• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.2. Teori tentang Stres Kerja

II.2.4. Strategi dan Manajemen Stres

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa ada dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui hal yang tidak boleh dilakukan dan hal yang harus dicoba. Sebagian para karyawan yang stres ditempat kerja dikarenakan persaingan, dan sering melampiaskannya dengan bekerja lebih keras dan berlebihan. Ini bukanlah cara efektif dan bahkan tidak menghasilkan dalam memecahkan penyebab dari stres, sebaliknya akan menambah masalah lebih jauh lagi. Sebelum masuk ke cara-cara

yang lebih spesifik dalam mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa

pedoman umum untuk memacu perubahan dan penanggulangan.

Karyawan harus mampu memahami prinsip dasar yang menjadi bagian terpenting dalam merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama berkaitan dengan penyebab stress dilingkungan kerja. Stres yang disebabkan oleh lingkungan kerja seperti ketidakmampuan karyawan bekerja dengan baik, kesalahpahaman antara atasan atau bawahan, atau tidak adanya keterampilan (keterampilan manajemen) sehingga karyawan tidak menyukai orang lain atau patner kerjanya.

Suprihanto dkk (2003) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemem mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan.

Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak karyawan untuk melakukan tugas lebih baik. Pada tingkat stres tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya produktivitas kerja atau kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh karyawan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individual dan pendekatan organisasional.

1. Pendekatan Individual

Karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif dapat mengurangi stres yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stress yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah berkumpul dengan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2. Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Strategi yang dapat digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawan adalah melalui seleksi, penempatan, penetapan tujuan dan redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif serta komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan kondisi fisik dan mental.

Margiati (1999) menyatakan bahwa secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial:

1. Strategi Penanganan Individual

Strategi ini dapat dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: a) Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya istirahat terlebih dahulu. Cara istirahat ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ruangan istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudlu bagi orang Islam, dan sebagainya. b) Melakukan relaksasi dan

meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan dirumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks kedalam perusahaan dimana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu. c) Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya.

2. Strategi-strategi Penangangan Organisasional.

Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol tekanan pada tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurani stress kerja untuk pekerja individual. Manajemen stress melalui organisasi dapat dilakukan dengan:

a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi yang besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan

struktural mungkin menciptakan iklim yang lebih mendukung bagi karyawan, memberikan karyawan lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan karyawan, dan mungkin mencegah atau mengurani stres kerja mereka.

b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaan (seperti tanggung jawab, pengakuan dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.

c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional. Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekanan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stres ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang ambigious dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang dari masing-masing pengirim pesan. Catatan ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.

d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling. Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui kepentingan dalam perencanaan karir dan pengembangan pekerja mereka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan strategi karir sendiri.

3. Strategi Dukungan Sosial.

Mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain.

Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa dalam mendeteksi penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis:

1. Pola sehat

Pola sehat adalah kemampuan mengelola perilaku dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Karyawan yang tergolong kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang menekan, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak.

2. Pola harmonis

Pola harmonis adalah kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu

secara teratur. Individu tersebut selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisn dan keseimbangan antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga terhadap keharmonisan antara dirinya dan lingkungan.

3. Pola patologis

Pola patologis adalah pola mengadapi stres dengan berdampak pada berbagai gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai masalah-masalah yang buruk.

Menghadapi stres kerja dengan cara sehat atau harmonis, tentu banyak hal yang dapat dikaji, dapat dilakukan dengan tiga strategi yaitu, (a) memperkecil dan mengendalikan sumber-sumber stres kerja, (b) menetralkan dampak yang ditimbulkan oleh stres kerja, dan (c) meningkatkan daya tahan pribadi.

Pada strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi sumber- sumber stres kerja, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil tindakan yang dipandang paling cepat, mengambil tindakan yang lebih positif. Strategi kedua, dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri.

Karyawan dapat membentuk mekanisme pertahanan diri dengan berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah kepada orang lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan emosi secara sadar, dan mendapatkan dukungan sosial dengan lebih memahami diri, memahami orang lain, mengembangkan keterampilan pribadi, berolahraga secara teratur, beribadah, pola-pola kerja yang teratur dan disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik.

Dokumen terkait