• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Status Gizi Lansia

2.5.1 Pengertian Status Gizi Lansia

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu

selain itu status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi (Supariasa et al., 2012:18).

Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan tubuh berkat asupan zat gizi melalui makanan dan minuman yang dihubungkan dengan kebutuhan. Status gizi biasanya baik dan cukup, namun karena pola konsumsi yang tidak seimbang maka timbul status gizi buruk dan status gizi lebih (Sutomo et al., 2010: 271). Menurut Sediaoetama dalam Kusumawardhani (2009:14) menyatakan bahwa timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi fisik, baik anatomis maupun fungsional. Selain itu kondisi yang mengganggu kondisi gizi lansia adalah kondisi psikis yang labil dan menjadi sangat sensitif. Kondisi tersebut akan memberikan kesulitan kepada mereka yang mengurusnya. Lansia yang demikian akan rewel mengenai makanan yang disediakan untuknya, bahkan mungkin tidak mau makan karena makanan yang dihidangkan tidak berkenan di hatinya.

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Lansia a. Faktor Langsung

1) Asupan makan

Asupan makan pada lansia tentunya berbeda dengan orang dewasa maupun anak-anak, dimana pada lansia telah mengalami penurunan sistem pencernaan yang mulai berkurang, hal ini berpengaruh juga semakin mudah terkena berbagai penyakit. Gigi yang mulai ompong dan pemakaian gigi palsu akan menyulitkan dalam mengunyah makanan. Air liur menjadi lebih sedikit, sehingga menambah sulit proses mengunyah dan menelan. Banyaknya perubahan pada saluran pencernaan ini menyebabkan timbulnya gangguan gizi pada lansia (Santoso et al., 2009: 64).

2) Penyakit Infeksi/ Degeneratif

Adanya gangguan penyakit infeksi yang diderita lansia pada umumnya terjadi dikarenakan terjadi penurunan sistem endokrin maupun saluran pencernaan. Lansia sangat mudah terkena penyakit degeneratif misalnya, diabetes mellitus dan jantung koroner, dan jika lansia dalam pola

makan tidak terpantau maka besar kemungkinan lansia dapat terkena penyakit tersebut. Hal ini dapat berakibat fatal jika penanganan kurang cepat dan tepat akan berdampak pada status gizinya. Masalah nutrisi pada lansia dipengaruhi oleh fungsi penyerapan yang melemah (adanya daya penyerapan yang terganggu). Apabila hal ini terjadi pada lansia maka akan mempengaruhi status gizinya yang berakibat timbulnya penyakit yang diakibatkan oleh asupan makanan yang terganggu (Nugroho, 2008:51). b. Faktor Tidak Langsung

1) Usia

Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua. Karakteristik usia pada lansia sangat berpengaruh terhadap cara penanganan dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan status gizinya dengan baik (Tamher et al., 2011:7).

2) Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan suatu proses kehidupan dan bentuk interaksi dari individu dengan lingkungannya yang akan mempengaruhi perubahan tingkah lakunya (Supariasa, 2012:48). Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Umumnya lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi masih dapat produktif, mereka banyak memberikan kontribusi yang positif di dalam hidupnya (Tamher et al., 2011:8).

3) Pendapatan

Lansia yang memasuki masa pensiun terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan semakin tidak memadai. Sering munculnya masalah kesehatan, pengeluaran untuk biaya kesehatan merupakan masalah fungsional yang utama. Umur harapan hidup yang meningkat memungkinkan lansia untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah

kesehatan yang ada (Maryam et al., 2008: 43). Menurut Yulmadi (2009) yang dikutip oleh Sulistyawati (2010:17) menyatakan bahwa

pendapatan lansia berasal dari berbagai sumber. Bagi lansia yang dulunya bekerja, maka mendapat penghasilan dari dana pensiun, sedangkan bagi lansia yang sampai saat ini bekerja mendapat penghasilan dari gaji dan upah”.

4) Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia terhadap suatu objek melalui panca indranya (Notoatmodjo, 2010a:27). Semakin banyak pengetahuan seseorang tentang gizi, maka seseorang tersebut akan memperhitungkan pula jenis dan kualitas makanan yang akan dikonsumsinya. Kalangan awam yang tidak memiliki pengetahuan gizi cukup hanya akan memilih makanan yang paling menarik panca indranya dan tidak memilih berdasarkan nilai gizi makannya. Pengetahuan yang dimiliki lansia berpengaruh pada pemilihan serta kesadaran dalam mencukupi kebutuhan makanan sehari-hari serta mengetahui pola makan yang tepat khususnya bagi lansia (Putra, 2013:25).

5) Pekerjaan

Lansia merupakan kelompok penduduk yang secara ekonomi sangat tidak aman bila dibandingkan dengan seseorang yang berusia lebih muda. Adapun kelompok lansia wanita yang pekerjaannya memang tidak pergi bekerja di luar rumah, yang mana pekerjaannya tergolong dalam pekerjaan rumahan (Tamher et al., 2009:7). Banyaknya lansia yang masih bekerja disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang relatif masih besar. Meskipun lansia banyak yang bekerja, namun upah yang mereka terima umumnya kurang dari 300 ribu rupiah per bulan. Hanya 11,6% lansia yang berusia 60- 64 tahun yang menerima upah lebih dari 300 ribu rupiah per bulan, sehingga perlu bantuan dari semua pihak akan nasib lansia tersebut hingga mencapai lansia yang tetap berkualitas dan berguna (Affandi, 2009:99).

2.5.3 Kebutuhan Gizi Lansia a. Energi

Energi yang dibutuhkan oleh lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan oleh orang dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Selain itu, energi juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik (Fatmah, 2010:100). Keseimbangan energi bergantung dari asupan makan dan keluaran energi. Kebutuhan akan energi pada lansia menurun sejalan dengan pertambahan usia karena metabolisme seluruh sel dan kegiatan otot berkurang (Arisman, 2009:110). Kebutuhan energi total lansia laki-laki umur ≥ 60 tahun sebesar 2200 kkal, sedangkan lansia perempuan umur ≥ 60 tahun sebesar 1850 kkal (Proverawati et al., 2011:135).

b. Protein

Beberapa peneliti menemukan bahwa orang yang lebih tua atau semakin tua membutuhkan asupan protein yang lebih besar untuk memelihara keseimbangan nitrogen. Meskipun demikian, hubungan penurunan asupan protein dapat berpengaruh besar pada penurunan fungsi sel, sehingga sering terjadi penurunan massa otot, penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Akibat penurunan fungsi sel seiring bertambahnya usia ialah kemampuan sel untuk mencerna protein jauh lebih menurun dibandingkan bukan lansia, sehingga secara keseluruhan akan terjadi penurunan kebutuhan asupan protein dan hal ini akan terjadi pada semua lansia. Ketidakcukupan asupan protein berkontribusi pada penyusutan otot (sarkopenia), rendahnya status imunitas, dan perlambatan penyembuhan luka (Fatmah, 2010:111). Angka Kecukupan Protein (AKP) berdasarkan Widyakarya Pangan Nasional Pangan dan Gizi 2004, untuk laki-laki usia ≥ 60 tahun sebesar 60 gram dan perempuan umur ≥ 60 tahun sebesar 50 gram (Almatsier, 2009:100).

c. Lemak

Lemak yang terdapat di dalam makanan terdiri dari beberapa jenis asam lemak, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh dibagi menjadi dua, yaitu asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh ganda. Lemak jenuh adalah lemak yang dalam struktur kimianya mengandung

asam lemak jenuh. Asam lemak tak jenuh alami biasanya terdapat dalam minyak lemak cair. Asam lemak tak jenuh melindungi jantung dan pembuluh darah dengan cara menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah (Fatmah, 2010:112). Lemak di dalam hidangan makanan memberikan kecenderungan meningkatkan kolesterol darah. Kolesterol yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi (Jauhari, 2013:131). Kebutuhan lemak yang dianjurkan untuk lansia sebesar 10-15% dari kebutuhan energi (Proverawati

et al., 2011:137). d. Karbohidrat

Seiring dengan bertambahnya usia, gangguan fungsional tubuh pada lansia sangat mempengaruhi aktivitas sel dalam tubuh. Hal ini tentunya akan mempengaruhi sistem pencernaan dan metabolisme pada lansia. Begitu pula gangguan gizi yang umumnya muncul pada lansia dapat berupa kekurangan bahkan kelebihan gizi. Asupan serat dan karbohidrat yang dibutuhkan tubuh berkurang seiring bertambahnya usia. Menurut National Cancer Institute dalam Fatmah (2010:107), lansia direkomendasikan untuk mengonsumsi 55-60% kalori total.

2.6 Penentuan Status Gizi Lansia

Dokumen terkait