawit di Desa Bontomanai berpendidikan rendah sehingga mempengaruhi petani dalam mengelola usaha taninya khususnya pada usahatani cabai rawit.

Tingkat pendidikan terbagi menjadi dua konsep, yakni pendidikan formal, pendidikan non-formal. Tingkat pendidikan dalam hal ini adalah tingkat pendidikan menurut konsep pendidikan formal. Tingkatan pendidikan yang dapat dilihat secara jelas adalah tingkatan pendidikan pada tingkat pendidikan formal, meskipun demikian pendidikan non-formal juga merupakan sumbangsih dalam peranannya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, pembangunan pola pikir, dan perilaku dalam berusaha tani.

(43)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden 5.1.1 Luas Lahan

Besarnya hasil produksi yang diperoleh, dipengaruhi oleh luas lahan yang disebutkan oleh petani responden, makin luas lahan yang diusahakan maka makin besar produksi yang dihasilkan. Namun dalam hal ini bukan merupakan ukuran yang mutlak, karena tidak menutup kemungkinan ada faktor-faktor yang berpengaruh dan juga tergantung dari cara pengolahan tanah/lahan. Adapun luas lahan petani responden dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Luas Lahan yang Dimiliki oleh Petani Responden di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Responden

(Orang) Persentase (%) 1.

2.

3.

0,25 – 1 1,5 - 2 2,5 – 3

16 7 3

61,53 26,92 11,53

Jumlah 26 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Petani cabai rawit yang memiliki luas lahan antara 0,25-1 Ha berjumlah 16 orang responden atau 61,53%, responden yang memiliki luas lahan antara 1,5-2 Ha berjumlah 7 orang atau 26,92 % responden yang memiliki luas lahan antara 2,5-3 ha berjumlah 3 orang atau 11,53%. Jadi persentase yang tertinggi yaitu petani yang memiliki luas lahan 0,25-1 Ha dan yang paling sedikit yaitu 2,5-3Ha.

(44)

5.1.2. Status Kepemilikan Lahan

Status petani responden sehubungan dengan usahatani terdiri dari 2 jenis yaitu petani pemilik, dan petani penyewa. Jumlah petani responden berdasarkan statusnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7. Status Pemilik Lahan Usahatani Petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No. Status Usahatani Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Pemilik 19 73,08

2 Penyewa 7 26,92

Total 26 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah ,2015

Pada tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa petani responden yang berstatus sebagai petani pemilik lebih besar yaitu sebanyak 19 orang atau sebesar 73,08 % sedangkan petani yang berstatus sebagai petani penyewa berjumlah 7 orang atau sebesar 26,92%.

Karena hanya sebagian besar petani responden lebih mau menggarap lahan mereka sendiri, dengan pertimbangan mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Petani yang menggarap lahannya sendiri tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa orang lain yang akan menggarap lahannya dan secara otomatis pengeluaran petani berkurang dan akan mendapatkan keuntungan yang lebih.

(45)

5.1.3. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman bekerja dari para petani dalam hal ini lamanya mengelolah usahataninya, juga turut menentukan pola pikir petani dalam mengambil keputusan, dimana pengalaman berusahataninya, juga turut menentukan pola berpikir petani dalam mengambil keputusan, dimana pengalaman berusahatani sangatlah penting bagi para petani responden, karena sangat berpengaruh terhadap usahataninya. Lamanya pengalaman petani dalam berusahatani dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Pengalaman Berusahatani Responden di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Pengalaman Usahatani (Tahun)

Jumlah Responden

(Orang) Persentase (%) 1.

2.

3.

1-10 11-20 21-30

6 8 12

23,07 30,76 46,15

Jumlah 26 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Setelah melihat tabel 8 adapun pengalaman berusahatani responden yang menurut tingkatan lama berusahataninya yang memiliki pengalaman berusahatani antara umur 1-10 tahun berjumlah 6 orang atau 23,07%, petani yang memiliki pengalaman berusahatani antara 11-20 tahun berjumlah 8 orang atau 30,76%, petani yang memiliki pengalaman 21-30 tahun berjumlah 12 orang atau 46,15%.

Jadi persentase yang paling tinggi yaitu pengalaman 21-30 tahun sebanyak 12

(46)

orang atau 46,15% karena pada umumnya petani di desa Bontomanai sebagian besar berusahatani cabai rawit dan yang paling sedikit yaitu 23,07%.

Diketahui bahwa makin lama seseorang berusahatani maka menginginkan terjadinya suatu perubahan. Semakin lama seseorang berusahatani semakin sulit untuk menginginkan perubahan, mereka cenderung untuk mempertahankan tradisi-tradisi lama bertani mereka. Diduga disebabkan karena petani responden masih mempertahankan tradisi bertani mereka, hal ini ditunjang dengan rata-rata lamanya berusahatani mereka antara 21-30 tahun. Hal ini menambah bahwa petani responden secara keseluruhan mempunyai pengalaman berusahatani yang cukup lama.

5.1.4. Tingkat Pendidikan

Tingkatan pendidikan dari para petani dalam hal ini juga turut menentukan cara berfikir petani dalam mengambil suatu keputusan, dimana tingkat pendidikan sangatlah penting bagi para petani responden karena sangat berpengaruh terhadap usahatani yang akan dikelolanya. Tingkat pendidikan dalam berusahtani dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini.

(47)

Tabel 9 Tingkat Pendidikan Responden di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1.

2.

3.

4.

Tidak Sekolah SD

SMP SMA

3 11

5 7

11,53 42,30 19,23 26,92

Total 26 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 9 dapat kita lihat bahwa tingkat pendidikan petani responden terbagi atas 4 tingkatan yaitu yang pertama tidak sekolah sebanyak 3 orang atau 11,53%. Yang kedua SD sebanyak 11 orang atau 42,30%, yang ketiga SMP yaitu sebanyak 5 orang atau 19,23%, dan yang keempat yaitu SMA sebanyak 7 orang atau 26,92%.Jadi persentase yang paling banyak yaitu SD sebanyak 11 orang atau 42,30% dan yang paling sedikit tidak sekolah sebanyak 3 orang atau 11,53%.

Sehingga tak heran jika produksi pertaniannya kurang berdaya saing tinggi.

Dengan rendahnya tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi rendahnya produktivitas dan etos kerja petani, petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa lebih banyak merupakan petani sub sistem tradisional. Artinya, petani tersebut hanya berpikiran untuk mengolah hasil pertaniannya untuk mencukupi kebutuhannya saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa tingkat pendidikan petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat

(48)

5.1.5. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang biaya hidupnya ditanggung oleh respoden. Jumlah tanggungan keluarga petani cenderung turut berpengaruh pada kegiatan operasional usahatani, karena keluarga yang relatif besar merupakan sumber tenaga keluarga. Keadaan tanggungan keluarga petani responden dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut :

Tabel 10. Identitas Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa

No Tanggungan Petani Jumlah (Orang) Persentase (%) 1.

2.

3.

4.

1-2 3-4 5-6 7-8

10 15 1 0

38,46 57,69 3,84

0

Jumlah 26 100,00

Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 10 dapat kita lihat bahwa jumlah tanggungan keluarga petani responden yang mempunyai tanggungan keluarga 1-2 berjumlah 10 orang (38,46%), 3-4 berjumlah15 orang (57,69%), 5-6 berjumlah 1 orang (3,84%), dan 7-8 berjumlah tidak ada responden.Jadi persentase yang paling banyak yaitu responden yang mempunyai tanggungan keluarga 3-4 berjumlah 15 orang (57,69%) dan yang paling sedikit yaitu 7-8 tidak seorang pun responden yang memiliki tanggungan keluarga sebanyak 7-8 orang. Keadaan demikian sangat mempengaruhi terhadap tingkat kesejahteraan keluarga dan untuk meningkatkan produksi dalam memenuhi kebutuhannya.

(49)

5.1.6. Tingkat Umur Petani Cabai Rawit

Umur seorang petani mempengaruhi kemampuan fisiknya dalam bekerja dan berfikir, petani yang berumur muda mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat dari petani yang lebih tua, juga lebih muda cenderung menerima hal-hal baru yang dianjurkan untuk menambah pengalaman, sehingga cepat mendapat pengalaman-pengalaman baru yang berharga dalam berusahatani. Sedangkan petani yang berusia tua mempunyai kapasitas mengelola usahatani lebih baik, mereka sangat berhati-hati dalam bertindak, dikarenakan telah banyak pengalaman yang dirasakan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa umur petani responden menyebar antara 40-44 tahun terendah yaitu 1 orang (3,84%) dan 20-34 (34,61%) tahun tertinggi. Untuk lebih jelasnya tingkat umur petani responden dapat dilihat tabel berikut ini :

Tabel 11 Tingkat Umur Petani Responden di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa :

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1.

2.

3.

4.

5.

6.

20-34 35-39 40-44 45-49 50-54

≥55

9 4 1 2 4 6

34,61 15,38 3,84 7,69 15,38 23,07

Total 26 100,00

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2015

(50)

5.2. Deskripsi Situasi Petani Cabai Rawit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa sampai pada saat sebelum melakukan penerapan teknologi, belum mengalami peningkatan juga sehingga mempengaruhi produksi cabai rawit, petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa banyak yang tidak mau meninggalkan cara-cara bercocok tanam yang dia peroleh dari para petani terdahulu yang berusahatani cabai rawit. Hingga penyuluh pertanian masuk ke desa dan penyuluh mulai mensosialisasikan beberapa teknologi, petani juga perlahan-lahan mengikuti paket teknologi yang diberikan oleh penyuluh yang bertugas di Desa Bontomanai.

Petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa memiliki beberapa kasus yang berbeda ada yang cara pemupukannya yang ditebar di sekitar batang tanaman, ada yang proses perawatannya yang kurang bagus, yaitu pada saat petani mencabut bibitnya, tidak di tanah yang ikut pada perakaran bibitnya, sehingga bibit tersebut mengalami proses penyesuaian yang agak lama dengan lingkungan hidup yang baru.

5.3 Informasi Teknologi

Sumber informasi yang diperoleh oleh petani di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa informasi melalui media cetak seperti koran dan sebagainya, melalui media elektronik seperti televisi dan radio dan informasi dari penyuluh itu sendiri.

(51)

5.4 Penerapan Teknologi Budidaya

Tahap adopsi berakhir pada penerapan teknologi. Suatu inovasi yang merupakan keputusan seseorang atau petani untuk menerima inovasi dan mulai menggunakan teknologi baru tersebut yang mengalihkan teknologi yang sebelumnya digunakan oleh petani dalam teknologi budidaya tanaman cabai rawit.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan para petani tentang penerapan teknologi berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,4, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani yang kurang mengetahui penerapan teknologi dalam berusahatani cabai rawit. Hal ini sebabkan karena masih ada petani yang tidak mau menggunakan cara yang baru karena menurut mereka lebih sulit menerapkan cara yang baru tersebut daripada cara mereka sendiri karena kurangnya penyuluhan mengenai penerapan teknologi dalam budidaya cabai rawit. Adapun teknologi yang digunakan petani cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat yaitu bibit unggul, pupuk digunakan untuk merawat tanaman jenis pupuk urea, bahan olahan pabrik lainnya seperti fungisida, dan insektisida.

Dalam mengelolah tanah untuk budidaya cabai rawit berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,00, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani yag tidak menggunakan teknologi dalam mengelolah tanah pada budidaya cabai rawit. Cara yang digunakan petani dalam mengelolah tanah yaitu dengan cara tradisional yaitu dengan membajak atau mencangkul tanah sedalam 25-30 cm hingga tanah menjadi gembur. Setelah itu biarkan 7-14 hari untuk mendapatkan

(52)

Adapun cara pembuatan bedeng yaitu : a. lebar bedeng 100-120 cm

b. tinggi bedeng 20-30 cm

c. jarak antara bedeng dengan bedeng lainnya 30-45 cm. Arah bedeng memanjang keselatan. Arah bedeng sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan cabai rawit pada musim hujan mulai datang.

Dalam melakukan kegiatan pembibitan pada budidaya cabai rawit di Desa Bontomanai berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,00, hal ini menunjukkan bahwa para petani di Desa Bontomanai menebar benih tidak menggunakan teknologi melainkan secara langsung di lahan produksi, dan hal ini memiliki resiko yang sangat besar. Selain itu, masih ada petani yang tidak menerapkan cara yang baru diajarkan oleh penyuluh yaitu dengan menyamai benih pada tempat khusus pada tempat khusus misalnya polybag. Dan untuk menghasilkan produksi yang berkualitas dan memuaskan sebaiknya melakukan pembibitan dengan baik apalagi saat dilakukan pemindahan bibit ke lahan yang siap tanam. Pada saat para petani mencabut bibit, tanah yang merekat pada perakarannya dibiarkan ikut dan ditanam bersama-sama pada lahan yang telah disiapkan. Hal ini dilakukan supaya tanaman cabai rawit tersebut mudah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya dan juga mengurangi rasa stres pada tanaman. Tahap pembibitan merupakan salah satu rangkaian yang penting.

Petani yang menggunakan bibit unggul dalam budidaya cabai rawit berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 2,23, hal ini menunjukkan bahwa hampir semua petani cabai rawit di Desa Bontomanai menggunakan bibit unggul

(53)

seperti bibit hibrida dalam budidaya cabai rawit karena menurut mereka bibit unggul menghasilkan produksi jauh lebih baik dari bibit lokal dan juga menghasilkan keseragaman buah lebih merata daripada lokal.

Dalam melakukan penyiangan pada tanaman cabai rawit penggunaan teknologi berada pada kategori rendah dengan nilai rata-rata 1,08, hal ini menunjukkan bahwa para petani tidak menggunakan teknologi dalam melakukan penyiangan akan tetapi menggunakan cara manual/tradisional mencabut rumput yang tumbuh di sekitar tanaman. Rumput/gulma yang tumbuh di sekitar tanaman cabai rawit dapat di cabut secara langsung karena rumput dicabut pada saat rumput masih muda sehingga mudah untuk dicabut secara langsung. Pada saat mencabut rumput/gulma sebaiknya dilakukan secara hati-hati agar tanaman cabai rawit tidak ikut tercabut.

Pada perawatan tanaman cabai rawit yaitu pemberantasan hama.

Penggunaan teknologi dalam pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman cabai rawit berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 2,77, hal ini menunjukkan bahwa hampir semua petani cabai rawit di Desa Bontomanai menggunakan teknologi dalam memberantas hama. Teknologi yang digunakan petani dalam memberantas hama yaitu menggunakan insektisida biasanya penyemprotan dilakukan pada malam hari. Insektisida perlu dilakukan supaya tanaman cabe rawit kita tidak terjangkit penyakit dan virus yang akan mengganggu pertumbuhan dan bahkan akan mematikan tanaman tersebut.

Pemberian insektisida kita lakukan pada saat tanaman cabe rawit dalam keadaan sehat atau sakit.

(54)

Langkahnya sebagai berikut :

Pemberian insektisida ini dianjurkan pada saat tidak hujan.

1. Pertama : pada usia 14 hari (dua minggu), (dosis 1:20)

2. Ke dua : pemberian selanjutnya pada usian 6 minggu (satu bulan setelah pemberian pertama

3. Ke tiga : pemberian selanjutnya dilakukan pada umur 9 minggu (tiga minggu setelah pemberian kedua

4. Ke empat : Pemberian insektisida selanjutnya dilakukan per tiga minggu setelah pemberian sebelumnya. Langkah ini sebaiknya dilakukan secara rutin dan terus menerus.

Penggunaan teknologi pada pencegahan penyakit pada tanaman cabai rawit berada pada kategori tinggi dengan nilai rata-rata 2,85, hal ini menunjukkan bahwa hampir semua petani menggunakan teknologi untuk mencegah penyakit yang menyerang tanaman cabai rawit. Teknologi yang digunakan yaitu bahan kimia berupa fungisida. Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, protozoa, jamur dan cacing nematoda. Salah satu jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai rawit di Desa Bontomanai yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV) gejalanya pertumbuhan menjadi kerdil, warna daun belang-belang hijau tua dan hijau muda, ukuran daun kecil dan lama kelamaan akan menguning. Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan dengan menyemprotkan cairan fungisida pada tanaman cabai rawit.

(55)

Penggunaan pupuk organik pada budidaya cabai rawit di Desa Bontomanai berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,08, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani yang menggunakan pupuk anorganik pada tanaman cabai rawit dalam merawat tanaman karena menurut mereka penggunaan pupuk anorganik membuat tanaman cepat tumbuh. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk urea.

Pendapatan petani cabai rawit di Desa Bontomanai berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,31, hal ini menunjukkan bahwa penghasilan rata- rata 1 juta ke atas setiap panen. Hal ini disebabkan karena para petani cabai rawit di Desa Bontomanai pada umumnya menggunakan teknologi, menggunakan bibit unggul untuk budidaya cabai rawit sehingga menghasilkan hasil produksi yang melimpah. Hal ini tidak terlepas dari peran para penyuluh dalam memberikan pengetahuan kepada petani tentang penggunaaan teknologi pada tanaman cabai rawit. Selain itu sebagian besar petani menggarap lahannya sendiri sehingga mereka memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Penggunaan teknologi untuk menjaga kualitas hasil produksi cabai rawit setelah panen berada pada kategori rendah dengan nilai rata-rata 1,54, hal ini menunjukkan bahwa para petani tidak menggunakan teknologi untuk menjaga kualitas hasil produksi cabai rawit melainkan mereka menggunakan cara tradisional yaitu menyimpan hasil panen pada keranjang bambu dan di letakkan pada ruang yang sejuk dan lembab.

(56)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapan teknologi pada budidaya cabai rawit di Desa Bontomanai Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa berada pada kategori sedang dengan nilai rata-rata 2,18, hal ini menunjukkan bahwa masih ada petani cabai rawit yang tidak menerapkan teknologi karena kurang memahami dan melaksanakan sepenuhnya penggunaan teknologi. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh petani dan adanya faktor kebiasaan petani yang selalu tidak mau untuk meninggalkan cara berusahatani sebelumnya.

6.2 Saran

Adapun saran peneliti kepada penyuluh pertanian adalah sebaiknya ketika menyampaikan informasi-informasi kepada petani, apalagi yang berhubungan dengan teknologi maka jangan hanya materi saja yang diberikan, tetapi sebaiknya langsung diaplikasikan di lapangan supaya petani tidak merasa kesulitan jika mereka ingin menerapkannya. Sedangkan saran untuk para petani adalah ketika ada teknologi baru yang akan disosialisasikan, maka sebaiknya petani mencoba teknologi tersebut, karena informasi-informasi tentang teknologi disampaikan dengan tujuan untuk memperbaiki sistem pertanaman dan juga untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya bagi para petani.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pikir Tentang Penerapan Teknologi Budidaya pada          Usahatani Cabai Rawit
Tabel  1.  Jumlah  Penduduk  Berdasarkan  Jenis  Kelamin  di  Desa  Bontomanai  Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Bontomanai                   Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa 2014
Tabel  4.  Jumlah  Sarana  dan  Prasarana  di  Desa  Bontomanai  Kecamatan  Bajeng  Barat Kabupaten Gowa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan jadwal kegiatan yang tidak pasti dalam pelaksanaan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya di Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa akan membuat bingung

Oleh karena itu, peneliti tertarik meneliti di salah satu Desa di Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa yaitu Desa Maccinibaji terkait dengan Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Berdasarkan data-data yang sudah didapat maka sudah dapat dihitung besaran pendapatan petani cabai rawit di Desa Tambelang Kecamatan Maesaan, hasil pendapatan

Berdasarakan hasil penelitian di Desa Maccinibaji Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa tentang Analisis Usaha Penyewaan Alsintan Hand tractor, yaitu rata-rata penerimaan yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan dan kelayakan usahatani cabai rawit di Desa Kesambi Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.. MATERI DAN METODE Lokasi dan

Mobil pemotong padi mereka Kubota buatan jepang mendapat sambutan baik kalangan petani di Desa Gentungang Kecamatan Bajeng Barat, mobil ini di nilai telah mampu memotong padi

Tingkat Persepsi konsumen terhadap pembelian cabai rawit di pasar tradisional Badung Kecamatan Denpasar Barat Kota Denpasar berdasarkan kelima varibel yaitu sikap, seleksi, organisasi,

v Kepala Desa Dengan Keberhasilan Pembangunan Di Desa Gentungang Kecamatan Bajeng Barat Kemampuan manajerial kepala desa sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi