TINJAUAN PUSTAKA
3. Structural Capital Value Added (STVA)
Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu rupiah dari VA dan merupakan indikasi
bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang
independen sebagaimana HC dalam proses penciptaan nilai. Artinya, semakin
besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA
2.3 Stakeholder Theory
Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka dan melaporkan kembali aktivitas – aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka, bahkan ketika
mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut dan bahkan ketika
mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang konstruktif dalam
kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004).
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan
perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari teori
stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktivitas-aktivitas mereka, dan meminimalkan kerugian-kerugian
bagi stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan stakeholder menjalankan hubungan mereka.
Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep intellectual capital, teori stakeholder harus dipandang dari dua bidang, baik bidang etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan manajer harus
Ketika manajer mampu mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam
upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, maka itu artinya manajer telah
memenuhi aspek etika teori ini. Penciptaan nilai (value creation) dalam konteks ini adalah dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan, baik
karyawan (human capital), aset fisik (physical capital) maupun structural capital. Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan mendorong kinerja keuangan
perusahaan untuk kepentingan stakeholder.
Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang dibutuhkan organisasi. Ketika para stakeholder berupaya untuk mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kesejahteraan tersebut diwujudkan dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.
Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk mempengaruhi manajemen dalam pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh organisasi.
Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas seluruh potensi
inilah organisasi akan dapat menciptakan value added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi para
2.4 Legitimacy Theory
Teori legitimacy menegaskan bahwa perusahaan terus berupaya untuk memastikan bahwa mereka beroperasi dalam bingkai dan norma yang ada dalam
masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan berada, dimana mereka berusaha
untuk memastikan bahwa aktifitas mereka (perusahaan) diterima oleh pihak luar
sebagai suatu yang “sah” (Deegan, 2004). Pendapat yang sama diungkapkan juga
oleh Tilt (1994) dalam Haniffa et al (2005) yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan
nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Teori legitimasi kaitannya
dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah apabila jika terjadi
ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka
perusahaan dapat kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam
kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994 dalam Haniffa et al 2005). Ghozali dan Chairi (2007) menyatakan bahwa hal yang melandasi teori
legitimacy adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi.
Shocker dan Sethi (1974) dalam Ghozali dan Chariri (2007) memberikan
penjelasan tentang konsep kontrak sosial, yaitu: “Semua institusi sosial tidak
terkecuali perusahaan beroperasi di masyarakat melalui kontrak sosial , baik
eksplisit maupun implisit, dimana kelangsungan hidup dan pertumbuhannya
luas dan distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok sesuai
dengan power yang dimiliki.
2.5 Penelitian Terdahulu
Suhendah (2012) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap profitabilitas, produktivitas, dan penilaian pasar pada perusahaan yang go public di Indonesia pada tahun 2005-2007. Berdasarkan penelitian ini bahwa intellectual capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas dan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap produktivitas tetapi berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap penilaian pasar.
Pramelasari (2010) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan hasil bahwa intelellectual capital tidak berpengaruh signifikan terhadap MtBV dan kinerja keuangan (Return on Assets, Return on Equity, dan Employee Productivity).
Margaretha dan Rakhman (2006) meneliti analisis pengaruh intellectual capital terhadap market value dan financial performance perusahaan dengan metode value added intellectual coefficient. Berdasarkan hasil penelitan bahwa MtBV berpengaruh negatif terhadap perusahaan manufaktur, tetapi intellectual capital berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial performance yang diukur dengan Return On Equity (ROE).
Bentoen (2011) meneliti pengaruh intellectual capital terhadap financial performance, growth dan market value. Berdasarkan hasil penelitian intellectual capital memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial performance
untuk alat ukur Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER) dan Employee Productivity (EP) tetapi untuk Current Ratio (CR) secara siginifikan memiliki pengaruh positif. Intellectual capital berpengaruh positif terhadap growth untuk alat ukur Growth in Revenue (GA) dan Growth in Assets. Tetapi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Growth in Earnings (GE). Intellectual capital berpengaruh positif signifikan terhadap market value.
Secara ringkas, penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1
BAB III