• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

4. Status kesehatan

Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa, dan sosial, memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Aryani, 2013). Maka dari itu, kesehatan merupakan hal yang harus diutamakan terutama bagi para pekerja. Jika pekerja berada dalam kondisi sehat, maka mereka akan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan tempat mereka bekerja.

15

Riwayat penyakit juga memiliki hubungan terhadap kelelahan kerja. Penyakit yang dialami oleh seorang pekerja mungkin saja berasal dari pekerjaannya tersebut dan berasal dari riwayat keturunan. Penyakit yang berasal dari riwayat keturunan memang tidak bisa dihindari seperti penyakit diabetes, jantung koroner, obesitas dan lain-lain. Namun penyakit yang berasal dari jenis pekerjaan bisa dicegah. Penyakit yang berasal dari jenis pekerjaan disebut dengan penyakit akibat kerja. Penyakit ini muncul karena beberapa faktor risiko yaitu, kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang digunakan, proses produksi, cara kerja, limbah serta hasil produksinya (Buchari, 2007).

Jam kerja

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jam kerja yang berlaku adalah 8 jam perhari atau 40 jam selama seminggu. Sedangkan jam kerja untuk lembur, waktu yang dianjurkan adalah 3 jam perhari atau 14 jam selama seminggu (Wijoyo, 2003).

Namun petugas ATC memiliki peraturan jam kerja tersendiri yang mengacu pada aturan yang ditetapkan ICAO yang telah diadaptasi oleh Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP 287 Tahun 2015 menyatakan jumlah jam kerja yang dimaksud adalah jumlah jam kerja dalam satu hari tidak lebih dari 8 jam, dan jumlah jam kerja dalam 1 minggu tidak lebih dari 32 jam. Batas memandu pesawat dalam sehari adalah 6 jam. Menurut Suma’mur (2009), jika jam kerja diperpanjang melebihi aturan yang telah ditetapkan, hanya akan mengakibatkan kelelahan kerja yang berdampak pada penurunan produktivitas kerja dan hasil kerja yang kurang memuaskan.

16

Shift kerja

Menurut Maurits dan Widodo (2008), shift kerja merupakan periode waktu dimana suatu kelompok pekerja dijadwalkan bekerja pada tempat kerja tertentu. Di samping memiliki segi positif yaitu memaksimalkan sumber daya yang ada, shift kerja akan memiliki risiko dan mempengaruhi pekerja pada aspek psikologis berupa stres akibat shift kerja akan menyebabkan kelelahan (fatigue) yang dapat menyebabkan gangguan psikis pada pekerja, seperti ketidakpuasan dan iritasi. Ada dua model shift konvesional yang umum dilakukan:

1. Kontinental Rota: 2-2-3(2)/2-3-2(2)/3-2-2(3) 2. Metropolitan Rota: 2-2-2(2)

Rotasi yang digunakan pada penulisan di atas menunjukkan: pagi-siang-malam (libur).

Arnvig (2006) dalam Serber, dkk. (2010) melakukan kajian literatur untuk mengevaluasi sistem shift kerja pada ATC. Arnvig menyimpulkan bahwa tidak ada satu sistem shift terbaik untuk ATC, karena banyak faktor yang berperan dalam mendesain sistem shift, seperti situasi kerja, organisasi politik, beban kerja, distribusi spasial dan temporal, serta kondisi individu itu sendiri. Banyak tempat menggunakan rapidly rotating schedules yaitu sistem 2-2-1, dimana ATC bekerja dengan sistem 2 hari shift pagi, 2 hari shift sore, dan 1 hari shift tengah malam.

Selama tahun 2010, sebanyak 3.268 personel ATC di Amerika Serikat telah menyelesaikan “NASA ATC Fatigue Factors Survey” secara online. Survei tersebut menyatakan 78% dari survei responden yang telah teridentifikasi menyatakan shift kerja sebagai penyebab kelelahan mereka. 70% dari responden survei yang bekerja shift tengah malam telah menyadari diri mereka akan tertidur saat aktif bekerja (Orasanu, dkk., 2012). Pada penelitian yang dilakukan Handayani (2010) menyatakan

17

adanya hubungan yang bermakna antara lama waktu bekerja dengan kejadian kelelahan kerja, dengan sebanyak 13,2% pekerja yang bekerja shift pagi mengalami kelelahan dengan kategori sangat lelah, sedangkan pekerja pada shift malam pada kategori yang sama memiliki tingkat kelelahan sebanyak 21%.

Pola tidur

Pola tidur adalah bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang relatif menetap, meliputi jadwal mulai tidur dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur, dan kepuasan tidur. Jika pola tidur seseorang berantakan, maka dapat menimbulkan gangguan tidur.

Menurut Serber, dkk. (2010), jenis-jenis gangguan tidur yang digambarkan dalam populasi Air Traffic Controller yaitu insomnia, sleep related breathing disorders (tidur terkait gangguan pernapasan), hypersomnias of central origin not due to a circadian rhythm sleep disorder, sleep related breathing disorder, or other cause of disturbed nocturnal sleep (hypersomnia sentral bukan karena gangguan ritme sirkadian tidur, gangguan pernapasan terkait dengan tidur, atau penyebab lain dari gangguan tidur malam hari), circadian rhythm sleep disorders (gangguan tidur ritme sirkadian), parasomnia, sleep related movement disorders (gangguan gerak yang terkait dengan tidur), dan gangguan tidur lainnya. Gangguan tidur tersebut biasanya disebabkan oleh shift kerja ATC, terutama akibat dari adanya shift malam. Gangguan tidur mengakibatkan penurunan konsentrasi maupun gangguan kesehatan sehingga menyebabkan terjadinya kelelahan pada tubuh seseorang.

Menurut hasil “NASA ATC Fatigue Factors Survey” secara online, rata-rata ATC di Amerika Serikat memperoleh waktu tidur sebanyak 5,8 jam per malam selama

18

seminggu bekerja, dengan 5,4 jam diperoleh sebelum shift pagi dan 3,25 jam yang diperoleh sebelum shift tengah malam (Orasanu, dkk., 2012).

Faktor lingkungan

Menurut Irianto (2014), pekerja sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan, dan harus diatasi oleh pekerja atau karyawan yang bersangkutan. Beban tambahan ini dapat dikelompokkan menjadi 5 faktor yakni: 1. Faktor fisik, misalnya penerangan/pencahayaan yang tidak cukup, suhu,

kelembaban yang tinggi atau rendah, kebisingan, dan sebagainya.

2. Faktor kimia yaitu bahan-bahan kimia yang menimbulkan gangguan kerja, misalnya asap, uap, dan sebagainya.

3. Faktor biologis, yaitu binatang atau hewan penggangu, dan tumbuhan yang menyebabkan pandangan mengganggu, misalnya nyamuk, lumut, taman yang tidak teratur, virus, dan bakteri.

4. Faktor sosial-psikologis, yaitu suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya adanya konflik di tempat kerja, stres kerja, dan sebagainya.

5. Faktor fisiologis, yaitu peralatan kerja yang tidak ergonomis.

Untuk jenis pekerjaan seperti radar controller, faktor lingkungan kerja yang paling diperhatikan adalah stres kerja karena ATC dituntut memiliki konsentrasi serta kewaspadaan yang tinggi agar dapat memandu pesawat dengan baik dan pesawat terhindar dari insiden. Menurut Tarwaka (2014), banyak hal yang dapat menjadi faktor stres kerja, seperti kondisi individu itu sendiri, hubungan sosial, hingga strategi dalam

19

menghadapi stres itu sendiri. Jika stres tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan beberapa efek samping, seperti depresi, gangguan tidur, dan gangguan mental.

2.3. Air Traffic Controller

Pengertian Air Traffic Controller

Air Traffic Controller (ATC) merupakan pemandu atau pengatur lalu lintas udara sejak pesawat tersebut akan terbang hingga sampai pada tujuan. Pilot harus membuat rencana penerbangan yang harus diajukan ke unit ATC sebelum melakukan penerbangan. Rencana penerbangan tersebut meliputi bahan bakar yang dibawa, kemudian alternatif pendaratan atau pendaratan darurat. Dari sinilah pelayanan dari Air Traffic Control dimulai.

Menurut International Virtual Aviation Organisation (2015), unit Air Traffic Control terdiri dari:

1. Aerodrome Control Tower (TWR) merupakan unit pengaturan hanya sebatas jarak

pandang ATC di tower, apabila pesawat diluar jarak pandang ATC maka ruang udara perlu ditingkatkan menjadi APP.

2. Approach Control Unit (APP) merupakan unit pengaturan lalu lintas udara apabila di luar jarak pandang tower ATC.

3. Area Control Centre (ACC) merupakan unit pemantauan ruang udara lapis atas dari mulai ketinggian Fl 245 (Flight Level) sampai dengan Fl 460.

Namun pada Air Traffic Control di bandara internasional tersebut terdapat dua unit kontrol yaitu bagian kontrol tower (tower control) dan bagian kontrol radar (radar control), pada dasarnya unit tersebut memiliki tanggung jawab yang sama terhadap pemantauan pesawat dan keselamatan dalam penerbangan. Namun pengaturan tugas

20

yang berbeda, pada ruang kontrol tower bertugas untuk mengontrol pesawat dalam jarak pandang tower. sedangkan ruang kontrol radar bertugas mengontrol pesawat yang berada di luar jarak pandang tower.

Tujuan pelayanan lalu lintas udara yang diberikan oleh ATC berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil bagian 170 antara lain (Menteri Perhubungan, 2009):

1. Mencegah tabrakan antar pesawat

2. Mencegah tabrakan antar pesawat di area pergerakan rintangan di area tersebut 3. Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara

4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara

5. Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan organisasi yang dipersyaratkan.

2.3.2. Peranan Air Traffic Controller

Peranan ATC yang paling penting adalah dalam hal pemberian pelayanan navigasi, namun di samping itu ATC juga memiliki peran yang tidak kalah pentingnya, baik di udara maupun di darat.

1. Peran ATC di darat

Berikut adalah peran ATC di darat:

a. Peran ATC dalam memberikan informasi dan instruksi kepada pesawat.

Dalam hal ini pilot dan awak pesawat harus mendapatkan informasi yang benar, jelas dan lengkap sepanjang runway dan taxiway sebelum melakukan penerbangan dan pesawat masih berada di bandara.

21

b. Peran ATC dalam menanggulangi jam sibuk di bandara.

Hal ini dilakukan dengan cara mengatur jadwal penerbangan. Jam sibuk bandara berkaitan dengan arus penumpang. Pada saat jam sibuk merupakan saat dimana beban tugas ATC akan terasa, karena mereka diwajibkan memandu suatu penerbangan sejak keberangkatan hingga kedatangan pesawat ke bandara dengan selamat.

c. Peranan ATC dalam pengendalian kebisingan di bandara.

Peran ATC diperlukan dalam strategi pengendalian kebisingan, yaitu melalui penggunaan landasan pacu tertentu, banyak jenis pesawat udara yang tidak begitu dipengaruhi oleh cross wind atau tail wind ketika tinggal landas atau akan mendarat.

2. Peran ATC di udara

Peran ATC di udara lebih mengatur rute-rute penerbangan yang akan dilalui pesawat. Pilot harus mengikuti instruksi ATC, karena semua pesawat yang akan terbang dari take-off hingga landing, dan sampai tempat tujuan selalu dipantau oleh ATC. Informasi yang diberikan kepada pilot sangat membantu dalam penerbangan, misalnya informasi mengenai cuaca maupun bencana alam yang sedang terjadi, sehingga pilot dapat mengambil inisiatif dalam penerbangan untuk menghindari cuaca buruk tersebut.

Dokumen terkait