• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kotak 6: Infrastruktur untuk Wilayah Dataran Tinggi

1.8. Strategi Bertahap

Berdasarkan analisis di atas, sejumlah rekomendasi yang konkret dapat diberikan. Dalam waktu dekat ini,

• fokuskan pada rehabilitasi dan pemeliharaan infrastruktur yang ada

• buat rencana tata ruang dan rencana induk yang terkoordinasi untuk transportasi, pembangkit tenaga listrik, air dan sanitasi, serta telekomunikasi.

• selesaikan pembagian tanggung jawab di antara berbagai tingkat pemerintahan untuk pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur maupun untuk pelatihan para pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan tersebut.

• tinjau prosedur penetapan dan pelaksanaan biaya yang akan dibayar oleh para pengguna yang mendapatkan manfaat dari infrastruktur. Biaya untuk tenaga listrik, air, sanitasi, dan telekomunikasi paling tidak harus menutupi biaya operasi dan dalam kasus tertentu perlu mencakup seluruh biaya, termasuk biaya modal.

Sumber daya yang dikhususkan untuk pemeliharaan, perencanaan, dan penilaian proyek harus ditingkatkan. Persediaan infrastruktur yang produktif tidak mungkin terus bertambah kecuali sumber daya yang dikhususkan untuk perencanaan dan pemeliharaan benar-benar ditingkatkan. Sumber penghasilan

tetap untuk biaya-biaya usaha bergantung pada sistem yang berfungsi dengan baik untuk memungut biaya dari para pengguna.

Gambaran umum tentang masa depan bisa saja diperkirakan, tetapi bukan mengenai hal-hal yang spesifi k. Tanpa informasi tentang biaya dan manfaat dari proyek-proyek alternatif dan bagaimana kecocokannya dengan rencana induk, mustahil untuk memberikan rekomendasi spesifi k bagi proyek-proyek yang sangat memberi harapan. Meskipun demikian, penguraian bentuk pembangunan infrastruktur secara garis besar dapat dilakukan, karena kemungkinan besar bentuk tersebut akan berkembang.

1.8.1. Transportasi

Pembangunan sistem jalan melibatkan komitmen keuangan yang akan berlangsung selama beberapa dekade. Sebelum memulai kegiatan konstruksi apa pun, koridor jalan dan kesejajaran jalan harus dipastikan. Yang perlu dipertimbangkan bukan hanya konsentrasi penduduk dan kegiatan ekonomi saat ini maupun di masa depan, tetapi juga kondisi tanah, tanjakan, dan kebutuhan pemeliharaan. Jalan yang dibangun dengan cara terbaik sekalipun, pasti membutuhkan pemeliharaan tahunan dan berkala supaya tetap produktif. Biaya satu ruas jalan adalah total pengeluaran sepanjang masa pemakaiannya, untuk perencanaan, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan. Biaya konstruksi hanya bergantung pada rencana konstruksi tahun ini. Tetapi karena biaya pemeliharaan bergantung pada ukuran jaringan jalan raya, biaya tersebut akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya panjang jalan yang dibangun. Penganggaran yang tepat untuk jalan hanya bisa dilakukan apabila biaya pemeliharaan terlebih dahulu diperhitungkan dan apabila konstruksi yang baru hanya dilaksanakan dengan sisa sumber daya. Biaya pemeliharaan akan mengambil porsi anggaran yang lebih besar seiring dengan bertambahnya jaringan jalan raya. Memang ada godaan untuk menggunakan sumber daya untuk jalan yang baru. Namun karena dibangun secara cepat dan murah, pada akhirnya jaringan jalan raya yang dapat digunakan akan lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang dapat dicapai melalui penganggaran yang tepat.

Kotak 7: Perbandingan “Praktek Terbaik” vs. “Praktek Buruk” dalam Kebijakan Pekerjaan Jalan Karena berbagai kebijakan dan praktek pembangunan jalan mendatangkan hasil akhir yang berbeda, meneliti perbedaan-perbedaannya melalui analisis simulasi akan sangat bermanfaat. Pertimbangkan kasus pemerintah kabupaten yang ingin membuka dan mengembangkan suatu wilayah dengan membangun jaringan jalan akses lokal dan mampu mengalokasikan sejumlah dana yang tetap setiap tahun untuk maksud tersebut. Pertanyaan yang menarik adalah: apa hasil akhirnya nanti dalam arti jumlah kilometer jalan yang digunakan dan kondisinya setelah 20 tahun berdasarkan kebijakan yang dapat dipilih. Untuk memperjelas situasinya, kebijakan-kebijakan praktek terbaik dikontraskan dengan metode-metode “praktek buruk” dan diasumsikan bahwa anggaran tahunan yang tersedia untuk pembangunan jaringan baru adalah Rp 10 miliar. Diasumsikan lebih lanjut bahwa dengan mempertimbangkan medan, ketersediaan bahan dan volume lalu lintas (10 – 30 kendaraan/hari) dapat dibenarkan pembuatan konstruksi jalan batu kerikil jalur tunggal dengan biaya sekitar Rp 1 miliar/km. Dengan demikian, tidak mustahil untuk membangun jalan sepanjang 10 km selama tahun pertama program berdasarkan kedua skenario tersebut.

Skenario 1. Skenario ini didasarkan atas hal berikut ini: desain dan kesejajaran telah dipilih dengan cermat sambil mempertimbangkan jenis medan serta kondisi tanah; mutu konstruksi mengikuti standar praktek terbaik; dan alokasi pemeliharaan rutin dan berkala memadai dan dilakukan secara profesional. Berdasarkan skenario ini, jalan yang dibangun setiap tahun mendapat pemeliharaan berkala dengan selang 6 tahun dan mencapai usia pemakaian 20 tahun sebelum akhirnya memerlukan konstruksi-ulang. Mengingat kendala anggaran dan komitmen untuk melakukan pemeliharaan yang tepat, maka berdasarkan skenario ini, mulai dari tahun ke-2 dan selama tahun-tahun berikutnya, jumlah kilometer yang dapat dibangun akan berkurang secara bertahap sampai hanya 1 km pada akhir periode 20 tahun tersebut. Pada saat itu, kira-kira 102 km telah dibangun dan kondisinya dijaga dalam kondisi yang baik.

Skenario 2. Skenario ini dicirikan dengan desain dan pilihan kesejajaran yang buruk dan mutu konstruksi serta praktek pemeliharaan yang buruk. Bentuk pemeliharaan adalah intervensi di luar rencana untuk menghadapi keadaan darurat seperti tanah longsor dan lumpur longsor yang membanjiri ruas jalan; kerusakan jembatan dan jalan aspal; serta pengikisan alas jalan oleh aliran air deras yang membutuhkan rehabilitasi darurat untuk menjaga agar jalan tetap terbuka. Perangkat kebijakan dan praktek ini membutuhkan intervensi darurat pada tahun ke-4 sampai ke-7 dan mempersingkat usia pemakaian jalan menjadi 7 tahun dengan akibat bahwa pada tahun ke-8 jalan tersebut perlu dikonstruksi-ulang dengan biaya sekitar 85% dari biaya konstruksi semula. Berdasarkan anggaran yang tersedia, selama tiga tahun pertama ada kemungkinan untuk membangun sepanjang 10 km setiap tahun. Akan tetapi, mulai dari tahun ke-4 biaya pemeliharaan darurat sebesar Rp 40 juta mulai menggerogoti anggaran konstruksi tahunan dan jumlah kilometer yang dapat dibangun merosot menjadi 7,6 km pada tahun ke-7. Pada saat itu, total kilometer yang telah dibangun adalah 64 km dan sejak saat itu dan seterusnya, hampir seluruh anggaran dibutuhkan setiap tahun untuk mengonstruksi ulang jalan yang usia pemakaiannya telah berakhir. Jaringan jalan raya yang dapat digunakan akan tetap sepanjang 64 km dalam periode 7 tahun selanjutnya, tetapi kondisinya akan sangat buruk hampir setiap saat dengan biaya operasi kendaraan yang sangat jelas lebih tinggi daripada yang terdapat pada skenario 1.

Penyusunan rencana transportasi perlu berfokus pada moda transportasi ganda. Jalan yang dilalui kendaraan-kendaraan berat hanyalah salah satu dari antara beberapa moda transportasi yang penting. Di Papua dan Papua Barat, sebagian besar beban transportasi akan terus ditanggung secara paling ekonomis oleh moda transportasi lain, yaitu moda transportasi air dan udara, serta kendaraan ringan. Sekalipun suatu ruas jalan tersedia secara cuma-cuma untuk truk, angkutan orang dan barang melalui laut antara Jayapura dan Manokwari masih lebih kompetitif. Di sepanjang pantai dan di pedalaman tempat sungai-sungai dapat dilayari, transportasi air kemungkinan besar akan menjadi moda transportasi yang dominan bukan saja untuk jangka pendek tetapi juga untuk jangka panjang di masa depan. Wilayah dataran tinggi akan terus bergantung pada transportasi udara selama bertahun-tahun.

Di dataran tinggi, transportasi udara dan jalan dengan beban angkut yang ringan layak mendapat perhatian. Sekalipun beberapa jalan mengarah ke pedalaman dari pantai, pada awalnya jalan tersebut hanya akan mencapai beberapa tempat di pedalaman. Banyak desa yang jauh dan terpencil akan bergantung pada landasan terbang sebagai alternatif di samping berjalan kaki. Di dataran tinggi, penyempurnaan bandara – perluasan, peralatan pengontrol pesawat, serta pelebaran landasan pacu – perlu menjadi fokus dalam penyusunan rencana transportasi. Juga, kemungkinan besar, jalan setapak untuk kendaraan ringan, khususnya sepeda motor, akan jauh lebih mudah dan murah dibangun dan dipelihara daripada jalan dengan beban angkut yang berat. Jalan dengan beban angkut yang ringan demikian tentu juga membutuhkan jembatan dan permukaan yang bisa dilewati pada semua musim, tetapi ringannya bobot kendaraan yang melewatinya dan sempitnya ukuran jalan setapak tersebut akan membuatnya jauh lebih mudah dan lebih murah dibangun. Sepeda motor bisa diadaptasikan untuk mendukung pergerakan barang dan penumpang. Tentu saja, jalan dengan beban angkut yang ringan bukannya tidak membutuhkan perencanaan sebaik jalan dengan beban angkut yang berat dalam hal pemilihan koridor jalan maupun lokasi rute di dalam koridor-koridor. Sebenarnya, kemungkinan besar banyak jalan dengan beban angkut yang ringan pada akhirnya akan diperbesar dan diperkuat untuk mendukung lalu lintas dengan kendaraan berat.

Penyusunan rencana transportasi multimoda dibutuhkan untuk menghindari duplikasi dan transisi yang mahal antara berbagai moda. Transportasi multimoda – dengan komponen-komponen pentingnya seperti jalan dengan beban angkut yang berat dan ringan, laut, sungai, dan udara – membutuhkan perencanaan yang cermat. Duplikasi moda yang mahal penting untuk dihindari: bila transportasi sungai efektif, pengembangan perlu difokuskan pada peningkatan pelabuhan sungai dan barangkali kanal daripada menduplikasi layanan dengan membangun jalan. Titik-titik perpindahan antara moda transportasi – tempat orang dan barang pindah dari transportasi sungai ke transportasi laut atau ke transportasi jalan atau ke transportasi udara atau ke transportasi jalan dengan beban angkut yang ringan – perlu dipermudah penggunaannya dengan biaya yang rendah.

Dokumen terkait