• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI REPRODUKSI

Dalam dokumen KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (Halaman 36-45)

TINJAUAN PUSTAKA

STRATEGI REPRODUKSI

I. Jumlah Pemijahan a. Semelparous (memijah sekali kemudian mati) b. Itoroparous (pemijahan lebih dari satu kali) II. Tipe Pemijahan a. Total spawner (telur diovulasi seluruhnya pada

saat musim pemijahan)

b.Partial spawner (telur diovulasi bertahap dalam satu musim pemijahan)

III.Sistem perkawinan a.Promiscus (kedua jenis bersamaan dalam satu musim pemijahan/massal)

b.Polygamus (1 jantan untuk beberapa betina) IV. Sistem Sex a.Gonochoristic (tidak pernah berubah sex)

b.Hermaphrodit (sex berubah saat matang gonad) V. Tempat Pemijahan a.Tidak ada persiapan

b.Ada persiapan (pembuatan sarang) VI.Tempat terjadinya

Fertilisasi

a.External (di luar tubuh ikan) b.Internal (di dalam tubuh ikan

VII. Perkembangan Embrio a.Ovipar (berkembang di luar tubuh induk) b.Vivipar (berkembang dalam tubuh induk) VIII. Parental Care a.Non parental care (tidak ada penjagaan

telur/embrio/larva oleh induk)

b.Parental care (ada penjagaan telur oleh induk)

Pada spesies ikan jumlah oosit (fekunditas), perkembangan oosit dan tipe pemijahan yang berbeda-beda antar spesies merupakan strategi reproduksi yang

18 dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan gen. Tiap spesies ikan memiliki strategi reproduksi yang berbeda-beda (Tabel 2.). Hal ini sangat berhubungan dengan sistem pemijahan, jumlah partner, habitat dan waktu pemijahan. Strategi reproduksi yang dilakukan oleh ikan tujuannya adalah untuk memaksimalkan kelangsungan hidup dari keturunannya yang berhubungan dengan ketersediaan energi dan umur dari induknya.

Pada kebanyakan spesies ikan yang hidup di laut jenis strategi yang dikembangkan meliputi tipe pemijahan iteroparous dimana pemijahan dilakukan lebih dari satu kali ovulasi, gonochoristic yang mengambarkan bahwa antara ikan jantan dan betina terpisah organ kelaminnya dan proses terjadinya pemijahan di luar tubuh induknya tanpa adanya penjagaan oleh induk (parental care).

Berdasarkan pada perkembangan diameter telur maka ada beberapa jenis tipe perkembangan oosit pada ikan, yaitu: (Murua dan Kraus, 2003)

1. Tipe perkembangan synchronous, semua oosit berkembang dan terovulasi pada saat yang sama. Biasanya terjadi pada ikan yang memijah satu kali kemudian mati, contohnya terjadi pada ikan Salmon dan Sidat. Frekuensi diameter oosit ditandai dengan kurva satu puncak (single bell curve).

2. Tipe perkembangan group-synchronous, ditandai dengan adanya dua populasi oosit pada satu waktu. Satu populasi ukuran oositnya lebih besar dan homogen dan populasi yang kedua ukurannya lebih lebih heterogen. Populasi telur dengan diameter yang terbesar akan diovulasi pada saat musim pemijahan, sedangkan populasinya akan diovulasi pada musim pemijahan selanjutnya dalam rentang waktu yang cukup lama. Biasanya terjadi pada ikan yang musim pemijahannya pendek.

3. Tipe perkembangan asynchronous, oosit dari setiap tahap perkembangan dan berbagai ukuran diameter ada dalam telur dan tidak ditandai dengan populasi yang dominan. Ketika proses pematangan terjadi maka akan tampak adanya perbedaan ukuran diameter telur terutama telur tahap hidrasi dan pengumpulan kuning telur. Biasanya terjadi pada spesies yang memiliki musim pemijahan relatif panjang/berlanjut dan proses pematangan dan ovulasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan.

19

Keadaan Umum P. Siberut

Pulau Siberut terletak pada 0°80’-2°00’ lintang selatan dan 98°60’-99°40’ lintang timur dengan luas keseluruhan 4.030 km². Pulau ini terletak 150 km dari pantai barat pulau Sumatera dan terletak di Samudera Hindia yang dipisahkan oleh Selat Mentawai. Pulau Siberut merupakan pulau terbesar dari gugusan Kepulauan Mentawai yang masih memiliki potensi flora dan fauna yang masih baik dibandingkan pulau lainnya. Pulau ini memiliki iklim yang panas dan lembab dengan temperatur berkisar antara 220C-310C dan kelembaban sekitar 81-85%. Sementara kecepatan angin rata-rata 24-34 km per detik dan jumlah sinar matahari tahunan sebanyak 1290 jam per tahun. Perbedaan musim diakibatkan oleh monsoon dan perubahan iklim inter-tropikal. Curah hujan yang tinggi terjadi pada bulan April dan September dengan curah hujan sebesar 643 mm sedangkan curah hujan yang rendah terjadi pada bulan Juni dengan curah hujan sekitar 111 mm (LIPI, 1995). Topografi Pulau Siberut memiliki bentuk yang berbeda pada kedua sisi pantainya. Di bagian pantai timur yang menghadap Pulau Sumatera garis pantainya tidak beraturan dengan arus/gelombang laut yang tidak terlalu besar walaupun terkadang mengalami badai dan gelombang yang cukup besar. Di pantai timur ini banyak terdapat teluk, gugusan terumbu karang dan hampir seluruh pantai timur ditutupi juga oleh hutan bakau yang luas, sedangkan di bagian pantai barat yang menghadap Samudera Hindia memiliki gelombang dan arus laut yang besar, sehingga terbentuk garis pantai yang relatif lurus dengan dinding batu yang terjal atau pantai yang luas serta sedikit sekali terdapat hutan bakau (WWF, 1980). Salah satu teluk yang terdapat di bagian timur Pulau Siberut adalah Teluk Saibi Sarabua yang merupakan bagian dari Kecamatan Siberut Selatan. Perairan Teluk Saibi termasuk pada bagian dari perairan laut Selat Mentawai. Selat ini memiliki kedalaman laut sekitar 1,5 km yang terkadang keadaan angin dan arusnya cukup besar. Luas kawasan teluk ini sekitar 1851 ha dengan dasar perairan berupa lumpur dengan sedikit patahan karang mati serta patahan ranting dan buah dari vegetasi bakau. Berdasarkan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Universitas Bung Hatta (1999) kondisi hutan bakau di Teluk Saibi Sarabua masih cukup baik dengan luas sekitar 698 ha dengan ketebalan 130 sampai 310 meter dengan tumbuhan dominan Rhizopora

20

mucronata dan Rhozopora apiculata. Spesies plankton yang banyak ditemukan

antara lain dari kelompok diatom, larva crustacea, Cyanophyceae dan Dinoflagellata.

Di kawasan Teluk Saibi Sarabua juga terdapat koloni terumbu karang jenis

Acrapora, Montipora, Pavona, dan Porites. Rumput laut juga terdapat di perairan

ini terdiri dari tiga kelas yaitu Chlorophyceae (alga hijau) spesies Caulerpa

cupressiodes, Halimeda sp, Bornitella nitida. Kelas Phaeophyceae (alga coklat)

spesies Padina australis dan kelas Phodophyceae (alga merah) spesies Gracilaria

eucheumiodes dan Eucheuma serr.

Tabel 3. Parameter kualitas air di perairan P. Siberut (Puslit Bung Hatta (1999) Parameter Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DO (ppm) 7,4 7,8 8,2 8,4 7,1 8,2 8,4 7,6 8,2 CO2 (ppm) 2,6 4,4 2,6 2,6 4,4 4,4 1,76 2,6 1,76 pH (unit) 7.5 7.4 7.7 7.7 7.6 7.6 7.7 7.5 7.8 Salinitas (ppt) 32 32 33 34 33 33 33 32 34 Suhu (0C) 28 30 30 31 29 30 30 29 31 Transparansi(m) 7 7 7.5 8 7 8 8 7 10 Pospat (ppm) 0.45 0.8 0.45 0.35 0.45 0.45 0.45 0.7 2.3 Nitrat (ppm) 6.73 8.8 6.34 0.09 7.57 14.2 1.75 0.09 2.58

Bila dilihat dari parameter pengukuran lingkungan (Tabel 3.) maka dapat dikatakan bahwa kondisi perairan di Teluk Saibi Sarabua berada pada kondisi yang normal dan optimal bagi kelangsungan hidup ikan. Batasan kualitas baku air laut yang dapat digunakan dalam kegiatan pengembangbiakan ikan masing-masing untuk Nitrat, Posfat, DO, CO2, dan pH adalah 0-3 ppm, 0.01-3 ppm, 5-7 ppm, 0-10 ppm dan 6-8 (Swan, 1997). Walaupun salinitas berada pada kisaran yang cukup tinggi akan tetapi masih pada batas kondisi yang baik, walaupun terjadinya proses pemijahan tidak terjadi di sekitar perairan ini karena pemijahan ikan lemuru biasanya terjadi pada salinitas yang rendah (Merta, 1992).

21

Parameter Lingkungan Oksigen

Oksigen merupakan parameter lingkungan yang paling penting bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Organisme perairan memanfaatkan oksigen dalam bentuk oksigen yang terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut yang rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya gangguan fisiologi pada ikan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Konsentrasi oksigen di perairan berada pada kondisi yang baik bila kandungannya berada pada kisaran 6-8 ppm, pada kondisi oksigen yang kurang dari 3 ppm dapat menyebabkan kematian pada ikan. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh ikan tergantung pada ukuran ikan, feeding rate, aktivitas ikan dan suhu perairan. Ikan yang kecil (larva) mengkonsumsi oksigen lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang lebih besar karena tingkat metabolisme larva ikan lebih tinggi (Swan, 1997).

Organisme perairan termasuk ikan menggunakan oksigen terlaruh (O2) yang masuk ke dalam air melalui proses fotosintesis dan atmosfer. Oksigen dari atmosfer masuk ke dalam perairan melalui proses difusi, dimana molekul gas oksigen masuk ke dalam air akibat dari tekanan udara. Alga, plankton dan tumbuhan air menyediakan oksigen terlarut dalam air melalui proses fotosintesis.. Tumbuhan air tersebut menggunakan cahaya ma tahari dan karbondioksida untuk menghasilkan energi untuk proses pertumbuhan dan kemudian melepaskan oksigen dalam perairan. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus perairan sangat ditentukan oleh kecerahan badan air tersebut. Turbiditas adalah suatu nilai yang dapat digunakan untuk mengetahui berapa banyak cahaya matahari yang dapat menembus lapisan air. Pada suatu perairan yang memiliki nilai turbiditas yang tinggi memyebabkan kemampuan cahaya matahari untuk masuk ke dalam air menjadi rendah. Akibatnya proses fotosintesis yang dilakukan oleh plankton menjadi rendah. Nilai turbiditas yang tinggi tersebut dapat diakibatkan oleh melimpahnya detritus, jasad renik dan tanah yang terlarut dalam air (suspended soil).

Konsentrasi Dissolve Oxygen (DO) dalam perairan bervariasi berdasarkan waktu yang dipengaruhi oleh faktor fisika, biologi dan kimia perairan. Faktor fisik

22 yang mengatur DO adalah suhu, tekanan atmosfer dan salinitas. Ketika suhu dan salinitas meningkat kemudian tekanan atmosfer menurun maka DO akan menurun. Ketika suhu perairan meningkat satu derajat celsius maka akan menurunkan oksigen terlarut sekitar 10%. Pada perairan yang memiliki suhu lebih tinggi memiliki kandungan oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan dengan perairan yang suhunya lebih rendah. Bila dihubungan dengan ketinggian daerah (altitude) maka pada daerah yang lebih tinggi kandungan oksigen dalam perairan menjadi lebih rendah. Faktor biologi yang mengatur DO adalah dengan adanya tumbuhan perairan (plankton) yang melakukan proses fotosintesis dan tumbuhan serta hewan yang melakukan proses respirasi sehingga ketersediaan oksigen dalam perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya, dan aktivitas dari organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Michael, 1997).

Pada konsentasi DO yang rendah dibawah 3 ppm (hypoxia) secara langsung dapat menyebabkan terjadinya gangguan gametogenesis pada ikan. Gangguan terjadi pada sistem kerja hormon gonad yang tidak bekerja akibat terjadinya perubahan kondisi lingkungan perairan. Sistem kerja hormon sangat dipengaruhi oleh kondisi oksigen terlarut sehingga merupakan stressor utama yang mengatur sistem kerja dari hormon selain itu juga dipengaruhi oleh panas dan luasan dari habitat ikan itu sendiri. Perubahan konsentrasi DO di suatu perairan dapat disebabkan oleh proses eutrofikasi yang disatu sisi memberikan suplai nutrisi bagi plankton tetapi disisi lain menyebabkan perubahan kondisi lingkungan perairan berupa penurunan DO. Penelitian yang dilakukan pada ikan mas dengan menempatkannya pada tempat yang memiliki DO 1 mg/L selama dua bulan menyebabkan hormon estradiol dan testosteron me nurun sebanyak 20% dibandingan dengan ikan yang ditempatkan pada kondisi normal (DO 7 mg/L). Gonadal somatic indeks juga mengalami penurunan 50% pada ikan jantan dan 30% pada ikan betina. Demikian juga terjadi gangguan pada perkembangan sperma dan telur. Telur yang berasal dari induk yang hidup di perairan yang kurang oksigen memiliki kandungan kuning telur yang lebih sedikit dan spermanya mengalami penurunan motilitas (Janssen, 2005).

23

Suhu

Suhu merupakan faktor fisik kedua yang penting setelah oksigen. Suhu mengatur pertumbuhan, reproduksi dan kelangsungan hidup ikan. Setiap spesies memiliki batasan optimal suhu untuk melakukan pertumbuhan, pada kisaran suhu yang berfluktuasi terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis pada ikan yang dapat menyebabkan kerentanan terhadap penyakit bahkan kematian.

Suhu perairan mengatur proses metabolisme dari organisme yang hidup di dalamnya terutama ikan. Hal ini terkait dengan ikan yang merupakan hewan berdarah dingin dimana proses metabolisme dipengaruhi oleh suhu perairan. Pada ikan yang hidup di perairan dingin maka proses metabolisme berjalan lebih lambat dibandingkan dengan ikan yang hidup di perairan yang lebih panas. Akibatnya proses pertumbuhan dan perkembangan ikan yang hidup di perairan yang dingin berjalan lebih lambat. Suhu juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya pemijahan pada ikan akibat teraktivasinya hormon dalam tubuh ikan. Penentuan tingkat kelarutan gas dalam air juga dipengaruhi oleh suhu dimana pada suhu yang lebih dingin maka kelarutan gas dalam air akan lebih tinggi.

Suhu perairan dipengaruhi oleh panas yang berasal dari cahaya matahari dan suhu udara yang ada di sekitar perairan. Suhu perairan lebih stabil dibandingkan dengan suhu udara, dimana panas lebih lama tertahan dalam air dibandingkan dengan udara. Densitas air sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana pada suhu 40C densitas air berada pada nilai maksimum. Pada suhu diatas atau dibawah 40C maka densitas air akan berkurang, hal ini menyebabkan di suatu perairan terjadi stratifikasi suhu. Di permukaan air saat keadaan cuaca normal suhunya lebih tinggi dibandingkan denga n suhu di dasar perairan. Adanya stratifikasi suhu memungkinkan terjadinya proses penggabungan antara dua lapisan perairan. Peristiwa terjadinya penggabungan/mixing antara lapisan atas dan lapisan bawah dari suatu perairan disebut dengan peristiwa turn over (pada danau) dan up

welling (di laut).

Peristiwa turnover dan upwelling terjadi karena adanya perubahan suhu yang cepat di permukaan air yang diakibatkan oleh angin atau hujan sehingga permukaan air menjadi lebih dingin dibandingkan dengan dasar perairan. Pada

24 kondisi suhu yang dingin maka kepadatan/densitas air menjadi lebih berat dibandingkan dengan densitas lapisan air yang ada di dasar perairan. Akibatnya maka terjadi pergerakan lapisan perairan, lapisan permukaan bergerak ke bawah/dasar perairan dan air di dasar perairan menuju ke permukaan air (Florida Lakewatch, 2004).

Akibat dari hal tersebut maka ada beberapa kondisi yang terjadi:

1. Lapisan dasar perairan yang bergerak ke arah permukaan memiliki kandungan oksigen terlarut yang kecil. Di perairan danau hal ini dapat menyebabkan terjadi kematian ikan secara massal akibat dari berubahnya kandungan oksigen terlarut pada seluruh lapisan permukaan air. Saat terjadi

turn over lapisan dasar perairan juga membawa suspended solid yang

banyak mengandung bahan-bahan non organik yang berbahaya bagi mahluk hidup di suatu perairan.

2. Di laut peristiwa terjadi up welling merupakan faktor yang penting bagi ikan, dimana proses terjadinya up welling memberikan kesuburan bagi kondisi perairan. Hal ini terjadi karena dasar perairan yang naik menuju permukaan banyak membawa zat-zat organik yang merupakan bahan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis oleh plankton. Sehingga pada kondisi

up welling di laut secara langsung juga terjadi peningkatan densitas dari

plankton. Berbeda dengan di perairan danau karena luasan perairan lebih luas maka proses up welling tidak menyebabkan kematian massal pada ikan.

pH (Derajat Keasaman)

Adalah ukuran keasaman yang terdapat dalam air. Jumlah ion hidrogen (H+) dalam air akan menentukan apakah air tersebut asam atau basa. Nilai kisaran pH adalah antara 1 hingga 14. Pada kondisi pH yang normal nilainya adalah 7, pada kondisi yang asam nilainya dibawah 7 dan kondisi yang basa nilainnya diatas 7. Kondisi pH yang baik untuk perkembangan ikan antara 6.5 hingga 9. Tingkat pH dalam air berfluktuasi dipengaruhi oleh perolehan dan pengeluaran CO2 selama proses fotosintesis dan respirasi. Tingkat keasaman (pH) perairan akan sangat rendah saat sore hari dan akan tinggi saat tengah hari.

25 Pada kondisi asam (pH 4) merupakan kondisi letal bagi ikan. Pada kondisi tersebut menyebabkan ikan melakukan proses pengaturan kesetimbangan asam dalam tubuhnya agar tubuh tetap pada kondisi pH yang normal. Keseimbangan yang dilakukan oleh ikan adalah dengan mengambil ion bikarbonat (HCO3) dari perairan oleh sel klorida yang ada pada sel insang sehingga ion hidrogen ternetralisir. Akibatnya pada proses tersebut maka tubuh ikan menjadi kehilangan ion sodium (Na+) dan Clorida (Cl-) dan tekanan osmotik dari plasma tubuh juga menurun sehingga bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan kematian pada ikan (Ikuta dkk., 2000).

Kerusakan sel yang terjadi pada ikan yang matang gonad ketika kondisi perairan berada pada kondisi asam adalah terjadinya malformasi dari embrio yang dihasilkan. Pada level hormon juga terjadi abnormalitas ketika ikan matang gonad hidup di perairan yang pH nya rendah. Hal ini terkait dengan terganggunya proses sistem syaraf endokrin pada saat terjadi proses reproduksi.

Beberapa hal yang terjadi pada ikan salmon yang hidup di perairan yang asam adalah sebagai berikut : (Edward dkk, 2005)

1. Pada kondis perairan yang pH-nya 6 maka akan terjadi penuruna n proses terjadinya migrasi, terganggunya pola pemijahan, fungsi kelenjar thyroid ikan, feeding behaviour dan tingkat pertumbuhan dari ikan.

2. Pada kondisi sub- letal (pH 5) menyebabkan terjadinya kegagalan dalam proses ketahanan terhadap penyakit dan reproduksi akibat berubahnya mekanisme fisiologis ikan dari system hormon. Pada ikan yang dewasa juga menyebabkan terjadinya gangguan reproduksi akibat dari terganggunya beberapa proses vitelogenesis selama proses oogenesis. Vitelogenesis yang terjadi di liver mekanisme kerjanya distimulasi ole h hormon estrogen. Ketika hormon estrogen menurun maka proses vitelogenesis juga akan menurun.

3. Pada kondisi pH 4 menyebabkan terjadinya proses regulasi kesetimbangan oleh sel klorida yang ada di insang yang mengakibatkan berubahnya kesetimbangan dan NaCl yang ada dalam tubuh ikan sehingga dapat menyebabkan kematian.

Dalam dokumen KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (Halaman 36-45)

Dokumen terkait