• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN

6.4 Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis

Ikan Pelagis

Untuk mengarahkan pengembangan usaha perikanan pelagis digunakan analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT= Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), yaitu analisis alternatif yang digunakan untuk mengindentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan suatu kebijakan pengembangan. Analisis SWOT merupakan penelitian tentang hubungan atau interaksi unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan terhadap unsur-unsur eksternal, yaitu peluang dan ancaman. Kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang disusun, hendaknya didasari atau mempertimbangkan empat aspek/dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek biologi, aspek teknis, aspek sosial, aspek ekonomi dan keramahan lingkungan. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini analisis kebijakan yang didasarkan atas faktor-faktor eksternal dan internal dilakukan dengan mempertimbangkan keempat aspek tersebut di atas.

Tabel 36. Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan pelagis

Kode Identifikasi SWOT Skor Kemungkinan Pengembangan

Kekuatan (Strengths)

S1 Potensi sumberdaya perikanan

tangkap cukup tersedia 3

Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis secara rasional

S2 Sumberdaya nelayan cukup

tersedia 3

Peningkatan kualitas sumberdaya nelayan secara optimal

S3

Adanya dukungan pemerintah daerah dalam sub sektor perikanan tangkap

2

Inventarisasi kapal perikanan dan proyek pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan

Kelemahan (Weaknesses)

W1 Masih beroperasi di dekat pantai 5 Penyediaan armada penangkapan dijalur 2

W2 Mutu hasil tangkapan rendah 3

Bimbingan atau pembinaan penanganan dan pengolahan hasil perikanan

W3 Terbatasnya modal usaha 4 Membantu pemberian modal

usaha W4 Sarana dan prasarana perikanan

minim 4

Memperbaiki dan melengkapi sarana dan prasarana

W5

Rendahnya tingkat pendidikan nelayan dan manajemen usaha yang lemah

3 Peningkatan kualitas nelayan dengan pelatihan /penyuluhan

Peluang (Opportunities)

O1 Akses ke kota Palembang cukup

lancar 4 Peningkatan produksi perikanan

O2 Harga ikan pelagis meningkat 3 Peningkatan produksi perikanan ikan pelagis

O3 Peningkatan permintaan pasar 3 Identifikasi permintaan pasar

Ancaman (Threats)

T1 Keamanan di laut akibat

perampokan 3 Peningkatan keamanan di laut

T2 Nelayan skala sedang-besar masuk perairan pantai (IUUFishing) 4

Pembatasan jumlah kapal dan hasil tangkapan

T3 Harga BBM tinggi 3 Penggunaan alat tangkap yang

hemat bahan bakar

Strategi pengembangan perikanan pelagis yang didasarkan pada potensi yang dimiliki Sungsang (Strategi SO) diarahkan pada optimalisasi usaha perikanan pelagis (Tabel 37). Strategi ST diarahkan pada pengembangan usaha perikanan pelagis di jalur 2 (6 – 12 mil) (Tabel 37). Strategi WO adalah

peluang pengembangan yang harus ada intervensi dari luar untuk pelaksanaannya. Strategi tersebut adalah peningkatan manajemen usaha perikanan pelagis dan pembenahan fasilitas sarana dan prasarana perikanan (Tabel 37). Strategi WT adalah pengembangan untuk mengatasi kekurangan- kekurangan yang dimiliki oleh Sungsang dan ancaman yang dapat ditimbulkannya. Strateginya yaitu peningkatan skala usaha armada penangkapan ikan pelagis (Tabel 37).

Tabel 37. Analisis keterkaitan antar unsur SWOT

No Unsur

SWOT Keterkaitan Jumlah

Strategi SO

1. SO3 Optimalisasi usaha perikanan pelagis

S1, S2, S3, O1, O2, O3 22

Strategi ST

2. ST2

Pengembangan usaha perikanan pelagis di jalur 2 (6 - 12 mil)

S1, S2, S3, T1, T2, T3

19

Strategi WO

3. WO3

Peningkatan manajemen usaha perikanan pelagis

W2, W3, W5, O2, O3

16

4. WO1

Pembenahan fasilitas sarana dan prasarana perikanan

W4, O1, O3

11

Strategi WT

5. WT1

Peningkatan skala usaha armada penangkapan ikan pelagis W1, T1, T2, T3

7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin

Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut dan bagan tancap. Ketiga alat tangkap ini dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan. Sehingga didapat alat tangkap pilihan yang terbaik untuk perikanan pelagis.

7.1.1 Analisis aspek biologi

Berdasarkan analisis aspek biologi (Tabel 16) dengan kriteria penilaian lama waktu musim penangkapan ikan pelagis, maka dapat dilihat bahwa jaring insang hanyut, rawai hanyut dan bagan tancap memiliki musim pelagis optimum yang hampir sama lamanya. Pada unit penangkapan ikan kembung, tembang dan tongkol rawai hanyut, jaring insang hanyut dan bagan tancap memiliki musim penangkapan yang hampir sama sepanjang tahun. Oleh karena itu operasional dari ketiga alat tangkap ini melakukan penangkapan pada saat hasil tangkapan maksimal agar keuntungan yang didapat juga maksimal.

Berdasarkan komposisi target spesies dan ukuran hasil tangkapan yang dilihat dari ukuran panjang tubuh ikan pelagis, maka rawai hanyut lebih baik dari jaring insang hanyut dan bagan tancap. Hal ini karena alat tangkap rawai hanyut menggunakan umpan yang mengakibatkan ikan pelagis lebih tertarik. Hal ini lebih diperkuat oleh pendapat Sadhori (1985) mengatakan umpan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam usaha penangkapan baik masalah jenis umpan, sifat umpan maupun cara ikan memakan umpan.

Berdasarkan ukuran hasil tangkapan target spesies yang didapat dari hasil wawancara, ukuran dominan yang ditangkap dari ketiga alat tangkap yaitu ikan kembung berukuran 20 - 24 cm, ikan tembang 13 - 19 cm dan ikan tongkol 15 - 22 cm. Menurut Rosa dan Laevastu (1959) ukuran panjang ikan tembang dewasa di perairan India antara 8 - 18 cm, di perairan Philipina antara 7 - 14 cm, dan di perairan Indo Pasifik 11 - 12 cm serta Selat Madura, panjang ikan tembang yang tertangkap berkisar antara 14 - 20,5 cm dengan ukuran

panjang pertama matang gonad 16,3 cm (betina) dan 15,5 cm (jantan), kembung ukuran panjang matang gonad sekitar 22 – 24 cm dan tongkol ukuran panjang matang gonadnya sekitar 28 – 30 cm (Yusfiandayani 2004). Secara umum ikan pelagis yang ditangkap telah mengalami dewasa kelamin dan mampu bereproduksi dan pada ukuran tersebut berada pada tingkat kedewasaan secara seksual sehingga memberikan peluang bagi ikan pelagis untuk bereproduksi terlebih dahulu sebelum ditangkap. Secara keseluruhan hasil dari penilaian aspek biologi yang kemudian distandarisasi dengan fungsi nilai, maka diperoleh hasil bahwa alat tangkap rawai hanyut lebih baik dibandingkan jaring hanyut dan bagan tancap.

7.1.2 Analisis aspek teknis

Berdasarkan analisis aspek teknis (Tabel 17), rawai hanyut lebih baik dari jaring insang hanyut dan bagan tancap. Setelah dilakukan standarisasi kepada ketiga alat tangkap ini rawai hanyut menempati prioritas pertama untuk kategori produksi per tahun, produksi per trip dan produksi per tenaga kerja. Jika dilihat pada aspek biologi maka dari ukuran hasil tangkapan dan komposisi ikan pelagis yang tertangkap terlihat bahwa rawai hanyut memiliki ukuran panjang ikan dan komposisi ikan pelagis yang lebih baik dari jaring insang hanyut dan bagan tancap. Hal ini menurut hasil wawancara dengan nelayan rawai hanyut dikarenakan daerah penangkapan pelagis yang jauh dari daerah biasa jaring insang hanyut dan bagan tancap beroperasi atau daerah padat tangkap. Operasi rawai hanyut dilakukan selama 3 hari dengan setting sebanyak 6 – 9 kali, dibandingkan dengan jaring insang hanyut yang hanya melakukan penangkapan pada daerah dekat pantai dengan setting 1 kali dalam 1 trip. Penggunaan umpan pada rawai hanyut yang menyebabkan ikan pelagis tertarik untuk memakan umpan pada pancing rawai dan produksi per tahun dari rawai hanyut lebih besar dari jaring insang hanyut dan bagan tancap sebesar 48000 kg per tahunnya sehingga rawai hanyut lebih unggul dari jaring insang hanyut dan bagan tancap dan beroperasi pada saat musim puncak yaitu selama 9 bulan.

7.1.3 Analisis aspek sosial

Berdasarkan aspek sosial (Tabel 18), semua alat memiliki sistem bagi hasil yang sama, yaitu untuk nelayan pemilik kapal 50 % dan untuk nelayan ABK 50 % dari total pendapatan setelah dikurangi dengan total biaya produksi. Pada umumnya juru mudi dari alat tangkap rawai hanyut, jaring insang hanyut dan bagan tancap ini memiliki kapal sendiri, jadi secara langsung hasil dari 50 % diperoleh oleh juru mudinya. Walaupun rawai hanyut lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan jaring insang hanyut dan bagan tancap, tetapi penghasilan rawai hanyut yang tinggi mampu melebihi penghasilan jaring insang hanyut dan bagan tancap. Seperti yang sudah dibahas pada aspek biologi dan teknis, ternyata rawai hanyut memiliki jumlah produksi yang melebihi dari jaring insang hanyut dan bagan tancap, sehingga pendapatan rawai hanyut mampu melebihi pendapatan dari jaring insang hanyut dan bagan tancap. Sementara itu tingkat penguasaan teknologi dari hasil wawancara didapat nilai yang berimbang atau hampir sama antara rawai hanyut, jaring insang hanyut dan bagan tancap karena nelayan sudah beberapa tahun menggunakan alat tangkap dan tidak ada kesulitan yang berarti. Perawatan pada alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan tancap cukup sulit sehingga dengan adanya rawai hanyut ini mendorong nelayan untuk beralih ke rawai hanyut. Jadi berdasarkan hasil dari standarisasi aspek sosial didapat bahwa rawai hanyut lebih baik daripada jaring insang hanyut dan bagan tancap.

7.1.4 Analisis aspek ekonomi

Berdasarkan analisis aspek ekonomi (Tabel 19), maka dapat dilihat bahwa rawai hanyut lebih baik daripada jaring insang hanyut dan bagan tancap. Seperti yang telah dianalisis pada beberapa aspek sebelumnya bahwa produksi rawai hanyut yang lebih besar dari jaring insang hanyut dan bagan tancap menyebabkan penerimaan rawai hanyut juga lebih besar daripada penerimaan jaring insang hanyut dan bagan tancap.

7.1.5 Analisis aspek keramahan lingkungan

Berdasarkan aspek analisis keramahan lingkungan (Tabel 20), maka dapat dilihat bahwa rawai hanyut memiliki tingkat keramahan lingkungan yang lebih tinggi daripada jaring insang hanyut dan bagan tancap. Menurut Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa rawai hanyut pada umumnya dioperasikan pada perairan yang dangkal untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis (seperti tongkol, cakalang, layang, selar, dan baby tuna). Alat tangkap pancing ini termasuk kategori ramah lingkungan karena walaupun dioperasikan dikolom perairan, namun tidak merusak habitat ikan, karena dimensinya hanya mempengaruhi atau mencakup areal yang kecil dan alat tangkap ini juga sangat selektif terhadap jenis dan ukuran ikan, sehingga tidak mengganggu siklus hidup dan pertumbuhan populasi ikan. Najamudin (2006) yang menyatakan alat tangkap bagan termasuk alat tangkap yang tidak selektif dimana menangkap banyak jenis ikan dengan ukuran mulai dari kecil sampai besar. Menurut pendapat Samuel (2003) mengatakan bahwa alat tangkap jaring tergolong alat tangkap yang produktif, tetapi tidak ramah terhadap keseimbangan populasi ikan yang ditangkap. Alat tangkap rawai tergolong dalam kategori tidak ramah terhadap keseimbangan populasi ikan. Namun dari sisi lain, alat tangkap ini tidak menangkap biomassa ikan dalam jumlah besar sehingga tidak ada kekhawatiran alat tersebut merusak keseimbangan populasi ikan yang ditangkap.

7.1.6 Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan

Dilihat dari masing-masing aspek rawai hanyut menempati urutan pertama (Tabel 21). Hal ini dikarenakan rawai hanyut secara aspek biologi lebih baik dari segi komposisi target spesies dan juga ukuran hasil tangkapan utama. Berdasarkan aspek teknis produksi dari rawai hanyut lebih baik daripada jaring insang hanyut dan bagan tancap. Sedangkan berdasarkan aspek sosial pendapatan nelayan rawai hanyut dan kemungkinan kepemilikannya lebih baik daripada jaring insang hanyut dan bagan tancap dan menurut aspek ekonomi berdasarkan kriteria efisiensi usaha penerimaan rawai hanyut lebih baik daripada jaring insang hanyut dan bagan tancap serta yang terakhir,

menurut aspek keramahan lingkungan berdasarkan kriteria penilaian rawai hanyut lebih ramah lingkungan daripada bagan tancap dan jaring insang hanyut.

Dokumen terkait