• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis ragam terhadap kandungan total gula terekstrak... 97

2 Analisis ragam terhadap konsumsi ransum ayam (percobaan

Salmonella tahap I)... 98 3 Analisis ragam terhadap pertambahan bobot badan (PBB) ayam

(percobaan Salmonella tahap I)... 100

4 Analisis ragam terhadap bobot badan akhir ayam

(percobaan Salmonella tahap I)... 101

5 Analisis ragam terhadap konversi ransum ayam (percobaan

antibakteri)... 103 6 Pengujian χ2 insiden bakteri Salmonella...

105 7 Analisis ragam terhadap cfu (log) Salmonella...

106

8 Analisis ragam terhadap berat relatif bursa fabricius... 107

9 Analisis ragam terhadap pH caecum...

108 10

Analisis ragam terhadap konsumsi ransum ayam (percobaan

immunostimulan)... 109 11 Analisis ragam terhadap pertambahan bobot badan ayam

(percobaan immunostimulan)... 111

12 Analisis ragam terhadap bobot akhir ayam (percobaan

immunostimulan)... 113 13 Analisis ragam terhadap konversi ransum ayam (percobaan

immunostimulan)………... 115

14 Analisis ragam terhadap titer antibodi ND ayam (percobaan

immunostimulan)……….. 117

15 Analisis ragam terhadap titer antibodi IBD ayam (percobaan

immunostimulan) ……….. 118

1. PENDAHULUAN

Latar belakang

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa sawit dan di Indonesia ketersediaannya sangat tinggi. Luas lahan kelapa sawit pada tahun 2004 di proyeksikan sekitar 4.4 juta ha (Jakarta Future Exchange 2001) dan pada tahun 2006 mencapai luas 5.2 juta ha (Kompas 2006). Produksi tandan buah segar kelapa sawit sekitar 12.5 – 27.5 ton/ha, dan sekitar 2 persennya berupa bungkil inti sawit (Sinurat 2001). Penggunaan BIS sebagai salah satu pakan potensial telah banyak dilaporkan baik pada ternak ruminansia ( Elisabeth

dan Ginting 2003; Mathius et al. 2003), ayam (Sundu dan Dingle 2005), bahkan

ikan (Keong dan Chong 2005).

Salah satu faktor pembatas penggunaan BIS terutama untuk ternak monogastrik adalah kandungan seratnya yang tinggi dan komponen dominannya adalah berupa mannosa yang mencapai 56.4% dari total dinding sel BIS dan ada

dalam bentuk ikatan β-mannan (Daud et al. 1993). Kandungan mannan yang

tinggi disamping sebagai faktor pembatas juga dapat dianggap sebagai potensi untuk mendapatkan imbuhan pakan seperti prebiotik yang akan meningkatkan

kesehatan ternak. Sundu et al. (2006) menduga bahwa ada kesamaan antara BIS

dengan mannanoligosakarida (MOS) yang akan memperbaiki kesehatan dan sistem kekebalan ternak unggas.

Di lain pihak, mikroba seperti virus atau bakteri berpotensi membahayakan ternak yang dapat ditemukan di udara, makanan atau air. Bakteri yang sering mengkontaminasi ayam, baik pada saat penetasan, pembesaran dan

pascapanen diantaranya kelompok Salmonella sp. Bakteri tersebut selain akan

berpengaruh terhadap kesehatan ternak juga akan berpengaruh terhadap aspek keamanan pangan ditinjau dari segi mikrobiologis. Potensi yang ditimbulkannnya yaitu dapat mengkontaminasi produk daging atau telur yang akan dikonsumsi manusia. Beberapa upaya telah ditempuh untuk mengatasi hal tersebut seperti melakukan vaksinasi, sanitasi ataupun penggunaan antibiotik. Upaya tersebut disamping mempunyai banyak manfaat juga mempunyai keterbatasan, sebagai

contoh untuk antibiotik sekarang ini ditemukan beberapa strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Selain itu penggunaannya terutama pada negara maju pengaturannya sangat ketat karena akan berpengaruh pada aspek keamanan pangan untuk manusia. Upaya alternatif dicoba untuk mengatasi keterbatasan

tersebut, diantaranya dengan menggunakan karbohidrat. Devegowda et al. (1997)

melaporkan bahwa tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi

ternak, yaitu mannanoligosakarida (MOS), fruktooligosakarida, dan

galaktooligosakarida, dan MOS dilaporkan memberikan hasil yang paling baik. Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam

menempelnya mikroba patogen. Bakteri seperti Salmonella, E. coli, dan Vibrio

cholera mempunyai lektin pada permukaan selnya yang penempelannya spesifik terhadap mannosa, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan (Center for Food and Nutrition Policy (CFNP) Technical Advisory Panel (TAP) Review 2002).

Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan

dan efek ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella (Spring 1997).

Mekanisme MOS sebagai immunostimulan belum sepenuhnya diketahui

(Swanson et al. 2002). MOS dapat mempengaruhi sistem kekebalan dengan jalan

merangsang sekresi protein pengikat mannosa dari hati yang mengikat kapsul bakteri yang masuk. Studi lainnya menunjukkan bahwa MOS merangsang sistem kekebalan dengan jalan meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage dan

meningkatnya level Ig (Imunoglobulin). Selanjutnya Shashidara et al. (2003)

menjelaskan bahwa sel pertahanan tubuh pada GALT (gut associated lymphoid tissue) mendeteksi kehadiran mikroba akibat adanya molekul unik yang disebut

PAMP (patogen-associated molecular pattern) yang selanjutnya akan

mengaktifkan sistem kekebalan. Penggunaan bahan yang bersifat

immunostimulan sangat penting dilakukan untuk mengatasi banyaknya cekaman yang dapat mengganggu respons kekebalan tubuh ayam.

Beberapa paten yang terkait penggunaan sakarida untuk ternak sebagian

besar dihasilkan dari proses ekstraksi ragi Saccharomyces cerevisiae. Sebagai

contoh Dawson dan Sefton (2003) menguji kemampuan MOS untuk kontrol

koksidiosis; Sunvold dan Hayek (2001) tentang perbaikan metabolisme glukosa,

dan absorpsi zat makanan pada hewan peliharaan; Howes dan Newman (2000)

terkait dengan penurunan mikotoksin pada pakan. Selanjutnya Haschke et al.

(2003) melaporkan penggunaan fruktosoligosakarida sebagai imunostimulan. Pengkajian penelitian ini adalah ke arah sumber mannan baik yang berasal dari mikroba ataupun dari sumber lain seperti dari dinding sel tanaman. Ishihara et al. (2000) menggunakan mannan yang berasal dari hidrolisis guar gum

(Cyamoposis tetragonolobus) yang mengandung galaktomannan dengan bobot

molekul sekitar 20 000 Da. Potensi lain yang dapat digunakan sebagai sumber mannan adalah BIS. Sejauh ini, BIS hanya dipakai sebagai salah satu sumber pakan, padahal melihat potensi tersebut dapat ditingkatkan nilai tambahnya menjadi bahan baku pembuatan imbuhan pakan. Mengamati latar belakang tersebut kami tertarik untuk meneliti proses isolasi, produksi dan aplikasi mannan

dari BIS sebagai imunostimulan dan substansi pengendali Salmonella pada ayam.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui proses ekstraksi untuk mendapatkan polisakarida mengandung

mannan dari bungkil inti sawit.

2. Menguji kemampuan polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit

sebagai pengendali Salmonella thypimurium pada ayam.

3. Menguji kemampuan polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit

sebagai immunostimulan pada ayam.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan diperoleh adalah keluaran berupa imbuhan

pakan yang mempunyai fungsi sebagai immunostimulan dan substansi untuk

Kerangka Penelitian

Landasan pemikiran dilakukannya penelitian ini adalah kondisi peternakan unggas komersial yang mempunyai tingkat kepadatan yang tinggi menghadapi bahaya rentannya terkena serangan penyakit dari mikroba patogen. Upaya yang dilakukan yaitu menggunakan antimikroba dan sampai sekarang kebanyakan anti mikroba yang digunakan adalah antibiotik. Akibat negatif penggunaan antibiotik pada ternak antara lain terdapatnya residu pada produk ternak dan terjadinya resistensi mikroba yang pada akhirnya dapat membahayakan manusia.

Upaya alternatif pengganti antibiotik banyak dikaji untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya menggunakan MOS (Mannanoligosakarida). MOS

banyak dikembangkan dari dinding sel mikroba seperi ragi Saccharomyces

cerevisiae sebagai bahan baku yang menyebabkan harga produknya sangat mahal

dan masih di impor. Sampai saat ini belum banyak laporan tentang mannan dari BIS, padahal BIS sangat berpotensi untuk menghasilkan ekstrak yang mengandung mannan mengingat kandungannya yang tinggi.

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah berupa eksperimen murni baik yang diadakan di laboratorium (ekstraksi dan produksi mannan dan

pengujian in vitro) maupun di kandang percobaan (in vivo). Gambaran kerangka

tahapan penelitian tersaji pada Gambar 1. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa

tahapan. Pertama. Proses ekstraksi dan karakterisasi mannan dari BIS dengan

melakukan ekstraksi menggunakan air panas (hot water extraction). Kedua,

Mengkaji kemampuan mannan yang telah diproduksi sebagai pengendali

Salmonella. Pada tahapan ini akan dilihat kemampuan mannan dalam

menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan pada ternak ayam yaitu Salmonella. Metode yang dilakukan yaitu secara (1) in vitro dengan melihat uji

hambat pada media agar dan melihat uji aglutinasi terhadap bakteri dan (2) in

vivo dengan melakukan uji tantang terhadap bakteri Salmonella yang dilakukan

pada ayam broiler dan ayam petelur. Ketiga, Mengkaji kemampuan ekstrak

mannan dari BIS sebagai imunostimulan dengan melihat titer terhadap virus ND (Newcastle Disease) dan IBD (Infectious Bursal Disease) yang dilakukan pada ayam broiler dan ayam petelur.

Gambar 1 Kerangka tahapan penelitian kajian polisakarida mengandung mannan

dari BIS sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan

immunostimulan pada ayam.

Uji In vivo

• Pengukuran titer terhadap virus ND (Newcastle Disease) dan IBD

(Infectious Bursal Disease)

Rekomendasi :

Penggunaan PM dari BIS sebagai

pengendali Salmonella dan

immunostimulan pada unggas

Uji In vivo

• Uji tantang terhadap Salmonella thypimurium Proses ekstraksi

polisakarida mengandung mannan (PM) dari Bungkil

Inti Sawit (BIS)

Tahap I • Kandungan total gula

• Komponen monosakarida Tahap II Pengujian PM dari BIS sebagai pengendali Salmonella Uji In vitro • Uji agglutinasi • Uji resistensi

• Uji hambat pada media cair

Tahap III

Pengujian PM dari BIS sebagai immunostimulan

2. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas

Saluran pencernaan pada unggas yang baru ditetaskan umumnya steril. Sesaat setelah menetas unggas yang masih muda secara alami mikroflora saluran pencernaannya berkembang melalui kontaminasi dari material feses yang berasal dari ayam dewasa. Faktor lain yang berpengaruh yaitu transfer mikroba dari induk pada anak, dan kontak dengan bakteri dari lingkungan. Saluran pencernaan unggas apabila dilihat dari aspek mikrobiologis dapat dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu : tembolok (crop); rempela; usus halus; sekum; kolon dan kloaka (Gambar 2).

Gambar 2 menunjukkan bahwa faktor utama yang menentukan populasi

mikroba adalah pH. Escherichia coli dan Enterococci merupakan organisme yang

dominan yang ditemukan pada unggas yang baru menetas. Pada bagian tembolok, Lactobacillus menjadi dominan pada lima hari pertama, sedangkan pada usus halus memerlukan waktu dua minggu. Kolonisasi bakteri pada usus halus lebih lambat dibandingkan pada bagian lain dari saluran pencernaan dan pada hari

pertama konsentrasinya dibawah 105 CFU/g (Coloni Forming Unit). Pada bagian

sekum, pada umur unggas sekitar dua sampai empat minggu bakteri obligat aerob

meningkat. Pada saat ini bakteri Bifidobacteria, Bacteroides, Eubacteria,

Peptostreptococci, dan Clostridia menjadi predominan. Selain itu pada sekum

ditemukan juga kelompok bakteri selulolitik pada tingkat diatas 103 CFU/g

(Spring 1997).

Sekarang ini telah diketahui bahwa mikroflora yang secara alami sudah ada dalam saluran pencernaan (indegenous) pada hewan dan manusia dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi mikroorganisme yang bersifat patogen. Istilah yang menjelaskan perlindungan tersebut dikenal dengan nama ‘colonization resistance’. Penelitian yang menunjukkan hal tersebut diantaranya dilakukan pada mencit dan diamati pada tiga fase yaitu sebelum, selama, dan sesudah pemberian antibiotik (streptomycin dan neomycin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pemberian antibiotik ‘colonization resistance’ tinggi

terhadap tiga mikroba (E coli; Klebsiela pneumoniae; Pseudomonas aeroginosa).

Selama pemberian antibiotik akan menurunkan resistensi dan mencit lebih mudah terinfeksi tiga mikroba patogen tersebut karena hilangnya flora pada usus. Selanjutnya pada fase setelah pemberian antibiotik resistensi ini kembali menuju normal karena terjadinya repopulasi flora saluran pencernaan yang tahan terhadap antibiotik (Hentges 1992).

Hentges (1992) menjelaskan beberapa hipotesis muncul untuk menjelaskan mekanisme yang dapat menekan bakteri patogen. Beberapa faktor tersebut diantaranya muncul teori kompetisi terhadap nutrien; merubah kondisi lingkungan yang tidak ideal bagi patogen seperti dihasilkannya asam lemak terbang oleh flora usus ; dan kompetisi untuk menempati ruang yang ada pada

saluran pencernaan. Selanjutnya Mulder et al. (1997) menjelaskan teori “competitive exclusion (CE)” yaitu perlakuan terhadap anak ayam (DOC) yang diberi mikroflora yang menghasilkan resistensi terhadap mikroorganisme yang berpotensi patogen. Beberapa percobaan telah dilakukan menggunakan kultur mikroba murni maupun kultur campuran (undefined microflora). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kultur murni ternyata pemberian dengan “undefined microflora” yang berasal dari sekum ayam memberikan hasil yang lebih baik. Kultur tersebut mengandung sejumlah besar mikroba aerobik yang telah diketahui dan banyak bakteri anaerobik yang belum diketahui.

Teori “competitive exclusion (CE)” pertama kali dikemukakan oleh Rantala dan Nurmi (1973) dan banyak mengilhami peneliti selanjutnya untuk

mengamati pencegahan bakteri merugikan seperti Salmonella pada ternak unggas.

Beberapa hasil positif ditemukan yaitu dengan menurunnya kolonisasi bakteri

Salmonella pada ayam broiler dengan digunakannya kultur yang mengandung 29

strain bakteri dari sekum (Corrier et al. 1995). Selanjutnya Ziprin dan Deloach

(1993) meneliti pada ayam broiler dan petelur dengan menggunakan bakteri

normal dari sekum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri Salmonella

menurun meskipun kultur mikroba dari sekum tersebut diberikan tiga hari setelah

dilakukan uji tantang terhadap Salmonella typhimurium.

Selanjutnya Spring (1997) merangkum beberapa mekanisme pengaturan bakteri yang mempengaruhi mikroflora pada saluran pencernaan. Tabel 1 menjelaskan bahwa mekanisme yang tercakup dalam CE sangat kompleks dan dapat dilihat bahwa populasi bakteri mempunyai pendekatan berbeda dalam melakukan kompetisi terhadap bakteri pendatang. Secara garis besar mekanisme yang terjadi dapat dibedakan secara tidak langsung dan secara langsung. Secara tidak langsung merupakan akibat dari mikroflora normal meningkatkan respon fisiologis inang dan akan mempengaruhi interaksi antara inang dengan mikroba. Mekanisme secara langsung adalah terjadinya saling penekanan antara suatu populasi bakteri terhadap populasi bakteri lainnya.

Tabel 1. Mekanisme pengaturan bakteri terhadap mikroflora saluran pencernaan pada unggas

Mekanisme Pengaturan Faktor Pengontrol

Perangsangan proses kekebalan Ig pada usus halus

Modifikasi garam empedu Asam empedu tak berkonjugasi

Stimulasi peristalsis Laju lintas

Penggunaan nutrient Kompetisi nutrien atau faktor

pertumbuhan

Pemanfaatan nutrient sinergis

Penempelan Kompetisi tempat reseptor

Stimulasi pergantian epitel sel

Pembentukan lingkungan terbatas pH

Asam laktat VFA

Hidrogen sulfida

Modifikasi garam empedu Perangsangan proses kekebalan

Produksi substansi antimikroba Ammonia

Hidrogen peroksida hemolisin Enzim bakteri Bakteriofage Bakteriosin Antibiotik Sumber : Spring (1997).

Penggunaan Antibiotik

Kemajuan peternakan ayam broiler sekarang ini menuntut optimalisasi baik dari segi pertumbuhan, perbaikan konversi ransum, dan kepadatan ternak per satuan luas. Meningkatnya kepadatan akan membawa akibat semakin mudahnya ayam akan terkena serangan penyakit. Upaya pencegahan dan pengobatan yang dilakukan sekarang ini masih bergantung pada penggunaan antimikroba, bahkan dapat dikatakan secara ekonomis tidak mungkin mengembangkan ternak ayam broiler komersial tanpa antimikroba. Pada negara-negara maju seperti Masyarakat Uni Eropa penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan pengaturannya sangat ketat, dan sampai sekarang penggunaan beberapa antibiotik seperti virginiamycin, tylosin, spiramycin, dan zinc bacitracyn telah dilarang. Pelarangan penggunaan antibiotik yang bersifat pencegahan ini akan membawa akibat meningkatnya penggunaan antibiotik yang bersifat terapetik (menggunakan dosis tinggi), lebih banyak ayam yang akan terkena bakteri patogen dan pada akhirnya kerugian ekonomis akan lebih besar (Bouliane 2003).

Penggunaan antibiotik secara tidak terkontrol akan membawa dampak negatif diantaranya terjadinya resistensi dan ternak yang mengkonsumsi pakan yang mengandung antibiotik, juga akan mengekskresikannya. Levy (2000a). mengemukakan bahwa pada beberapa kasus ditemukan bahwa 80 persen antibiotik yang diberikan secara oral akan lewat dan tidak mengalami perubahan oleh hewan dan masuk ke kolam limbah yang kaya akan bakteri. Selanjutnya akan menyebar ke lahan pertanian karena digunakan sebagai pupuk, dan mengakibatkan pencemaran air permukaan dengan membawa baik obat tersebut maupun bakteri yang resisten ke dalam tanah dan air. Todar (2000) menjelaskan bahwa resistensi mikroba dapat diakibatkan beberapa hal. Pertama, resistensi alamiah, sebagai contoh streptomycete mempunyai gen yang bertanggung jawab untuk resistensi terhadap antibiotiknya sendiri; atau bakteri gram negatif mempunyai membran luar yang menghambat permeabilitas terhadap antibiotik; atau organisme tersebut mempunyai keterbatasan dalam sistem transport terhadap antibiotik; atau terbatasnya target atau reaksi yang akan dicapai oleh antibiotik. Kedua, resistensi buatan, bakteri akan mengembangkan resistensi terhadap

antibiotik, yaitu bakteri yang dahulunya sensitif menjadi resisten. Resistensi seperti ini dihasilkan dari perubahan gen dan dicapai dengan dua cara yaitu ; (1)mutasi dan seleksi; dan (2) pertukaran gen antara strain dan spesies.

Selanjutnya Levy (2000b) menjelaskan bahwa di Amerika Serikat (AS) lebih dari 40 persen antibiotik yang diproduksi diberikan pada hewan baik untuk pencegahan dan pengobatan infeksi, dan pemacu pertumbuhan. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan kadarnya sangat kecil untuk melawan infeksi dan diberikan dalam jangka waktu yang lama (beberapa minggu sampai bulan). Pemberian dalam jangka waktu yang lama dan dosis rendah ini menjadikan bakteri terseleksi dan menjadi resisten. Environmental Media

services (EMS) (2000) menjelaskan bahwa bakteri Salmonella umum ditemukan

pada produk ternak (daging dan telur) dan di AS dilaporkan infeksi Salmonella

pada manusia lebih dari 40.000 kasus setiap tahun. Selain itu ditemukan pula

strain Salmonella DT-104 yang resisten terhadap lima antimikroba: ampicillin,

chloramphenic, streptomycin, sulfonamide, dan tetrasiklin.

Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas)

Istilah imun secara klasik didefinisikan sebagai daya tahan relatif inang terhadap reinfeksi mikroba tertentu. Definisi imunitas sekarang ini mencakup semua mekanisme fisiologis yang membantu hewan untuk mengenal benda-benda asing pada dirinya untuk menetralkan menyisihkan, atau memetabolisasi benda asing tersebut dengan atau tanpa kerusakan pada jaringan itu sendiri. Respon imun dapat dikategorikan menjadi dua yiatu : (1) Respon imun non spesifik dan (2) Respon imun spesifik. Respon imun spesifik tergantung pada adanya benda asing, pengenalan selanjutnya, dan kemudian reaksi terhadapnya. Sebaliknya respon imun non spesifik terjadi setelah pemaparan inisial dan pemaparan selanjutnya terhadap benda asing dan sementara terjadi diferensiasi selektif self dan nonself. Respon imun nonspesifik tidak tergantung pada pengenalan spesifik, contoh respon imun non spesifik yaitu inflamasi dan fagositosis. Respon imun spesifik merupakan reaksi inang terhadap benda asing yaitu mencakup rangkaian interaksi seluler yang diekspresikan dengan penyebaran produk–produk sel

spesifik. Ada dua jenis mekanisme efektor yang menengahi respon imun spesifik: (1) imunitas humoral, yaitu yang diperantarai oleh produk sel jaringan limfosit yang disebut antibodi, dan (2) imunitas seluler, yaitu yang diperantarai oleh limfosit sendiri yang tersensititasi secara spesifik (Belanti 1993).

Secara garis besar kekebalan yang diperoleh hewan dapat terjadi secara alami dan buatan. Kekebalan secara alami mencakup penghalang secara fisik dan fisiologis yang mencegah masuknya agen infeksi seperti kulit, saliva, asam lambung, dan anti bakteri seperti lysozime. Kekebalan alami yang terjadi pada jaringan dan sirkulasi diperantarai sel efektor yang disebut fagosit dan sel “natural killer (NK)”. Selain itu ada juga protein komplemen darah yang mendukung fagositosis dan melisiskan patogen. Kekebalan secara buatan biasanya diperoleh secara aktif melalui infeksi alami atau dengan vaksinasi. Kekebalannya akan berkembang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemaparan dan diperantarai oleh limfosit (Decker 2000).

Mannan Binding Lectin (MBL)

Sistem komplemen merupakan salah satu kekebalan yang bersifat alami dan mencakup rangkaian protein yang bersirkulasi dalam darah. Protein tersebut bersirkulasi dalam bentuk inaktif, tetapi sebagai respons terhadap pengenalan komponen molekul mikroba akan menjadi aktif , dan bekerja dalam rangkaian aliran dalam bentuk ikatan satu protein yang menyokong ikatan protein selanjutnya. Ada tiga jalur sistem komplemen yang terjadi yaitu melalui jalur komplenen klasik; jalur komplemen alternatif, dan jalur lektin (Kaiser 2002).

Gambaran bagaimana proses ketiga jalur ini bekerja dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini :

Jalur Klasik Jalur Lektin Jalur Alternatif

Kompleks Antigen- Permukaan Permukaan

Antibodi mikroba mikroba

C1q MBL C3b MASP-1 C1r MASP-2 C1s C4 C4 C2 C2 C3 C3b

Gambar 3 Tiga jalur aktivasi komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Jalur komplemen klasik diaktifkan melalui kompleks imun, sementara jalur lektin diaktifkan oleh karbohidrat dari permukaan sel mikroba. Jalur alternatif diaktifkan oleh beragam campuran dan permukaan sel yang terkait dengan pengaturan dan pembentukan alternatif C3 convertase. Keseluruhan jalur akan mengaktifkan komponen pusat yaitu C3 menjadi C3b yang akan berikatan secara kovalen dengan permukaan mikroba dan memediasi fungsi efektor komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Selanjutnya Medzhitov dan Janeway (2000) memberikan gambaran mengenai aktivasi sistem komplemen melalui MBL dan tersaji pada Gambar 4 berikut :

Gambar 4 Aktivasi komplemen melalui jalur lektin (Medzhitov dan Janeway 2000).

Aktivasi komplemen melalui jalur lektin dimediasi oleh mannosa binding lectin (MBL) yang merupakan reseptor spesifik dari karbohidrat mikroba. MBL berasosiasi dengan serin protease MBL-associated protease I dan 2 (MASP1 dan MASP2). Ikatan MBL dengan ikatan mikroba mengaktifkan protease, dan terjadi peregangan komponen komplemen C2 dan C4, produknya berupa C2a dan C4b dan membentuk C3 konvertase yang memprakarsai komplemen dengan pemecahan protein C3. Kompleks MBL dan lektin dan fungsi protease sama dengan kompleks C1 dari komplemen klasik (Medzhitov dan Janeway 2000).

Selanjutnya Ross et al. (2001) menjelaskan bahwa sistem komplemen

yang diinitiasi jalur lektin melalui MBL. Individu yang defisien MBL menunjukkan peningkatan terhadap mudahnya kena infeksi, khususnya pada sistem mukosanya. Kekebalan mukosa dimediasi oleh IgA dan mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur lektin. Dalam sistem kekebalan mukosa, faktor

utama pertahanan adalah IgA, dan disekresikan ke seluruh permukaan mukosa tubuh dan memainkan peranan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap mikroorganisme yang masuk.

Mannan Oligosasakarida (MOS)

Sumber Mannanoligosakarida (MOS)

MOS dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu dari fungi (dinding sel fungi) dan dari sumber lain seperti dinding sel tanaman atau berupa limbah pertanian. Uraian berikut ini menjelaskan mengenai beberapa sumber yang dapat digunakan untuk memproduksi MOS. Faktor yang perlu diperhatikan dalam memproduksi MOS yaitu kandungan komponen gula mannosa yang dikandung sumber bahan yang akan diekstraksi.

Hasil penelitian Tafsin (2000) menunjukkan bahwa Dinding sel fungi Penicillium sp didominasi oleh mannosa. Urutan selengkapnya komponen gula dari dinding sel Penicillium sp adalah tersusun atas glukosa; mannosa; galaktosa; asam glukoronat; arabinosa : dan glukosamin dengan perbandingan konsentrasi berturut-turut 119 ; 169; 11; 15; 1; 1 . Penelitian lanjutan mengenai derajat antigenisitas dengan mengukur produksi antibodi poliklonal dengan menggunakan metode ELISA (Enzymes Link Immunosorbant Assay) menunjukkan bahwa baik glikoprotein maupun polisakarida yang diekstraksi dari miselium fungi tersebut bersifat imunogenik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai absorbansi yang lebih tinggi (300-400 persen) dibandingkan dengan hewan kontrol. Percobaan tersebut

Dokumen terkait