• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5 Strategi Pengendalian dan Pengelolaan

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu kawasan dilindungi yang pengelolaannya lebih diarahkan untuk melindungi sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya.

81

Pesatnya perkembangan penduduk diikuti peningkatan kebutuhan yang semakin kompleks memaksa banyak jalur hijau beralih fungsi menjadi jalan raya dan bangunan fisik lainnya. Pembukaan areal dan pembangunan fisik pun terus berlangsung hingga kini baik untuk pemukiman, industri, tambang, dsb. Akibatnya lambat laun terjadi ketimpangan ekologi yang ada di sekitarnya dan kini telah dirasakan dampaknya oleh masyarakat luas berupa banjir dan kekeringan.

Di sisi lain luas kawasan konservasi yang ditetapkan untuk menunjang keseimbangan tata air bagi wilayah di sekitarnya tidak banyak mengalami peningkatan karena tekanan perkembangan penduduk, bahkan cenderung mengalami degradasi fungsi akibat berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah terhambatnya regenerasi spesies endemik akibat masuknya spesies tumbuhan eksotik yang bersifat invasif.

Beberapa instrumen telah dikeluarkan oleh oleh pemerintah Indonesia dalam rangka membatasi atau meminimalkan penyebaran spesies asing di Indonesia antara lain dengan peraturan yang terkait dengan karantina dan lain- lain, namun instrumen tersebut belum cukup dalam menangani permasalahn spesies asing invasif di Indonesia. Kendala yang dihadapi dalam hal ini karena masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai spesies asing invasif, akses informasi mengenai spesies asing invasif yang masih terbatas, masih lemahnya sistem monitoring terhadap masuknya atau penyebaran spesies asing invasif dan koordinasi antar instansi terkait masih lemah.

Pengelolaan dan pengendalian invasi biologi telah menjadi tantangan besar bagi peneliti, pemerintah, dan masyarakat lainnya. Penelitian tentang keberadaan tumbuhan invasif sudah banyak dilakukan di berbagai tempat termasuk di beberapa kawasan taman nasional di Indonesia, namun data mengenai pola distribusi spasial dan kesesuaian habitat tumbuhan invasif tersebut kurang didokumentasikan. Melalui hasil penelitian yang diwakili dengan spesies asing kirinyuh ternyata dapat menjawab pertanyaan mengenai hubungan antara faktor- faktor biofisik sebagai peubah-peubah ekologi yang mempengaruhi pola distribusi dan kesesuaian habitat kirinyuh dan hasil ini dapat dijadikan bahan masukan

strategis bagi pengelolaan spesies tumbuhan asing invasif di TNGGP secara umum.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya atau strategi dalam pengendalian dan pengelolaan spesies tumbuhan asing invasif pada kawasan koservasi khususnya di TNGGP yaitu:

1. Pencegahan

Menurut Utomo (2006) pertumbuhan dan perkembangan spesies tumbuhan asing invasif di suatu kawasan hutan terjadi karena adanya celah-celah terbuka di dalam kawasan hutan yang memberi kesempatan tumbuh dan berkembangnya spesies tumbuhan asing invasif di tempat terbuka tersebut, karena itu pencegahan yang terbaik adalah mengusahakan agar celah-celah tidak dibiarkan terbuka, yaitu dengan melakukan penanaman spesies-spesies pohon lokal yang rendah populasinya terutama dari spesies-spesies klimaks yang mencirikan komunitas vegetasi hutan saat ini agar tidak terjadi pergeseran dan mempertahankan kelestarian keanekaragaman hayati di TNGGP.

Pencegahan dilakukan dengan melakukan pengaturan terhadap berbagai aktifitas dan kegiatan masyarakat seperti kegiatan pertanian, perkebunan dan lain- lain pada areal penyangga kawasan konservasi dan pengunjung juga dilakukan untuk mencegah masuknya spesies tumbuhan asing ke dalam kawasan TNGGP. Pengaturan terhadap pengunjung dilaksanakan baik terhadap pengunjung pendakian, penelitian maupun expedisi. Hal tersebut dilakukan dengan memberlakukan SIMAKSI yang memuat aturan-aturan untuk masuk dalam kawasan konservasi. Walaupun SIMAKSI belum memuat hal-hal spesisfik atas pencegahan IAS, namun aturan ini dapat menjadi filter (saringan) terhadap potensi penyebaran IAS yang lebih luas. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dibuat suatu Standard Operational Procedure (SOP) sebagai bagian dari SIMAKSI untuk pencegahan penyebaran IAS baru dalam TNGGP.

Penetapan kuota pendakian sebanyak 600 orang perhari, selain sebagai upaya pengelolaan terhadap sistem keamanan dan kenyamanan pendakian juga merupakan upaya pengelolaan sampah di TNGGP. Dengan adanya penetapan kuota, pemantauan pendaki/pengunjung juga lebih mudah dilakukan terutama

83

terhadap barang bawaan pendaki/pengunjung yang berpotensi membawa IAS spesies baru.

2. Pengendalian

Tindakan pengendalian spesies tumbuhan asing invasif yang dilakukan di kawasan TNGGP adalah dengan cara manual mengingat kawasan TNGGP merupakan daerah tangkapan air bagi masyarakat sekitar dan masyarakat di daerah hilir. Metode yang digunakan adalah metode containment yaitu aktifitas pengendalian dilakukan pada batas-batas terluar dari daerah yang terinvasi, setelah dikendalikan perlu dimonitor secara berkala untuk jangka waktu tertentu. Setelah benar-benar terbebas dari gangguan spesies asing invasif, pengendalian dilakukan semakain ke dalam dari kawasan yang terinvasi, demikian seterusnya hingga seluruh kawasan terinvasi benar-benar telah bebas dari spesies tumbuhan asing invasif.

Keberadaan spesies tumbuhan asing invasif di kawasan konservasi saat ini sesuai dengan historikalnya telah berada pada tahapan mengkolonisasi lokal (wilayah tertentu). Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) telah melakukan beberapa usaha untuk melakukan pengelolaannya, diantaranya:

1. Pada tahun 2006, BBTNGGP telah melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi spesies tumbuhan eksotik/ alien sp di kawasan TNGGP

2. Pada tahun 2009, BBTNGGP telah melakukan kegiatan eradikasi dengan tahapan:

a) Eradikasi melalui perlakuan mekanis dan fisik dengan menarik akar tumbuhan IAS sampai dengan 10-20 cm (tergantung spesiesnya), menebang dan memotong.

b) Pengolahan hasil eradikasi melalui pembuatan kompos .

c) Pembinaan habitat melalui penanaman kembali menggunakan spesies tumbuhan lokal seperti congkok, tepus, paku-pakuan serta rasamala.

Kegiatan pembinaan habitat berupa penanaman pohon endemik TNGGP merupakan salah satu cara terbaik dalam pemulihan habitat yang terinvasi spesies asing invasif di TNGGP. Tumbuhan yang digunakan untuk merestorasi kawasan tersebut adalah spesies asli/endemik terutama

spesies pioneer yang pertumbuhannya relatif cepat dibandingkan spesies tumbuhan asing invasif untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan yang mempunyai potensi tumbuh tinggi dan cepat seperti congkok, tepus, paku-pakuan serta rasamala.

d) Pemulihan

Kegiatan pemulihan dilakukan juga dengan cara restorasi. Menurut Sutomo (2009) restorasi merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara aktif dengan spesies yang semula ada, sehingga mencapai struktur dan komposisi spesies seperti semula. Tujuannya untuk mengembalikan struktur, fungsi, keanekaragaman dan dinamika suatu ekosistem yang dituju. Restorasi suatu wilayah untuk mencapai struktur dan komposisi spesies semula dapat dilakukan melalui suatu program reintroduksi yang aktif, terutama dengan cara menanam dan membenihkan spesies tumbuhan semula. Dalam beberapa waktu terakhir, telah banyak diakui bahwa konsep suksesi dan restorasi sangat erat kaitannya satu dengan yang lain. Restorasi suatu ekosistem yang terdegradasi yang tengah melalui proses suksesi dilakukan untuk mempercepat proses tersebut sehingga memiliki fungsi- fungsi ekosistem yang sehat. Percepatan proses ini dilakukan dengan upaya- upaya yang bersifat manipulasi lingkungan maupun sumber daya.

3. Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala untuk mengantisipasi kemungkinan masuk, tumbuh dan berkembangnya kembali spesies tumbuhan asing invasif di dalam kawasan TNGGP. Salah satu upaya monitoring yang telah dilakukan adalah dengan dibuatnya Permanen Sample Plot (PSP) di TNGGP. Plot ini selanjutnya dijadikan tempat/lokasi untuk memantau dan melakukan kajian terhadap perkembangan spesies asing invasif di kawasan TNGGP yang akan digunakan dalam pengelolaan spesies asing invasive.

Upaya lainnya adalah monitoring terhadap pencegahan masuknya spesies

IAS yang baru. Aktifitas ini dilaksanakan dengan melakukan pemantauan terhadap pengunjung/ pendaki. Pencegahan sekaligus juga dilakukan untuk mencegah masuknya satwa eksotik baik invasif maupun non-infasif yang kemungkinan dibawa pengunjung masuk dalam TNGGP.

Dokumen terkait