• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur kepengurusan LMDH berdasarkan buku panduan dar

Komponen dalam LMDH meliputi rapat anggota, pengurus, badan pemeriksa, dan anggota. Pengurus dan badan pemeriksa bertanggungjawab terhadap rapat anggota. Rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi dalam LMDH. Badan pemeriksa mempunyai hubungan pengawasan dengan pengurus. Artinya badan pemeriksa mempunyai tugas untuk mengawasi pengurus. Tatacara dalam melaksanakan pengawasan ditetapkan dalam rapat anggota dan diwujudkan dalam AD/ART. Sedangkan pengurus dan badan pemeriksa mempunyai hubungan pelayanan dengan anggota. Artinya badan pemeriksa dan pengurus harus melayani anggota bukan sebaliknya.

Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo

Kegiatan LMDH Tlogo Mulyo dibagi menjadi dua bagian, yaitu kegiatan di dalam kawasan dan kegiatan di luar kawasan. Kegiatan di dalam kawasan meliputi kerjasama penanaman dan tebangan pohon pinus, puspa, kaliandra, pengadaan rumput gajah sebagai tanaman sela, dan penyadapan getah pinus. Rumput gajah ini akan dimanfaatkan masyarakat sebagai pakan ternak. Selain itu, masyarakat juga menanam kaliandra untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kayu bakar sehingga masyarakat tidak menjarah tanaman utama (pinus). Sebenarnya Perhutani tidak pernah melarang masyarakat untuk menanam jenis tanaman apapun sepanjang tidak mengganggu tanaman utama. Tetapi keterbatasan pengetahuan dan ketersediaan bibit menyebabkan masyarakat belum memanfaatkan petakan hutan secara optimal. Pemanfaatan petakan baru sebatas penanaman rumput gajah dan kaliandra serta penyadapan getah pinus.

Kegiatan penyadapan getah pinus menjadi kegiatan utama LMDH. Setiap anggota LMDH melakukan kegiatan penyadapan tiga kali dalam seminggu. Kegiatan penyadapan getah pinus dilakukan setiap pagi hari sehingga anggota tani sadap tetap dapat mengolah lahan pertaniannya. Alat sadap terdiri dari batok tempat menampung getah yang menetes, alat untuk meludang getah, dan alat

Anggota

Pengurus Badan Pemeriksa

36

untuk menaikkan batok penampung getah. Alat sadap disediakan oleh Perhutani sehingga tidak membebani anggota tani sadap. Pergantian alat juga dapat disediakan oleh Perhutani jika anggota sadap melapor.

Hasil sadapan disetorkan kepada mandor timbang dua kali dalam satu bulan, yaitu setiap tanggal 10 dan 25 di Dukuh Glidigan dan Gondang. Anggota tani sadap di Dukuh Glidigan menyetor hasil sadapan ke sekret LMDH di Dukuh Glidigan. Sedangkan anggota tani sadap dari Dukuh Gondang dan Klindon menyetor hasil sadapan ke tempat penimbangan di Dukuh Gondang. Getah sadapan akan ditimbang oleh mandor timbang dan langsung dicatat jumlah uang yang harus dibayarkan oleh Perhutani. Uang hasil sadapan ditentukan oleh mutu getah, berat getah, dan jarak dari petakan hutan ke tempat pengumpulan getah. Setelah proses penimbangan selesai, uang hasil penjualan getah akan langsung dibayarkan oleh Perhutani melalui mandor timbang. Getah yang sudah selesai ditimbang akan dijadikan satu ke dalam drum dan diangkut ke Paninggaran dengan menggunakan truk. Kemudian getah pinus tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik.

Mutu getah dibedakan menjadi dua, yaitu getah mutu satu dan getah mutu dua. Penentuan mutu getah ditentukan oleh kadar air dalam getah, warna getah, dan jumlah serasah dalam getah. Getah mutu satu mempunyai ciri-ciri kadar air sedikit, jumlah serasah dalam getah sedikit, dan getah berwarna putih. Sedangkan getah mutu dua mempunyai warna yang kehitam-hitaman, banyak serasah, serta mempunyai kadar air yang banyak. Getah pinus yang dikerok langsung digolongkan menjadi getah mutu dua. Penetuan getah ini sudah ditentukan oleh Perhutani dengan konfirmasi kriteria getah yang layak dari mitra Perhutani yang membeli getah pinus.

Kadar air dalam getah ditentukan oleh perlakuan dalam menyadap getah dan curah hujan di tempat tersebut. Semakin tinggi curah hujan dan perlakuan yang kurang tepat (frekuensi menyadap kurang) maka kadar air dalam getah yang tertampung di dalam batok semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan getah digolongkan menjadi mutu dua.

Warna getah dan jumlah serasah sangat ditentukan oleh perlakuan dalam menyadap. Jika frekuensi menyadap teratur, letak batok, dan jumlah kuare (bekas sadapan) sesuai dengan aturan, maka getah akan berwarna putih bersih dan jumlah kotoran sedikit sehingga dapat digolongkan menjadi getah mutu satu. Tetapi jika getah berwarna kehitam-hitaman karena terlalu banyak kotoran, getah akan digolongkan mutu dua.

Ketinggian lokasi pohon pinus juga mempengaruhi jumlah pendapatan yang diterima oleh anggota sadap. Lokasi yang terlalu tinggi, menyebabkan cuaca terlalu dingin sehingga jumlah getah yang menetes sedikit. Bahkan terkadang getah tidak mau menetes sehhingga harus dikerok. Padahal getah yang dikerok mempunyai berat yang lebih ringan daripada getah yang menetes dan lebih sering digolongkan menjadi getah mutu dua. Hal ini disebabkan oleh warna getah yang agak kehitam-kehitaman dan lebih banyak kotoran akibat pengerokan.

Jumlah uang yang diterima penyadap dari penjualan getah terdiri dari ongkos pikul, berat getah hasil sadapan, dan ongkos timbang. Semakin jauh jarak antara petakan dengan tempat pengumpulan getah, maka ongkos pikul semakin besar. Begitu juga dengan kualitas getah, getah mutu satu mempunyai harga yang

37 lebih tinggi dibandingkan getah mutu dua. Berikut rincian harga getah yang telah ditentukan oleh Perhutani.

Tabel 5 Rincian harga getah pinus tahun 2012 di LMDH Tlogo Mulyo Jenis Mutu Harga getah

(Rp/kg) Ongkos pikul (Rp/Km) Ongkos timbang (Rp/kg) Total (Rp/kg) Mutu satu 2.822 283 45 3.150 Mutu dua 2.000 283 45 2.328

Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan Mandor Perhutani

Getah pinus dari Tlogohendro seringkali digolongkan sebagai getah mutu dua. Kondisi lokasi hutan yang dingin menyebabkan mutu getah kurang baik dan jumlah getah yang menetes lebih sedikit. Berbeda dengan Tlogohendro, getah pinus dari Mudal (dekat dengan Kecamatan Petungkriyono) mempunyai cuaca yang lebih hangat sehingga getah pinus mempunyai mutu yang lebih baik dan digolongkan menjadi getah mutu satu. Jumlah getah yang menetes juga lebih banyak sehingga pendapatan tani sadap lebih besar.

Berdasarkan rincian harga getah tersebut, pendapatan anggota LMDH dari hasil penjualan getah pinus dapat diketahui. Anggota tani sadap menyetor getah dua kali dalam sebulan dengan jumlah getah setiap kali setor 40 kg (100-199 pohon), 60 kg (200-299 pohon), dan yang paling banyak yaitu 80 kg (lebih dari 500 pohon). Jadi setiap satu bulan, anggota tani sadap menerima uang hasil penjualan getah sebesar 200.000-400.000 per bulan. Padahal waktu yang dibutuhkan untuk menyadap getah tersebut adalah tujuh jam untuk setiap kali menyadap. Anggota tani sadap menyadap sebanyak dua kali seminggu, sehingga dalam satu bulan adalah 8 kali. Artinya dalam satu bulan menghabiskan 56 jam untuk menyadap. Jika penghasilan tersebut dibagi dengan jumlah jam, maka penghasilan per jam dari menyadap adalah sekitar 3500-7200 per jam. Angka tersebut tentu saja angka yang sangat kecil dibandingkan dengan tenaga untuk memikul getah setiap kali menyadap.

Tidak mengherankan jika anggota LMDH pada lapisan sosial yang lebih tinggi tidak mau menyadap. Hal ini berkaitan dengan kecilnya pendapatan yang diperoleh jika dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, atau menjadi pamong desa. Jika dibandingkan dengan buruh tani, pendapatan dari menyadap memang masih lebih tinggi. Buruh tani mendapatkan upah 17.000 per hari dengan bekerja selama delapan jam. Jadi pendapatan per jam buruh tani adalah 2.125 per jam. Tetapi tenaga yang dibutuhkan untuk menjadi buruh tani lebih kecil dibandingkan dengan tenaga untuk menyadap. Hal-hal yang dikerjakan oleh buruh tani adalah mengolah lahan, menanam jagung, dan memanen jagung.

Jika cara perhitungan yang sama digunakan untuk menghitung pendapatan per jam pamong desa maka diperoleh angka 15000 per jam. Pamong desa (selain kepala desa dan sekretaris desa) hanya bekerja dua jam per hari untuk piket di Balai Desa. Pamong desa bertugas dari hari Senin hingga Jumat. Artinya dalam satu bulan pamong desa menghabiskan waktu 40 jam dengan gaji Rp 600.000,00 per bulan.

Angka tersebut menunjukkan bahwa pendapatan per jam pamong desa dua kali lipat jika dibandingkan dengan pendapatan dari menyadap. Padahal tenaga yang diperlukan untuk menyadap jauh lebih besar jika dibandingkan dengan piket

38

di Balai Desa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika perangkat desa tidak mau menyadap. Selain akumulasi sumberdaya yang sudah melimpah dan memberikan kesempatan kepada anggota LMDH yang lebih membutuhkan, pendapatan yang diperoleh juga lebih kecil dan tidak layak jika dibandingkan dengan waktu dan tenaga yang harus dikeuarkan. Tetapi kebutuhan yang mendesak dan tidak adanya pilihan lain untuk bertahan hidup, memaksa anggota LMDH dari lapisan sosial yang lebih rendah untuk tetap menyadap pinus untuk tambahan pendapatan.

Selain sebagai kegiatan utama LMDH, sadap getah pinus juga memberikan modal kepada LMDH melalui bagi hasil dari hasil sadapan. LMDH mendapatkan bagian sebesar 20 % dari total hasil penjualan getah yaitu sebesar ± 4 juta selama satu tahun dengan syarat hasil sadapan dari anggota LMDH minimal harus sama dengan target yang sudah ditentukan oleh Perhutani. Jika hasil sadapan di bawah target, maka bagian LMDH akan dikurangi sesuai dengan aturan yang telah disusun oleh Perhutani.

Dana dari bagi hasil penjualan getah digunakan untuk uang kas lembaga dan beasiswa bagi murid SD yang membutuhkan. Uang kas lembaga digunakan untuk biaya administrasi dan biaya akomodasi ketika ada undangan pelatihan dari Perhutani bagi perwakilan anggota LMDH. Uang tersebut juga digunakan untuk memberi bingkisan lebaran bagi anggota sadap saat menjelang Idul Fitri. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan motivasi untuk menyadap.

Selain kegiatan di dalam kawasan, LMDH juga mempunyai kegiatan di luar kawasan, yaitu KUBE (sapi bergulir) dan program kambing bergulir. Meskipun KUBE merupakan program dari pemerintah provinsi, tetapi LMDH dan Perhutani mempunyai andil yang besar atas berjalannya KUBE di Tlogohendro. Program kambing bergulir merupakan program LMDH yang didukung oleh Perhutani dengan cara memberikan bibit kambing kepada anggota LMDH untuk dikembangbiakkan dengan sistem yang mirip dengan KUBE.

Tetapi dalam pelaksanaannya, program kambing bergulir ini mengalami kemacetan. Nilai ekonomi kambing yang lebih kecil dibandingkan dengan sapi serta ukuran kambing yang lebih kecil mempermudah usaha penjualan kambing. Berbeda dengan sapi, kambing mempunyai tingkat kesulitan yang lebih rendah ketika penjualan sehingga jarang diketahui oleh pihak lain. Selain itu masyarakat mayoritas sudah mempunyai kambing sehingga ketika ada penjualan kambing, anggota LMDH menyangka bahwa yang dijual adalah kambing milik pribadi. Kontrol yang lemah dari pengurus program kambing bergulir juga memperlancara usaha penjualan kambing dari LMDH tersebut. Oleh karena itu, program kambing bergulir ini tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan anggota LMDH karena mengalami kemacetan.

Selain KUBE dan program kambing bergulir, LMDH juga mempunyai kegiatan simpan pinjam modal. Sumber pendanaan berasal dari mandor timbang. Simpan pinjam hanya diberikan kepada anggota tani sadap yang rutin menyetor getah. Simpan pinjam ini bebas dari bunga pinjaman sehingga tidak memberatkan anggota sadap. Pembayaran pinjaman dilakukan dengan cara memotong dari hasil penjualan getah setiap kali setor getah. Besar pinjaman bervariasi sesuai dengan kebutuhan dana dan keaktivan dalam menyetor getah. Anggota tani sadap yang menyetor dengan trend jumlah sadapan yang meningkat akan mendapatkan dana yang lebih besar.

39

ANALISIS KESETARAAN GENDER DI LMDH TLOGO

MULYO DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA ANALISA

HARVARD

Ada berbagai teknik yang dapat digunakan untuk menganalisa gender. Teknik analisa gender yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kerangka analisa Harvard. Kerangka analisa Harvard menggunakan tiga variabel untuk menganalisa kesetaran gender secara utuh, yaitu profil aktivitas, profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dalam PHBM. Ketiga variabel tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dianalisis secara terpisah-pisah.

Sebelum melakukan analisa gender, responden dibagi menjadi dua lapisan sosial berdasarkan jumlah pohon dan akumulasi kepemilikan sumberdaya. Sumberdaya yang digunakan untuk menentukan lapisan sosial responden yaitu kepemilikan lahan, kepemilikan ternak, kepemilikan barang berharga, keikutsertaan dalam kelembagaan, dan kondisi rumah. Lapisan sosial atas mempunyai karakteristik kepemilikan sumberdaya yang tinggi dan jumlah pohon yang sedikit. Sedangkan lapisan sosial yang lebih rendah mempunyai kepemilikan sumberdaya yang terbatas dan jumlah pohon yang lebih banyak. Berdasarkan hasil reorganisasi sampel, lapisan atas terdiri dari sepuluh responden, sedangkan lapisan bawah terdiri dari dua puluh responden.

Profil Aktivitas Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo

Profil aktivitas responden dianalisis dengan menggunakan curahan waktu responden yang dihabiskan untuk melakukan kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan sosial kemasyarakatan. Profil aktivitas akan menunjukkan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam rumahtangga anggota LMDH yang akan mempengaruhi akses terhadap sumberdaya dalam PHBM. Hasil analisis profil aktivitas akan menunjukkan siapa melakukan apa dalam rumahtangga anggota LMDH.

Kegiatan Produktif

Tobing et al, dalam Bahriyah (2006) mengungkapkan bahwa kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kegiatan produktif tidak harus diupah berupa uang tetapi dapat juga tidak dapat diupah tetapi memberikan kontribusi dalam menambah pendapatan keluarga. Misalnya memberi makan ternak milik sendiri, kegiatan tersebut tidak diupah tetapi menyumbang pendapatan keluarga karena mempersiapkan ternak agar dapat dijual.

Berdasarkan hasil perbandingan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan pada tabel 8, dapat diketahui jika laki-laki mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Selain itu laki-laki pada lapisan sosial bawah mempunyai curahan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki pada lapisan sosial atas dengan perbandingan 220/171 jam per bulan. Begitu juga dengan perempuan, perempuan pada lapisan sosial bawah

40

mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan pada lapisan sosial atas. Hal ini menunjukkan bahwa pada lapisan sosial yang lebih rendah, rumahtangga anggota LMDH mencurahkan waktu yang lebih besar untuk kegiatan produktif.

Kegiatan produktif yang dilakukan oleh laki-laki pada lapisan sosial atas yaitu menyadap, buruh tani, dan menjual ternak. Sedangkan kegiatan produktif yang dilakukan oleh perempuan yaitu menjual hasil pertanian. Kegiatan produktif yang dilakukan secara bersama-sama yaitu merumput, merawat ternak, dan merawat tanaman. Sedangkan pada rumahtangga lapisan sosial bawah, kegiatan menyadap dan buruh tani juga dilakukan oleh perempuan. Baik pada lapisan sosial atas maupun lapisan sosial bawah, perempuan mencurahkan waktu yang lebih banyak pada kegiatan merawat tanaman dibandingkan dengan laki-laki.

Berdasarkan data pada tabel 6, terdapat pembagian kerja yang sangat jelas dalam pemasaran. Laki-laki bertugas menjual ternak sedangkan perempuan bertugas menjual hasil pertanian. Tetapi dalam hal perawatan dilakukan bersama- sama oleh laki-laki dan perempuan. Data selengkapnya mengenai curahan waktu rumahtangga anggota LMDH pada kegiatan produktif disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 6 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan produktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012

Kegiatan Lapisan atas Lapisan bawah

L P L P

Menyadap 32 0 34 6

Merumput 56 51 59 52

Memberi makan ternak dan

Membersihkan kandang 23 24 26 9

Buruh tani 21 0 24 15

Merawat selong 40.45 61 56 57

Jual ternak 0.055 0 0 0

Jual hasil pertanian 0 4 0 1

Lainnya 38 3 22 9

Total (jam/bulan) 171 143 220 149

Kegiatan Reproduktif

Tobing et al, dalam Bahriyah (2006) menjelaskan bahwa kegiatan reproduktif adalah kegiatan yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti melahirkan dan mengasuh anak, serta pekerjaan rumah tangga. Kegiatan reproduktif memang identik dengan perempuan tetapi sebenarnya bukan menjadi kodrat perempuan karena dapat dilakukan juga oleh laki-laki. Hanya saja kesibukan laki-laki di sektor publik menyebabkan laki-laki kurang berperan dalam menyelesaikan kegiatan reproduktif.

Berdasarkan hasil perbandingan curahan waktu pada tabel 7, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam kegiatan reproduktif. Tetapi pada lapisan sosial bawah, perbedaan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan masih lebih kecil dibandingkan dengan

41 lapisan sosial atas. Perbandingan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan pada lapisan sosial atas yaitu 10,5/114,4 jam per bulan, sedangkan pada lapisan sosial bawah adalah 56,8/134,6. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki pada lapisan sosial bawah masih mengerjakan beberapa pekerjaan domestik.

Baik pada lapisan sosial atas maupun bawah, perempuan mengerjakan semua pekerjaan domestik. Kegiatan reproduktif yang dikerjakan oleh laki-laki pada lapisan sosial atas yaitu mencari kayu dan merawat jagung. Mencari kayu juga dilakukan bersamaan dengan merumput. Sedangkan pekerjaan domestik yang dikerjakan oleh laki-laki pada lapisan sosial bawah yaitu mencari kayu, momong anak, dan merawat jagung.

Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 7, perempuan pada lapisan sosial atas mencurahkan waktu lebih sedikit untuk kegiatan reproduktif jika dibandingkan dengan perempuan pada lapisan sosial bawah. Hal ini menunjukkan bahwa baik pada laki-laki maupun perempuan, pada lapisan sosial yang lebih rendah, rumahtangga anggota LMDH mencurahkan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan reproduktif. Data mengenai curahan waktu rumahtangga anggota LMDH pada kegiatan reproduktif dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan reproduktif berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012

Kegiatan Lapisan atas Lapisan bawah

L P L P Memasak 0,0 48.25 0,0 52,3 Mencari kayu 6,0 15,0 26,5 16,9 Mencuci baju 0,0 2,5 0,0 11,7 Mencuci piring 0,0 7,3 0,0 16,0 Momong anak 0,0 56,7 1,5 21,7 Membersihkan rumah 0,0 12,5 0,0 6,3

Membuat nasi jagung 0,0 0,0 0,0 1,5

Merawat jagung 4,5 15,9 28,8 6,8

Mencari sayur 0,0 3,0 0,0 0,0

Lainnya 0,0 1,5 0,0 1,6

Total (jam/bulan) 10,5 114,4 56,8 134,6

Kegiatan Sosial Kemasyarakatan

Kegiatan sosial kemasyarakatan berhubungan dengan kegiatan untuk meningkatkan interaksi dengan masyarakat. Kegiatan sosial kemasyarakatan meliputi sambatan (gotong royong), pengajian, pertemuan dan pelatihan, menghadiri acara hajatan, dan lain-lain.

Berdasarkan hasil tabulasi data pada tabel 8, ternyata curahan waktu untuk kegiatan sosial kemasyarakatan sangat beragam. Pada lapisan sosial atas, perempuan mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 37,9/28,9. Tetapi pada lapisan sosial bawah laki-laki mempunyai curahan waktu yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu 53,7/28,3. Perbedaan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan pada lapisan sosial yang atas tidak terlalu signifikan, tetapi pada lapisan sosial bawah perbedaan curahan waktu antara laki-laki dan perempuan cukup signifikan.

42

Kegiatan sosial kemasyarakatan yang bersifat kelembagaan cenderung hanya dilakukan oleh laki-laki saja, misalnya pertemuan LMDH, pelatihan dan penyuluhan, dan ronda malam. Pada rumahtangga anggota LMDH tidak ada arisan sehingga kegiatan sosial yang dilakukan oleh perempuan adalah pengajian, samabatan, menghadiri acara hajatan, dan membantu acara hajatan. Bahkan ada perempuan yang tidak mengikuti pengajian. Tetapi perempuan mempunyai curahan waktu yang lebih besar daripada laki-laki dalam kegiatan membantu hajatan yaitu dengan perbandingan 6,7/12,7 pada lapisan sosial atas, dan 5,8/16,75 pada lapisan sosial bawah. Perempuan juga mempunyai curahan waktu yang cukup besar dalam kegiatan sambatan.

Sambatan merupakan kegiatan gotong royong dalam hal menanam dan memanen jagung, membuat rumah, dan kegiatan untuk kepentingan bersama (membuat jalan, membangun masjid, dan lain-lain). Sambatan dilakukan oleh warga yang tidak mempunyai uang untuk mengupah buruh. Sedangkan bagi warga yang mempunyai uang akan mengupah buruh. Sambatan dilakukan secara bergantian sehingga penduduk yang sudah dibantu mempunyai kesadaran sendiri untuk membantu ketika ada orang lain yang membutuhkan. Sambatan tidak diupah tetapi hanya mendapatkan makan dan hasil panen yang tidak diambil oleh pemilik. Misalnya dalam sambatan memanen jagung, warga yang membantu mendapatkan jagung yang berukuran kecil dan kurang bagus. Biasanya warga juga boleh mengambil kulit jagung sebagai makanan ternak.

Perempuan dalam sambatan bertugas untuk mengupas kulit jagung, matun, dan menanam jagung. Sedangkan laki-laki bertugas untuk mengikat jagung yang sudah dikupas (membuat gidengan), mengangkut hasil panen, dan macul (mengolah lahan). Curahan waktu rumahtangga anggota LMDH pada kegiatan sosial kemasyarakatan dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Curahan waktu (jam per bulan) rumahtangga anggota LMDH Tlogo Mulyo pada kegiatan sosial kemasyarakatan berdasarkan lapisan sosial pada tahun 2012

Kegiatan Lapisan atas Lapisan bawah

L P L P Sambatan 12,7 21,8 34,0 22,2 Pengajian 8.99 1,6 6,3 4,9 Pertemuan LMDH 4,6 0,0 5,6 0,0 Pertemuan Gapoktan 1,0 0,0 0,2 0,2 Pelatihan dan penyuluhan 1,2 0,0 0,1 0,0 Hajatan 1,6 1,6 1,3 1,1 Ronda 1,1 0,0 0,5 0,0 Membantu hajatan 6,7 12,7 5,8 16.75 Lainnya 0,1 0,2 0,0 0,1 Total (jam/bulan) 28,9 37,9 53,7 28,3

43

Profil Akses dan Kontrol Rumahtangga Anggota LMDH Tlogo Mulyo terhadap Sumberdaya dalam PHBM

Anggota LMDH mempunyai akses dan kotrol yang beragam terhadap sumberdaya dalam LMDH. Akses adalah kemampuan untuk dapat memanfaatkan sumberdaya. Sedangkan kontrol adalah pelibatan dalam pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya atau pemanfaatan uang hasil penjualan sumberdaya. Sumberdaya dalam LMDH meliputi modal, pemasaran pertanian, pemasaran peternakan, ternak, petakan, rumput, getah, bibit pohon, dan LMDH.

Akses rumahtangga anggota LMDH terhadap sumberdaya modal dianalisis dengan cara menanyakan keikutsertaan suami dan istri terhadap program simpan pinjam. Sedangkan kontrol terhadap sumberdaya modal dianalisa dengan cara menanyakan keterlibatan suami dan istri dalam menentukan besarnya pinjaman dan pemanfaatan uang hasil pinjaman.

Hasil tabulasi data mengenai akses dan kontrol terhadap sumberdaya secara lengkap dapat dilihat pada tabel 9 dan tabel 10 berikut ini.

Tabel 9 Jumlah dan persentase anggota LMDH Tlogo Mulyo berdasarkan akses terhadap sumberdaya hutan dan lapisan sosial pada tahun 2012

Sumberdaya

Akses

Lapisan atas Lapisan bawah

Dokumen terkait