• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR DISKURSUS DAN MEKANISME DISKURSIFNYA

Dalam dokumen Defisit Demokrasi vs Surplus Media Parad (Halaman 47-51)

Motivasi Hasrat melalui Struktur Universitas

APENDIKS: MODUL WORKSHOP ANALISIS WACANA PSIKOANALISIS I.1 Hasrat di Ranah Simbolik

II. STRUKTUR DISKURSUS DAN MEKANISME DISKURSIFNYA

Untuk merumuskan suatu strategi perubahan sosial yang etis dan efektif melalui diskursus, maka perlu dipahami mekanisme suatu diskursus dalam menghasilkan pengaruh psikologis pada sejumlah besar subyek, sehingga secara politis bisa berhasil. Menurut Jacques Lacan, setidaknya ada empat struktur dasar diskursus yang masing- masing menghasilkan empat pengaruh sosial melalui empat faktornya:

 Diskursus Universitas (University Discourse), yang mempengaruhi dengan cara mendidik / mengindoktrinasi melalui pengetahuan.

 Diskursus Penguasa (Master’s Discourse) yang mempengaruhi dengan cara

mengatur / memberi perintah melalui idealisme.

 Diskursus Histeris (Hysterical Discourse) yang mempengaruhi dengan cara menghasrati / memprotes melalui pembagian diri (gegar).

 Diskursus Sang Analis (Analyst’s Discourse) yang mempengaruhi dengan cara menganalisis / mentransformasikan / merevolusikan melalui rasa sukacita.

Keempat diskursus ini terstruktur oleh komponen-komponen:

 Penanda utama (S1)

 Jaringan Penanda / Sistem Pengetahuan (S2)

 Objek a / objet petit autre (a)

 Subyek gegar / yang terbelah, di antara S1 dan a ($)6

Komponen-komponen tersebut, dalam keempat diskursus, secara bergantian menempati salah satu dari keempat kedudukan berikut:

6

Pada dasarnya semua subyek adalah $. Saat subyek selesai terodipalisasi, maka saat itu juga ia menyandang suatu penanda utama yang memberikan dia identitas (S1)– Ego Ideal. Ego Ideal mensyaratkan peminggiran / represi hasrat-hasrat pra-odipal (the All). Jadi, sebenarnya Ego Ideal tidaklah pas 100% pada subyek, selalu ada “ruang” yang tak bisa direpresentasikannya, yaitu “the All”. “The All” inilah yang memproduksi hasrat akan “yang lain’” / obyek a (a); suatu usaha (yang sia-sia) untuk mengisi kehilangan “the All”.

* Keterangan:

Ruas kiri, adalah yang posisi yang aktif berbicara atau mengirimkan pesan;

sedangkan yang berada di ruas kanan adalah faktor-faktor yang diaktifkan atau yang muncul dari subyek saat ia menerima pesan.

Ruas atas, merupakan faktor-faktor yang tampil / kelihatan; sementara ruas

bawah merupakan faktor yang tersembunyi, implisit, bahkan terepresi.

Ruas kiri atas, ditempati oleh pelaku yang aktif mendominasi; ruas kiri bawah,

merupakan faktor yang mendorong, mendukung, dan melandasi bangkitnya faktor dominan, tetapi tertekan olehnya; kanan atas, merupakan faktor yang diaktifkan (jadi, tidak pasif) sebagai prasyarat menerima / memahami pesan (contoh, bersikap reseptif dan mengosongkan diri untuk sementara); kanan

bawah, merupakan faktor yang diharapkan saat penerima telah menerima dan

memahami pesan, yaitu mengartikulasikannya.

II.1. Diskursus Universitas (University Discourse)

Diskursus yang biasanya terjadi saat perkuliahan berlangsung dan saat kaderisasi suatu kelompok gerakan idiologis tertentu biasanya jatuh pada kategori Diskursus Universitas, dengan strukturnya sebagai berikut,

Mahasiswa atau kader – subjek penerima diskursus – biasanya berada pada posisi a, mereka harus berada pada posisi kekosongan atau kekurangan (lack of “the

All”), atau mengkondisikan diri demikian. Tujuannya agar sistim pengetahuan (S2) yang disampaikan dapat terserap sempurna. Oleh S2, subjek penerima dibuat teralienasi dan menjadi gegar ($), dengan kata lain mereka dieksploitasi / dipaksa / tidak diberi pilihan lain selain menjalinkan diri dengan S2 – mengisi kekosongannya dengan S2.

Yang diminta dari subjek penerima adalah produksi sistem tersebut, bahkan perluasan maupun penajaman sistem tersebut – misalnya dengan skripsi / tesis / disertasi atau menjadi penyambung lidah sang idiolog, sehingga memperkuat S2. Penguasaan tentang sistem pengetahuan (S2) dianggap menjadi tujuan itu sendiri, dan bukannya sebagai cara untuk memberi keuntungan pada individu atau masyarakat umum. Padahal, sebagaimana dikritisi oleh teoritisi Frankfurt – Adorno, horkheimer, dkk., ilmu pengetahuan tidaklah bebas nilai, ia selalu merupakan kepentingan (S1) seseorang / sekelompok orang, bahkan sang penguasa. Kondisi ini diperparah oleh

Pembicara Penerima

Pelaku  ”yang lain” --- --- Kebenaran  Produksi

S2  a --- --- S1  $

kepuasan saat subyek-subyek penerima telah menguasai Disukursus Universitas, bahkan walau hanya secuil; hal ini menggoda para subyek untuk mendiami dan tetap berada di dalam sistem pengetahuannya – menjadi menara gading.

Pada dasarnya semua sistim pengetahuan (S2) memiliki dan membawa penanda utama secara implisit; tidak ada diskursus yang bisa berjalan tanpa penanda utama.7 Dengan demikian, strategi jitu untuk melawan Diskursus Universitas adalah menyingkapkan penanda-penanda utamanya (S1) yang diam-diam disebarkannya, atau yang disebut para teoritisi pembela modernitas ini sebagai Aletheia. Contoh strategi: kritik idiologi dan dekonstruksi. Penyingkapan penanda utama pada Diskursus Universitas akan mengubah struktur diskursusnya menjadi Diskursus Sang Penguasa (Master’s Discourse).

II.2. Diskursus Sang Penguasa (Master’sDiscourse)

Diskursus ini mendorong ditampilkannya S1/ penanda utama pemberi identitas / Ego Ideal (pemberian Diskursus Universitas tadi) mengatur, atau setidaknya mencoba mengatur, berbagai sistem pengetahuan (S2) sesuai dengan nilai mereka sendiri, dan menjaga agar hasrat pribadi Ego ($) akan objek-objek hasrat terlarangnya (a) – yang tidak sejalan dengan S1 – direpresi.

Penanda-penanda utama pemberian S2 pada Diskursus Universitas, kini mulai diperjuangkan mati-matian oleh subyek. Sebagai contoh, penanda utama pemberian organisasi / universitas beraliran kiri adalah “Revolusioner”, “Kritis”, “proletar”, “merakyat”, “anti-kemapanan”, dan seterusnya. Mereka akan mati-matian menyerang, mengkritik, mencerca sistim pengetahuan, bahkan sistem sosial-politik (S2) yang ada. Kegiatan-kegiatan semacam inilah yang menghasilkan suatu kepuasan (a) pada diri aktivis kiri tadi ($), karena telah berhasil menjadikan S2 bulan-bulanan kritiknya. a inilah yang sebenarnya diharapkan oleh sang aktivis ($) sebagai kompensasi hasra- hasratnya yang terpinggirkan sejak dia menyandang S1 – boleh ditanya, sesungguhnya para aktivis kiri tersebut ($) juga ingin pergi ke bioskop, shopping, nge-mall, dugem, dan lain-lain yang dilakukan kaum borjuis (a), hanya saja (mungkin) kondisi ekonomi tidak memungkinkan mereka.8

Untuk meruntuhkan Diskursus Penguasa bukanlah melalui seruan retorik “Revolusi... revolusi... revolusi sampai mati!!!”, atau pengorganisasian gerakan “anti-

7

Karya tulis ini, berikut teori-teori yang ada di dalamnya, juga membawa penanda-penanda utama (S1). Tetapi, tujuan penulis menyebarkan S1 ini bukannya supaya para pembaca asyik-masyuk di dalamnya atau mengkeramatkan teori-teori ini, tetapi tergugah untuk melakukan perubahan.

8

Sesungguhnya diskursus ini menindas para pengikutnya

S1  S2 --- --- $  a

xxx” besar-besaran. Sebagaimana terlihat dalam skema struktur diskursusnya, kekuatan utama diskursus ini adalah dari penanda utamanya (S1). Sebenarnya S1 ini menyembunyikan kenyataan bahwa dirinya terpecah ($) – merindukan hasrat-hasrat yang telah disingkirkan S1, yaitu a. Padahal a inilah yang mampu membawa kekuatan revolusioner, melampaui kekuatan-keuatan Simbolik.9 Satu-satunya cara untuk meruntuhkannya (mungkin) hanya dengan menghadapkannya pada diskursus yang strukturnya berlawanan – Diskursus Sang Analis (Analyst’s Discourse). Hanya dengan diskursus inilah a bisa ditampilkan untuk menggocoh S1 dan S2.

Sebelum membahas struktur Diskursus Sang Analis, maka penting untuk terlebih dahulu dibahas struktur pengantara yang terletak diantara Diskursus Penguasa dan Diskursus Sang Analis, yaitu Diskursus dari Yang Histeris.

II.3. Diskursus dari Yang Histeris (Hysterical Discourse)

Lacan menyarankan, bahwa jka seseorang ingin menjadi subversif, maka ia perlu mendekati “lubang tempat keluarnya penanda utama (S1)”, yaitu $. Dengan terus mempertanyakan unsur-unsur subyektif subyek yang disingkirkan oleh S1 yang disandangnya, maka kemungkinan besar subyek yang sesungguhnya ($) – yang gegar – akan muncul.10

Tujuan pembicara dalam melontarkan Diskursus Histeris ini adalah terletak pada tuntutannya akan S1 yang dikiranya akan memberikan kepuasan penuh dari sistem pengetahuan yang sudah mapan (S2) sebagai kompensasi kehilangannya yang dulu disingkirkan oleh bekas S1-nya (a).

Biasanya “yang lain” yang diajak bicara oleh sang histeris ini, tergoda untuk bersikap sebagai pahlawan, menawarkan panacea penanda utama (S1) baru – yang akan menggiringnya kembali pada penindasan, dan dengan demikian menutup kembali kemungkinan revolusi. Yang harus dilakukan subyek adalah membut sendiri penanda utamanya, yaitu ideal-ideal berdasar keinginan sendiri (a), dan hal ini hanya terdapat pada Diskursus Sang Analis.

II.4. Diskursus Sang Analis (Analyst’s Discourse)

9 Contoh a yang paling ekstrem adalah yang dikenal sebagai “semangat ‘45”, semangat yang benar-benar

memperjuangkan hasrat subyek, bukannya penanda utama suatu sistem pengetahuan atau idiologi: “Merdeka atau mati!”

10

Pengalaman penulis, situasi seperti ini akan sangat-sangat mengharukan, dimana sang subyek dengan malu-malu dan berlinang air mata, mencurahkan isi hatinya pada penulis. Pengalaman lain, situasi ini akan membuat S1 semakin menindas $ dengan selalu menghindar dari pertanyaan-pertanyaan penulis dengan sedikit marah, walau sebenarnya mereka rindu untuk mengungkapkannya.

$  S1 --- --- a  S2

Lewat diskursus ini, subyek pembicara akan mengosongkan dirinya (a) dan menginterpelasi dirinya yang gegar ($), penanda utama (S1) seperti apa yang diinginkannya untuk disandang, yang akan memberikannya kenyamanan dan kepenuhan hasrat oleh sistem-sistem pertandaan (S2) yang dipimpin penanda utamanya (S1). Karena hanya cara inilah yang paling efektif dalam membebaskan hasrat subyek yang terbelah ($).

Dalam dokumen Defisit Demokrasi vs Surplus Media Parad (Halaman 47-51)

Dokumen terkait