LANDASAN TEORETIS
D. Maklumat Seputar Al-Qur’an
2. Strategi Metode Pembelajaran Al-Qur’an
Metode pembelajaran al-Qur‟an yang berkembang sampai saat ini di Indonesia sangat banyak coraknya. Secara garis besar ada tiga metode yang sangat populer di tengah masyarakat yaitu, metode Baghdadiyah, metode Qirâ‟atîy dan metode Iqrâ‟.
a) Metode Baghdadiyah
Metode baghdadiyah sangat populer di Indonesia. Metode ini disebut dengan istilah metode „Eja‟, dalam membaca al-Qur‟an, yaitu menyebut nama huruf dan harakat (tanda baca) dalam proses pembelajaran membaca al-Qur‟an. Metode ini sesuai namanya konon berasal dari Baghdad di masa pemerintahan khalifah Bani Abbasiyah, namun sampai saat ini belum ada buku sejarah yang pasti tentang metode ini.
Beberapa kelebihan Metode Baghdadiyah antara lain: 1) Bahan/materi pelajaran disusun secara sekuensif.
2) 30 huruf abjad hampir selalu ditampilkan pada setiap langkah secara utuh sebagai tema sentral.
3) Pola bunyi dan susunan huruf (wazan) disusun secara rapi.
4) Ketrampilan mengeja yang dikembangkan merupakan daya tarik tersendiri.
5) Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah.94 Beberapa kekurangan metode Baghdadiah antara lain:
1) Qâidah Baghdadiyah yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami beberapa modifikasi kecil.
2) Penyajian materi terkesan menjemukan
3) Penampilan beberapa huruf yang mirip dapat menyulitkan pengalaman siswa
4) Memerlukan waktu lama untuk mampu membaca al-Qur‟an95
Beberapa kalangan menyebutkan, walaupun metode Baghdadiyah memiliki kekurangan, namun metode ini telah berkembang pesat dan sulit untuk diabaikan, karena perjalanan sejarahnya, mengantar umat Islam Indonesia menjadi bangsa yang bisa membaca al-Qur‟an, sehingga metode ini memiliki kesan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia, walaupun terdapat beberapa masalah dikemudian hari, baik pada aspek materi maupun praktik serta otentifikasi metode.
Adapun beberapa masalah dari kelemahannya yang timbul saat ini adalah metode tersebut konon tidak memiliki asal usul baik nama pengarang maupun sumber rujukan dan standar bacaan, serta tidak ada kelembagaan yang merekomendasikan secara tertulis. Oleh karena itu metode ini memerlukan kajian komprehensif dan pengembangan secara komprehensif, agar memenuhi standar dalam pedoman pembelajaran
94
Fitri Insani, Metode-metode baca tulis Al-Qur‟an di Indonesia”, dikutip dari https://fitriinsani.wordpress.com/2009/12/12/metode-metode-baca-tulis-al-quran-di-indonesia/ pada hari kamis 2 januari 2020 jam 13.40 WIB.
membaca al-Qur‟an, baik secara teoretik maupun praktik jika akan dipergunakan secara resmi sebagai buku daras.
b) Metode Qirâ‟atîy
Metode Qirâ‟atîy ditemukan KH. Dachlan Salim Zarkasyi (w. 2001 M) dari Semarang, Jawa Tengah. Namun secara resmi diterbitkan tahun 1986. Menurut al-islam.sch.id tentang Metode Qirâ‟atîy disusun oleh H. Dachlan Salim Zarkasyi dan diterbitkan secara resmi pada tahun 1986 di Semarang. Qiroati diterbitkan oleh Yayasan Pendidikan Al-Qur‟an Raudlatul Mujawwidîn Semarang. Dalam sampul bukunya diberi judul “Metode praktis Belajar Membaca Al-Qur‟an”.96
Metode yang disebarkan sejak awal 1970-an, ini memungkinkan anak-anak mempelajari al-Qur‟an secara cepat dan mudah. Kyai Dachlan yang mulai mengajar Qur‟an pada 1963 M, merasa metode baca al-Qur‟an yang ada belum memadai. Misalnya metode Qâ‟idah Baghdadiyah dari Baghdad Irak, yang dianggap metode tertua, terlalu mengandalkan hafalandan tidak mengenalkan cara baca tartil (jelas dan tepat, red.) KH. Dachlan kemudian menerbitkan enam jilid buku Pelajaran Membaca al-Qur‟an untuk TK al-al-Qur‟an untuk anak usia 4 s/d 6 tahun pada l Juli 1986. Usai merampungkan penyusunannya, KH. Dachlan berwasiat, supaya tidak sembarang orang mengajarkan metode Qirâ‟atîy. Tapi semua orang boleh diajar dengan metode Qirâ‟atîy. Dalam perkembangannya, sasaran metode Qirâ‟atîy kiandiperluas. Kini ada Qirâ‟atîy untuk anak usia 4-6
96 Lihathttp://www.al-islam.sch.id/2013/04/metode-belajar-membaca-al-quran.html,Diunduh pada hari kamis 2 januari 2020 jam 13.40 WIB.
tahun, untuk 6 s/d 12 tahun, dan untuk mahasiswa.97 Kelebihan metode Qirâ‟atîy diantaranya:
1) Praktis, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh peserta didik.
2) Peserta didik aktif dalam belajar membaca, guru hanya menjelaskan pokok pembelajaran dan memberi contoh bacaan.
3) Peserta didik tidak merasa terbebani, materi diberikan secara bertahap, dari kata-kata yang mudah dan sederhana.
4) Efektif sekali baca langsung fasih dan tartil dengan ilmu tajwidnya. 5) Peserta didik menguasai bacaan-bacaan ghorib dalam Al-Qur‟an secara
baik.
6) Peserta didik menguasai ilmu tajwid dengan praktis dan mudah. 7) Dalam waktu relatif tidak lama peserta didik mampu membaca
al-Qur‟an dengan fasih, tartil, menguasai bacaanbacaan ghârib dan ilmu tajwid.
Sedangkan kekurangan metode Qirâ‟atîy diantaranya: 1) Anak tidak bisa membaca dengan mengeja.
2) Anak kurang menguasai huruf hijaiyah secara urut dan lengkap. 3) Bagi anak yang tidak aktif akan semakin tertinggal.98
Dalam perjalananya metode Qirâ‟atîy berkembang sangat pesat, hingga ke seluruh tanah air, namun perkembangannya itu terkendala
97
Ibid.
98Fahrizal, Kelebihan dan Kekurangan Metode Qirâ‟atîy, Dikutip darihttp://www.jejakpendidikan.com/2017/12/kelebihan-dan-kekurangan-metode-qiroati.html pada hari kamis 2 januari 2020 jam 13.40 WIB.
dengan adanya himbauan untuk tidak mengajarkannya jika belum mendapatkan Ijazah (Musyahadah) dan mengikuti training dan pelatihan sebagai Tutor Qirâ‟atîy, sehingga hanya pihak-pihak tertentu saja yang bisa belajar membaca al-Qur‟an metode tersebut. Disatu sisi memiliki maksud untuk menjaga agar tidak sembarang orangmengajarkan metode tersebut. Namun disisi lain akses belajar menjadi terkendala karena kalangan terbatas saja.
c) Metode Iqrâ‟
Metode Iqrâ‟ disusun oleh Bapak As‟ad Humam dari Kotagede Yogyakarta dan dikembangkan oleh AMM (Angkatan Muda Masjid dan Musholla) Yogyakarta dengan membuka TK Qur‟an dan TP Al-Qur‟an. Metode Iqrâ‟ semakin berkembang dan menyebarmerata di Indonesia setelah munas DPP BKPMI di Surabaya yang menjadikan TK Al-Qur‟an dan metode Iqrâ‟ sebagai program utama perjuangannya. Metode Iqro terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang memikat perhatian anak TK Al-Qur‟an. Menurut penulis buku Iqra, As‟ad Humam mengatakan, 10 sifat buku Iqra: 1). Bacaan langsung. 2). CBSA (Cara Belajar Santri Aktif). 3). Privat/Klasikal. 4). Modul. 5). Asistensi. 6). Praktis. 7). Sistematis. 8). Variatif. 9). Komunikatif. 10). Fleksibe.99
Adapun kelebihan dan kekurangan metode Iqrâ‟ yaitu:
1) Menggunakan metode CBSA, jadi bukan guru yang aktif melainkan santri yang dituntut aktif.
99 As‟ad Humam, Buku Iqrâ; Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Team Tadarrus AMM, 2000), hlm. 2-3.
2) Dalam penerapannya menggunakan klasikal (membaca secara bersama) privat, maupun cara eksistensi (santri yang lebih tinggi jilid-nya dapat menyimak bacaan temannya yang berjilid rendah). 3) Komunikatif artinya jika santri mampu membaca dengan baik dan
benar guru dapat memberikan sanjungan, perhatian dan penghargaan.
4) Bila ada santri yang sama tingkat pelajaran-nya, boleh dengan sistem tadarrus, secara bergilir membaca sekitar dua baris sedang lainnya menyimak.
5) Bukunya mudah di dapat di toko-toko. Sedangkan kekurangannya diantaranya:
a) Bacaan-bacaan tajwid tak dikenalkan sejak dini b) Tak ada media belajar
c) Tak dianjurkan menggunakan irama murottal.100
Berdasarkan uraian tersebut dapat dianalisis bahwa, metode Iqrâ‟ hampir memiliki kesamaan dalam tehnis mengurai bacaan yaitu dengan tehnik bacaan langsung, tanpa eja dengan metode Qirâ‟atîy. Namun terdapat ciri khas antara keduanya, buku metode Iqrâ‟ sangat mudah di dapat, sedangkan Qirâ‟atîy tidak sembarangan orang dapat memilikinya. Pada buku Iqrâ‟ hampir diseluruh toko buku di Indonesia menjualnya. Sejak populernya metode ini tahun 1990, buku Iqrâ‟ sangat mudahdidapat.
100Miftahul Jannah, Metode Iqrâ‟, dikutip dari https://miftahuljannah122. wordpress. com/2012/12/15/metode-iqro/, pada hari kamis 2 januari 2020 jam 13.40 WIB.
Selain harganya sangat terjangkau, buku ini dapat diajarkan oleh siapapun dan dapat belajar mandiri. Hal itu ditunjukkan dengan tidak adanya larangan untuk mengajarkannya bagi yang belum memiliki Ijazah (Musyahadah) pada metode Iqrâ‟. Dengan kelonggaran yang ada pada buku Iqrâ‟ membuat metode ini berkembang semakin tak terkendali, bahkan nyaris tak terkontrol. Oleh karena itu perlunya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten, terutama bagi pendidik, agar kualitas bacaan memenuhi syarat dan rukunnya.