• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara etimologis struktur berasal dari kata structure, bahasa Latin yang berarti bentuk atau bangunan (Ratna, 2012:88). Struktur cerita diartikan susunan, penegasan, dan gambaran dari semua bahan dan bagian yang menjadikan komponennya secara bersama membentuk suatu kebulatan (Nurgiyantoro, 1995:36). Selain itu, struktur cerita karya sastra juga mengacu pada pengertian hubungan antar unsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi dan secara bersama-sama membentuk kesatuan yang utuh. Karya sastra besar merupakan produk strukturilisasi dari subjek kolektif. Oleh karena itu karya sastra mempunyai struktur yang koheran dan padat.

Cerita rakyat Ki Ageng Pengging ialah cerita yang secara turun temurun dan dipercaya oleh masyarakat pemiliknya sebagai suatu legenda setempat yang dipercaya benar-benar terjadi. Berikut di bawah ini ialah ringkasan cerita yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan juru kunci setempat.

Asal mulanya berawal dari pernikahan Prabu Sri Makurung dan Ratna Pembayun yang mempunyai tiga orang anak yaitu Kebo Kanigara, Kebo Kenongo, dan Kebo Amiluhur. Dari keturunan tersebut yang mampu menurunkan kelanjutan sejarah adalah Kebo Kenongo. Yang nantinya menurunkan Jaka Tingkir (Mas Karebet). Kebo Kenongo awalnya berkepercayaan Hindu. Kemudian datanglah Syekh Siti Jenar yang datang ke daerah Pengging untuk mencari orang yang berilmu tinggi. Kemudian, setelah menemukan nama bukit pengging itu berarti orang yang berilmu tinggi. Kebo kenongo semedi untuk mengajar murid-muridnya. Beberapa hari setelah perbincangan yang dilakukan Syekh Siti Jenar dengan Kebo Kenongo itu, akhirnya Kebo Kenongo ingin merubah kepercayaan menjadi islam. Islam yang dianutnya ini adalah Islam Kejawen. Kyai Ageng Pengging kemudian membuat sebuah masjid dan membujuk muridnya untuk merubah kepercayaan menjadi islam seperti yang sekarang dianutnya, dan itu semua tanpa paksaan sama sekali.

Ajaran dan tokoh Syekh Siti Jenar ini dianggap ajaran yang menyimpang dari ajaran buku dan kemudian dituduh menyesatkan. Tuduhan itu sebenarnya juga mengarah pada anggapan ajaran yang menanam bibit pembangkangan pada legitimasi kekuasaaan Demak. Kemudian Sultan Demak mengutus Sunan Kudus untuk membujuk Kyai Ageng Pengging untuk datang ke Demak dengan alih-alih membayar pajak. Akan tetapi, Kyai Ageng Pengging tidak mau menuruti perintah tersebut. Sebagai ganti dari ketidakpatuhan Kyai

Ageng Pengging ini, maka pemerintahan Demak membawa istri Kyai Ageng Pengging yang tengah hamil itu ke Demak.

Kyai Ageng Pengging merelakan istrinya untuk dibawa ke Demak. Kemudian Kyai Ageng Pengging meninggal dengan cara

mukso atau hilang bersama dengan raga dan jasadnya begitu saja di

hadapan Sunan Kudus. Sunan Kudus menjadi takjub akan kesaktian Kyai Ageng Pengging ini dan kemudian mempercayai Kyai Ageng Pengging. Seperti pada kutipan berikut ini:

“Ngapa aku ndadak mbok pateni, wong aku mati dhewe

saiki wae iso kok” sanjange Eyang mekaten. (Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

“Kenapa saya harus kamu bunuh, saya mati sendiri sekarang saja bisa kok” kata Eyang seperti itu.

Masa hidupnya dari cerita di atas, meninggalnya Kyai Ageng Pengging atau Kebo Kenongo ada dua versi yaitu versi pertama yang menyatakan bahwa Kyai Ageng Pengging meninggal dengan cara

mukso atau hilang bersama dengan raga dan jasadnya.

Versi cerita lainnya adalah kematian Kyai Ageng Pengging diakibatkan oleh Sunan Kudus yang membunuhnya. Akan tetapi faktanya, Sunan Kudus diutus dari Demak lalu Kebo Kenongo diminta datang ke Demak, akan tetapi eyang (Kyai Ageng Pengging) tidak mau kesana karena bumi pengging merupakan bumi kemerdekaan yang terlepas dari kerajaan Demak. Eyang mati tanpa pusaka apapun,

dia bisa mati sendiri dan hidup sendiri. Lalu Sunan Kudus takut dan justru ia berguru pada Kyai Ageng Pengging. Sunan Kudus pulang lagi dengan tangan hampa, lalu Demak mengutus Sunan Kalijaga untuk datang ke Pengging. Pusakanya digunakannya untuk bukti bahwa dia berhasil membunuh eyang, tapi faktanya pusaka itu digunakan untuk membunuh seekor anjing.

Berdasarkan cerita di atas, ada bermacam–macam ritual, menurut keyakinan pribadi masing-masing pengunjung. Ritual kejawen tidak diharuskan dengan aturan yang ramai, yaitu setiap malam jumat dan selasa kliwon, jika ada tamu biasa dapat dilayani setiap hari. Ubarampe itu tidak diharuskan dengan aturan yang berbagai macam. Menurut pribadi sendiri, apabila terkabul itu, baru mereka biasanya memberikan beberapa hasil bumi atau melakukan syukuran. Sastra lisan yang telah dikarang dan kemudian diceritakan kembali dari mulut ke mulut itu biasanya mengandung hal-hal bersifat supranatural yang tekadang tidak dapat diterima oleh akal manusia, sehingga banyak sastra lisan yang hanya dianggap sebagai dongeng yang pada intinya tidak dapat diterima secara logika.

Keekstensian sastra lisan (foklor) dirasa masih populer dan semakin populer hingga saat ini. terbukti ketika sastra lisan dijadikan sebagai judul film atau dicetak sebagai buku. Sastra lisan yng dulunya sampai sekarang hanya dari mulut ke mulut, bahkan sebagian masyarakat yang menyukai cerita berbau khayalan nemiliki ketertarikan sendiri terhadap ssatra lisan atau foklor.

Sastra lisan memiliki makna yang sebenarnya sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup yang lebih baik kedepannya untuk manusia. Sastra lisan mengandung unsur sejarah dan memiliki kaitan langsung dengan sejarah yang sudah ada. Sastra lisan cerita Kyai Ageng Pengging memiliki daya tarik karena di dalamnya memiliki unsur kenyataan yang berkaitan dengan sejarah masa lalu.

Cerita Rakyat Ki Ageng Pengging yang diwariskan turun temurun oleh masyarakat secara lisan. Dengan demikian cerita rakyat Kyai Ageng Pengging memiliki hubungan erat dengan masyarakat, sebagai suatu kelompok sosial pemilik warisan adat-istiadat tersebut.

Berdasarkan ringkasan cerita rakyat Kyai Ageng Pengging di atas, maka dapat ditemukan unsur-unsur yang membangun cerita rakyat tersebut antara lain:

a. Tema

Peristiwa yang diceritakan dalam Kyai Ageng Pengging ini menggambarkan kisah Kebijaksanaan seorang Kyai semasa hidupnya dalam memimpin padepokan. Namun dalam mengajarkan agama mengalami berbagai rintangan. Seperti dianggap memberontak oleh Kerajaan Demak dan diprasangka agama atau ajarannya menyesatkan. Hal ini dapat ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut:

Eyang niku pribadi ingkang wicaksana, mboten nate duka, sabar, seneng tetulung. (Karsino, 14 Juli 2016)

Eyang (Kyai Ageng Pengging) itu pribadi yang bijaksana, tidak pernah marah, sabar, suka membantu sesama.

Kyai Ageng Pengginng sangatg ini merupakan sosok yang sangat disegani oleh masyarakat dan pengikutnya. Karena hal itu lah, beliau jadi dibenci atau dianggap oleh Kerajaan Demak dan dituduh hendak memberontak Demak. Berdasarkan inti dari cerita Kyai Ageng Pengging adalah pemaksaan kekuasaan oleh suatu kerajaan terhadap seorang Kyai atau pemimpin suatu padepokan. Di tempat ini pula ditemukan makam Kyai Ageng Pengging yang masih ramai dikunjungi oleh para peziarah. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa cerita rakyat Kyai Ageng Pengging diklasifikasikan dalam legenda tempat dan legenda perseorangan.

b. Alur

Alur yang digunakan dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging adalah alur maju atau alur lurus. Hal ini terbukti bahwa cerita mengalir disampaikan secara runtut dan menimbulkan kejadian selanjutnya. Cerita diawali dengan menggambarkan tokoh yang sangat berpengaruh dalam cerita yaitu Kyai Ageng Pengging dan tokoh-tokoh yang lain. Awal mula ketika Kyai Ageng Pengging bertemu dengan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar sebenarnya memang sengaja menemui Kyai Ageng Pengging untuk mengajarkan agama Islam. Kedatangannya ini disambut hangat oleh Kyai Ageng Pengging

yang bernama aslinya Kebo Kenongo. Nama aslinya ini masih melekat pada dirinya saat beliau masih menganut agama Hindu. Setelah lama berbincang-bincang dengan Syekh Siti Jenar, beliau akhirnya merubah keyakinannya menjadi agama Islam, tapi dengan tanpa paksaan.

Permasalahan mulai timbul ketika Kerajaan Demak berprasangka buruk kepada Kyai Ageng Pengging dikarenakan pihak Demak berpikir Kyai Ageng Pengging membuat pasukan untuk menyerang Kerajaan Demak. Permasalahan selanjutnya adalah ketika Demak mengutus Sunan Kudus untuk membawa kembali Kyai Ageng Pengging ke Kerajaan Demak, jika Kyai tidak mau maka dibunuhlah Kyai Ageng Pengging. Bahkan ancaman Demak yang akan membawa istri Kyai Ageng Pengging ke Demak sebagai jaminan untuk membayar pajak.

Perkembangan terhadap konflik dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging ini adalah saat kematian Kyai Ageng Pengging. Konflik berakhir ketika Kyai Ageng Pengging meninggal dengan meninggalkan jasad dan raganya (muksa). Kematian Kyai Ageng Pengging tidak membuat berhentinya cerita-cerita sejarah berikutnya. Melainkan itu merupakan awal mula terbentuknya sejarah yang nantinya Kyai Ageng Pengging akan menurunkan Jaka Tingkir sebagai penerusnya.

Tokoh utama dalam cerita rakyat ini adalah Kyai Ageng Pengging yang mempunyai nama kecil Kebo Kenongo. Ketika Kyai Ageng Pengging berbincang-bincang dengan Syekh Siti Jenar, dan kemudian berpindah agama menjadi penganut agama Islam. Namun, Islam yang dianutnya ini merupakan Islam kejawen. Adapun tokoh tersebut mempunyai karakter yang bijaksana, tidak sombong, santun, sabar, tidak pernah marah. Hal ini tercermin dari cara menghadapi tuduhan yang ditujukan kepadanya dari Kerajaan Demak bahwa beliau dituduh memberontak dan menjadi ancaman utuk Kerajaan Demak. Seperti pada kutipan di bawah ini:

Lajeng eyang mriki istilahe dangu-dangu kiyat. Lha diprasangka Demak niku ajeng ngrebasa niku wani kalih Demak. Makane amargi eyang mriki mboten purun asok glondhong pengareng-areng niku istilahipun pajek ngoten. Lha terus diprasangka Demak niku badhe wantun nyusun kekuatan ngoten, ning sejatose eyang mriki mboten. Ora ngepengenke lungguh kursi dadi ratu ngoten niku. (Karsino,14 Juli 2016)

Terjemahan:

Selanjutnya, Eyang itu istilahnya dulunya adalah orang yang kuat. Kemudian diprasangka Demak bahwa Eyang itu dirasa berani kepada pemerintahan Demak. Karena Eyang itu tidak mau

asok glondhong pengareng-areng atau istilahnya

membayar pajak seperti itu. Kemudian justru diprasangka oleh Demak bahwa beliau berani dan menyusun kekuatan begitu, tapi sejatinya Eyang tidak melakukannya. Beliau tidak menginginkan duduk di tahta menjadi ratu seperti itu.

Kyai Ageng Pengging merupakan tokoh pemimpin padepokan agama Islam Kejawen, khususnya di bumi Pengging. Nama asli Kyai Ageng Pengging adalah Kebo Kenongo. Beliau juga dikenal menguasai ilmu yang tinggi melebihi Sunan-Sunan yang ada sehingga banyak santri dari berbagai tempat yang ingin berguru kepadanya. Kyai Ageng Pengging mempunyai sifat yang sabar, tidak pernah marah, tidak sombong, rendah hati, tidak menginginkan hal-hal yang bersifat duniawi.

Kutipan:

Nek kesaktiane Eyang mriki niku piyantun ingkang sabar, mboten nate duka, ngeten niku. Mboten kepengin bandha donya lah istilahe niku. (Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

Kalau kesaktian Eyang itu pribadi yang sabar, tidak pernah marah, seperti itu. Tidak menginginkan harta duniawi lah istilahnya itu.

Sifat-sifat yang dimiliki Kyai Ageng Pengging yang sangat positif membuatnya disegani semua masyarakat sekitar dan pengikutnya. Jiwa yang sabar dan tidak pernah marah tercermin saat beliau dituduh dan diancan hendak dibunuh oleh Sunan Kudus. Sifat-sifat Kyai Ageng Pengging ini yang membuat dirinya mempunyai kekuatan yang tinggi atau inggil,

berbeda dengan Kyai-Kyai maupun Sunan-Sunan yang ada dahulunya.

Selain tokoh utama yaitu Kyai Ageng Pengging ada pula tokoh lain bernama Syekh Siti Jenar. Dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging, tokoh Syekh Siti Jenar merupakan orang yang mengajarkan dan membujuk Kyai Ageng Pengging untuk masuk agama Islam. Namun, perpindahan kepercayaan yang dilakukan Kyai Ageng Pengging ini tidak ada unsur paksaaan sama sekali dari Syekh Siti Jenar . Dia mengajarkan agama Islam melalui diskusi atau tukar pengalaman bersama Kyai Ageng Pengging. Karena pada awalnya Kyai Ageng Pengging menganut agama Hindu.

Kutipan:

Niku rikala rumiyin Pengging niku lak riwayatipun eyang mriki niku rumiyin tasih hindu. Hindu lajeng dirawuhipun eyang syekh siti jenar. Niku tukar ilmu, tukar pengalaman, tukar kawruh kejawen ning mboten wonten dalemipun ning wonten sanggar pamujan. Sanggar pamujan rumiyin niku nek cara sakniki vihara ngoten niku hle nek rumiyin sanggar pamujan. Lajeng eyang mriki dipun rujuk niku supados ngrasuk islam, hla lajeng eyang kersa ngrasuk islam. (Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

Itu dahulunya di Pengging itu Eyang (Kebo Kenongo) dulu masih beragama Hindu. Hindu kemudian datanglah Syekh Siti Jenar. Mereka melakukan tukar ilmu, tukar pengalaman, tukar pengetahuan tentang kejawen akan tetapi tidak di rumah tetapi di dalam tempat pemujaan. Tempat pemujaan itu dulu apabila dikaitkan sekarang

adalah sebuah vihara seperti itu dulu sanggar pemujaan. Kemudian Eyang dibujuk supaya berpindah agama menjadi Islam, hla kemudian Eyang bersedia masuk Islam.

Selain tokoh utama, ada pula tokoh lain yaitu Sunan Kudus. Sunan Kudus adalah utusan Kerajaan Demak.

Kutipan:

Lajeng sing Demak mrika terus, utusan Sunan Kudus ngapurih nek purun diajak sowan mrika, nek mboten purun purbawasesa menika kapurih merjaya menika.(Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

Kemudian dari Demak sana mengutus Sunan Kudus untuk membawa Kyai Ageng Pengging ke Demak apabila beliau bersedia ikut, namun apabila beliau menolaknya maka Sunan Kudus ditugaskan untuk membunuh Kyai Ageng Pengging.

Sunan Kudus yang diutus untuk membawa Kyai Ageng Pengging dan ditugaskan untuk membunuhnya. Akan tetapi istri dari Kyai Ageng Pengging yang dibawa agar Kyai Ageng Pengging marah seperti yang telah diceritakan di atas. Tapi pada akhirnya Sunan Kudus berguru pada Kyai Ageng Pengging.

Kutipan:

Sunan Kudus damel kareben Eyang niku nesu, muring. Bojone lak disuwun, utusan saking mrika nyuwun bojone utawi garwane Eyang mriki, padahal niku mpun enten dalam kandutan 4 bulan. Disuwun supados dingge gantine asok glondhong

pengarong-arong, pajek niku hle istilahe. (Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

Sunan Kudus membuat agar Eyang itu marah, mengamuk. Istrinya diambil, utusan dari sana minta istrinya Eyang sini, padahal itu sudah mengandung sekitar 4 bulan. Dibawa supaya untuk menggantikan Eyang sebagai “asok glondhong

pengarong-arong”, atau istilahnya pajak.

d. Latar

Latar dalam cerita rakyat Kyai Ageng Pengging antara lain latar tempat, dan suasana. Akan tetapi, latar yang sangat menonjol yang terjadi dala cerita rakyat Kyai Ageng Pengging adalah latar tempat. Latar tempat diantaranya yaitu Pengging, sanggar pemujaan (vihara). Sanggar pemujaan yang sekarang beralih fungsi menjadi padepokan Kyai Ageng Pengging untuk mengajarkan agama Islam di bumi Pengging.

Latar cerita dimulai dari pernikahan Prabu Sri Makurung dengan Putri Ratna Pembayun yang merupakan anak dari Brawijaya V dari Majapahit. Hadiah untuk pernikahan keduanya ini, Brawijaya V memberikan tanah Pengging untuk mereka berdua. Kemudian mereka dikaruniai tiga orang putra, yang salah satunya adalah Kebo Kenongo atau sekarang berubah menjadi Kyai Ageng Pengging.

Hla menika terus lajeng niku tasih wonten Majapahit lajeng dipunparingi bumi pengging. Terus wonten mriki dipun paringi asma jejuluk prabu sri makurung, nek saderengipun niki sakjane prabu sri makurung handayaningrat menika setelah pikantuk putrinipun retno pembayun.(Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

Hla kemudian itu masih berada di Majapahit, lalu dihadiahi tanh Pengging untuk mereka berdua. Kemudian di Pengging diberi nama julukan Prabu Sri Makurung, sebenarnya nama Prabu Sri Makurung Handayaningrat itu diberikan tau disematkan setelah menikah dengan Putri Retno Pembayun.

Latar tempat selanjutnya adalah di sanggar pemujaan milik Kyai Ageng Pengging. Sanggar ini digunakan untuk berdoa dan mengajar agama Hindu kepada murid-muridnya, sekarang dikenal sebagai vihara. Di dalam sanggar ini juga, Kyai Ageng Pengging berbincang-bincang dan bertukar ilmu kepada Syekh Siti Jenar tentang agama Islam. Ketertarikan Kyai Ageng Pengging terhadap Agama Islam inilah yang membuat beliau akhirnya berpindah keyakinan dari Hindu menjadi Islam kejawen. Disusul oleh murid-muridnya yang akhirnya berpindah keyakinan juga menjadi Islam kejawen, namun tanpa paksaan atau perintah dari Kyai Ageng Pengging.

Kutipan:

Niku tukar ilmu, tukar pengalaman, tukar kawruh kejawen ning mboten wonten dalemipun ning

wonten sanggar pamujan. Sanggar pamujan rumiyin niku nek cara sakniki vihara ngoten niku hle nek rumiyin sanggar pamujan. (Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

Mereka melakukan tukar ilmu, tukar pengalaman, tukar pengetahuan tentang kejawen akan tetapi tidak di rumah tetapi di dalam tempat pemujaan. Tempat pemujaan itu dulu apabila dikaitkan sekarang adalah sebuah vihara seperti itu dulu sanggar pemujaan.

Bagian latar suasana cerita rakyat ini terdapat suasana senang, tegang, dan sedih. Suasana senang ditunjukkan ketika berganti agama Islam dan mendirikan padepokan sekaligus memiliki santri-santri. Suasana tegang terjadi ketika Sunan Kudus akan membunuh Kyai Ageng Pengging.

Kutipan:

Wong pati niku men istilahe Sunan Kudus kalawau badhe mateni Eyang mriki niku wau. Nek jenengan badhe mejahi kula mangga. Pati uripe menungsa niku enten kersane Gusti Alah. Yakin saestu lajeng pusakane Sunan Kudus niku mboten kuwawi. (Karsino, 14 Juli 2016)

Terjemahan:

Karena mati itu istilahnya Sunan Kudus akan membunuh Eyang itupun. Kalau kamu ingin membunuh saya itu silahkan. Karena mati dan hidup manusia itu ada di tangan Tuhan. Yakin benar kemudian pusaka atau senjata Sunan Kudus itu tidak mempan untuk membunuh Eyang (Kyai Ageng Pengging).

Sunan Kudus hanya utusan Kerajaan Demak. Jika Kyai Ageng Pengging tidak mau ikut ke Demak maka dibunuhlah Kyai Ageng Pengging oleh Sunan Kudus. Sementara itu, penggambaran suasana sedih ditunjukkan ketika istri Kyai Ageng Pengging dibawa oleh Sunan Kudus ke Demak sebagai jaminan. Meskipun sebenarnya Kyai Ageng Pengging merasa sedih istrinya hendak dibawa ke Demak, namun beliau tetap ikhlas menghadapi bahwa istrinya dibawa ke Demak.

e. Amanat

Berdasarkan cerita rakyat Kyai Ageng Pengging ini ditemukan beberapa amanat. Amanat dapat diambil dari perilaku para tokoh cerita maupun peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita Kyai Ageng Pengging ini. Amanat bagi generasi muda antara lain: sifat Kyai Ageng Pengging yang bijaksana, ikhlas, sabar, dan jangan sombong. Meskipun terhimpit oleh masalah-masalah yang sebenarnya bukan kesalahannya atau yang tidak dilakukannya, Kyai Ageng Pengging tetap sabar dan ikhlas.

Kebijaksanaannya ditunjukkan ketika memimpin padepokan. Kyai Ageng Pengging ini tidak mau disebut pemimpin atau tidak mau menduduki tahta. Kyai hanya mengajarkan agama saja kepada masyarakat sekitar dan orang

yang mau belajar agama Islam tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

B. Bentuk Hegemoni Kekuasaan dalam Cerita Kyai Ageng

Dokumen terkait