• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola difraksi sinar x pati tapioka mempunyai empat peak bagian kristal, yaitu pada 2θ sebesar 15,055o, 16,820o, 17,995o, dan 22,845o (Gambar 6A). Peak pada 16,820o dan 17,995o adalah doublet. Keempat peak ini menunjukkan adanya struktur kristal pada pati tapioka yang merupakan polimer pati bercabang dengan rantai lurus yang panjang dan bersulur, seperti amilopektin (Aguilera dan Stanley, 1999). Pola difraksi sinar x seperti ini termasuk bentuk kristal tipe A (Belitz dan Grosch, 1999), yaitu berbentuk ortorombik. Bentuk kristal tipe A juga terjadi pada pati jagung (Mondragon et al. 2004) dan pati jagung hibrida tersuksinilasi dan terasetilasi (Lawal, 2004).

Adanya substitusi gugus OH pada pati dengan gugus asil dan suksinil dapat merusak struktur kristal pati. Kerusakan ini dapat dilihat pada pola difraksi sinar x pati terasilasi dan tersuksinilasi hampir tidak terlihat bentuk doublet-nya pada peak 17,995o (Gambar 6B). Kerusakan kristal juga dapat disebabkan proses hidrolisis, seperti pada hidrolisat pati terasilasi dan tersuksinilasi. Kerusakan ini dapat dilihat dengan bertambah lebarnya peak 22,845o dan 17,995o serta bentuk doublet-nya hampir tidak terlihat (Gambar 6C). Hal ini sependapat dengan Zobel et al. (1988) yang menyatakan bahwa bagian kristal pati (misal pati kentang) tergelatinisasi akan meleleh dan rusak. Begitu juga dengan Anwar (1997) yang menyatakan bahwa bagian kristal pati sagu yang dihidrolisis sampai DE 5-10 akan hilang dengan tidak terdapatnya peak pada pola difraksi sinar x. Masih adanya struktur kristal pada hidrolisat pati terasilasi dan tersuksinilasi diduga diakibatkan proses retrogadasi amilosa yang membentuk sulur ganda (Atichokudomchai et al. 2004; Morris, 1990) dan rekristalisasi amilopektin (Morris, 1990).

Pola difraksi sinar x pati termodifikasi dengan berbagai konsentrasi penambahan gugus asil dan suksinil hampir sama, baik pada pati terasilasi dan tersuksinilasi (Gambar 7) maupun hidrolisat pati terasilasi dan tersuksinilasi (Gambar 8).

Keterangan : a=15,055o; b=16,820o; c=17,995o; d=22,845o

d=doublet

Gambar 6. Pola difraksi sinar x pati tapioka dan pati tapioka termodifikasi. A,

pada tapioka; B, pati suksinat 4.76%; C, hidrolisat pati suksinat 4.76%

Kerusakan struktur kristal pati berhubungan dengan kerusakan pada pola

birefringence granula pati. Pola birefringence granula pati tapioka mentah masih unik atau sempurna, yaitu adanya Maltese cross yang memisahkan daerah kristal dan amorf (McWilliams, 2001) (Gambar 9A) dengan ukuran granula sebesar 16,51 µm. Pola birefringence granula pati tapioka menjadi agak retak-retak pada bagian hilum granula setelah dilakukan ekstraksi dengan etanol dan dipanaskan pada suhu 150oC selama 2 jam (Gambar 9B). Hal ini diduga dikarenakan etanol dapat menyebabkan pembengkakan granula pati (Belitz dan Grosch, 1999) dan setelah dipanaskan pada suhu 150oC disekitar hilum granula pati, yang merupakan ujung gula pereduksi molekul pati, menjadi tidak stabil dan retak. d Intensitas

10 20

2 theta (

o

)

A B C a b c d

59

Keterangan : a=15,055o; b=16,820o; c=17,995o; d=22,845o d=doublet

Gambar 7. Pola difraksi sinar x pati tapioka terasilasi dan tersuksinilasi. A, pati tapioka; B, pati stearat (PS) 9,09%; C, PS 4,76%; D, PS 2,44%; E,

pati suksinat (PSK) 9,09%; F, PSK 4,76%; G, PSK 2,44%; H, pati propionat (PP) 9,09%; I, PP 4,76%; J, PP 2,44% 10 15 20 25 30 2thetha (o) E G D F H J I

Intensitas

a b c d d C B A

Keterangan : a=15,055o; b=16,820o; c=17,995o; d=22,845o d=doublet

Gambar 8. Pola difraksi sinar x hidrolisat pati tapioka terasilasi dan tersuksinilasi.

A, pati tapioka; B, hidrolisat pati stearat (HPS) 9,09%; C, HPS 4,76%;

D, HPS 2,44%; E, hidrolisat pati suksinat (HPSK) 9,09%; F, HPSK 4,76%; G, HPSK 2,44%; H, hidrolisat pati propionat (HPP) 9,09%; I,

HPP 4,76%; J, HPP 2,44% Int D

C

E F G H I J 10 15 20 25 30 2 thetha (o) a b c d d Intensitas C B A

61

Pola birefringence pati terasilasi dan tersuksinilasi telah ada yang rusak pada bagian Maltese cross-nya (Gambar 9C, 9D, 9E, 9F, 9G, 9H, 9I, 9J, 9K) dibandingkan dengan granula pati tapioka (Gambar 9A). Pola-pola birefringence

di atas (Gambar 9A, 9C, 9D, 9E, 9F, 9G, 9H, 9I, 9J, 9K) berbeda dengan pola

birefringence hidrolisat pati terasilasi dan tersuksinilasi (Gambar 9L) yang telah hilang karena telah tergelatinisasi sempurna (McWilliams, 2001). Selain pola

birefringence granula pati yang rusak, ukuran granulanya juga lebih besar dibandingkan dengan pati tapioka, yaitu berkisar antara 22,02 µm sampai 28,63

µm.

Kerusakan granula pati terasilasi dan tersuksinilasi semakin meningkat dengan semakin banyaknya konsentrasi asam stearat, asam propionat, dan asam suksinat yang ditambahkan pada proses asilasi dan suksinilasi. Granula pati terpotong pada bagian Maltese cross menjadi dua bagian. Hal ini menandakan bahwa susunan molekul pati telah ada yang rusak dengan adanya asam stearat, asam propionat, dan asam suksinat yang menggantikan gugus OH pada pati. Substitusi gugus OH dengan gugus asil atau suksinil dapat terjadi pada bagian amorf maupun kristal molekul pati. Tetapi menurut van de Burgt et al. (2000), substitusi gugus OH dengan gugus lain lebih mudah terjadi pada bagian amorf dibandingkan kristal, terutama amilosa pada bagian amorf.

Pola difraksi sinar x dan pola birefringence pati dan hidrolisat pati tersilasi dan tersuksinilasi menunjukkan adanya kerusakan pada bagian kristal pati tapioka termodifikasi. Kerusakan bagian kristal akan meningkatkan bagian amorf. Bagian amorf ini yang membuat struktur pati menjadi porus dan lebih mudah untuk mengikat dan berinteraksi dengan komponen flavor (Jeon et al. 2003; Zeller et al. 1999), sehingga baik sebagai matriks.

Gambar 9. Sifat mikroskopik granula pati. A, pati tapioka; B, pati tapioka diektraksi dengan etanol; C, pati stearat (PS) 9,09%; D, PS 4,76%. Perbesaran 400x, 1 bar = 20 µm 20 µµm P = 400 x B 20 µµm P = 400 x A C 20 µµm P = 400 x P = 400 x 20 µµm D

63

Gambar 9. Lanjutan. E, PS 2,44%; F, pati propionat (PP) 9,09%; G, PP 4,76%;

H, PP 2,44%. Perbesaran 400x, 1 bar = 20 µm 20 µµm P = 400 x F 20 µµm P = 400 x G 20 µµm P = 400 x E 20 µµm P = 400 x H

Gambar 9. Lanjutan. I, pati suksinat (PSK) 9,09%; J, PSK 4,76%; K, PSK 2,44%;

L, hidrolisat pati terasilasi dan tersuksinilasi. Perbesaran 400x, 1 bar = 20 µm

Tingkat Gelatinisasi dan Viskositas

Tawal (suhu pada saat awal granula pati mengalami pembengkakan) dan Topt (suhu pada saat pembengkakan granula pati sempurna sebelum rusak) pati tapioka adalah masing -masing 65,55oC dan 75oC, sesudah modifikasi baik Tawal

20 µµm P = 400 x J 20 µµm P = 400 x K 20 µµm P = 400 x I 20 µµm P = 400 x L

65

maupun Topt turun(Tabel 3).Pada hidrolisat pati terasilasi dan tersuksinilasi, tidak teridentifikasi Tawal dan Topt, serta tidak terjadi peningkatan viskositas, karena semua granula pati telah tergelatinisasi secara sempurna sewaktu proses hidrolisis.

Tabel 3. Tingkat gelatinisasi dan viskositas pati termodifikasi

Konsentrasi Asam Karboksilat

Stearat (%) Propionat (%) Suksinat (%)

Jenis Pati Kontrol

2,44 4,76 9,09 2,44 4,76 9,09 2,44 4,76 9,09 Tawal , oC Pati 65,55 64,05 62,40 62,10 63,68 63,67 63,22 64,20 59,70 57,60 Hidrolisat pati - - - - - - - - - - Topt ,oC Pati 75,00 72,00 83,55 92,40 69,00 68,63 68,62 70,95 70,50 73,50 Hidrolisat pati - - - - - - - - - -

Viskositas pada Topt,

Brabender Unit

Pati 1100 714 571 133,5 334,5 156,5 101,5 57 14a 20a

Hidrolisat pati

- - - - - - - - - -

Keterangan : Huruf yang sama (a) pada viskositas pati suksinat 4,76 dan 9,09% menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada α=0,05

“-“ = tidak teridentifikasi

Nilai Tawal pati terasilasi dan tersuksinilasi lebih rendah dibandingkan dengan pati tapioka. Semakin banyak jumlah asam stearat, asam propionat atau asam suksinat yang ditambahkan, Tawal-nya semakin menurun (Tabel 3). Nilai Topt pati terasilasi dan tersuksinilasi juga lebih rendah dibandingkan dengan pati tapioka (Tabel 3), kecuali pati stearat 4,76 dan 9,09% lebih tinggi dari pati tapioka. Nilai Topt juga mempunyai kecenderungan yang berbeda dengan semakin banyaknya asam propionat, stearat dan suksinat yang ditambahkan. Nilai Topt dengan asam propionat cenderung menurun dengan semakin banyak asam propionat yang ditambahkan, sedangkan penambahan dengan asam stearat dan asam suksinat, nilai Topt cenderung naik dengan semakin banyaknya asam stearat dan asam suksinat yang ditambahkan.

Penurunan Tawal dan Topt dapat disebabkan rusaknya struktur kristal pati, sehingga memungkinkan untuk terjadinya peningkatan ikatan antara air dan pati (Miladinov dan Hanna, 2000). Adapun peningkatan nilai Topt dengan semakin banyaknya asam stearat dan suksinat yang ditambahkan diduga disebabkan adanya asam stearat dan asam suksinat yang berikatan dengan molekul pati

semakin menghambat untuk terjadinya ikatan hidrogen antara air dengan pati. Akibatnya proses gelatinisasi semakin lama.

Viskositas maksimum pati terasilasi dan tersuksinilasi lebih rendah dibandingkan dengan pati tapioka. Semakin banyak jumlah asam stearat, propionat, suksinat yang ditambahkan, viskositasnya semakin menurun. Viskositas maksimum pati stearat dan pati propionat lebih besar dari pati suksinat (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa pada pati suksinat granula patinya banyak yang rusak, sehingga bagian amilosa dan amilopektin sudah ada yang keluar dari granula. Dengan viskositas pati yang rendah, pati termodifikasi kemungkinan besar dapat digunakan sebagai matriks yang baik (King, 1995).

SIMPULAN

Pati tapioka termodifikasi yang dihasilkan semakin meningkat sisi hidrofobiknya dengan derajat substitusi yang rendah. Gugus metilen, metil dan CO karbonil serta bagian amorf meningkat. Suhu gelatinisasi dan viskositas maksimum secara umum lebih rendah dari tapioka. Dengan karakter-karakter seperti ini, maka pati termodifikasi yang direkomendasikan untuk matriks adalah pati dan hidrolisat pati stearat 9,09%, propionat 9,09% dan suksinat 4,76%.

Dokumen terkait