• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Stres

2.2.1. Pengertian Stres

National Safety Council (2003), mendefinisikan stres sebagai

ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut.

Stres adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi ketika seseorang mendapatkan masalah atau tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau banyak pikiran yang mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang akan dilakukannya (Clonninger, 1996, dalam Safaria dan Safutra, 2009).

Lain halnya dengan pendapat Kartono dan Gulo (2000, dalam Safaria dan Safutra, 2009), yang mendefinisikan stres sebagai berikut :

1) Suatu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau fisiologis organisme

2) Sejenis frustasi, dengan aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah terganggu atau dipersukar, tetapi tidak terhalang-halangi, peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan was-was khawatir dalam pencapaian tujuan.

3) Kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem, tekanan-tekanan fisik dan psikologis yang dikenakan pada tubuh dan pribadi.

4) Suatu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan.

2.2.2. Sumber Stres

Menurut Rasmun (2004), sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan di luar tubuh, sumber stres dapat berupa biologik, fisiologik, kimia, psikologik, sosial dan spiritual, terjadinya stres karena stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis.

1) Stresor biologik dapat berupa mikroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya, hewan, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan, misalnya tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit binatang, dan lain-lain, yang dipersepsikan dapat mengancam konsep diri individu.

2) Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi, yang meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan, dan lain-lain. 3) Stresor kimia, dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa sedangkan

dari luar tubuh dapat berupa obat, pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan- bahan kosmetika, bahan-bahan pengawet, pewarna dan lain-lain.

4) Stresor sosial psikologik, yaitu labeling (penamaan) dan prasangka, ketidakpuasan terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya, perkosaan), konflik peran, percaya diri yang rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif, dan kehamilan.

5) Stresor spiritual, yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ketuhanan. Tidak hanya stresor negatif yang menyebabkan stres, tetapi stresor positif pun dapat menyebabkan stres, misalnya kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, mempunyai anak, dan lain-lain, semua yang terjadi sepanjang daur kehidupan.

2.2.3. Jenis Stres

Para ahli psikologi mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Definisi kontemporer menyebut stres dari lingkungan eksternal sebagai stresor (misalnya masalah pekerjaan), respon terhadap stresor sebagai stres atau distres (misalnya perasaan terhadap tekanan). Para peneliti Juga membedakan antara stres yang merugikan dan merusak yang disebut distres, dan stres yang positif dan menguntungkan, yang disebut eustres.

Selye (Sarafino, 1998), menyebutkan satu jenis stres sangat berbahaya dan merugikan, disebut dengan distres. Satu jenis stres lainnya yang justru bermanfaat atau konstruktif disebut eustres. Stres jangka pendek mungkin mempunyai akibat yang bermanfaat, tetapi jika stres berlangsung terus-menerus akibat yang terjadi menjadi negatif, karena akan menggangu kesehatan dan kehidupan pada umumnya (Safaria dan Safutra, 2009).

2.2.4. Reaksi Stres

Menurut Helmi (2000, dalam Safaria dan. Safutra, 2009), ada 4 macam reaksi stres, yaitu reaksi psikologis, fisiologis, proses berpikir, dan tingkah laku. Keempat macam reaksi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat

berwujud negatif reaksi yang bersifat negatif antara lain berikut ini :

(1) Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah marah, sedih ataupun mudah tersinggung.

(2) Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan seperti pusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit, ataupun rambut rontok.

(3) Reaksi proses berfikir (kognitif), biasanya tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil keputusan.

(4) Reaksi perilaku, pada para remaja tampak dari perilaku-perilaku menyimpang seperti mabuk, ngepil, frekuensi merokok meningkat, ataupun menghindar bertemu dengan temannya.

2.2.5. Dampak Negatif Stres

Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak bisa merupakan gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Reaksi stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa gejala (Rice, 1992, dalam Safaria dan Safutra, 2009), yaitu sebagal berikut :

(1) Gejala fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, konstipasi, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi gangguan pencernaan, berubah selera makan, susah tidur dan kehilangan semangat.

(2) Gejala emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi.

(3) Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, keputus asaan, mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau.

(4) Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan mudah mempersalahkan orang lain.

(5) Gejala organisasional, berupa meningkatnya keabsenan dalam kerja/kuliah, menurunnya produktivitas, ketegangan dengan rekan kerja, ketidakpuasan kerja dan menurunnya dorongan untuk berpretasi.

2.2.6. Dampak Psikofisiologis dari Stres

Dampak negatif yang terjadi akibat stres dapat dijelaskan menurut teori sindrom adaptasi umum (General Adaptation System) dari Selye. Menurut Selye (Rice, 1992) ada 3 tahap yang disebut sebagai sindrom adaptasi umum , yaitu berikut ini.

Tahap pertama : reaksi alarm (alarm reaction). Reaksi alarm terjadi ketika stimulasi pertama kalinya dari stresor yang menimbulkan ketegangan yang diterima oleh reseptor. Selama tahap ini, sistem simpatetik dan kelenjar-kelenjar tubuh mulai mengeluarkan hormon-hormonnya untuk tujuan penciptaan energi tubuh menghadapi tegangan. Jika ketegangan itu terus terjadi maka tubuh akan memasuki tahap berikutnya.

Tahap kedua : resistensi (resistence). Selama tahap ini tubuh terus menerus mengeluarkan energinya untuk bertahan dan melawan ketegangan yang ada. Hormon- hormon stres mulai meningkat kadarnya di dalam tubuh seperti adrenalin,

noradrenalin, dan kortisol. Semua hormon-hormon itu digunakan untuk memberi

energi pada tubuh untuk melawan ketegangan. Keadaan ini akan menyebabkan sistem-sistem pertumbuhan dalam tubuh akan terganggu fungsinya. dan jika ketegangan masih terus berlangsung tubuh akan masuk pada tahap akhir.

Tahap ketiga : kelelahan (exhaustion). Selama tahap ini tubuh telah kehabisan energi untuk terus menerus melawan ketegangan-ketegangan yang ada sehingga jika hal ini terus berlangsung akan berdampak negatif karena rusaknya sistem-sistem pertumbuhan di dalam tubuh. Dampak tersebut antara lain timbulnya penyakit jantung, maag, hipertensi, migrain, diabetes, dan lain sebagainya.

Beberapa dampak negatif dari stres yang berlebihan telah diteliti oleh beberapa ahli diantaranya dapat menyebabkan serangan jantung (Haskel, 1987) penurunan kekebalan tubuh dan peningkatan pertumbuhan tumor (Rice, 1986), ketidak hadiran kerja dan turn over (Crampton dkk, 1995, dalam Safaria dan Safutra, 2009).

2.2.7. Klasifikasi Stres

Potter dan Perry (1998, dalam Rasmun, 2004), mengklasifikasikan stres menjadi 3 yaitu :

(1) Stres ringan, biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebalikmya stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya, lupa ketiduran, kemacetan, dikritik. Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi

terus menerus.

(2) Stres sedang, terjadi lebih lama, beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, Situasi seperti ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu penyakit koroner.

(3) Stres berat, adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan financial dan penyakit fisik yang lama.

Dokumen terkait