• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pemerintah

Dalam dokumen Risiko Harga Sayuran di Indonesia (Halaman 78-83)

VI ANALISIS RISIKO HARGA SAYURAN

6.2 Alternatif Strategi yang dapat Diterapkan dalam Mengatasi Risiko Harga Sayuran Terutama Kentang, Kubis, dan Tomat di Indonesia

6.2.3 Strategi yang dapat Diterapkan oleh Pemerintah

Pemerintah memiliki peranan penting dalam upaya mengatasi fluktuasi harga dengan beberapa program telah dilakukan dan akan dilakukan oleh pemerintah. Program-program tersebut diakukan dalam upaya untuk pembiayaan di bidang pertanian yang selama ini menjadi kendala utama bagi petani untuk melakukan usaha di bidang pertanian, pemasaran produk hasil pertanian maupun kebijakan dalam menanggulangi gagal panen. Mayoritas petani Indonesia adalah petani subsisten yang tergambar dari luas kepemilikan lahan yang rata-rata rendah, penerapan input dan teknologi usaha pertanian yang relatif sederhana karena lemahnya modal usaha, terbatasnya akses petani ke sumber permodalan, kurangnya pengetahuan tentang teknologi peningkatan produksi dan mutu produk, serta terbatasnya akses terhadap informasi, dan posisi tawar petani yang lemah sehingga petani berada pada posisi yang dirugikan. Beberapa program yang telah diterapkan maupun yang sedang dalam tahap perencanaan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan agribisnis yang sudah dan telah berjalan saat ini salah satunya adalah PUAP, yang dilaksanakan oleh Departemen pertanian pada tahun 2008. PUAP mampu memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis serta meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi mitra lembaga keuangan dalam upaya akses ke permodalan/pembiayaan. Selain itu, PUAP juga berperan dalam penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Bantuan program dana PUAP akan disalurkan kepada petani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan). Setiap gapoktan membentuk lembaga keuangan mikro (LKM) untuk menyalurkan

79 pinjaman lunak secara bergulir pada anggotanya. Pinjaman LKM ini, merupakan lembaga perbankan berbasis ekonomi pedesaan dan petani bisa mengembangkan usaha garapannya karena dengan mudah mendapat pinjaman modal. Dengan demikian PUAP pada akhirnya dapat menggerakkan perekonomian pedesaan (Kementan, 2011a).

Sasaran PUAP adalah berkembangnya usaha agribisnis di desa miskin atau tertinggal dengan potensi pertanian dan berkembangnya gapoktan yang dimiliki dan dikelola petani, sedangkan tujuannya adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran serta meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis. Permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah kredit macet dimana petani mengalami gagal panen sehingga tidak mampu membayar pinjaman, sistem kelembagaan gapoktan lemah yang menyebabkan dana tidak bisa dikelola dengan baik dan tidak terjadi perkembangan dana, kurangnya sumber daya manusia berpengalaman dalam pengelolaan LKM untuk menyalurkan kredit lunak kepada petani.

2. Asuransi Pertanian

Asuransi pertanian merupakan salah satu program pemerintah yang masih dalam tahap pengembangan atau uji coba dan menunggu payung hukum dalam pelaksanaannya. Asuransi pertanian adalah suatu mekanisme finansial yang akan membantu mengelola kerugian pertanian akibat bencana alam atau iklim yang tidak mendukung diluar kemampuan petani mengendalikannya. Manajemen risiko dibidang pertanian adalah masalah yang sangat krusial dalam investasi dan keputusan finansial petani di masa transisi ekonomi khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Di dalam dunia bisnis termasuk bisnis pertanian, asuransi adalah salah satu cara yang sering dijadikan alat untuk mengelola risiko dan berperan sangat penting untuk mengatur risiko dalam investasi pertanian. Program asuransi sangat tergantung pada rasio cost/benefit bagi petani, pengusaha pertanian dan penyedia jasa asuransi. Pelaksanaan asuransi pada situasi yang diberikan didasarkan pada pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup efektif dalam menanggung sebuah risiko (Kementan, 2009).

Tujuan asuransi untuk sektor pertanian adalah untuk memberikan proteksi atau pergantian terhadap risiko gagal panen baik tanaman pangan, hortikultura,

80 perkebunan, maupun peternakan akibat serangan hama, penyakit, organisme pengganggu, dan bencana alam. Besarnya premi asuransi adalah sebesar 3,5 persen tiap tahun dari total biaya produksi atau biaya pembelian ternak yang digabungkan ke dalam setiap kelompok tani.

Permasalahan yang dihadapi dalam asuransi pertanian adalah tingginya risiko bidang pertanian dengan cakupan luas lahan yang luas, petani tidak mengetahui dan belum percaya tentang asuransi sehingga kebanyakan enggan untuk membayar premi asuransi, serta belum ada payung hukum untuk menjalankannya. Selain itu, permasalahan yang dihadapi para petani menurut Pasaribu et al. (2010) adalah serangan organisme pengganggu tanaman, menurunnya luas lahan sawah yang berakibat pada menurunnya luas tanam dan luas panen yang diakibatkan adanya alih fungsi lahan, menurunnya debit air irigasi terutama di musim kemarau, dan masalah lain adalah rendahnya bahan organik tanah, rendahnya ketersediaan hara terutama unsur nitrogen, adanya serangan hama penyakit tanaman, banyaknya saluran irigasi yang rusak, kehilangan hasil akibat penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik.

3. Sub Terminal Agribisnis(STA)

STA sebagai pasar di tingkat petani (farm-gate market) adalah sarana pemasaran hasil pertanian yang berada pada sentra produksi pertanian yang dilengkapi dengan sarana/prasarana pemasaran, penanganan pasca panen, penanganan mutu, sistem informasi pasar dan distribusi komoditas pertanian. Diharapkan kelembagaan ini dapat berfungsi sebagai agen/institusi pemasaran produk pertanian dimana petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani melalui perwakilannya terlibat secara langsung dalam pengelolaan dan penentuan harga yang berlaku di pasar tersebut. Terdapat enam STA di provinsi Jawa Barat diantaranya STA Cigombong-Cianjur, STA Bayongbong-Garut, STA Panumbangan-Ciamis, STA Maja-Majalengka untuk produk hortikultura, STA Parigi-Ciamis untuk produk kelapa, dan STA Rancamaya-Bogor untuk produk buah-buahan (Kementan, 2011b).

Meskipun sudah terdapat STA yang membantu petani dalam memasarkan produknya, akan tetapi terkendala oleh lokasi yang jauh dan setiap kota belum terdapat STA sehingga program ini juga belum optimal untuk membantu

81 permasalahan petani dalam memasarkan produk hasil pertaniannya. Hal ini disebabkan juga oleh ketidakmampuan petani dalam mengangkut hasil produk pertaniannnya karena biaya transportasi menuju lokasi STA yang cukup jauh, faktor kebiasaan petani yang menjual hasil pertaniannya ke pedagang pengumpul untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan modal untuk produksi selanjutnya, dan sistem ijon yang biasa diterapkan.

Dari permasalahan tersebut diatas, maka alternatif strategi yang perlu diterapkan dalam mengatasinya adalah sebagai berikut:

1. Perlu adanya pemberdayaan sumber daya manusia oleh tenaga penyuluh yang tersedia untuk memberi pendidikan dan pelatihan dalam mengatur dan mengelola LKM sehingga dapat dikelola dengan baik. Pemberian penyuluhan kepada petani dalam upaya perbaikan sistem produksi untuk mengatasi permasalahan gagal panen yang menyebabkan kredit macet.

2. Dari program STA tersebut, perlu adanya pembentukan di setiap kota di setiap provinsi yang mudah diakses oleh petani sehingga program tersebut akan lebih maksimal dalam pemanfaatan dan peningkatan pendapatan petani dengan memperoleh harga yang seharusnya. Hal ini akan mengurangi ketergantungan petani untuk menjual hasil pertaniannya ke pedagang pengumpul karena harga yang diberikan relatif lebih rendah dan tidak menguntungkan petani. Dalam penerapan Supply Chain Management (SCM) di setiap sub sistem yang terintegrasi dengan baik melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir (konsumen) dapat meningkatkan daya saing yang tidak semata dilakukan melalui perbaikan produktivitas dan kualitas produk, tetapi juga melalui pengemasan, pemberian merk, efisiensi, transportasi, informasi, penguatan kelembagaan dan penciptaan inovasi secara kontinyu dan sistematik. Untuk itu, perlu adanya dukungan dan kerjasama dengan pemerintah sebagai fasilitator dan regulator untuk menerapkan konsep SCM tersebut dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan petani. 3. Terkait dengan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan asuransi

pertanian, berdasarkan penelitian yang dilakukan Pasaribu et al. (2010) pada pengembangan asuransi usahatani padi, langkah yang perlu dilakukan adalah

82 dukungan pemerintah daerah setempat untuk koordinasi dengan dinas teknis terkait lainnya, pihak swasta (asuransi swasta) serta kelompok tani/petani dalam implementasi skim asuransi usahatani padi. Membentuk rancangan tim kerja kelompok beserta struktur organisasinya dan diperlukannya sosialisasi terhadap stakeholders atau pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD untuk pelaksanaan skim pembiayaan asuransi pertanian. Menurut Sumaryanto dan Nurmanaf (2006) peran pemerintah dalam pengembangan asuransi pertanian sangat dibutuhkan, dengan adanya komitmen, kebijakan, program dan dukungan politik yang kuat dan konsisten. Hal ini disebabkan oleh pengembangan asuransi pertanian untuk usahatani padi di Indonesia dapat dikembangkan jika terdapat subsidi dari pemerintah. Viabilitas asuransi pertanian sangat dipengaruhi oleh keberhasilan menciptakan sistem kelembagaan yang kondusif untuk meminimalkan moral hazard.

83

Dalam dokumen Risiko Harga Sayuran di Indonesia (Halaman 78-83)