• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN

7.4 Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap

Hasil SWOT (Tabel 37) dapat dipergunakan sebagai arahan dan kebijakan dari program pengembangan perikanan sebagai teknologi baru dalam usaha perikanan pelagis. Urutan kebijakan berdasarkan hasil SWOT sebagai berikut :

1. Optimalisasi usaha perikanan pelagis. Meningkatnya kebutuhan dan harga pasar yang tiap tahun terus meningkat merupakan salah satu alasan nelayan untuk terus mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis yang ada di Kabupaten Banyuasin khususnya oleh nelayan Sungsang. Menurut hasil survei perikanan di kawasan pesisir Kabupaten Banyuasin estimasi potensi perikanan laut di wilayah ini bisa mencapai 102.300 ton/tahun dengan jumlah ikan pelagis 60.000 ton/tahun, ikan demersal 35.300 ton/tahun, untuk meningkatkan produksi perikanan pelagis di Sungsang maka teknologi pilihan rawai hanyut perlu dikembangkan agar kedepannya nelayan Sungsang jauh lebih baik dalam hal penguasaan teknologi maupun tingkat kesejahteraan ekonomi nelayan. Pengoptimalan perikanan yang dimaksud adalah peningkatan produksi secara rasional dengan memperhatikan sumberdaya pelagis yang ada. Pemanfaatan sumberdaya

ikan yang belum optimal di wilayah ini salah satunya disebabkan karena skala usaha yang dikembangkan masih terbatas untuk pemenuhan kebutuhan lokal. Pemikiran untuk mengembangkan skala usaha dan melakukan bisnis dalam arti luas, belum banyak dipikirkan nelayan. Oleh karena itu diperlukan adanya pendampingan oleh pemerintah, LSM, swasta dan perguruan tinggi, baik dalam bentuk bantuan ataupun dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan.

Prinsip dari pengoptimalan dengan memperhatikan sumberdaya adalah tetap memperhatikan pengelolaan sumberdaya perikanan karena keterpaduan dalam pengelolaan bukan hanya dapat melindungi keberadaan sumberdayanya saja tetapi juga dapat menjamin kelangsungan usaha masyarakat nelayan akhirnya menjamin kesejahteraan masyarakat nelayan. Mencegah terjadinya penurunan stok dan meningkatkan usaha-usaha dalam perbaikan lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengendalikan jumlah dan kemampuan armada yang beroperasi di wilayah perairan yang bersangkutan, karena peningkatan jumlah armada rawai hanyut yang tidak terkendali dapat secara cepat menurunkan catch per unit effort (CPUE), yang dapat berdampak lanjut pada penurunan pendapatan nelayan, analisis ini didukung oleh hasil penelitian di perairan Australia oleh Lynch dan Garvey (2005). Untuk mempertahankan stok ikan dan hasil tangkapan juga diperlukan pembenahan perundangan dan regulasi di samping penerapan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian yang benar (Priyono dan Sumiono 1997).

Murdiyanto (2004) menyebutkan bahwa dalam perikanan tangkap, tindakan pengelolaan (action) sebagai mekanisme untuk mengatur, mengendalikan dan mempertahankan kondisi sumberdaya ikan berupa biomass dan produktivitas agar tetap pada level yang diinginkan adalah dengan mengatur berapa banyak ikan yang harus ditangkap, ukuran berapa atau umur berapa sebaiknya ikan ditangkap dan kapan harus melakukan penangkapan. Pemanfaatan rawai hanyut dalam operasi penangkapan sumberdaya ikan pelagis akan sangat menentukan keberlanjutan pembangunan kelautan di sub sektor perikanan tangkap.

2. Pengembangan usaha perikanan pelagis di jalur 2. Pengembangan perikanan pelagis di jalur 2 diharapkan nelayan dapat memanfaatkan jalur 2 (6-12 mil) karena keadaan di jalur 1 (3-6 mil) yang padat tangkap. Karena sumberdaya ikan di jalur 1 sudah mengalami degradasi maka disarankan melakukan pengembangan ikan pelagis di jalur 2 yang belum dimanfaatkan secara optimal dengan cara memberikan bantuan modal untuk peningkatan skala usaha. Berdasarkan model pengelolaan in-shore dan off-shore, alokasi potensi biomassa optimal pada perairan pantai (in-shore) adalah 180 ton/tahun sedangkan pada perairan lepas pantai (off-shore) sebesar 771 ton/tahun. Sehingga memungkinkan untuk dikembangkan di jalur 2. Penggunaan trawl sering dipakai oleh nelayan yang berasal dari daerah Jambi dan Pulau Karimun yang sering beroperasi di daerah ini. Pemakaian alat tangkap trawl ini sangat meresahkan para nelayan lokal karena menurunkan produksi ikan nelayan. Jaring trawl ini dioperasikan dengan menggunakan kapal besar dan sering beroperasi sampai ke pinggir pantai bahkan ke muara sungai, akibatnya nelayan lokal yang menggunakan jenis kapal dan perahu yang berukuran kecil dan menangkap ikan di bagian pantai dan muara-muara sungai menjadi terganggu. Oleh karena itu Pemerintah harus melakukan pengaturan, pengendalian, dan penerbitan perijinan di bidang perikanan sesuai dengan UU No. 31/2004 tentang perikanan dan peraturan ketentuan lainnya yang berlaku. Sebagaimana disebutkan oleh Kusumastanto (2002) bahwa pada era reformasi seperti saat ini dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan pengamanan perairan laut Indonesia melalui pendekatan hukum yang kuat, yaitu pengaturan penggunaan alat tangkap pukat harimau, meningkatkan kemampuan pengawasan dengan sanksi yang keras, mengatur penangkapan ikan sesuai dengan karakteristik dan kelestarian sumberdayanya (daerah operasi penangkapan, musim, ukuran kapal) dan manfaatnya harus untuk rakyat kecil dan masyarakat lokal.

3. Peningkatan manajemen usaha perikanan pelagis. Peningkatan usaha ini mencakup proses pra-proses-pasca penangkapan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuasin terus mengupayakan meningkatkan

kualitas sumberdaya nelayan dengan berbagai program antara lain : bimbingan teknologi pengawetan/pengolahan ikan, bantuan kredit modal usaha untuk pengolahan hasil perikanan, bantuan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penanganan dan pengolahan hasil perikanan dan melakukan promosi hasil produksi pengolahan ikan. Karena nelayan sebagai pelaku langsung perikanan di lapangan perlu dikembangkan kemampuan dan keterampilannya, baik dari segi kewirausahaan maupun teknis penangkapan.

Rendahnya kapasitas sumberdaya manusia di wilayah pesisir Kabupaten Banyuasin dikarenakan beberapa hal, diantaranya tingkat pendidikan yang rendah, penguasaan IPTEK yang rendah, rendahnya kemampuan manajerial serta keterbatasan teknologi yang digunakan. Kemampuan SDM nelayan yang rendah baik keterampilan, penguasaan teknologi, pola pikir dan lain- lain menyebabkan hampir statisnya kegiatan penangkapan yang mereka lakukan. Hasil tangkapan tetap dan cenderung menurun akibat kerusakan lingkungan karena daerah tangkapan yang ada di wilayah ini terus menjadi lahan tangkapan bagi semua orang. Keinginan untuk maju dan berkembang banyak dimiliki, akan tetapi pola pikir dan kemampuan serta pengetahuan mereka belum mampu mencari solusi yang terbaik.

Pembinaan pengamanan mutu hasil tangkapan tidak hanya ditentukan oleh satu mata rantai produksi, namun dari kegiatan penangkapan, penampungan hingga pemasaran berpotensi untuk menurunkan kualitas hasil tangkapan. Sejalan dengan perkembangan IPTEK dan pertumbuhan ekonomi, tuntutan konsumen terhadap produk perikanan semakin meningkat. Masalah yang dihadapi oleh nelayan pelagis adalah kurangnya kesadaran bahwa mengolah hasil tangkapan dengan baik adalah hal yang sangat penting untuk meningkatkan nilai jual dari hasil tangkapan. Oleh karena itu diperlukan pembinaan nelayan, pengumpul dan pengolah/ perusahaan perikanan oleh pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin dan stakeholder yang terkait. Mekanismenya dapat dilakukan dengan membuat standard kualitas produk serta merancang program-program pembinaan mutu kepada nelayan maupun pengumpul sebagai mitra usaha.

Pengembangan usaha perikanan di jalur 2 membutuhkan modal untuk peningkatan kekuatan mesin kapal dan operasional yang tinggi dan masalah ketergantungan pada tengkulak merupakan masalah serius yang selama ini dihadapi oleh para nelayan di Sungsang. Adanya ketergantungan tersebut mengakibatkan pendapatan para nelayan tidak maksimal, karena mereka diharuskan menjual hasil tangkapannya kepada pedagang ikan dengan harga yang ditentukan sepihak. Ketergantungan ini terjadi bukan karena keinginan para nelayan, tetapi akibat keterbatasan modal untuk pengadaan peralatan tangkap maupun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang memaksa mereka harus meminjam kepada para tengkulak. Kondisi ini akan terus berlanjut dan akan menjadi “lingkaran setan” yang akan terus- menerus menelikung para nelayan pada situasi yang tidak berdaya sampai ada alternatif lain yang bisa membantu mereka untuk memberikan pinjaman modal untuk pengadaan alat tangkap dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari mereka ketika musim paceklik.

4. Peningkatan skala usaha armada penangkapan ikan pelagis. Besarnya jumlah armada di jalur 1 (3 - 6 mil) dan rendahnya kekuatan mesin kapal untuk memanfaatkan jalur 2 (6 - 12 mil), maka diharapkan dengan mengembangkan armada penangkapan di jalur 2 (6 - 12 mil) dapat dimanfaatkan. Rawai hanyut merupakan jenis alat tangkap yang statis tetapi fishing ground yang jauh memerlukan peningkatan skala usaha armada penangkapan. Peningkatan skala usaha armada penangkapan disini adalah meningkatkan kekuatan mesin yaitu minimal 30 PK dengan ukuran kapal 30 GT karena selama ini nelayan rawai hanyut masih menggunakan armada dengan kekuatan mesin 24 PK dengan ukuran kapal < 10GT. Peningkatan skala usaha armada diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan produksi yang ada sekarang. Dengan menambah skala armada maka perlu diperhatikan pula perizinan kapal karena kapal diatas 30 GT harus memiliki Surat Izin Berlayar dari pusat. Pengembangan kegiatan perikanan tangkap harus diarahkan pada peningkatan kapasitas armada dan teknologi penangkapan untuk dapat mencapai fishing ground yang lebih jauh dalam rangka mengurangi tekanan stok di perairan fishing ground

yang ada sekarang, untuk itu perlu didukung penyediaan sarana dan prasarana tangkap serta peningkatan teknologi penanganan dan pengolahan hasil perikanan (Nikijuluw et al. 2003).

Bantuan upaya peningkatan skala armada terus diupayakan baik dari pusat maupun dari provinsi. Seperti program Direktorat Kapal dan Alat Penangkapan Ikan yaitu program optimalisasi perikanan tangkap adalah dengan memberikan bantuan kapal dengan ukuran > 15 GT dan juga alat tangkap. Demikian juga dari Provinsi Sumatera Selatan memiliki program optimalisasi usaha perikanan tangkap yang juga memberikan bantuan berupa armada penangkapan dan alat tangkap. Oleh karena itu peran aktif dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuasin untuk mendapatkan bantuan diatas harus terus ditingkatkan.

5. Pembenahan fasilitas sarana dan prasarana perikanan. Perkembangan aktivitas penangkapan ikan telah menyebabkan makin banyaknya usaha perikanan. Armada yang digunakan oleh nelayan pada umumnya berupa kapal motor dan perahu. Sebagian besar dari armada ini terdapat di Kecamatan Banyuasin II yaitu mencapai 90,9 % dari armada yang ada dan 86,4 % dari armada yang ada berupa perahu. Dari kondisi ini sangat jelas bahwa armada yang ada di wilayah ini masih sangat kurang dan harus ditingkatkan lagi. Disamping keterbatasan armada, di wilayah pesisir Kabupaten Banyuasin ini belum ada galangan kapal, pasar ikan atau TPI yang dapat dimanfaatkan nelayan untuk menjual hasil tangkapannya. Pengembangan sarana dan prasarana perikanan diarahkan untuk melengkapi dan meningkatkan fasilitas dasar, fungsional dan pengadaan fasilitas penunjang. Pengembangan sarana dan prasarana perikanan dilakukan secara komprehensif dan bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah Kabupaten dan sesuai dengan skala kebutuhan masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana akan sangat membantu percepatan perkembangan wilayah Kabupaten Banyuasin. Pemerintah berjanji untuk memenuhi fasilitas-fasilitas yang menunjang kelancaran usaha perikanan melalui proyek pengembangan yang dilaksanakan tahun 2006 dengan sumber dana yang digunakan berasal dari Anggaran

pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah dana yang turun untuk proyek pengembangan tersebut adalah sebesar Rp. 2.744.228.438 atau 84,8 %. Kegiatan pengembangan PPI Sungsang dilakukan pada areal seluas 4 ha dan ditambah areal pendukung kegiatan perikanan tangkap yang ada. Rencana pengembangan PPI di Sungsang dengan melengkapi fasilitas- fasilitas guna menunjang kelancaran usaha perikanan, industri perikanan dan kegiatan atau usaha lain yang berkaitan dengan perikanan. Fasilitas tersebut dibagi dua yaitu fasilitas dasar yang merupakan fasilitas pokok yang harus ada dan berfungsi untuk melindungi pelabuhan dari gangguan alam. Fasilitas dasar ini meliputi : dermaga bongkar, dermaga muat, dermaga tambat, areal daratan pangkalan pendaratan, jaringan jalan, jaringan drainase induk dan sekunder. Fasilitas fungsional yang berfungsi memberikan pelayanan dan manfaat langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional suatu PPI, fasilitas fungsional ini terdiri dari : fasilitas produksi yaitu tempat pelelangan ikan beserta fasilitas penunjangnya seperti kantor, ruang penimbangan, gudang dan tempat perbekalan dan toilet umum, fasilitas perbekalan terdiri dari : pabrik es (rencana jangka panjang), tangki BBM, instalasi air bersih, gudang untuk penyimpanan es dan kios KUD dan fasilitas pemeliharaan/perbaikan (rencana jangka panjang) terdiri dari : gudang peralatan, bengkel, pelataran perbaikan mesin dan alat tangkap dan dok/galangan kapal. Sampai saat ini fasilitas-fasilitas jangka pendek baru sebagian kecil terealisasi dan fasilitas jangka panjang belum terealisasi pengadaannya. Guna menunjang pengembangan usaha perikanan pelagis, fasilitas yang paling penting untuk segera direalisasikan penggunaannya adalah kios BBM, air bersih dan derma bongkar muat.

8.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

(1) Teknologi penangkapan ikan pelagis yang efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan adalah rawai hanyut.

(2) Alokasi jumlah unit penangkapan optimum untuk memanfaatkan potensi sumberdaya ikan pelagis di Sungsang adalah rawai hanyut sebesar 51 unit dan jaring insang hanyut sebanyak 45 unit dan bagan tancap sebanyak 55 unit.

(3) Strategi pengembangan alat tangkap ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin adalah : 1) Optimalisasi usaha perikanan pelagis dengan rawai hanyut: 2) Pengembangan usaha perikanan pelagis di jalur 2; 3) Peningkatan manajemen usaha perikanan pelagis dan Pembenahan fasilitas sarana dan prasarana perikanan; dan 4) Peningkatan skala usaha armada penangkapan rawai hanyut.

8.2 Saran

(1) Evaluasi lanjutan tentang potensi sumberdaya ikan pelagis yang ada di perairan Kabupaten Banyuasin secara lebih detail dan komprehensif. (2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pola musim

penangkapan setiap spesies ikan di perairan Sungsang.

(3) Perlu pengembangan yang lebih spesifik terhadap alat tangkap pilihan sehingga menjadi unit penangkapan ikan yang berdayaguna dan berhasil guna.

(4) Perlu segera menyusun Rencana Pengelolaan Perikanan di perairan Kabupaten Banyuasin.

Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Hlm 81.

Badrudin, Sumiono, B. 2002. Indeks Kelimpahan Stok dan Proporsi Udang dalam Komunitas Sumberdaya Demersal di Perairan Kepulauan Aru, Laut Arafura. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Volume 8:95 – 100.

Bahari, R. 1989. Peran Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Tangkap. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat: Jakarta 18-19 Desember 1991. Pusat Penelitian Perikanan dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hlm 165 – 180.

Balai Penelitian Perikanan Laut. 1992. Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.. Hlm 170.

Barani, H.M. 2003. Kebijakan Perikanan Tangkap Dalam Pemanfaaatan Sumberdaya Perikanan (Makalah Seminar Nasional Perikanan ”Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Bertanggung Jawab dan Berbasis Masyarakat”, ( September 2003, Universitas Hasanuddin). Makassar. Hlm 10.

Cholik dan Budihardjo, 1993. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I, Bidang Sumberdaya Perikanan dan Penangkapan. Puslitbang Perikanan-ISPIKANI. Jakarta. Hlm 120.

Dinas Perikanan dan Kelautan. 2006. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin. Kabupaten Banyuasin. Propinsi Sumatera Selatan. Hlm 164.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut. Bagian I. Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting. Departemen Pertanian. Jakarta. Hlm 64.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1999. Program Peningkatan Ekspor Hasil Perikanan (PROTEKAN). Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Eddrisea, F. 2004. Kajian Potensi Kawasan Pesisir Untuk Pengembangan Kegiatan Perikanan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Thesis (tidak dipublikasikan). Hlm 168.

Resources in South Asia. FAO. Fisheries Technical Paper. FAO-UN: Vol 2:1-42

FAO. 1997. Fisheries Management. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries. No. 4. Rome. 45 p.

Fridman, A.L. 1986. Calculation for Fishing Gear Design. P.J.G. Carrothers and Eng, P. (eds). Published by FAO. Fishing News Books. Ltd. Pg 183-203. Gaspersz, V. 1996. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik

Industri. Bandung: Tarsito. Hlm 669.

Gordon, H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources: the Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142.

Gulland, J.A. 1997. Fish Population Dynamic The Implication Management A Willey-Interscience Organization of The United Nation. Rome. 82 p. Haluan, J. 1985. Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman

Kuliah Metode Penangkapan Ikan II. Bagian Pertama. Sistem Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit Sisdiksat Intim. Hlm 55.

Iqbal, M dan Wardoyo, S.A. 2003. Jenis-jenis Ikan di Perairan Estuaria Taman Nasional Sembilang. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. Volume 1:29 – 38.

Kadariah. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hlm 104.

Kadariah, L. Karlina, dan Grey, C. 1981. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta. Hlm 181.

Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Analisis Ekonomi, Edisi Kedua. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Hlm 181.

King, M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and Management. Fishing News Book Ltd., Farnham.

Kusumastanto, T. 2002. Reposisi “Ocean Policy” dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. Makalah Orasi Ilmiah Guru Besar Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 134.

Lawson, R. M. 1984. Economic of Fisheries Development. Praeger Publication, New York.

Lelono, T.J. 1997. Dinamika Populasi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Val, 1847). dan Alternatif Pengelolaan pada Alat Tangkap Purse Seine di Perairan Selat Madura. Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Jogyakarta. 1997. Thesis (tidak dipublikasikan). Hlm 91.

Lynch, A.W. dan Garvey, J.R. 2005. North West Slope Trawl Fishery-Scampi Stock Assessment 2004. Data Group. Canberra. Australia Fisheries Management Authority. 43 p.

Mangkusubroto, K. Dan Trisnadi, C. L. 1985. Analisa Keputusan Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact. Bandung. Hlm 271.

Maunder, M.N. 2002. The Relationship Between Fishing Methods, Fisheries Management and The Estimation of Maximum Suistainable Yield. Fish and Fisheries Vol. 3:251 - 260.

Monintja, D.R., Pasaribu, B.P. dan Jaya, I. 1986. Manajemen Penangkapan Ikan. SISDIKSAT BKS INTIM-IPB-AUSAID/AED, Bogor.

Monintja D.R. 1994. Pengembangan Perikanan Tangkap Berwawasan Lingkungan. Makalah Disampaikan pada Seminar Pengembangan Agribisnis Perikanan Berwawasan Lingkungan pada Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Agustus 1994. Jakarta. Hlm 12.

Monintja, D.R. 2000. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal.

Mukhsin, I. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Hayati Pesisir dan Laut. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hlm 80.

Mulyono, S. 1991. Operations Research. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm 247.

Murdiyanto, B. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pantai. Jakarta. COFISH Project. Hlm 200.

Muthalib, A.A. 1992. Studi Usaha Penangkapan pada Perikanan Rakyat di Sub Wilayah Pembangunan III, Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Thesis (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana UNHAS, Makassar.

Najamuddin. 2004. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus

spp) Berkelanjutan di Perairan Selat Makassar. Disertasi (tidak dipublikasikan).. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar. Hlm 263.

Layang Deles (Decapterus macrosoma Bleeker) di Perairan Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Jurnal Kopertis. Vol 1:13.

Nikijuluw, V.P.H. Bengen, D.G. dan Rifqi, M. 2003. Guidelines and Strategy for The Development of Coastal Fisheries in The District of Padang Pariaman. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 9:75 – 103.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Hlm 386.

Nybakken, J.W. 1989. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta. Hlm 488.

Panayotou, T. 1986. Small Scale Fisheries in Asia. Sosio Economic Analysis Policy: Hlm 283.

Priyono, B.E. dan Sumiono. 1997. The Marine Fisheries of Indonesia, with Emphasis on The Coastal Demersal Stocks of The Sunda Shelf, p 38 – 46. In G. Silvestre and D Pauly (eds.) Status and Management of Tropical Coastal Fisheries in Asia. ICLARM Conf. Proc. 53, 208 p.

Purwanto. 1990. Bioekonomi Perubahan Teknologi Penangkapan Ikan. Oseana Vol. XV: 115 – 126.

Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis-Reorentasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hlm 18-35.

Rosa, H and T. Laevastu. 1959. Comparison of Biological and Ecological Characteristics of Sardins and Related Species – A Preliminary Study. Proceding of The World Scientific Meeting on The Biology of Sardins and Related Species II (1): 523-552.

Saanin, H. 1994. Taksanomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Penerbit Bina Cipta. Bandung. Hlm 85.

Sadhori, N. 1985. Tehnik Penangkapan Ikan. Penerbit Angkasa. Bandung. Hlm 13-23. Sainsbury, J.C, 1999. Commercial Fishing Methods, An Introduction to Vessels

and Gears. Third Edition England : Fishing News Book. Ltd.p.235-255. Samuel. 2003. Composition of Species Caught by Some Fishing Gears in The

Middle Part of Musi River Basins. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan Indonesia, Volume 1:89-100.

Schaefer, M.B. 1954. Some Aspects of The Dynamics of Populations Important to the Management of Commercial Marine Fisheries. Bulletin of the Inter- American Tropical Tuna Commission: 25-56.

Media Komputindo Kelompok Gramedia Jakarta. Hlm 242.

Soekartawi, 1995. Programasi Tujuan Ganda Teori dan Aplikasinya. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 1995. Hlm 234.

Soekartawi, 2002. Analisa Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hlm 110.

Solahudin, S. 1998. Kebijaksanaan dan Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Makalah Seminar dan Dialog Kebangkitan Agribisnis Indonesia. Badan Promosi dan Pengembangan Agribisnis Indonesia, Jakarta.

Stevenson, W.J. 1989. Introduction to Management Science. Homewood. Boston. Supranto, 1987. Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: UI Press.

Hlm 199.

Syafrin N. 1993. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan (tidak dipublikasikan). Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hlm 79.

Whitehead, P.J.P. 1985. FAO Species Catalogue. Vol. 7. Clupeoid Fishes of The World (Suborder Clupeoidae). An Annotated and Illustrated Catalogue of The Herrings, Sardines, Pilchards, Sprats, Shads, Anchovies and Wolf- Herrings. Part I. Chirocentridae, Clupeidae and Pristigasteridae. FAO Fish. Synop., (125) Vol.7. Pt.1:303 pp.

Widodo, J. Naamin, N. dan Azis, K.A. 1998. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan laut di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta.

Wiyono, E.S. 2001. Optimasi Manajemen Perikanan Skala Kecil di Teluk Pelabuhanratu, Jawa Barat. Buletin PSP. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Vol. X:33 - 47.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Sotheast Asian Waters, Naga Report Vol. 2. The University of California, Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California.

Yusfiandayani, R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan Pasauran Propinsi Banten. Disertasi (tidak dipublikasikan) Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hlm 231.

Lampiran 3 Analisis usaha unit penangkapan rawai hanyut

Dokumen terkait