• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Status Kependudukan

Status kependudukan mempengaruhi pendapat responden tentang keberadaan harimau di desa. Berdasarkan status kependudukan, peneliti lebih mendapatkan informasi akurat tentang keberadaan harimau dan respon kearifan lokal masyarakat Desa Panton Luas. Berdasarkan Tabel 2, status kependudukan di Desa Panton Luas dengan frekuensi terbesar terdapat pada kependudukan asli dengan nilai 71% (n = 34) dan frekuensi terendah terdapat pada pendatang dengan nilai 29% (n = 14). Status kependudukan asli merupakan responden yang mulai lahir sampai sekarang tinggal di Desa Panton Luas, sedangkan status kependudukan pendatang merupakan masyarakat yang bukan penduduk asal Panton Luas namun sekarang tinggal di desa dan memiliki tujuan tertentu seperti bertani dan menikah dengan masyarakat Panton Luas.

Informasi Satwa Liar

Seluruh responden dapat memilih maksimal 5 jenis satwa liar yang diketahui berdasarkan interaksi pertemuan antara masyarakat dengan satwa liar di Desa Panton Luas. Jenis satwa liar yang sering datang ke Desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan dalam kurun waktu tahun 2010-2018 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Satwa yang Sering Datang ke Desa

Jenis Satwa Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Babi Hutan 46 95,8

Monyet 46 95,8

Ular 38 79,1

Kambing Hutan 6 12,5

Elang 28 58,3

Harimau 4 8,3

Berdasarkan Tabel 3, jenis satwa yang sering datang ke desa dengan frekuensi terbesar terdapat pada babi hutan dan monyet dengan nilai 95,8% (n=46).

Karena satwa babi hutan dan monyet datang ke desa untuk memenuhi kebutuhan pakannya akibat berkurangnya sumber makanan satwa karena kerusakan hutan.

Frekuensi terendah terdapat pada harimau dengan nilai 8,3% (n = 4), Karena menurut masyarakat harimau merupakan jenis satwa yang datang ke desa pada kurun waktu tertentu, harimau akan datang ke desa apabila situasi di hutan sudah sangat terdesak karna menipisnya sumber pakan harimau. Hal ini sejalan dengan penelitian Utari (2015) yaitu kerusakan hutan mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam yang membuat populasi satwa liar seperti harimau sumatera mengalami penurunan karena persediaan sumber makanan yang berkurang.

Menurut Herianto dan Mukhtar (2011) “umumnya masyarakat merasa terganggu dengan masuknya satwa liar ke lahan penduduk.

Gangguan satwa liar di ladang masyarakat Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan mencakup kerugian hasil ladang, mengancam jiwa dan mengganggu ketenangan bekerja. Jenis gangguan satwa liar di ladang masyarakat Desa Panton Luas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis Gangguan Satwa Liar di Ladang Masyarakat

Jenis Gangguan Satwa Liar Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Kerugian Hasil Ladang 26 54%

Mengancam Jiwa 20 42%

Menggangu Ketenangan Bekerja 2 4%

Total 48 100%

Berdasarkan Tabel 4, gangguan satwa liar dengan frekuensi terbesar terdapat pada jenis gangguan mengurangi hasil ladangdengan nilai 54% (n = 26).

Hal ini dipengaruhi karena banyaknya kerugian hasil ladang masyarakat yang terjadi di Desa Panton Luas, sehingga mempengaruhi pola pikir masyarakat bahwa satwa liar merupakan hama di ladang masyarakat. Frekuensi terendah terdapat pada jenis gangguan yaitu menggangu ketenangan bekerja dengan nilai 4% (n = 2).

Karena beberapa masyarakat Desa Panton Luas masih beranggapan bahwa satwa liar di ladang dapat mengancam keselamatan jiwa.

Jenis satwa pengganggu di ladang Masyarakat Desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan mencakup 6 jenis satwa yaitu monyet, babi hutan, ular,

harimau, kambing hutan dan elang. Setiap responden memilih maksimal 5 jenis satwa liar yang mengganggu di ladang masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Satwa Pengganggu di Ladang

Jenis Satwa Penggangu Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Monyet 47 97,9

Berdasarkan Tabel 5, jenis satwa monyet merupakan pengganggu diladang dengan frekuensi terbesar dengan nilai 97,9% (n = 47). Karena menurut masyarakat di Desa Panton Luas “satwa yang sering mengganggu diladang masyarakat adalah monyet, satwa tersebut yang menyebabkan kerugian ekonomi tertinggi di desa”.

Keberadaan satwaliar di desa merupakan gangguan bagi masyarakat setempat sebagai akibat pergeseran populasi satwa liar dari dalam hutan dan diduga sebagai akibat kekurangan sumber pakan bagi satwa liar maupun terjadinya pertumbuhan populasi satwa yang telah melebihi daya dukung (Herianto, 2011). Frekuensi terendah terdapat pada elang yaitu dengan nilai persentase 4,1% (n = 2). Hal ini berpengaruh karena sumber pakan satwa jenis elang yang merupakan satwa karnivora sangat sedikit di ladang, elang lebih sering datang ke desa karna sumber pakannya seperti ayam yang merupakan hewan ternak masyarakat berada dipemukiman penduduk. Gangguan yang dilakukan di ladang berupa kerusakan tanaman masyarakat dan buah yang habis dimakan monyet. Jenis tanaman yang diganggu di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan mencakup 7 jenis tanaman. Setiap responden memilih maksimal 5 jenis tanaman yang diganggu di desa, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis Tanaman yang Diganggu Satwa Liar

Jenis Tanaman Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Pala 48 100

Berdasarkan Tabel 6, jenis tanaman yang diganggu satwa liar dengan frekuensi terbesar terdapat pada tanaman pala dengan nilai 100% (n = 48) karena menurut kepala desa Panton Luas yang mendapat laporan dari masyarakat desa tentang gangguan monyet yang mengambil buah buahan seperti pala, coklat, kopi dan durian. Menurut Kuswanda (2017) potensi konflik dengan satwa liar lainnya yang banyak ditemukan di lahan olahan masyarakat adalah monyet dan babi, keberadaan satwa-satwa tersebut, oleh sebagian masyarakat sudah dianggap hama.

Frekuensi terendah terdapat pada tanaman kemiri dengan nilai 2,08% (n = 1) karena dari hasil pertanian masyarakat Desa Panton Luas untuk jenis tanaman kemiri tidak mengalami penurunan hasil ladang.

Informasi Harimau

Seluruh responden yang mewakili masyarakat di desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan, pernah melihat keberadaan harimau. Data sebaran bentuk keberadaan harimau mencakup 4 jenis yaitu harimau langsung, jejak, kotoran dan cakaran. Setiap responden memilih maksimal 3 bentuk jenis keberadaan harimau, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bentuk Keberadaan Harimau pada Tahun 2010-2018

Keberadaan Harimau Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Harimau Langsung 40 83,3

Jejak 23 47,9

Kotoran 5 10,41

Cakaran 10 20,8

Berdasarkan Tabel 7, keberadaan harimau dengan frekuensi terbesar terdapat pada harimau langsung dengan nilai 83,3% (n = 40), seluruh masyarakat Desa Panton Luas pernah melihat harimau secara langsung di desa, hal ini terjadi karena harimau memakan salah satu masyarakat Desa Panton Luas saat berada di hutan, sehingga masyarakat desa melakukan penangkapan satwa harimau pada tahun 2011, dan membawanya ke desa untuk diserahkan kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang ada di Aceh. Frekuensi terendah terdapat pada kotoran dengan nilai 10,41% (n = 5). Menurut masyarakat Desa Panton Luas “sejak tahun 2010-2018 harimau pernah masuk ke desa dan ladang masyarakat, jejak, kotoran dan cakaran harimau juga terlihat di ladang masyarakat”.

Menurut kearifan lokal Desa Panton Luas menganggap keberadaan harimau datang ke desa dan ladang merupakan teguran terhadap masyarakat, karena melanggar norma adat di desa seperti contohnya berzinah. Sebagian masyarakat desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan, mengalami trauma terhadap keberadaan harimau di desa maupun di ladang. Hal ini berpengaruh terhadap tabel 7 yaitu bentuk keberadaan harimau pada kurun waktu tahun 2010-2018. Seringnya masyarakat Panton Luas melihat bentuk keberadaan harimau di desa membuat pola pikir beberapa masyarakat menjadi trauma terhadap keberadaan harimau. Tingkat trauma masyarakat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat Trauma terhadap Keberadaan Harimau

Berdasarkan Gambar 1, tingkat trauma masyarakat terhadap keberadaan harimau dengan frekuensi tertinggi terdapat pada pilihan trauma dengan nilai 79%

(n = 38) dan frekuensi terendah terdapat pada pilihan tidak trauma dengan nilai 21% (n = 10). Masyarakat desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan merasa tidak nyaman terhadap keberadaan harimau yang datang kedesa atau ladang, karena menurut masyarakat keberadaan harimau di desa dapat mengancam jiwa. Hal ini sejalan dengan penelitian Utari (2015) Bahkan harimau semakin sering masuk di seputaran desa, sehingga masyarakat setempat semakin takut bepergian ke kebun dan ke ladang untuk mengurus lahan pertaniannya.

Beberapa kasus yang pernah terjadi, salah satunya ada di Desa Panton Luas yaitu kasus konflik manusiadan harimau, seorang masyarakat menjadi korban jiwa saat berada dihutan yang tidak jauh dari perkampungan Desa Panton Luas, sehingga hal ini berpengaruh terhadap pola pikir dan pandangan masyarakat terhadap keberadaan harimau. Masyarakat pun menjadi trauma terhadap keberadaan harimau di ladang maupun di desa. Data sebaran pilihan masyarakat terhadap keberadaan

harimau mencakup 2 jenis yaitu ada harimau dan tidak ada harimau, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pilihan Masyarakat terhadap Keberadaan Harimau

Pilihan Terhadap Keberadaan Harimau Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Ada Harimau 21 44

Tidak Ada Harimau 27 56

Total 48 100

Berdasarkan Tabel 8, pilihan masyarakat terhadap keberadaan harimau dengan frekuensi tertinggi terdapat pada tidak ada harimaudi desa dengan nilai 56%

(n = 27) dan frekuensi terendah terdapat pada ada harimau tapi tidak menggangu dengan nilai 44% (n = 21). Hal ini berpengaruh terhadap tingkat trauma masyarakat, tingkat trauma masyarakat yang lebih tinggi mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap pilihan keberadaan harimau, sehingga masyarakat lebih memilih tidak ada harimau di desa. Karena keberadaan harimau di desa merupakan suatu ancaman jiwa bagi masyarakat Desa Panton Luas. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh terhadap pandangan masyarakat jika melihat keberadaan harimau, sehingga masyarakat yang kurang mengetahui tentang harimau yang merupakan salah satu faktor rantai makanan di hutan dan suatu keseimbangan ekosistem. Sebagian besar masyarakat takut terhadap keberadaan harimau, hanya beberapa masyarakat yang tidak takut terhadap harimau, karena beberapa masyarakat tersebut masih memiliki kepercayaan bahwa harimau merupakan hewan penjaga di hutan maupun di desa Panton Luas.

Metode Pencegahan

Penanggulangan konflik satwa liar dengan manusia perlu dilakukan, agar kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan satwa liar termasuk harimau sumatera dapat berkurang. Berdasarkan kuesioner yang diberikan terhadap masyarakat desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan, memperoleh data tentang pandangan masyarakat terhadap adanya informasi yang diterima masyarakat terkait metode pencegahan masuknya harimau ke desa yang diberikan Pemerintah dan LSM dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Informasi yang Diterima Masyarakat tentang Metode Pencegahan Masuknya Harimau ke Desa

Berdasarkan Gambar 2, informasi yang diterima masyarakat tentang metode pencegahan masuknya harimau ke desa dengan frekuensi tertinggi terdapat pada tidak mengetahui adanya informasi metode pencegahan masuknya harimau ke desa dengan nilai 54% (n = 26) dan frekuensi terendah terdapat pada mengetahui bahwa ada informasi metode pencegahan masuknya harimau ke desa dengan nilai 46%

(n=22). Masyarakat tidak mengetahui adanya informasi metode pencegahan karena pola pikir beberapa masyarakat yang masih tertutup terhadap pendapat pihak dari luar desa, hal ini diperoleh berdasarkan wawancara yang dilakukan secara mendalam oleh peneliti.

Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap cara pencegahan masuknya harimau ke desa, dapat memicu pada meningkatnya konflik manusia dan harimau, oleh karena itu beberapa instansi pernah melakukan sosialisasi untuk memberikan pengetahuan dalam pencegahan masuknya harimau ke desa. Pihak atau instansi yang diketahui masyarakat pernah melakukan sosialisasi mengenai pencegahan masuknya harimau ke desa dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pihak Pelaksana Sosialisasi Pencegahan

Pihak Pelaksana Sosialisasi Pencegahan Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

TNGL 42 87,5

WCS 44 91,6

BKSDA 9 18,7

USAID 9 18,7

Pemerintah 5 10,4

Berdasarkan Tabel 9, pihak pelaksana sosialisasi pencegahan masuknya harimau ke desa dengan frekuensi tertinggi dilakukan oleh WCS (Wildlife Conservation Society) dengan nilai 87,5% (n = 44) dan frekuensi terendah dilakukan oleh Pemerintah yaitu dengan nilai 10,4% (n = 5). Berdasarkan

wawancara yang dilakukan, masyarakat mengatakan WCS lebih tanggap dalam melaksanakan sosialisasi pencegahan masuknya harimau ke desa dan membantu jika terjadinya konflik harimau dan manusia di Desa Panton Luas, masyarakat menilai justru pemerintah sangat kurang dalam menangani konflik tersebut. Peneliti mendapat pandangan masyarakat tersebut melalui diskusi secara mendalam dengan beberapa penduduk desa yang tidak ingin untuk di sebutkan namanya.

Perilaku masyarakat jika melihat harimau di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, mencakup 5 perilaku yaitu membiarkan, melapor, mengusir, menangkap dan menangkap. Bentuk perilaku masyarakat jika melihat harimau dapat dilihat dalam Tabel 10.

Tabel 10. Perilaku Masyarakat Jika Melihat Harimau

Jika Melihat Harimau Frekuensi Persentase (%)

Melapor 21 44

Membiarkan 21 44

Mengusir 4 8

Menangkap 1 2

Menembak 1 2

Total 48 100

Berdasarkan tabel 10. Perilaku masyarakat jika melihat harimau dengan frekuensi tertinggi terdapat pada pilihan membiarkan dan melapor yaitu dengan nilai 44% (n = 21) dan frekuensi terendah terdapat pada pilihan menangkap dan menembak yaitu dengan nilai 2% (n = 1). Masyarakat memiliki pandangan

“harimau akan menggangu seseorang jika melanggar hukum adat di desa, salah satu pelanggaran hukum adat yang dilakukan oleh masyarakat yaitu berzinah”.

Pandangan masyarakat tersebut merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang masih ada dan berlaku di desa Panton Luas. Masyarakat tidak akan menangkap atau menembak harimau karena masyarakat masih mengganggap harimau merupakan satwa liar yang dilindungi.

Beberapa bentuk upaya pencegahan yang dilakukan masyarakat yaitu melakukan penjagaan terhadap perburuan harimau, melakukan perlindungan terhadap kawasan hutan dan mempersiapkan alat penjagaan jika terjadi konflik.

Tingkat efektifitas upaya pencegahan konflik manusia dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tingkat Efektifitas Upaya Pencegahan Harimau

Berdasarkan Gambar 3, efektifitas upaya pencegahan harimau yang dilakukan oleh masyarakat dengan frekuensi tertinggi terdapat pada pilihan belum efektif dengan nilai 60% (n = 29) dan frekuensi terendah terdapat pada pilihan sudah efektif dengan nilai 40% (n = 19). Hal ini berpengaruh terhadap kurangnya sarana dan prasarana untuk upaya pencegahan konflik manusia dan harimau, sehingga upaya pencegahan kurang terlaksana secara optimal.

Frekuensi bantuan penanganan konflik oleh beberapa instansi yang paling cepat membantu di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tingkat Frekuensi Bantuan Penanganan Konflik oleh Instansi Berdasarkan Gambar 4, frekuensi bantuan penanganan konflik oleh instansi yang paling cepat membantu dengan frekuensi tertinggi dilakukan oleh LSM dengan nilai 58% (n = 28) dan frekuensi terendah dilakukan oleh pemerintah dengan nilai 42% (n = 20). Karena LSM diketahui masyarakat sering bersosialisasi tentang upaya pencegahan terjadinya konflik manusia harimau di desa. Menurut masyarakat Desa Panton Luas seharusnya pemerintah berperan penting dalam upaya penjagaan dan penanganan harimau, agar masyarakat Panton Luas merasa aman di desa.

Regresi Linier Sederhana

Hasil pengujian regresi linier berganda antara variabel bebas yaitu variabel umur (X1) dan variabel pendidikan (X2) pada Tabel 2, terhadap variabel terikat yaitu jika melihat harimau (Y) pada Tabel 10, dapat dilihat pada Lampiran 1, maka hasil persamaan regresi linear berganda dalam penelitian adalah :

Y = 5160 – (0.018)X1 – (0.005)X2

Persamaan regresi tersebut adalah apabila persepsi umur (X1) bertambah sebanyak 1 poin maka variabel jika melihat harimau (Y) akan bertambah sebanyak (-0.018), jika persepsi pendidikan (X2) bertambah sebanyak 1 poin maka variabel jika melihat harimau (Y) akan bertambah sebanyak (-0.013). Hal ini mengandung arti bahwa variabel umur (X1) dan variabel pendidikan (X2) tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi hubungan terhadap jika melihat harimau (Y).

a. Uji t

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda yang terdapat pada Lampiran 1, pengaruh hubungan umur (X1) terhadap jika melihat harimau (Y) dengan nilai untuk variabel umur (X1) (-1,625) lebih kecil dibandingkan dengan nilai (2,014) atau sig t untuk variabel umur (X1) dengan nilai (0,111) lebih besar dari alpha (0,05). Dengan Demikian, variabel umur (X1) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel jika melihat harimau (Y).

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda yang terdapat pada Lampiran 1, pengaruh pendidikan (X2) terhadap jika melihat harimau (Y) dengan nilai

untuk variabel umur (X2) (-087) lebih kecil dibandingkan dengan nilai (2.014) atau nilai sig t untuk variabel pendidikan (X2) dengan nilai (0,931) lebih besar dari alpha (0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pendidikan (X2) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel (Y) Jika Melihat Harimau.

b. Uji F

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda yang terdapat pada Lampiran 1, pengaruh umur (X1) dan pendidikan (X2) secara simultan terhadap jika melihat

lebih kecil dari ftabel 3,200. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh X1 dan X2 secara simultan terhadap Y.

Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Treath)

Hasil penelitian dapat digambarkan aspek-aspek lingkungan internal yang merupakan kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness), juga aspek-aspek eksternal yang merupakan peluang (oppurtunity) dan ancaman (threats) dalam upaya penanganan konflik satwa liar di Desa Panton Luas. Pada analisis penanganan konflik harimau dan manusia terdapat perhitungan dan faktor pengaruh lainnya yang dalam hal ini ialah pemberian rating dan pemberian bobot. Pada pemberian nilai bobot, rating dan skor merupakan responden yang berada di Desa Panton Luas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pembobotan oleh Berbagai Pihak pada Faktor Internal

Faktor strategis internal (IFAS) Bobot Rating Skor Kekuatan

1. Memiliki keinginan bersama untuk menghindari konflik harimau dan melakukan penjagaan terhadap perburuan harimau

2. Masyarakat melakukan perlindungan terhadap kawasan hutan

3. Masyarakat mengerti bahwa harimau adalah satwa yang harus dilestarikan

4. Masyarakat memiliki jiwa saling menjaga apabila terjadi konflik

1. Perasaan masyarakat yang takut saat bekerja di ladang

2. Kurangnya alat penjagaan dalam penanganan konflik

3. Tidak adanya pos jaga untuk penjagaan dan penanganan konflik harimau

4. Kurangnya pelayanan untuk menghindari korban jiwa apabila sudah terjadi konflik 5. Sinyal di desa yang kurang memadai untuk

Berdasarkan pada Tabel 11, hasil perhitungan untuk mendapatkan nilai X sebagai sumbu horizontal adalah nilaifaktor strategis internal dalam penanganan konflik manusia dan harimau yaitu nilai total faktor kekuatan (Strenght) dikurangi dengan nilai total faktor kelemahan (Weakness). Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel analisis swot maka didapatkan untuk nilai total kekuatan adalah 1,7 dan nilai total kelemahan adalah 1,65. Maka nilai X sebagai sumbu horizontal adalah 1,7–1,65= 0,05. Dengan demikian nilai sumbu X dalam diagram SWOT adalah sebesar 0,05. Pembobotan oleh berbagai pihak pada faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pembobotan oleh Berbagai Pihak pada Faktor Eksternal

FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL (EFAS) BOBOT RATING SKOR Peluang

1. Masih mempercayai kearifan lokal atau budaya leluhur

2. LSM turut serta dalam sosialisasi danpenanganan konflik

3. Dukungan dan bantuan dari LSM dan pemerintah terhadap penanganan konflik 4. Sebagai tempat penelitian

5. Terbukanya ruang kerjasama antar lembaga dengan masyarakat

1. Munculnya harimau yang tidak terduga 2. Kerusakan populasi harimau dapat

menyebabkan ekosistem hutan tidak seimbang 3. Lambatnya bantuan dari pihak Pemerintah

dalam penanganan konflik harimau

4. Jarak lokasi ke desa yang jauh dan rawan longsor

5. Kerusakan hutan yang mengakibatkan berkurangnya tanaman pakan satwa dan turunnya populasi satwa mangsa sumbu vertikal adalah nilai faktor strategis eksternal dalam penanganan konflik manusia dan harimau yaitunilai total faktor peluang (Oppurtunities) dikurangi dengan nilai total faktor ancaman (Treath). Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel analisis swot maka didapatkan untuk nilai total Peluang adalah 1,66 dan nilai

Dengan demikian nilai sumbu Y dalam diagram SWOT adalah sebesar -0,09.

Sehingga dapat digambarkan dalam diagram SWOT pada Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 5. Posisi Strategi Penanganan Konflik Manusia dan Harimau di Desa Panton Luas

Berdasarkan diagram SWOT pada Gambar 6, menunjukan bahwa posisi Penanganan konflik manusia dan harimau di Desa Panton Luas, pada pemetaan analisis lingkungan strategis (lingkungan internal dan eksternal) berada pada kuadran dua (II) atau pada posisi agresif mendukung strategi penanganan konflik manusia dan harimau di Desa Panton Luas yakni strategi ST (Strength – Treath).

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.

Hal ini memberikan indikasi bahwa pengembangan strategi penanganan konflik meskipun menghadapi berbagai ancaman, namun kekuatan dari faktor internal masih dimiliki cukup tinggi dapat digunakan untuk mengatasi dan

(+)

X Y

(-) (+)

(-)

Peluang

Kekuatan Kelemahan

Ancaman

0,05 0,55

-0.11

mengurangi faktor ancaman yang terjadi. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Kesimpulan dari Analasis SWOT dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Diagram Matriks Analisis SWOT Strategi Penanganan Konflik Manusia dan Harimau di Desa Panton Luas

IFAS

EFAS

Kekuatan (Strength)

1. Memiliki keinginan bersama untuk menghindari konflik harimau

2. LSM turut serta melaksanakan sosialisasi tentang harimau

3. Melakukan penjagaan terhadap perburuan harimau

4. Komitmen masyarakat saling menjaga apabila terjadi konflik

2. Kerusakan populasi harimau dapat menyebabkan ekosistem hutan tidak seimbang

3. Lambatnya bantuan dari pihak Pemerintah dalam penanganan konflik harimau

1. Bekerja samadalam penjagaan masuknya harimau dan menyusun strategi bersama terhadap penanganan konflik harimau 2. Saling koordinasi antara masyarakat

dengan pihak LSM dan Pemerintah

3. Saling gotong royong antara masyarakat dalam melindungi ekosistem hutan

4. Peningkatan sarana jalan ke desa agar lancarnya bantuan dari lembaga maupun dari pemerintah

5. Peningkatan penjagaan dan pelestarian terhadap kerusakan tanaman

Berdasarkan matriks SWOT pada Tabel 13, maka dalam strategi pengembangan penanganan konflik manusia dan harimau di Desa Panton Luas digunakan strategi ST dengan melakukan kegiatan operasional. Strategi Strenght-Treath (S-T) ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman (Kunanda, 2014). Desa Panton Luas memiliki keindahan alam seperti panorama alam, sungai yang jernih, hutan alami dan lahan agroforestri dengan perpaduan hutan dan perkebunan milik masyarakat.

Masyarakat bersama dengan pemerintah melakukan berbagai upaya penyelamatan harimau seperti melakukan pendekatan dan bekerja sama dengan

perusahaan yang dapat mengancam keberadaan habitat harimau untuk dapat menerapkan praktik pengelolaan lahan yang lebih baik, melakukan program mitigasi konflik manusia-harimau di titik-titik rawan konflik serta secara langsung aktif dalam menjaga hutan dari upaya illegal logging dan penangkapan harimau secara ilegal oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Kemunculan harimau yang tidak terduga di desa maupun di ladang dapat mengancam keselamatan jiwa di Desa Panton Luas, dengan masyarakat yang solid dan didukung dengan strategi (S-T), ancaman ini dapat diatasi dengan peningkatan penjagaan masuknya harimau ke desa dan saling kordinasi masyarkat dengan pemerintah dan LSM agar bantuan dari luar desa lebih maksimal.

perusahaan yang dapat mengancam keberadaan habitat harimau untuk dapat menerapkan praktik pengelolaan lahan yang lebih baik, melakukan program mitigasi konflik manusia-harimau di titik-titik rawan konflik serta secara langsung aktif dalam menjaga hutan dari upaya illegal logging dan penangkapan harimau secara ilegal oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Kemunculan harimau yang tidak terduga di desa maupun di ladang dapat mengancam keselamatan jiwa di Desa Panton Luas, dengan masyarakat yang solid dan didukung dengan strategi (S-T), ancaman ini dapat diatasi dengan peningkatan penjagaan masuknya harimau ke desa dan saling kordinasi masyarkat dengan pemerintah dan LSM agar bantuan dari luar desa lebih maksimal.

Dokumen terkait