• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SOSIAL TERHADAP KONFLIK MANUSIA DAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI DESA PANTON LUAS, TAPAK TUAN, ACEH SELATAN, ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS SOSIAL TERHADAP KONFLIK MANUSIA DAN HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae) DI DESA PANTON LUAS, TAPAK TUAN, ACEH SELATAN, ACEH"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

DI DESA PANTON LUAS, TAPAK TUAN, ACEH SELATAN, ACEH

SKRIPSI

Julferi L Tobing 131201121

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

PANTON LUAS, TAPAK TUAN, ACEH SELATAN, ACEH

SKRIPSI

Oleh:

Julferi L Tobing 131201121/ KEHUTANAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di FakultasKehutanan’

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

JULFERI LUMBAN TOBING: Social Analysis of the Sumatran Human and Tiger Conflict (Panthera tigris sumatrae) in Panton Luas Village, Tapak Tuan, South Aceh, Aceh, supervised by Pindi Patana and Yunus Afifuddin.

Wildlife is all animals that live on land and or in water and or in the air that still have wild properties, both free living and those that are maintained by humans.

The purpose of this study is to identify the types of Sumatran Tiger conflicts that occur in communities in Panton Luas Village, Tapak Tuan Subdistrict, South Aceh Regency, and to find out community perceptions and local wisdom about the Sumatran Tiger conflict and to find out mitigation efforts against human conflict with tigers. This research uses methods namely preparation, data collection techniques, and data analysis techniques. The results of this study are that human and Sumatran tiger conflicts fall into the medium category, namely the entry of tigers into the village due to damage to tiger populations and lack of tiger feed resources due to hunting, public perception and positive local wisdom because people agree tigers are animals that need to be protected, and efforts mitigation of human and Sumatran tiger conflict (Phantera tigris sumatrae) which is using the ST (Strength - Treath) strategy by utilizing the power possessed to overcome the threat of tiger conflict.

Keywords: social analysis, conflict, Sumatran tiger (Panthera tigris sumatera)

(6)

JULFERI LUMBAN TOBING: Analisis Sosial Konflik Manusia dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, supervised by Pindi Patana and Yunus Afifuddin.

Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah Identifikasi jenis konflik Harimau Sumatera yang terjadi terhadap masyarakat di Desa Panton Luas Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, dan mengetahui persepsi masyarakat dan kearifan lokal terhadap konflik Harimau Sumatera dan mengetahui upaya mitigasi yang dilakukan terhadap konflik manusia dengan harimau.

Penelitian ini menggunakan metode yaitu persiapan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Hasil dari penelitian ini adalah konflik manusia dan harimau sumatera tergolong dalam kategori sedang yaitu masuknya harimau ke desa karena kerusakan populasi harimau dan kekurangan sumber pakan harimau akibat perburuan, persepsi masyarakat dan kearifan lokal positif karena masyarakat setuju harimau merupakan satwa yang perlu dilindungi kelestariannya, dan Upaya mitigasi terhadap konflik manusia dan harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae) yaitu menggunakan strategi ST (Strength – Treath) dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman konflik harimau.

Kata kunci : analisis sosial, konflik, harimau sumatera (Panthera tigris sumatera)

(7)

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 09 Juli 1995. Penulis merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara oleh pasangan Buha L Tobing dan Juniar Arta Hutapea.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 122372 Pematang Siantar pada tahun 2001-2007, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 8 Pematang Siantar pada tahun 2007-2010, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Pematang Siantar pada tahun 2010- 2013. Pada tahun 2013, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur SBMPTN. Penulis memilih minat Departemen Konservasi.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota organisasi HIMAS USU.

Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Hutan Aek Nauli pada tahun 2015. Pada tahun 2017 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Pada awal tahun 2018 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “ Analisis Sosial Terhadap Konflik Manusia dan Harimau (Panthera tigris sumatrae) Di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh” dibawah bimbingan Bapak Pindi Patana, S.Hut., M.Sc dan Bapak Yunus Afifudin, S.Hut., M.Si.

(8)

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

"Analisis Sosial Terhadap Konflik Manusia Dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Pindi Patana, S.Hut., M.Sc dan bapak Yunus Afifudin, S.Hut., M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, bapak Buha Lumban Tobing dan Ibu Juniar Arta Hutapea sebagai laboran dan Tim Riset di Lapangan yang bersedia memberikan dukungan materi dan moral untuk pelaksanaan dan penyusunan hasil penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Desa Panton Luas bapak Abuhanifah yang telah memberi ijin sebagai lokasi penelitian dan atas semua bantuan yang telah diberikan kepada peneliti.

Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat ke berbagai pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2019

Julferi Lumban Tobing

(9)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Konflik Sosial... 4

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 4

Kawasan Ekosistem Leuser... 5

Harimau Sumatera (Phantera tigris sumatrae) ... 5

Persepsi ... 7

Kearifan Lokal ... 7

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

Alat dan Bahan ... 9

Prosedur Penelitian... 9

Persiapan ... 9

Teknik Pengumpulan Data ... 9

Teknik Analisa Data ... 10

Analisis Deskriptif ... 10

Uji t ... 11

Uji F ... 11

Analisis SWOT ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Peta Lokasi Penelitian ... 13

Karakteristik Responden ... 13

Agama dan Suku ... 13

Umur Responden ... 14

Tingkat Pendidikan Responden ... 14

(10)

Metode Pencegahan ... 21

Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 24

Uji t Secara Parsial ... 24

Uji F ... 24

Analisis SWOT ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

LAMPIRAN ... 34

(11)

No Teks Halaman

1. Matriks SWOT ... 12

2. Karakteristik responden ... 13

3. Jenis satwa yang datang ke desa ... 15

4. Gangguan satwa liar ... 16

5. Jenis satwa pengganggu di ladang ... 17

6. Jenis tanaman yang diganggu ... 17

7. Keberadaan harimau sejak tahun 2010-2018 ... 18

8. Pilihan masyarakat terhadap keberadaan harimau ... 20

9. Pihak pelaksana sosialisasi pencegahan ... 22

10. Pilihan perilaku masyarakat jika melihat harimau ... 25

11. Pembobotan oleh berbagai pihak pada faktor internal ... 25

12. Pembobotan oleh berbagai pihak pada faktor eksternal ... 26

13. Diagram matriks analisis SWOT strategi penanganan konflik manusia dan harimau di desa Panton Luas ... 28

(12)

No Teks Halaman 1. Tingkat trauma terhadap keberadaan harimau ... 19 2. Informasi yang diterima masyarakat tentang metode pencegahan

masuknya harimau ke desa ... 21 3. Efektifitas upaya pencegahan harimau ... 23 4. Frekuensi bantuan penanganan konflik oleh instansi ... 23 5. Posisi strategi penanganan konflik manusia dan harimau di desa

Panton Luas ... 27

(13)

No Teks Halaman

1. Hasil Regresi Linier ... 34

2. Peta Lokasi Penelitian ... 35

3. Kuisioner Responden ... 36

4. Kuisioner SWOT ... 40

5. Perhitungan Internal Analisis SWOT ... 42

6. Perhitungan Eksternal Analisis SWOT ... 43

(14)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Menurut Alikodra (1990) satwa liar dapat diartikan binatang yang hidup liar di alam bebas tanpa campur tangan manusia. Dalam ekosistem alam, satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak dan penting, salah satunya adalah untuk melestarikan hutan. Kesehatan suatu hutan sangat dipengaruhi oleh berbagai jenis hewan yang ada di dalam hutan tersebut, hutan yang memiliki banyak satwa liar juga akan memiliki dampak terhadap lingkungan sekitar hutan tersebut.

Berbagai jenis satwa liar yang lazim ditemukan di beberapa hutan di Aceh yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan orang utan sumatera (Pongopygmaeus abelii). Selain itu merupakan surga bagi beragam jenis mamalia penting lainnya seperti serudung (Hylobates lar), siamang (Hylobates syndactilus), kera (Macaca fascicularis), macan dahan (Neofelis nebulosa), beruk (Macaca nemestriana), kedih (Presbytis thomasi), beruang (Helarctos malayanus) dan kambing hutan (Capricornis sumatrensis) (Sitorus dkk, 2013).

Aceh merupakan salah satu provinsi Indonesia yang memiliki hutan yang cukup luas. Kawasan hutan ini merupakan habitat penting bagi Gajah Sumatera, Orangutan Sumatera dan Harimau Sumatera yang endemik dan terancam punah sebagai akibat adanya aktivitas illegal logging dan konversi lahan. Aktivitas illegal logging ini dipicu oleh faktor kebutuhan material untuk rekonstruksi bangunan pasca-tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 yang telah menempatkan Aceh pada jurang ketertinggalan yang jauh dan kembali ketitik nol. Kebutuhan rekonstruksi bangunan tersebut telah meningkatkan harga kayu di Aceh sehingga menjadi daya tarik bagi aktivitas penebangan secara intensif dan ekstensif, kegiatan ini pula akhirnya menjadi salah satu mata pencaharian penduduk yang tinggal di area hutan (Fasha, 2016).

(15)

Secara geografis Aceh Selatan memiliki luas wilayah 498,179 hektar dan 405,481 hektar atau (81.39%) adalah luas wilayah hutan. Sebagian besar kawasan hutan berada dalam ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser. Ekosistem Leuser merupakan hutan tropis ketiga terbesar di dunia, memiliki hutan dataran rendah, hutan hujan pegunungan bagian atas dan bagian bawah, serta hutan rawa gambut, yang dihuni oleh satwa liar yang dilindungi seperti gajah, harimau sumatera, beruang, orang utan dan badak sumatera. Namun, keberadaan hutan sudah mulai terancam rusak yang disebabkan oleh perluasan wilayah untuk pemukiman penduduk, lahan pertanian baik untuk kepentingan perkebunan industri maupun pertanian rakyat, pembuatan akses jalan untuk memperluas kegiatan pertanian, dan illegal logging (Utari, 2015).

Kerusakan hutan mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam yang membuat populasi satwa liar seperti harimau sumatera mengalami penurunan karena persediaan sumber makanan yang berkurang sehingga membuat harimau datang ke perkampungan penduduk untuk mencari makanan bahkan ada juga yang menyerang dan memangsa manusia. Keberadaan harimau membuat tingkat trauma masyarakat meningkat, yang akhirnya mengubah pola pikir masyarakat tentang keberadaan harimau di ladang maupun di desa. Setiap warga melakukan tindakan spontan apabila mereka melihat harimau disekitar mereka. Beberapa warga akan menangkap harimau tersebut namun apabila harimau tersebut tidak dapat ditangkap maka warga akan berusaha untuk menembak atau melumpuhkan harimau, tindakan ini secara tidak langsung akan memicu konflik antara manusia dan harimau yang lebih besar (Fitrah, 2017).

Peningkatan konflik antara manusia dan harimau yang sudah sangat meresahkan dan memprihatinkan maka perlu segera dilakukan penanggulangan yang benar agar penanggulangan konflik satwa liar dengan manusia dapat terlaksana lebih adil, peduli dan saling menguntungkan. Diperlukan peningkatan efektifitas manajemen penanggulangan konflik satwa liar diantaranya melalui pengembangan pendidikan dan pelatihan dalam rangka penanggulangan konflik satwa liar yang berbasis konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Hasiholan dkk, 2011).

(16)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi jenis konflik Harimau Sumatera yang terjadi terhadap masyarakat di Desa Panton Luas Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan

2. Mengetahui persepsi masyarakat dan kearifan lokal terhadap konflik harimau sumatera

3. Mengetahui upaya mitigasi yang dilakukan terhadap konflik manusia dengan harimau

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi mengenai dampak sosial yang diderita masyarakat akibat terjadinya konflik antara manusia dengan harimau sumatera

2. Sebagai bahan evaluasi untuk menilai pengetahuan masyarakat dalam melakukan mitigasi konflik antara manusia dengan harimau sumatera

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Konflik Sosial

Konflik merupakan suatu perwujudan perbedaan cara pandang antara berbagai pihak terhadap obyek yang sama. Konflik antara manusia dan satwaliar terjadi akibat sejumlah interaksi negatif baik langsung maupun tidak langsung antara manusia dengan satwaliar, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, degradasi habitat, transformasi penggunaan lahan menjadi perkebunan maupun perladangan dan meningkatnya penggembalaan ternak di sekitar kawasan hutan lindung dianggap sebagai penyebab pemicu utama konflik manusia dengan satwa liar (Habib dkk, 2015).

Menurut Sills (1968) dalam Suswandari (2016) menyatakan tujuan kelompok-kelompok yang berkonflik tidak hanya mendapatkan nilai nilai yang diinginkan tetapi juga menentukan, melukai atau mengurangi saingan saingan mereka. Konflik dapat terjadi di antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, maupun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan sangat bervariasi, terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal. Berdasarkan data yang diperoleh, kondisi topografi dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal mencapai 63,45% sedangkan berupa dataran hanya sekitar 34,66% dengan kemiringan lahan dominan adalah pada kemiringan lebih dari 40% dengan luas 254.138,39 ha dan terkecil kemiringan 8- 15% seluas 175,04 hektar, selebihnya tersebar pada berbagai tingkat kemiringan.

Dilihat dari ketinggian tempat (di atas permukaan laut) ketinggian 0-25 meter memiliki luas terbesar yakni 152.648 hektar (38,11%) dan terkecil adalah ketinggian 25-100 meter seluas 39.720 hektar (9,92%) (BPS Aceh Selatan, 2017).

Tapak Tuan juga berperan sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Kabupaten AcehSelatan dan merupakan kota yang terjadi konflik antara satwa liar dengan masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut berada pada kawasan Taman Nasional gunung Leuser (TNGL) yang memungkinkan satwa liar

(18)

masuk ke perladangan penduduk. Lokasi penelitian merupakan lokasi yang terletak di Desa Panton Luas berada pada kordinat 3°17 '13,9"(3,2872 °)”LT dan 97°10 '47.3"(97.1798 °)”BT dengan Ketinggian: 237 mdpl dan kondisi lingkungan daerah Desa Panton Luas beriklim panas (USAID IFACS, 2014).

Kawasan Ekosistem Leuser

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) pertama kali diperkenalkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.227/Kpts-II/1995 tahun 1995 yang kemudian dikuatkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 33 Tahun 1998.

Kawasan sangat penting bukan hanya karena keanekaragaman hayatinya yang tinggi tetapi juga karena fungsinya sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitarnya dan sebagai kawasan hutan alami di Pulau Sumatera Bagian Utara. KEL merupakan bentang alam yang terletak antara Danau Laut Tawar di Provinsi DI Aceh dan Danau Toba di Provinsi Sumatera Utara. Ada 11 (sebelas) kabupaten yang tercakup didalamnya yakni Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Tamiang, Aceh Barat, Aceh Utara, Aceh Timur, Nagan Raya, Aceh Singkil, Gayo Luwes, Aceh Timur, Deli Serdang, Langkat, Tanah Karo dan Dairi. Luasnya keseluruhan lebih kurang 2.5 juta Ha. Kawasan Ekosistem Leuser terletak pada posisi geografis 2,25° - 4,95° Lintang Utara dan 96,35° - 98,55° Bujur Timur dengan curah hujan rata-rata 2.544 mm pertahun dan suhu hariannya rata-rata 26° Celsius pada siang hari dan 21° pada malam hari. Kawasan Ekosistem Leuser terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser, Suaka Margasatwa, Hutan Lindung, Cagar Alam dan lain lain (Rahmi, 2009).

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu-satunya spesies harimau di Indonesia yang masih tersisa dan termasuk kucing liar karnivora terbesar yang terdapat di Sumatera. Terdapat dua subspesies harimau Indonesia yang dinyatakan punah, yaitu harimau bali (Panthera tigris balica) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica). Saat ini, keberadaan harimau sumatera diambang kepunahan. Ancaman kepunahan harimau sumatera salah satunya adalah konversi lahan dan perburuan (IUCN, 2010) Saat ini hanya sub spesies harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang tersisa dan hidup pada habitat yang terfragmentasi

(19)

dan terisolasi satu dengan lainnya. Telah tejadi penurunan populasi akibat perburuan liar, kerusakan habitat yang disengaja dan pengurangan luas habitatnya (Pratama, 2013).

(Moeliono dkk , 2010) menyatakan bahwa konflik antara harimau sumatera dan manusia tidak akan terjadi jika konversi lahan pada kawasan konservasi tidak terjadi, jika pengelolahan sumber daya alam sesuai Permenhut No. P.

56/MenhutII/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional dijelaskan zonasi taman nasional merupakan suatu proses pengaturan ruang dalam taman yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Kerusakan hutan dan habitat satwa liar juga terjadi di Pulau Sumatera.

Walaupun berbagai upaya untuk menjaga kelestarian harimau telah dilakukan, akan tetapi populasi harimau sumatera terus menurun jumlahnya di Sumatera hanya tinggal 450-600 ekor saja. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya penurunan populasi harimau sumatera, salah satunya adalah konflik manusia dengan harimau (Ganesa dan Aunurohim, 2012).

Pesatnya pertumbuhan populasi manusia dan pembangunan ekonomi di dalam dan sekitar habitat harimau sumatera menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan konversi lahan untuk perkebunan dan pertanian, yang kemudian berujung pada meningkatnya potensi konflik antara harimau dan manusia. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, konflik antara harimau dan manusia bahkan dipercaya menjadi salah satu ancaman utama bagi kelestarian harimau sumatera (Nyhus dan Tilson, 2004).

Konflik manusia-harimau (KMH) umumnya dinyatakan dalam tiga bentuk 1) serangan harimau pada manusia, 2) serangan harimau pada ternak dan 3) ancaman terhadap keselamatan manusia dari harimau yang tinggal di dekat tempat tinggal manusia. dan biasanya ketika harimau mulai mengganggu manusia akan terjadi pembalasan oleh masyarakat untuk membunuh harimau dengan meracuni atau serangan fisik dengan senjata atau tombak (Lamichhanne dkk, 2017)

PHKA mencatat sebanyak 40 orang meninggal dunia antara tahun 2000 – 2004. Hasil kajian lain yang dilakukan TRAFFIC pada tahun 2002 mengungkapkan

(20)

setidaknya 35 ekor harimau sumatera telah terbunuh akibat konflik antara harimau dan manusia selama kurun waktu 1998 – 2002 (Soehartono dan Mardiastuti, 2007).

Persepsi

Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon atau melakukan atau tidak melakukan sesuatu kegiatan.

Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Menurut (Sunaryo, 2002) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan, dapat dikatakan sebagai pemberian makna pada stimuliin.

Laksono (2014) dalam Halim (2005) menyatakan proses persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, dan pengetahuan individu. Pengalaman dan proses akan memberikan bentuk dan struktur bagi objek yang ditangkap panca indera, sedangkan pengetahuan dan cakrawala akan memberikan arti terhadap objek yang ditangkap individu, dan akhirnya komponen individu akan berperan dalam menentukan tersedianya jawaban yang berupa sikap dan tingkah laku individu terhadap objek yang ada.

Kearifan Lokal

Kearifan lokal dalam aktivitas pengelolaan hutan yaitu terdiri dari tata cara pemanfaatan hutan menurut kearifan lokal, tata cara membuka ladang dan kebun, tata cara pengelolaan kayu, tata cara berburu, tata cara menangkap ikan di sungai dalam hutan, tata cara pembagian manfaat, tata cara mencari rotan dan tata cara pelestarian terhadap kehidupan satwa liar. Anjuran dan larangan dalam pengelolaan hutan yaitu dianjurkan untuk menjaga hutan dan pepohonan di sekitar sumber mata air, tidak menebang pohon-pohon yang buahnya dapat dimakan oleh manusia dan hewan, dan penebangan kayu diizinkan hanya untuk kepentingan rumah tangga penduduk seperti rumah, membangun meunasah, balai pengajian dan fasilitas umum lainnya (Mardhiah dkk, 2016a).

Hewan-hewan penguasa hutan diberi sebutan khas untuk memuliakan hewan. Pengambilan keputusan terkait dengan hutan harus melalui musyawarah di

(21)

tingkat mukim dengan melibatkan pawang glee. Penanggung jawab pelaksanaan sanksi adat adalah mukim yang dibantu oleh geuchik, pawang glee dan petua seuneubok. Masyarakat dilarang menebang di daerah hutan lindung yang meliputi kawasan perlindungan air, pada hari jumat dilarang pergi ke hutan. Apabila yang membuka lahan baru melakukan penebangan kayu, mengambil rotan dan berburu satwa liar, maka akan ditindak dengan hukum adat yang berlaku, dilarang menanami tanaman yang dilarang dalam hukum dan memperburuk kondisi alam yaitu ganja dan sawit , tidak boleh bersikap takabur di dalam hutan. Pohon kayu atau pohon yang dapat dimanfaatkan untuk berlindung atau berkembangbiak hewan tidak boleh diganggu atau ditebang. Masyarakat tidak boleh mengganggu hewan- hewan di dalam hutan serta tidak melepaskan binatang ternak ke dalam kawasan hutan (Mardhiah dkk, 2016b).

Tradisi bermantra sebelum masuk hutan agar tidak diganggu oleh harimau juga dikenal oleh beberapa suku di Aceh Selatan. Menurut (Utari , 2015) tradisi bermantra itu disebut dengan Neurajah Rimueng (memantrai harimau). Masyarak Aceh Selatan menganggap harimau adalah penguasa hutan, hewan keramat yang dihormati, ditakuti bahkan juga disegani dan melambangkan kekuatan juga kelihaian. Masyarakat Aceh Selatan mengenal dua jenis harimau yaitu harimau putih (rimueng puteh) dan harimau hitam (rimueng itam) yang dipanggil dengan sebutan nenek. Sebutan nenek karena harimau juga merupakan sosok gaib yang memiliki kesaktian dan dapat memberikan pertolongan bila sedang menghadapi kesulitan di hutan. Kepercayaan ini diwariskan secara turun-temurun sampai saat ini.

(22)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) . Penelitian dimulai pada bulan Mei 2018 hingga September 2018.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, seperangkat komputer, tally sheet, kuesioner dan alat tulis serta dokumen lain yang berkaitan dengan penelitian.

Prosedur Penelitian

Lokasi pengambilan populasi responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bertempat tinggal atau telah menetap dan asli yang berasal dari desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dengan tahap persiapan mencakup:

a) Observasi lapangan b) Penentuan sampel desa

c) Penentuan informan kunci dan sampel responden 2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

a) Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer bisa juga disebut sebagai data asli atau data baru, agar mendapatkan data primer maka peneliti mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data

(23)

primer antara lain observasi, wawancara, diskusi fokus (focus group discussion) FGD dan penyebaran kuesioner. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Populasi dalam penelitian ini adalah warga Desa Panton Luas Kecamatan Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan Provinsi Aceh sebanyak 48 orang (Sugiyono, 2017).

b) Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan ataupun dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder bisa didapatkan dari contoh buku, laporan, jurnal dan lain-lain.

3. Teknik Analisa Data

a. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuesioner, wawancara mendalam, observasi dan studi pustaka yang telah dilakukan. Data yang terkumpul dari hasil kuesioner dinyatakan dalam bentuk bentuk kearifan lokal yang terjadi di masyarakat dan bagaimana kolaboratif manajemen dalam menangani satwa liar

Hasil isian kuesioner responden dianalisis menggunakan tabel frekuensi, menurut Kuswanda (2007) penyusunan tabel frekuensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Editing data yaitu meneliti kembali data penelitian terhadap rekaman jawaban yang telah ditulis dalam kuesioner, catatan-catatan wawancara hasil observasi. (2) Koding datayaitu mengadakan pengklasifikasian terhadap jawaban-jawaban responden dengan membubuhkan kode pada suatu jawaban tertentu. (3) Menghitung frekuensiyaitu mentabulasi atau menyusun data dalam tabel tabel yang memuat seluruh jawaban dalam kategori tertentu. (4) Membuat tabel frekuensiyang memuat jumlah frekuensi dan persentase untuk setiap pernyataan.

b. Uji t

Menurut Kuncoro (2007), Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh secara

(24)

bahwa variabel lain dianggap konstan. Uji t untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel terkait dengan taraf signifikan 5%. Peneliti mengambil 2 variabel untuk variabel independen yaitu variabel umur (X1) dan variabel pendidikan (X2) dan variabel dependen yaitu jika melihat harimau (Y). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :

1) H0 : i = 0, tidak ada pengaruh signifikan secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.

2) H0 : i  0, ada pengaruh signifikan secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat.

3) Apabila thitung < ttabel pada = 5 %, maka H0 diterima.

4) Apabila thitung > ttabel pada = 5 %, maka H0 ditolak (Ha diterima).

Rumus Uji t adalah sebagai berikut :

Keterangan: t = Uji pengaruh parsial

r = Koefisien korelasi

n = Banyaknya data

c. Uji F

Uji F secara simultan dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara serempak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat, yaitu variable umur (X1) dan variable pendidikan (X2) sebagai variable bebas dan jika meliha harimau (Y) sebagai variable terikat. Fhitung akan dibandingkan dengan F tabel pada tingkat signifikan (α) = 5%.

Kriteria penilaian hipotesis pada uji F ini adalah:

1) Apabila F hitung < F tabel pada = 5 %, maka H0 diterima.

2) Apabila F hitung > F tabel pada = 5 %, maka H0 ditolak (Ha diterima).

d. Analisis SWOT

Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Treath). Analisis ini dilakukan dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang dan meminimalkan kelemahan atau

(25)

ancaman (Suryandari, 2005). Bobot diberi nilai mulai dari 1 (sangat penting) sampai dengan 0 (tidak penting). Bobot dari masing-masing faktor strategis harus berjumlah 1. Rating untuk kekuatan dan peluang diberi skala mulai dari 4 (sangat baik), 3 (baik), 2 (tidak baik), dan 1 (sangat tidak baik) berdasarkan pengaruh faktor tersebut. Rating ancaman dan kelemahan diberi nilai -4 sampai dengan -1. Untuk menganalisis secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat faktor eksternal dan internal sebagai bagian penting dalam analisis SWOT, penentuan kuadran SWOT yaitu :

1. Kuadran I (positif, positif) Posisi ini sangat menguntungkan, yaitu memiliki peluang dan kekuatan.

2. Kuadran II (positif, negatif) Posisi ini menghadapi ancaman, namun masih memiliki kekuatan.

3. Kuadran III (negatif, positif) Posisi ini memiliki peluang yang besar, namun menghadapi beberapa kelemahan.

4. Kuadran IV (negatif, negatif) Posisi ini tidak menguntungkan, yaitu menghadapi kelemahan dan ancaman. Empat sel strategi yang diberi nama dengan penyusunan matriks SWOT dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Matriks SWOT (Rangkuti, 2004) Internal

Eksternal

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (O)

S-O Strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

W-O Strategi atasi kelemahan dan memanfaatkan peluang

Ancaman (T)

S-T Strategi menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman

W-T Strategi meminimumkan

kelemahan dan menghindari ancaman

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik responden penelitian terdiri dari 48 orang yang merupakan masyarakat Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan.

Karakteristik responden penelitian ini mencakup umur, agama, suku, pendidikan terakhir, status kepemilikan ladang dan status kependudukan, dapat dilihat pada pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakterisitik Responden

No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

1. Umur responden a. 20 - 29 tahun b. 30 - 39 tahun c. 40 - 49 tahun d. 50 - 59 tahun e. >60

2 12 14 10 10

4 25 29 21 21 2. Agama

a. Islam b. Kristen

48 -

100 0 3. Suku

a. Aceh b. Jawa c. Batak

48 - -

100 0 0 4. Pendidikan terakhir

a. SD b. SMP c. SMA d. S1

25 16 7

-

52 33 15 0 5 Status kepemilikan ladang

a. Pemilik dan pekerja b. Penyewa dan pekerja c. Pekerja

45 2 1

94 4 2 6. Status kependudukan

a. Asli b. Pendatang

34 14

71 29 1. Agama dan Suku

Berdasarkan Tabel 2, karakteristik responden menurut agama dan suku yaitu seluruh responden (n = 48) di Desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan, menganut agama Islam. Suku masyarakat yang menjadi responden merupakan suku Aceh (100%).

(27)

2. Umur responden

Umur sangat erat hubungannya dengan kemampuan dan pengalaman seseorang dalam melakukan kegiatannya. Umur menjadi data yang penting karena umur dapat memberikan gambaran kondisi seseorang. Berdasarkan Tabel 2, karakteristik responden menurut umur dengan frekuensi terbesar terdapat pada umur 40-49 tahun dengan nilai 29,17% (n = 14) dan frekuensi terendah pada umur 20-29 tahun dengan nilai 4,17% (n = 2). Berdasarkan banyaknya responden berumur diatas 40-49 ini akan sangat membantu peneliti untuk mendapatkan banyak informasi terkait pengalaman dan pengetahuan mereka tentang seringnya melihat keberadaan harimau di desa sejak dulu sampai sekarang. Menurut Hoetomo (2005) umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan.

3. Tingkat pendidikan responden

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini mengacu pada jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden di Desa Panton Luas. Berdasarkan Tabel 2, tingkat pendidikan responden dengan frekuensi terbesar pada tingkat pendidikan SD dengan nilai 52% (n = 25) dan frekuensi terendah dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi dengan nilai 0 (tidak ada). Hal ini berpengaruh terhadap Tabel 2 yaitu umur responden yang rata rata berumur diatas 40 tahun dan lokasi perkampungan yang jauh dari kota, sehingga masyarkat Desa Panton Luas yang susah untuk mendapat pendidikan yang lebih baik. Tingkat pendidikan berperan penting dalam menunjukkan pola pikir dan ilmu pengetahuan seseorang, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pratama R (2013) yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh pendidikan terhadap peningkatan pengetahuan responden.

4. Status Kepemilikan Ladang

Status kepemilikan ladang berpengaruh penting terhadap pandangan responden, karena berdasarkan status kepemilikan ladang responden lebih memiliki peluang untuk berinteraksi terhadap satwa liar, termasuk harimau (Panthera tigris sumatrae) di Desa Panton Luas. Berdasarkan Tabel 2, status kepemilikan lahan dengan frekuensi terbesar terdapat pada pemilik dan pekerja dengan nilai 94%

(n=45)dan frekuensi terendah terdapat pada pekerja yaitu 1 dengan nilai 2% (n=1).

(28)

Berdasarkan tabel status kepemilikan ladang akan mempengaruhi terhadap pendapat responden dengan konflik harimau, karena dominan nya masyarakat berstatus pemilik dan pekerja maka hampir seluruh responden memiliki intensitas waktu untuk berhubungan dan berinteraksi langsung dengan satwa liar di ladang, termasuk tingkat pendekatan dan interaksi langsung antara harimau dan manusia yang lebih tinggi.

5. Status Kependudukan

Status kependudukan mempengaruhi pendapat responden tentang keberadaan harimau di desa. Berdasarkan status kependudukan, peneliti lebih mendapatkan informasi akurat tentang keberadaan harimau dan respon kearifan lokal masyarakat Desa Panton Luas. Berdasarkan Tabel 2, status kependudukan di Desa Panton Luas dengan frekuensi terbesar terdapat pada kependudukan asli dengan nilai 71% (n = 34) dan frekuensi terendah terdapat pada pendatang dengan nilai 29% (n = 14). Status kependudukan asli merupakan responden yang mulai lahir sampai sekarang tinggal di Desa Panton Luas, sedangkan status kependudukan pendatang merupakan masyarakat yang bukan penduduk asal Panton Luas namun sekarang tinggal di desa dan memiliki tujuan tertentu seperti bertani dan menikah dengan masyarakat Panton Luas.

Informasi Satwa Liar

Seluruh responden dapat memilih maksimal 5 jenis satwa liar yang diketahui berdasarkan interaksi pertemuan antara masyarakat dengan satwa liar di Desa Panton Luas. Jenis satwa liar yang sering datang ke Desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan dalam kurun waktu tahun 2010-2018 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Satwa yang Sering Datang ke Desa

Jenis Satwa Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Babi Hutan 46 95,8

Monyet 46 95,8

Ular 38 79,1

Kambing Hutan 6 12,5

Elang 28 58,3

Harimau 4 8,3

(29)

Berdasarkan Tabel 3, jenis satwa yang sering datang ke desa dengan frekuensi terbesar terdapat pada babi hutan dan monyet dengan nilai 95,8% (n=46).

Karena satwa babi hutan dan monyet datang ke desa untuk memenuhi kebutuhan pakannya akibat berkurangnya sumber makanan satwa karena kerusakan hutan.

Frekuensi terendah terdapat pada harimau dengan nilai 8,3% (n = 4), Karena menurut masyarakat harimau merupakan jenis satwa yang datang ke desa pada kurun waktu tertentu, harimau akan datang ke desa apabila situasi di hutan sudah sangat terdesak karna menipisnya sumber pakan harimau. Hal ini sejalan dengan penelitian Utari (2015) yaitu kerusakan hutan mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam yang membuat populasi satwa liar seperti harimau sumatera mengalami penurunan karena persediaan sumber makanan yang berkurang.

Menurut Herianto dan Mukhtar (2011) “umumnya masyarakat merasa terganggu dengan masuknya satwa liar ke lahan penduduk.

Gangguan satwa liar di ladang masyarakat Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan mencakup kerugian hasil ladang, mengancam jiwa dan mengganggu ketenangan bekerja. Jenis gangguan satwa liar di ladang masyarakat Desa Panton Luas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis Gangguan Satwa Liar di Ladang Masyarakat

Jenis Gangguan Satwa Liar Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Kerugian Hasil Ladang 26 54%

Mengancam Jiwa 20 42%

Menggangu Ketenangan Bekerja 2 4%

Total 48 100%

Berdasarkan Tabel 4, gangguan satwa liar dengan frekuensi terbesar terdapat pada jenis gangguan mengurangi hasil ladangdengan nilai 54% (n = 26).

Hal ini dipengaruhi karena banyaknya kerugian hasil ladang masyarakat yang terjadi di Desa Panton Luas, sehingga mempengaruhi pola pikir masyarakat bahwa satwa liar merupakan hama di ladang masyarakat. Frekuensi terendah terdapat pada jenis gangguan yaitu menggangu ketenangan bekerja dengan nilai 4% (n = 2).

Karena beberapa masyarakat Desa Panton Luas masih beranggapan bahwa satwa liar di ladang dapat mengancam keselamatan jiwa.

Jenis satwa pengganggu di ladang Masyarakat Desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan mencakup 6 jenis satwa yaitu monyet, babi hutan, ular,

(30)

harimau, kambing hutan dan elang. Setiap responden memilih maksimal 5 jenis satwa liar yang mengganggu di ladang masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Satwa Pengganggu di Ladang

Jenis Satwa Penggangu Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Monyet 47 97,9

Babi Hutan 41 85,4

Ular 25 52

Harimau 18 37,5

Kambing Hutan 19 39,5

Elang 2 4,1

Berdasarkan Tabel 5, jenis satwa monyet merupakan pengganggu diladang dengan frekuensi terbesar dengan nilai 97,9% (n = 47). Karena menurut masyarakat di Desa Panton Luas “satwa yang sering mengganggu diladang masyarakat adalah monyet, satwa tersebut yang menyebabkan kerugian ekonomi tertinggi di desa”.

Keberadaan satwaliar di desa merupakan gangguan bagi masyarakat setempat sebagai akibat pergeseran populasi satwa liar dari dalam hutan dan diduga sebagai akibat kekurangan sumber pakan bagi satwa liar maupun terjadinya pertumbuhan populasi satwa yang telah melebihi daya dukung (Herianto, 2011). Frekuensi terendah terdapat pada elang yaitu dengan nilai persentase 4,1% (n = 2). Hal ini berpengaruh karena sumber pakan satwa jenis elang yang merupakan satwa karnivora sangat sedikit di ladang, elang lebih sering datang ke desa karna sumber pakannya seperti ayam yang merupakan hewan ternak masyarakat berada dipemukiman penduduk. Gangguan yang dilakukan di ladang berupa kerusakan tanaman masyarakat dan buah yang habis dimakan monyet. Jenis tanaman yang diganggu di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan mencakup 7 jenis tanaman. Setiap responden memilih maksimal 5 jenis tanaman yang diganggu di desa, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis Tanaman yang Diganggu Satwa Liar

Jenis Tanaman Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Pala 48 100

Pinang 12 25

Coklat 44 91,6

Kopi 34 70,8

Durian 37 77

Kemiri 1 2,08

Jengkol 3 6,25

(31)

Berdasarkan Tabel 6, jenis tanaman yang diganggu satwa liar dengan frekuensi terbesar terdapat pada tanaman pala dengan nilai 100% (n = 48) karena menurut kepala desa Panton Luas yang mendapat laporan dari masyarakat desa tentang gangguan monyet yang mengambil buah buahan seperti pala, coklat, kopi dan durian. Menurut Kuswanda (2017) potensi konflik dengan satwa liar lainnya yang banyak ditemukan di lahan olahan masyarakat adalah monyet dan babi, keberadaan satwa-satwa tersebut, oleh sebagian masyarakat sudah dianggap hama.

Frekuensi terendah terdapat pada tanaman kemiri dengan nilai 2,08% (n = 1) karena dari hasil pertanian masyarakat Desa Panton Luas untuk jenis tanaman kemiri tidak mengalami penurunan hasil ladang.

Informasi Harimau

Seluruh responden yang mewakili masyarakat di desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan, pernah melihat keberadaan harimau. Data sebaran bentuk keberadaan harimau mencakup 4 jenis yaitu harimau langsung, jejak, kotoran dan cakaran. Setiap responden memilih maksimal 3 bentuk jenis keberadaan harimau, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Bentuk Keberadaan Harimau pada Tahun 2010-2018

Keberadaan Harimau Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Harimau Langsung 40 83,3

Jejak 23 47,9

Kotoran 5 10,41

Cakaran 10 20,8

Berdasarkan Tabel 7, keberadaan harimau dengan frekuensi terbesar terdapat pada harimau langsung dengan nilai 83,3% (n = 40), seluruh masyarakat Desa Panton Luas pernah melihat harimau secara langsung di desa, hal ini terjadi karena harimau memakan salah satu masyarakat Desa Panton Luas saat berada di hutan, sehingga masyarakat desa melakukan penangkapan satwa harimau pada tahun 2011, dan membawanya ke desa untuk diserahkan kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang ada di Aceh. Frekuensi terendah terdapat pada kotoran dengan nilai 10,41% (n = 5). Menurut masyarakat Desa Panton Luas “sejak tahun 2010-2018 harimau pernah masuk ke desa dan ladang masyarakat, jejak, kotoran dan cakaran harimau juga terlihat di ladang masyarakat”.

(32)

Menurut kearifan lokal Desa Panton Luas menganggap keberadaan harimau datang ke desa dan ladang merupakan teguran terhadap masyarakat, karena melanggar norma adat di desa seperti contohnya berzinah. Sebagian masyarakat desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan, mengalami trauma terhadap keberadaan harimau di desa maupun di ladang. Hal ini berpengaruh terhadap tabel 7 yaitu bentuk keberadaan harimau pada kurun waktu tahun 2010-2018. Seringnya masyarakat Panton Luas melihat bentuk keberadaan harimau di desa membuat pola pikir beberapa masyarakat menjadi trauma terhadap keberadaan harimau. Tingkat trauma masyarakat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat Trauma terhadap Keberadaan Harimau

Berdasarkan Gambar 1, tingkat trauma masyarakat terhadap keberadaan harimau dengan frekuensi tertinggi terdapat pada pilihan trauma dengan nilai 79%

(n = 38) dan frekuensi terendah terdapat pada pilihan tidak trauma dengan nilai 21% (n = 10). Masyarakat desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan merasa tidak nyaman terhadap keberadaan harimau yang datang kedesa atau ladang, karena menurut masyarakat keberadaan harimau di desa dapat mengancam jiwa. Hal ini sejalan dengan penelitian Utari (2015) Bahkan harimau semakin sering masuk di seputaran desa, sehingga masyarakat setempat semakin takut bepergian ke kebun dan ke ladang untuk mengurus lahan pertaniannya.

Beberapa kasus yang pernah terjadi, salah satunya ada di Desa Panton Luas yaitu kasus konflik manusiadan harimau, seorang masyarakat menjadi korban jiwa saat berada dihutan yang tidak jauh dari perkampungan Desa Panton Luas, sehingga hal ini berpengaruh terhadap pola pikir dan pandangan masyarakat terhadap keberadaan harimau. Masyarakat pun menjadi trauma terhadap keberadaan harimau di ladang maupun di desa. Data sebaran pilihan masyarakat terhadap keberadaan

(33)

harimau mencakup 2 jenis yaitu ada harimau dan tidak ada harimau, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pilihan Masyarakat terhadap Keberadaan Harimau

Pilihan Terhadap Keberadaan Harimau Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

Ada Harimau 21 44

Tidak Ada Harimau 27 56

Total 48 100

Berdasarkan Tabel 8, pilihan masyarakat terhadap keberadaan harimau dengan frekuensi tertinggi terdapat pada tidak ada harimaudi desa dengan nilai 56%

(n = 27) dan frekuensi terendah terdapat pada ada harimau tapi tidak menggangu dengan nilai 44% (n = 21). Hal ini berpengaruh terhadap tingkat trauma masyarakat, tingkat trauma masyarakat yang lebih tinggi mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap pilihan keberadaan harimau, sehingga masyarakat lebih memilih tidak ada harimau di desa. Karena keberadaan harimau di desa merupakan suatu ancaman jiwa bagi masyarakat Desa Panton Luas. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh terhadap pandangan masyarakat jika melihat keberadaan harimau, sehingga masyarakat yang kurang mengetahui tentang harimau yang merupakan salah satu faktor rantai makanan di hutan dan suatu keseimbangan ekosistem. Sebagian besar masyarakat takut terhadap keberadaan harimau, hanya beberapa masyarakat yang tidak takut terhadap harimau, karena beberapa masyarakat tersebut masih memiliki kepercayaan bahwa harimau merupakan hewan penjaga di hutan maupun di desa Panton Luas.

Metode Pencegahan

Penanggulangan konflik satwa liar dengan manusia perlu dilakukan, agar kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan satwa liar termasuk harimau sumatera dapat berkurang. Berdasarkan kuesioner yang diberikan terhadap masyarakat desa Panton Luas, Tapak Tuan, Aceh Selatan, memperoleh data tentang pandangan masyarakat terhadap adanya informasi yang diterima masyarakat terkait metode pencegahan masuknya harimau ke desa yang diberikan Pemerintah dan LSM dapat dilihat pada Gambar 2.

(34)

Gambar 2. Informasi yang Diterima Masyarakat tentang Metode Pencegahan Masuknya Harimau ke Desa

Berdasarkan Gambar 2, informasi yang diterima masyarakat tentang metode pencegahan masuknya harimau ke desa dengan frekuensi tertinggi terdapat pada tidak mengetahui adanya informasi metode pencegahan masuknya harimau ke desa dengan nilai 54% (n = 26) dan frekuensi terendah terdapat pada mengetahui bahwa ada informasi metode pencegahan masuknya harimau ke desa dengan nilai 46%

(n=22). Masyarakat tidak mengetahui adanya informasi metode pencegahan karena pola pikir beberapa masyarakat yang masih tertutup terhadap pendapat pihak dari luar desa, hal ini diperoleh berdasarkan wawancara yang dilakukan secara mendalam oleh peneliti.

Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap cara pencegahan masuknya harimau ke desa, dapat memicu pada meningkatnya konflik manusia dan harimau, oleh karena itu beberapa instansi pernah melakukan sosialisasi untuk memberikan pengetahuan dalam pencegahan masuknya harimau ke desa. Pihak atau instansi yang diketahui masyarakat pernah melakukan sosialisasi mengenai pencegahan masuknya harimau ke desa dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pihak Pelaksana Sosialisasi Pencegahan

Pihak Pelaksana Sosialisasi Pencegahan Frekuensi (n = 48) Persentase (%)

TNGL 42 87,5

WCS 44 91,6

BKSDA 9 18,7

USAID 9 18,7

Pemerintah 5 10,4

Berdasarkan Tabel 9, pihak pelaksana sosialisasi pencegahan masuknya harimau ke desa dengan frekuensi tertinggi dilakukan oleh WCS (Wildlife Conservation Society) dengan nilai 87,5% (n = 44) dan frekuensi terendah dilakukan oleh Pemerintah yaitu dengan nilai 10,4% (n = 5). Berdasarkan

(35)

wawancara yang dilakukan, masyarakat mengatakan WCS lebih tanggap dalam melaksanakan sosialisasi pencegahan masuknya harimau ke desa dan membantu jika terjadinya konflik harimau dan manusia di Desa Panton Luas, masyarakat menilai justru pemerintah sangat kurang dalam menangani konflik tersebut. Peneliti mendapat pandangan masyarakat tersebut melalui diskusi secara mendalam dengan beberapa penduduk desa yang tidak ingin untuk di sebutkan namanya.

Perilaku masyarakat jika melihat harimau di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, mencakup 5 perilaku yaitu membiarkan, melapor, mengusir, menangkap dan menangkap. Bentuk perilaku masyarakat jika melihat harimau dapat dilihat dalam Tabel 10.

Tabel 10. Perilaku Masyarakat Jika Melihat Harimau

Jika Melihat Harimau Frekuensi Persentase (%)

Melapor 21 44

Membiarkan 21 44

Mengusir 4 8

Menangkap 1 2

Menembak 1 2

Total 48 100

Berdasarkan tabel 10. Perilaku masyarakat jika melihat harimau dengan frekuensi tertinggi terdapat pada pilihan membiarkan dan melapor yaitu dengan nilai 44% (n = 21) dan frekuensi terendah terdapat pada pilihan menangkap dan menembak yaitu dengan nilai 2% (n = 1). Masyarakat memiliki pandangan

“harimau akan menggangu seseorang jika melanggar hukum adat di desa, salah satu pelanggaran hukum adat yang dilakukan oleh masyarakat yaitu berzinah”.

Pandangan masyarakat tersebut merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang masih ada dan berlaku di desa Panton Luas. Masyarakat tidak akan menangkap atau menembak harimau karena masyarakat masih mengganggap harimau merupakan satwa liar yang dilindungi.

Beberapa bentuk upaya pencegahan yang dilakukan masyarakat yaitu melakukan penjagaan terhadap perburuan harimau, melakukan perlindungan terhadap kawasan hutan dan mempersiapkan alat penjagaan jika terjadi konflik.

Tingkat efektifitas upaya pencegahan konflik manusia dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dapat dilihat pada Gambar 3.

(36)

Gambar 3. Tingkat Efektifitas Upaya Pencegahan Harimau

Berdasarkan Gambar 3, efektifitas upaya pencegahan harimau yang dilakukan oleh masyarakat dengan frekuensi tertinggi terdapat pada pilihan belum efektif dengan nilai 60% (n = 29) dan frekuensi terendah terdapat pada pilihan sudah efektif dengan nilai 40% (n = 19). Hal ini berpengaruh terhadap kurangnya sarana dan prasarana untuk upaya pencegahan konflik manusia dan harimau, sehingga upaya pencegahan kurang terlaksana secara optimal.

Frekuensi bantuan penanganan konflik oleh beberapa instansi yang paling cepat membantu di Desa Panton Luas, Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tingkat Frekuensi Bantuan Penanganan Konflik oleh Instansi Berdasarkan Gambar 4, frekuensi bantuan penanganan konflik oleh instansi yang paling cepat membantu dengan frekuensi tertinggi dilakukan oleh LSM dengan nilai 58% (n = 28) dan frekuensi terendah dilakukan oleh pemerintah dengan nilai 42% (n = 20). Karena LSM diketahui masyarakat sering bersosialisasi tentang upaya pencegahan terjadinya konflik manusia harimau di desa. Menurut masyarakat Desa Panton Luas seharusnya pemerintah berperan penting dalam upaya penjagaan dan penanganan harimau, agar masyarakat Panton Luas merasa aman di desa.

(37)

Regresi Linier Sederhana

Hasil pengujian regresi linier berganda antara variabel bebas yaitu variabel umur (X1) dan variabel pendidikan (X2) pada Tabel 2, terhadap variabel terikat yaitu jika melihat harimau (Y) pada Tabel 10, dapat dilihat pada Lampiran 1, maka hasil persamaan regresi linear berganda dalam penelitian adalah :

Y = 5160 – (0.018)X1 – (0.005)X2

Persamaan regresi tersebut adalah apabila persepsi umur (X1) bertambah sebanyak 1 poin maka variabel jika melihat harimau (Y) akan bertambah sebanyak (-0.018), jika persepsi pendidikan (X2) bertambah sebanyak 1 poin maka variabel jika melihat harimau (Y) akan bertambah sebanyak (-0.013). Hal ini mengandung arti bahwa variabel umur (X1) dan variabel pendidikan (X2) tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi hubungan terhadap jika melihat harimau (Y).

a. Uji t

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda yang terdapat pada Lampiran 1, pengaruh hubungan umur (X1) terhadap jika melihat harimau (Y) dengan nilai untuk variabel umur (X1) (-1,625) lebih kecil dibandingkan dengan nilai (2,014) atau sig t untuk variabel umur (X1) dengan nilai (0,111) lebih besar dari alpha (0,05). Dengan Demikian, variabel umur (X1) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel jika melihat harimau (Y).

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda yang terdapat pada Lampiran 1, pengaruh pendidikan (X2) terhadap jika melihat harimau (Y) dengan nilai

untuk variabel umur (X2) (-087) lebih kecil dibandingkan dengan nilai (2.014) atau nilai sig t untuk variabel pendidikan (X2) dengan nilai (0,931) lebih besar dari alpha (0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pendidikan (X2) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap variabel (Y) Jika Melihat Harimau.

b. Uji F

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda yang terdapat pada Lampiran 1, pengaruh umur (X1) dan pendidikan (X2) secara simultan terhadap jika melihat

(38)

lebih kecil dari ftabel 3,200. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh X1 dan X2 secara simultan terhadap Y.

Analisis SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Treath)

Hasil penelitian dapat digambarkan aspek-aspek lingkungan internal yang merupakan kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness), juga aspek-aspek eksternal yang merupakan peluang (oppurtunity) dan ancaman (threats) dalam upaya penanganan konflik satwa liar di Desa Panton Luas. Pada analisis penanganan konflik harimau dan manusia terdapat perhitungan dan faktor pengaruh lainnya yang dalam hal ini ialah pemberian rating dan pemberian bobot. Pada pemberian nilai bobot, rating dan skor merupakan responden yang berada di Desa Panton Luas dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pembobotan oleh Berbagai Pihak pada Faktor Internal

Faktor strategis internal (IFAS) Bobot Rating Skor Kekuatan

1. Memiliki keinginan bersama untuk menghindari konflik harimau dan melakukan penjagaan terhadap perburuan harimau

2. Masyarakat melakukan perlindungan terhadap kawasan hutan

3. Masyarakat mengerti bahwa harimau adalah satwa yang harus dilestarikan

4. Masyarakat memiliki jiwa saling menjaga apabila terjadi konflik

5. Memilki jiwa gotong royong dalam penanganan konflik harimau

0,116

0,099 0,091 0,099 0,099

4

3

3 3 3

0,45

0,33 0,28 0,33 0,33

Total 16 1,73

Kelemahan

1. Perasaan masyarakat yang takut saat bekerja di ladang

2. Kurangnya alat penjagaan dalam penanganan konflik

3. Tidak adanya pos jaga untuk penjagaan dan penanganan konflik harimau

4. Kurangnya pelayanan untuk menghindari korban jiwa apabila sudah terjadi konflik 5. Sinyal di desa yang kurang memadai untuk

menginformasikan bantuan

0,091 0,105 0,097 0,097 0,105

-3 -4 -3 -3 -4

-0,28 -0,37 -0,32 -0,32 -0,37

Total 1 -17 -1,65

Total IFAS S - W= 1,7-1,65 =0,05

(39)

Berdasarkan pada Tabel 11, hasil perhitungan untuk mendapatkan nilai X sebagai sumbu horizontal adalah nilaifaktor strategis internal dalam penanganan konflik manusia dan harimau yaitu nilai total faktor kekuatan (Strenght) dikurangi dengan nilai total faktor kelemahan (Weakness). Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel analisis swot maka didapatkan untuk nilai total kekuatan adalah 1,7 dan nilai total kelemahan adalah 1,65. Maka nilai X sebagai sumbu horizontal adalah 1,7–1,65= 0,05. Dengan demikian nilai sumbu X dalam diagram SWOT adalah sebesar 0,05. Pembobotan oleh berbagai pihak pada faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pembobotan oleh Berbagai Pihak pada Faktor Eksternal

FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL (EFAS) BOBOT RATING SKOR Peluang

1. Masih mempercayai kearifan lokal atau budaya leluhur

2. LSM turut serta dalam sosialisasi danpenanganan konflik

3. Dukungan dan bantuan dari LSM dan pemerintah terhadap penanganan konflik 4. Sebagai tempat penelitian

5. Terbukanya ruang kerjasama antar lembaga dengan masyarakat

0,098 0,101 0,101 0,093 0,098

3 3 3 3 3

0,33 0,35 0,35 0,30 0,33

Total 15 1,66

Ancaman

1. Munculnya harimau yang tidak terduga 2. Kerusakan populasi harimau dapat

menyebabkan ekosistem hutan tidak seimbang 3. Lambatnya bantuan dari pihak Pemerintah

dalam penanganan konflik harimau

4. Jarak lokasi ke desa yang jauh dan rawan longsor

5. Kerusakan hutan yang mengakibatkan berkurangnya tanaman pakan satwa dan turunnya populasi satwa mangsa

0,096 0,104 0,096 0,106 0,106

-3 -4 -3 -4 -4

-0,45 -0,33 -0,28 -0,33 -0,33

Total 1 -18 -1,77

Total EFAS O – T= 1,66-1,77= -0,11

Berdasarkan Tabel 12. Hasil perhitungan untuk nilai sumbu Y sebagai sumbu vertikal adalah nilai faktor strategis eksternal dalam penanganan konflik manusia dan harimau yaitunilai total faktor peluang (Oppurtunities) dikurangi dengan nilai total faktor ancaman (Treath). Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel analisis swot maka didapatkan untuk nilai total Peluang adalah 1,66 dan nilai

(40)

Dengan demikian nilai sumbu Y dalam diagram SWOT adalah sebesar -0,09.

Sehingga dapat digambarkan dalam diagram SWOT pada Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 5. Posisi Strategi Penanganan Konflik Manusia dan Harimau di Desa Panton Luas

Berdasarkan diagram SWOT pada Gambar 6, menunjukan bahwa posisi Penanganan konflik manusia dan harimau di Desa Panton Luas, pada pemetaan analisis lingkungan strategis (lingkungan internal dan eksternal) berada pada kuadran dua (II) atau pada posisi agresif mendukung strategi penanganan konflik manusia dan harimau di Desa Panton Luas yakni strategi ST (Strength – Treath).

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.

Hal ini memberikan indikasi bahwa pengembangan strategi penanganan konflik meskipun menghadapi berbagai ancaman, namun kekuatan dari faktor internal masih dimiliki cukup tinggi dapat digunakan untuk mengatasi dan

(+)

X Y

(-) (+)

(-)

Peluang

Kekuatan Kelemahan

Ancaman

0,05 0,55

-0.11

Gambar

Tabel 1. Matriks SWOT (Rangkuti, 2004)             Internal
Gambar  5.  Posisi  Strategi  Penanganan  Konflik  Manusia  dan  Harimau  di  Desa          Panton Luas
Tabel 13. Diagram Matriks Analisis SWOT Strategi  Penanganan Konflik Manusia    dan Harimau di Desa Panton Luas

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang akan dihasilkan dalam usaha ini adalah makanan ringan berupa dawet yang dibuat dengan memanfaatkan Jagung, yang digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Jagung..

dan perkembangan ini, Cina telah menyiapkan pendirian „Free Trade Areas” (FTA) dengan negara-negara di kawasan Afrika. Nigeria dan Angola adalah dua negara produsen

Perbandingan Unsur Hara Nitrogen dan Fosfor Tanah Terhadap Jenis Keanekaragaman Mangrove di Muara Sungai Gunung Anyar Surabaya dan Bancaran Bangkalan.. Dosen Pembimbing Boedi

302 SJD204 Historiografi Indonesia A SJT309 Sejarah Militer Indonesia A LII304 Analisis Wacana C BUK203 Pengantar Kajian Budaya Urban L-2 PHB102 Pengantar Filsafat dan.

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam proyek CCDP – IFAD adalah faktor pendidikan, pekerjaan sampingan,

Zainoel Abidin (RSUDZA) perlu membuat perencanaan di bidang proteksi kebakaran untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.penilaian dari kelengkapan

Badan Perpustakaan Kearsipan dan Dokumentasi Provinsi Kalimantan Barat, akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk.paket pekerjaan pengadaan Barang dengan rincian