• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian polisakarida mannan dari bungkil inti sawit sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan immunostimulan pada ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian polisakarida mannan dari bungkil inti sawit sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan immunostimulan pada ayam"

Copied!
280
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POLISAKARIDA MANNAN DARI BUNGKIL INTI

SAWIT SEBAGAI PENGENDALI Salmonella thypimurium

DAN IMMUNOSTIMULAN PADA AYAM

MA’RUF TAFSIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul:

kajian polisakarida mannan dari bungkil inti sawit sebagai pengendali Salmonella

thypimurium dan immunostimulan pada ayam adalah benar-benar asli karya saya

dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari

tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun.

Bogor, Agustus 2007

(3)

ABSTRACT

MA’RUF TAFSIN. Studies on Mannan Containing Polysaccharides from Palm

Kernel Meal as Immunostimulant and to Control Salmonella thypimurium on

Chicken. Under the supervisions of NAHROWI, KG WIRYAWAN, KAMALUDDIN ZARKASIE, WIRANDA G PILIANG, and LILY A SOFYAN.

Palm Kernel Meal (PKM) is a by-product of palm kernel oil extraction and found in large quantity in Indonesia. The inclusion of PKM on poultry diet are limited due to some nutritional problems such as anti-nutritional properties

(mannan). On the other hand, mannan containing polysaccharides (PM)play in

various biological functions particularly in enhancing the immune response and the ability to block the colonization of pathogen bacteria in the intestine of poultry The study consisted of three steps. The first step was the extraction process to produce PM from PKM. The second step was to investigate the

inhibitory effect of PM against Salmonella thypimurium (in vitro and in vivo). In

vivo studies were conducted using chicks that were challenged orally with S.

thypimurium. The third step was to study the effect of PM from PKM as immunostimulant that were detected through of the antibody responses against ND (New Castle Disease) and IBD (Infectious Bursal Disease) virus. The levels of PM that were used in the study consisted of 0, 1000, 2000, 3000, 4000 ppm of mannan containing polysaccharides, in term of total sugar.

The result of the first step indicated that the polysaccharide was dominated by the galactose and mannose with ratio of 1:3, respectively. The extraction produced mannose ranging from 0.15-7.58% of the total mannan. The highest content of mannose was shown after treating PKM with water as the solvent. The result of second step showed that PM did not have bactericidal effect, but agglutination test showed the positive result microscopically. Compared with the control group, the number of chicks fed PM (2000-4000 ppm) decreased Salmonella incidence. The total number Salmonella colony (cfu) also decreased that was proved in the second experiment. At third step, the titers against IBD virus of chicks fed PM had higher titers than that of the control diet, whereas the titers against ND virus was not influenced by treatments. The effect of PM gave various results on chicken performances. The results indicated that PM from PKM gave positive results on poultry performances at the condition of pathogen

challenge (Salmonella), and at the level of 3000 ppm had 10% and 20% higher

weight gain than that of the control group in the first and in the second experiment, respectively. The different result was shown in the third step, where the effect of PM did not influence the weight gain of the chicks.

It is concluded that PM showed the immunostimulant activity and

prevented the colonization of Salmonella at the caecum of chicks, and could be

used as feed additive in poultry diet.

(4)

RINGKASAN

MA’RUF TAFSIN. Kajian Polisakarida Mannan dari Bungkil Inti Sawit sebagai

Pengendali Salmonella thypimurium dan Immunostimulan pada Ayam. Dibimbing

oleh, NAHROWI, KG WIRYAWAN, KAMALUDDIN ZARKASIE, WIRANDA G PILIANG, dan LILY A SOFYAN.

Bungkil inti sawit (BIS) adalah produk samping dari industri pengolahan minyak kelapa sawit dengan ketersediaan yang tinggi di Indonesia. Penggunaan BIS dalam pakan unggas terbatas karena kandungan mannannya yang tinggi dan dapat bersifat anti nutrisi. Di lain pihak, polisakarida mannan (PM) mempunyai fungsi lain khususnya dapat meningkatkan respon kekebalan dan kemampuannya menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi kimia PM dari BIS dan efeknya sebagai

pengendali Salmonella thypimurium dan sebagai immunostimulan pada ternak

ayam.

Proses ekstraksi untuk mendapatkan PM dari dinding sel BIS menggunakan metode ekstraksi air panas. Keragaman berat molekul dilihat secara kromatografi menggunakan gel sephadex-G 50 (16X800 mm), dan analisis

komponen gula menggunakan HPLC yang dilengkapi dengan P-NH2

Carbohydrate column. Efek PM dari BIS sebagai pengendali Salmonella (in

vitro) dilakukan dengan melihat uji aglutinasi dan inkubasi bakteri baik pada media agar maupun media cair. Tingkat penggunaan PM yang digunakan yaitu 0,

1000, 2000, 3000, 4000 ppm berdasarkan kandungan total gulanya. Pengujian in

vivo dilakukan dengan menggunakan ayam broiler dan petelur (masing-masing

216 ekor) yang diinfeksi secara oral dengan 104 cfu Salmonella thypimurium pada

hari ketiga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (RPT) dengan galur ayam sebagai petak utama dan tingkat PM sebagai anak petak. Pengujian lanjutan dilakukan pada 60 ekor ayam boiler dan dilakukan uji

tantang dengan 107 cfu Salmonella thypimurium pada hari ke tujuh. Tingkat

penggunaan PM yang dilakukan sama dengan pengujian in vitro. Pengujian PM

sebagai immunostimulan dilakukan dengan menggunakan masing-masing 180 ekor ayam broiler dan petelur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (RPPT) dengan galur ayam sebagai petak utama, dosis vaksin (penuh dan setengah) sebagai anak petak, dan tingkat PM sebagai anak-anak petak. Vaksin yang digunakan adalah ND (New castle disease) dan IBD (Infectious bursal disease) dan titernya diamati 3 minggu setelah vaksinasi kedua.

(5)

PM dari BIS tidak menunjukkan efek bakterisidal, tetapi jumlah koloni bakteri semakin menurun seiiring dengan meningkatnya PM dalam media cair, dan uji agglutinasi menunjukkan hasil positif secara mikroskopis. Penggunaan PM dari

BIS (2000-4000 ppm) menurunkan insiden Salmonella. Jumlah koloni (cfu)

Salmonella pada caecum juga menunjukkan penurunan akibat penggunaan PM

yang terlihat pada penelitian kedua. Pengujian sebagai immunostimulan menunjukkan bahwa titer ND dipengaruhi galur ayam. Ayam petelur menunjukkan titer lebih tinggi dibandingkan ayam broiler, dan dosis vaksin penuh menunjukkan titer lebih tinggi dibandingkan dosis setengah. Penggunaan PM ternyata tidak mempengaruhi titer ND. Pengujian terhadap titer antibodi IBD menunjukkan hasil yang berbeda. Titer IBD tidak dipengaruhi oleh galur ayam dan dosis vaksin, sebaliknya penggunaan PM menunjukkan adanya pengaruh. Penggunaan PM pada tingkat 1000; 3000; dan 4000 ppm mempunyai titer nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, tetapi diantara penggunaan 1000-4000 ppm tidak menunjukkan perbedaan nyata.

Penggunaan PM dari BIS terhadap penampilan ayam menunjukkan hasil

yang beragam. Pada percobaan pengendali Salmonella, penggunaan PM pada

tingkat 2000-3000 ppm menunjukkan pertambahan berat badan (PBB) lebih baik dibandingkan kontrol dan terjadi peningkatan PBB sebesar 10% dan 20% lebih tinggi dibandingkan kontrol, berturut-turut pada penelitian pertama dan kedua. Selanjutnya penggunaan PM sebanyak 4000 ppm menunjukkan konversi ransum yang lebih buruk dibandingkan perlakuan lainnya. Pada percobaan sebagai immunostimulan, PM dari BIS tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi, PBB maupun konversi ransum. Hasil tersebut menunjukkan bahwa PM dari BIS menunjukkan hasil positif terhadap penampilan ternak pada kondisi uji tantang patogen. Dapat disimpulkan bahwa PM dari BIS menunjukkan adanya aktivitas

sebagai immunostimulan dan mencegah kolonisasi Salmonella sehingga dapat

digunakan sebagai imbuhan pakan dalam ransum ayam.

Kata kunci: Bungkil Inti sawit, Mannan, Salmonella thypimurium,

(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

KAJIAN POLISAKARIDA MANNAN DARI BUNGKIL INTI

SAWIT SEBAGAI PENGENDALI Salmonella thypimurium

DAN IMMUNOSTIMULAN PADA AYAM

MA’RUF TAFSIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : Kajian Polisakarida Mannan dari Bungkil Inti Sawit sebagai

Pengendali Salmonella thypimurium dan Immunostimulan pada

Ayam

Nama : MA’RUF TAFSIN

NIM : D016010061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Komang G Wiryawan. Kamaluddin Zarkasie,DVM, PhD

Anggota Anggota

Prof.Dr. Ir. Wiranda G Piliang, M.Sc. Prof. Dr. Lily A Sofyan, M.Sc. (Alm) Anggota Anggota

Diketahui

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

Pascasarjana Departemen INTP

Dr.Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Prof.Dr.Ir. Khairil A Notodiputro, MS.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Rasa syukur

penulis panjatkan, karena atas tuntunan dan kehendak-Mu tugas ini dapat

terselesaikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah baru

mengenai pemanfaatan bungkil inti sawit yaitu sebagai sumber mannan yang

berfungsi sebagai pengendali Salmonella dan immunostimulan pada ayam.

Penelitian ini dapat terselesaikan atas arahan, saran, dan kerjasama yang

sangat baik dari komisi pembimbing, oleh karena itu ucapan terima kasih saya

ucapkan kepada almarhumah Prof. Dr. Lily A. Sofyan selaku ketua komisi

pembimbing, dan anggota komisi pembimbing yang terdiri atas Dr. Ir. Nahrowi

MSc, Dr. Ir. Komang G Wiryawan, Kamaluddin Zarkasie, DVM, PhD., dan

Prof.Dr.Ir. Wiranda G Piliang, MSc. Banyak sekali sumbangan pemikiran, waktu,

dan segala pengertian yang telah diberikan komisi pembimbing kepada saya dan

penulis berharap ”bekal” tersebut dapat diteruskan kepada orang lain yang

memerlukan, sehingga menjadi amalan yang senantiasa mengalir.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Dirjen Dikti, pimpinan dan staf Sekolah

Pascasarjana IPB, Fakultas Peternakan IPB, dan Program Studi Ilmu Ternak

Pascasarjana IPB atas penerimaan dan pelayanan yang baik selama penulis

mengikuti pendidikan program doktor pada sekolah pascasarjana IPB. Ucapan

yang sama penulis juga sampaikan kepada Rektor Universitas Islam Kalimantan

(UNISKA) Banjarmasin, Rektor Universitas Al-Azhar, Medan, Koordinator

Kopertis Wilayah XI Kalimantan dan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara yang

telah memberi kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan program

doktor di IPB.

Bantuan dalam pelaksanaan penelitian banyak penulis rasakan, oleh karena

itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan dan Staf dari

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet IPB; Laboratorium Bakteriologi

FKH IPB; Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Fisiologi Nutrisi Fapet IPB;

(10)

IPB; Laboratorium Balai Pasca Panen Cimanggu, serta Laboratorium Teknologi

Hasil Perikanan FPIK IPB atas segala dukungannya dalam pelaksanaan penelitian

ini. Secara pribadi penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak

Yatno; Achmad Jaelani; Mas Winarno dan Mbak Ida; Allaily; Merry dan

adik-adik INMT 39 yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian, serta teman

pada Program Studi Ilmu Ternak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Dorongan moril maupun materiil banyak penulis rasakan dari keluarga,

oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada

ayahanda H. Moch Saleh dan Ibunda Sukaesih serta Bapak dan Ibu mertua H.

Hasan Hanfi (alm) dan Hj. Chairani K Lubis, serta saudaraku: Agus Patlas,

Widaningsih, dan Awal Nugraha. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada

Keluarga Hj. Pimi Aeni(alm), Kel. Syarief Maulana SKM, Kel Handi Soetisna

SE,MSi, Kel. Prof. Dr. Kooswardono Mudikdjo dan Kel Prof. Dr. Chairuddin P

Lubis, DTM&H,DSAk yang banyak membantu selama proses pendidikan penulis.

Akhirnya kepada istri tercinta Dr. Nevy D. Hanafi, SPt,MSi.dan Anakku

tersayang Rifda Amaliya Maruf, Penulis ucapkan terima kasih atas segala

dorongan, semangat, pengorbanan yang kalian berikan dan semoga hal ini

semakin memperkuat ikatan kebersamaan diantara kita. Akhir kata, penulis

berharap tulisan ini banyak memberikan manfaat dalam perkembangan industri

peternakan, khususnya pakan ternak ayam, baik dimasa sekarang maupun yang

akan datang.

Bogor, Agustus 2007

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Nopember 1967 di Pandeglang

(Banten), anak kedua dari empat saudara pasangan H. Mochamad Soleh dan

Sukaesih. Menikah dengan Nevy D Hanafi pada tahun 2001 dan dikaruniai

seorang putri, Rifda Amaliya Maruf yang lahir pada tanggal 5 Nopember 2001 di

Bogor.

Pendidikan dasar dan menengah penulis selesaikan di kota kelahirannya,

dan pada tahun 1986 penulis diterima pada Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran, Bandung. Selepas pendidikan sarjana, penulis menempuh

pendidikan magister pada Program Studi Ilmu Ternak ,Program Pascasarjana IPB

yang diselesaikan pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2001 penulis

melanjutkan pendidikan program doktor pada lembaga yang sama. Pendidikan

Pascasarjana penulis tempuh atas beasiswa BPPS Ditjen Dikti.

Riwayat pekerjaan penulis dimulai pada tahun 1994 sebagai tenaga

pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan (Kopertis

Wilayah XI) di Banjarmasin. Selanjutnya, pada mulai tahun 2004 sampai

sekarang penulis bekerja pada Fakultas Pertanian Universitas Al-Azhar (Kopertis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3

Kerangka Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas ... 6

Penggunaan Antibiotik ……… 10

Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas)... 11

Mannan Oligosasakarida (MOS)... 15

3 EKSTRAK POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN DARI BUNGKIL INTI SAWIT Pendahuluan... 22

Bahan dan Metode ... 24

Hasil... 26

Pembahasan ... 31

Kesimpulan ... 35

4 POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN DARI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI PENGENDALI Salmonella thypimurium PADA AYAM Pendahuluan... 36

Bahan dan Metode ... 38

Hasil... 43

Pembahasan ... 54

(13)

5 POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN DARI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI IMMUNOSTIMULAN PADA AYAM

Pendahuluan... 61

Bahan dan Metode ... 63

Hasil... 66

Pembahasan ... 72

Kesimpulan ... 77

6 PEMBAHASAN UMUM ………. 78

7 KESIMPULAN... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN ... 96

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Mekanisme pengaturan bakteri secara langsung dan tidak langsung

terhadap mikroflora saluran pencernaan pada ayam... 9

2 Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)... 16

3 Perbandingan penggunaan antibiotik dengan MOS... 20

4 Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan total gula yang

dihasilkan dari 100 g BIS... 26

5 Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan dan rasio komponen

gula yang dideteksi dengan HPLC yang dilengkapi Carbohydrate

column... 28 6 Susunan ransum percobaan... 39

7 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

konsumsi ransum ayam umur 1-28 hari (g/ekor)... 45

8 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

pertambahan bobot badan (PBB) ayam umur 1-28 hari (g/ekor)... 46

9 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

pertambahan bobot badan akhir ayam umur 1-28 hari (g/ekor)... 47

10 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

konversi ransum ayam umur 1-28 hari... 48

11 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

kolonisasi bakteri Salmonella ... 49

12 Penggunaan polisakarida mannan (PM) terhadap konsumsi dan

konversi ransum serta pertambahan bobot badan (PBB)ayam broiler . 51

13 Penggunaan polisakarida mannan (PM) dari BIS terhadap insiden

infeksi, pH caecum dan indeks bursa fabricius... 53

14 Susunan ransum percobaan... 63

15 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap konsumsi ransum selama 6 minggu (g/ekor).. 66

16 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap PBB selama 6 minggu (g/ekor.)... 67

17 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap bobot akhir selama 6 minggu (g/ekor.)... 68

(15)

Halaman

18 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap konversi ransum... 69

19 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap titer antibodi ND (2log)... 70

20 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap titer antibodi IBD (2log)... 71

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka tahapan penelitian kajian polisakarida mengandung

mannan dari BIS sebagai pengendali Salmonella thypimurium

dan immunostimulan pada ayam... 5

2 Mikroflora pada saluran pencernaan ayam... 6

3 Tiga jalur aktivasi komplemen... 13

4 Aktivasi komplemen melalui jalur lektin...

14

5 Mekanisme kerja MOS mencegah kolonisasi bakteri merugikan

(CFNP TAP Review)... 17

6 Kromatogram untuk perlakuan ekstraksi dengan pelarut akuades

(a); NaOH 0.05 N (b); NaOH 0.1 N (c)... 27

7 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G50 (16x800 mm) pada

perlakuan pelarut akuades ... 29

8 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G50 (16x800 mm) pada

perlakuan pelarut akuades + kaca ... 30

9 Struktur mannan dari guaran... 30

10 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G50 (16x800 mm) pada

perlakuan pelarut NaOH 0.1N + kaca ... 33

11 Hasil uji aglutinasi terhadap Salmonella sp.... 43

12 Pengaruh penambahan ekstrak BIS terhadap koloni bakteri yang

terbentuk (log CFU)... 44

13 Pengaruh penggunaan PM dari BIS terhadap jumlah koloni

bakteri Salmonella (log cfu/g)... .. 50

14 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan (PM) terhadap bobot

badan ayam broiler (g/ekor)... 52

15 Pengaruh penggunaan PM dari BIS terhadap jumlah koloni

Salmonella (log cfu/ml)... 53

16 Struktur galaktomannan dari bungkil inti sawit... 79

17 Struktur mannan dari S cerevisiae ... 82

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis ragam terhadap kandungan total gula terekstrak... 97

2 Analisis ragam terhadap konsumsi ransum ayam (percobaan

Salmonella tahap I)... 98

3 Analisis ragam terhadap pertambahan bobot badan (PBB) ayam

(percobaan Salmonella tahap I)... 100

4 Analisis ragam terhadap bobot badan akhir ayam

(percobaan Salmonella tahap I)... 101

5 Analisis ragam terhadap konversi ransum ayam (percobaan

antibakteri)... 103

6 Pengujian χ2 insiden bakteri Salmonella...

105

7 Analisis ragam terhadap cfu (log) Salmonella...

106

8 Analisis ragam terhadap berat relatif bursa fabricius... 107

9 Analisis ragam terhadap pH caecum...

108 10

Analisis ragam terhadap konsumsi ransum ayam (percobaan

immunostimulan)... 109

11 Analisis ragam terhadap pertambahan bobot badan ayam

(percobaan immunostimulan)... 111

12 Analisis ragam terhadap bobot akhir ayam (percobaan

immunostimulan)... 113

13 Analisis ragam terhadap konversi ransum ayam (percobaan

immunostimulan)………... 115

14 Analisis ragam terhadap titer antibodi ND ayam (percobaan

immunostimulan)……….. 117

15 Analisis ragam terhadap titer antibodi IBD ayam (percobaan

immunostimulan) ……….. 118

(18)

1. PENDAHULUAN

Latar belakang

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan dari industri pengolahan

kelapa sawit dan di Indonesia ketersediaannya sangat tinggi. Luas lahan kelapa

sawit pada tahun 2004 di proyeksikan sekitar 4.4 juta ha (Jakarta Future Exchange

2001) dan pada tahun 2006 mencapai luas 5.2 juta ha (Kompas 2006). Produksi

tandan buah segar kelapa sawit sekitar 12.5 – 27.5 ton/ha, dan sekitar 2 persennya

berupa bungkil inti sawit (Sinurat 2001). Penggunaan BIS sebagai salah satu

pakan potensial telah banyak dilaporkan baik pada ternak ruminansia ( Elisabeth

dan Ginting 2003; Mathius et al. 2003), ayam (Sundu dan Dingle 2005), bahkan

ikan (Keong dan Chong 2005).

Salah satu faktor pembatas penggunaan BIS terutama untuk ternak

monogastrik adalah kandungan seratnya yang tinggi dan komponen dominannya

adalah berupa mannosa yang mencapai 56.4% dari total dinding sel BIS dan ada

dalam bentuk ikatan β-mannan (Daud et al. 1993). Kandungan mannan yang

tinggi disamping sebagai faktor pembatas juga dapat dianggap sebagai potensi

untuk mendapatkan imbuhan pakan seperti prebiotik yang akan meningkatkan

kesehatan ternak. Sundu et al. (2006) menduga bahwa ada kesamaan antara BIS

dengan mannanoligosakarida (MOS) yang akan memperbaiki kesehatan dan

sistem kekebalan ternak unggas.

Di lain pihak, mikroba seperti virus atau bakteri berpotensi

membahayakan ternak yang dapat ditemukan di udara, makanan atau air. Bakteri

yang sering mengkontaminasi ayam, baik pada saat penetasan, pembesaran dan

pascapanen diantaranya kelompok Salmonella sp. Bakteri tersebut selain akan

berpengaruh terhadap kesehatan ternak juga akan berpengaruh terhadap aspek

keamanan pangan ditinjau dari segi mikrobiologis. Potensi yang ditimbulkannnya

yaitu dapat mengkontaminasi produk daging atau telur yang akan dikonsumsi

manusia. Beberapa upaya telah ditempuh untuk mengatasi hal tersebut seperti

melakukan vaksinasi, sanitasi ataupun penggunaan antibiotik. Upaya tersebut

(19)

contoh untuk antibiotik sekarang ini ditemukan beberapa strain bakteri yang

resisten terhadap antibiotik. Selain itu penggunaannya terutama pada negara maju

pengaturannya sangat ketat karena akan berpengaruh pada aspek keamanan

pangan untuk manusia. Upaya alternatif dicoba untuk mengatasi keterbatasan

tersebut, diantaranya dengan menggunakan karbohidrat. Devegowda et al. (1997)

melaporkan bahwa tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi

ternak, yaitu mannanoligosakarida (MOS), fruktooligosakarida, dan

galaktooligosakarida, dan MOS dilaporkan memberikan hasil yang paling baik.

Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan

diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui

bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam

menempelnya mikroba patogen. Bakteri seperti Salmonella, E. coli, dan Vibrio

cholera mempunyai lektin pada permukaan selnya yang penempelannya spesifik

terhadap mannosa, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses

penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan (Center for Food and

Nutrition Policy (CFNP) Technical Advisory Panel (TAP) Review 2002).

Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan

dan efek ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella (Spring 1997).

Mekanisme MOS sebagai immunostimulan belum sepenuhnya diketahui

(Swanson et al. 2002). MOS dapat mempengaruhi sistem kekebalan dengan jalan

merangsang sekresi protein pengikat mannosa dari hati yang mengikat kapsul

bakteri yang masuk. Studi lainnya menunjukkan bahwa MOS merangsang sistem

kekebalan dengan jalan meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage dan

meningkatnya level Ig (Imunoglobulin). Selanjutnya Shashidara et al. (2003)

menjelaskan bahwa sel pertahanan tubuh pada GALT (gut associated lymphoid

tissue) mendeteksi kehadiran mikroba akibat adanya molekul unik yang disebut

PAMP (patogen-associated molecular pattern) yang selanjutnya akan

mengaktifkan sistem kekebalan. Penggunaan bahan yang bersifat

immunostimulan sangat penting dilakukan untuk mengatasi banyaknya cekaman

(20)

Beberapa paten yang terkait penggunaan sakarida untuk ternak sebagian

besar dihasilkan dari proses ekstraksi ragi Saccharomyces cerevisiae. Sebagai

contoh Dawson dan Sefton (2003) menguji kemampuan MOS untuk kontrol

koksidiosis; Sunvold dan Hayek (2001) tentang perbaikan metabolisme glukosa,

dan absorpsi zat makanan pada hewan peliharaan; Howes dan Newman (2000)

terkait dengan penurunan mikotoksin pada pakan. Selanjutnya Haschke et al.

(2003) melaporkan penggunaan fruktosoligosakarida sebagai imunostimulan.

Pengkajian penelitian ini adalah ke arah sumber mannan baik yang berasal

dari mikroba ataupun dari sumber lain seperti dari dinding sel tanaman. Ishihara

et al. (2000) menggunakan mannan yang berasal dari hidrolisis guar gum

(Cyamoposis tetragonolobus) yang mengandung galaktomannan dengan bobot

molekul sekitar 20 000 Da. Potensi lain yang dapat digunakan sebagai sumber

mannan adalah BIS. Sejauh ini, BIS hanya dipakai sebagai salah satu sumber

pakan, padahal melihat potensi tersebut dapat ditingkatkan nilai tambahnya

menjadi bahan baku pembuatan imbuhan pakan. Mengamati latar belakang

tersebut kami tertarik untuk meneliti proses isolasi, produksi dan aplikasi mannan

dari BIS sebagai imunostimulan dan substansi pengendali Salmonella pada ayam.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui proses ekstraksi untuk mendapatkan polisakarida mengandung

mannan dari bungkil inti sawit.

2. Menguji kemampuan polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit

sebagai pengendali Salmonella thypimurium pada ayam.

3. Menguji kemampuan polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit

sebagai immunostimulan pada ayam.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan diperoleh adalah keluaran berupa imbuhan

pakan yang mempunyai fungsi sebagai immunostimulan dan substansi untuk

(21)

Kerangka Penelitian

Landasan pemikiran dilakukannya penelitian ini adalah kondisi peternakan

unggas komersial yang mempunyai tingkat kepadatan yang tinggi menghadapi

bahaya rentannya terkena serangan penyakit dari mikroba patogen. Upaya yang

dilakukan yaitu menggunakan antimikroba dan sampai sekarang kebanyakan anti

mikroba yang digunakan adalah antibiotik. Akibat negatif penggunaan antibiotik

pada ternak antara lain terdapatnya residu pada produk ternak dan terjadinya

resistensi mikroba yang pada akhirnya dapat membahayakan manusia.

Upaya alternatif pengganti antibiotik banyak dikaji untuk mengatasi

masalah tersebut diantaranya menggunakan MOS (Mannanoligosakarida). MOS

banyak dikembangkan dari dinding sel mikroba seperi ragi Saccharomyces

cerevisiae sebagai bahan baku yang menyebabkan harga produknya sangat mahal

dan masih di impor. Sampai saat ini belum banyak laporan tentang mannan dari

BIS, padahal BIS sangat berpotensi untuk menghasilkan ekstrak yang

mengandung mannan mengingat kandungannya yang tinggi.

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah berupa eksperimen

murni baik yang diadakan di laboratorium (ekstraksi dan produksi mannan dan

pengujian in vitro) maupun di kandang percobaan (in vivo). Gambaran kerangka

tahapan penelitian tersaji pada Gambar 1. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa

tahapan. Pertama. Proses ekstraksi dan karakterisasi mannan dari BIS dengan

melakukan ekstraksi menggunakan air panas (hot water extraction). Kedua,

Mengkaji kemampuan mannan yang telah diproduksi sebagai pengendali

Salmonella. Pada tahapan ini akan dilihat kemampuan mannan dalam

menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan pada ternak ayam yaitu

Salmonella. Metode yang dilakukan yaitu secara (1) in vitro dengan melihat uji

hambat pada media agar dan melihat uji aglutinasi terhadap bakteri dan (2) in

vivo dengan melakukan uji tantang terhadap bakteri Salmonella yang dilakukan

pada ayam broiler dan ayam petelur. Ketiga, Mengkaji kemampuan ekstrak

mannan dari BIS sebagai imunostimulan dengan melihat titer terhadap virus ND

(Newcastle Disease) dan IBD (Infectious Bursal Disease) yang dilakukan pada

(22)

Gambar 1 Kerangka tahapan penelitian kajian polisakarida mengandung mannan

dari BIS sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan

immunostimulan pada ayam.

Uji In vivo

• Pengukuran titer terhadap virus ND (Newcastle Disease) dan IBD

(Infectious Bursal Disease)

Rekomendasi :

Penggunaan PM dari BIS sebagai

pengendali Salmonella dan

immunostimulan pada unggas

Uji In vivo

• Uji tantang terhadap Salmonella thypimurium Proses ekstraksi

polisakarida mengandung mannan (PM) dari Bungkil

Inti Sawit (BIS)

Tahap I • Kandungan total gula

• Komponen monosakarida

Tahap II

Pengujian PM dari BIS sebagai

pengendali Salmonella

Uji In vitro

• Uji agglutinasi • Uji resistensi

• Uji hambat pada media cair

Tahap III

(23)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas

Saluran pencernaan pada unggas yang baru ditetaskan umumnya steril.

Sesaat setelah menetas unggas yang masih muda secara alami mikroflora saluran

pencernaannya berkembang melalui kontaminasi dari material feses yang berasal

dari ayam dewasa. Faktor lain yang berpengaruh yaitu transfer mikroba dari induk

pada anak, dan kontak dengan bakteri dari lingkungan. Saluran pencernaan

unggas apabila dilihat dari aspek mikrobiologis dapat dikelompokkan menjadi

lima bagian yaitu : tembolok (crop); rempela; usus halus; sekum; kolon dan

kloaka (Gambar 2).

(24)

Gambar 2 menunjukkan bahwa faktor utama yang menentukan populasi

mikroba adalah pH. Escherichia coli dan Enterococci merupakan organisme yang

dominan yang ditemukan pada unggas yang baru menetas. Pada bagian tembolok,

Lactobacillus menjadi dominan pada lima hari pertama, sedangkan pada usus

halus memerlukan waktu dua minggu. Kolonisasi bakteri pada usus halus lebih

lambat dibandingkan pada bagian lain dari saluran pencernaan dan pada hari

pertama konsentrasinya dibawah 105 CFU/g (Coloni Forming Unit). Pada bagian

sekum, pada umur unggas sekitar dua sampai empat minggu bakteri obligat aerob

meningkat. Pada saat ini bakteri Bifidobacteria, Bacteroides, Eubacteria,

Peptostreptococci, dan Clostridia menjadi predominan. Selain itu pada sekum

ditemukan juga kelompok bakteri selulolitik pada tingkat diatas 103 CFU/g

(Spring 1997).

Sekarang ini telah diketahui bahwa mikroflora yang secara alami sudah

ada dalam saluran pencernaan (indegenous) pada hewan dan manusia dapat

memberikan perlindungan terhadap infeksi mikroorganisme yang bersifat

patogen. Istilah yang menjelaskan perlindungan tersebut dikenal dengan nama

‘colonization resistance’. Penelitian yang menunjukkan hal tersebut diantaranya

dilakukan pada mencit dan diamati pada tiga fase yaitu sebelum, selama, dan

sesudah pemberian antibiotik (streptomycin dan neomycin). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebelum pemberian antibiotik ‘colonization resistance’ tinggi

terhadap tiga mikroba (E coli; Klebsiela pneumoniae; Pseudomonas aeroginosa).

Selama pemberian antibiotik akan menurunkan resistensi dan mencit lebih mudah

terinfeksi tiga mikroba patogen tersebut karena hilangnya flora pada usus.

Selanjutnya pada fase setelah pemberian antibiotik resistensi ini kembali menuju

normal karena terjadinya repopulasi flora saluran pencernaan yang tahan terhadap

antibiotik (Hentges 1992).

Hentges (1992) menjelaskan beberapa hipotesis muncul untuk

menjelaskan mekanisme yang dapat menekan bakteri patogen. Beberapa faktor

tersebut diantaranya muncul teori kompetisi terhadap nutrien; merubah kondisi

lingkungan yang tidak ideal bagi patogen seperti dihasilkannya asam lemak

(25)

saluran pencernaan. Selanjutnya Mulder et al. (1997) menjelaskan teori

“competitive exclusion (CE)” yaitu perlakuan terhadap anak ayam (DOC) yang

diberi mikroflora yang menghasilkan resistensi terhadap mikroorganisme yang

berpotensi patogen. Beberapa percobaan telah dilakukan menggunakan kultur

mikroba murni maupun kultur campuran (undefined microflora). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kultur murni ternyata pemberian

dengan “undefined microflora” yang berasal dari sekum ayam memberikan hasil

yang lebih baik. Kultur tersebut mengandung sejumlah besar mikroba aerobik

yang telah diketahui dan banyak bakteri anaerobik yang belum diketahui.

Teori “competitive exclusion (CE)” pertama kali dikemukakan oleh

Rantala dan Nurmi (1973) dan banyak mengilhami peneliti selanjutnya untuk

mengamati pencegahan bakteri merugikan seperti Salmonella pada ternak unggas.

Beberapa hasil positif ditemukan yaitu dengan menurunnya kolonisasi bakteri

Salmonella pada ayam broiler dengan digunakannya kultur yang mengandung 29

strain bakteri dari sekum (Corrier et al. 1995). Selanjutnya Ziprin dan Deloach

(1993) meneliti pada ayam broiler dan petelur dengan menggunakan bakteri

normal dari sekum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri Salmonella

menurun meskipun kultur mikroba dari sekum tersebut diberikan tiga hari setelah

dilakukan uji tantang terhadap Salmonella typhimurium.

Selanjutnya Spring (1997) merangkum beberapa mekanisme pengaturan

bakteri yang mempengaruhi mikroflora pada saluran pencernaan. Tabel 1

menjelaskan bahwa mekanisme yang tercakup dalam CE sangat kompleks dan

dapat dilihat bahwa populasi bakteri mempunyai pendekatan berbeda dalam

melakukan kompetisi terhadap bakteri pendatang. Secara garis besar mekanisme

yang terjadi dapat dibedakan secara tidak langsung dan secara langsung. Secara

tidak langsung merupakan akibat dari mikroflora normal meningkatkan respon

fisiologis inang dan akan mempengaruhi interaksi antara inang dengan mikroba.

Mekanisme secara langsung adalah terjadinya saling penekanan antara suatu

(26)

Tabel 1. Mekanisme pengaturan bakteri terhadap mikroflora saluran pencernaan pada unggas

Mekanisme Pengaturan Faktor Pengontrol

Perangsangan proses kekebalan Ig pada usus halus

Modifikasi garam empedu Asam empedu tak berkonjugasi

Stimulasi peristalsis Laju lintas

Penggunaan nutrient Kompetisi nutrien atau faktor

pertumbuhan

Pemanfaatan nutrient sinergis

Penempelan Kompetisi tempat reseptor

Stimulasi pergantian epitel sel

Pembentukan lingkungan terbatas pH

Asam laktat VFA

Hidrogen sulfida

Modifikasi garam empedu Perangsangan proses kekebalan

Produksi substansi antimikroba Ammonia

Hidrogen peroksida hemolisin

Enzim bakteri Bakteriofage Bakteriosin Antibiotik

(27)

Penggunaan Antibiotik

Kemajuan peternakan ayam broiler sekarang ini menuntut optimalisasi

baik dari segi pertumbuhan, perbaikan konversi ransum, dan kepadatan ternak per

satuan luas. Meningkatnya kepadatan akan membawa akibat semakin mudahnya

ayam akan terkena serangan penyakit. Upaya pencegahan dan pengobatan yang

dilakukan sekarang ini masih bergantung pada penggunaan antimikroba, bahkan

dapat dikatakan secara ekonomis tidak mungkin mengembangkan ternak ayam

broiler komersial tanpa antimikroba. Pada negara-negara maju seperti Masyarakat

Uni Eropa penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan pengaturannya sangat

ketat, dan sampai sekarang penggunaan beberapa antibiotik seperti virginiamycin,

tylosin, spiramycin, dan zinc bacitracyn telah dilarang. Pelarangan penggunaan

antibiotik yang bersifat pencegahan ini akan membawa akibat meningkatnya

penggunaan antibiotik yang bersifat terapetik (menggunakan dosis tinggi), lebih

banyak ayam yang akan terkena bakteri patogen dan pada akhirnya kerugian

ekonomis akan lebih besar (Bouliane 2003).

Penggunaan antibiotik secara tidak terkontrol akan membawa dampak

negatif diantaranya terjadinya resistensi dan ternak yang mengkonsumsi pakan

yang mengandung antibiotik, juga akan mengekskresikannya. Levy (2000a).

mengemukakan bahwa pada beberapa kasus ditemukan bahwa 80 persen

antibiotik yang diberikan secara oral akan lewat dan tidak mengalami perubahan

oleh hewan dan masuk ke kolam limbah yang kaya akan bakteri. Selanjutnya

akan menyebar ke lahan pertanian karena digunakan sebagai pupuk, dan

mengakibatkan pencemaran air permukaan dengan membawa baik obat tersebut

maupun bakteri yang resisten ke dalam tanah dan air. Todar (2000) menjelaskan

bahwa resistensi mikroba dapat diakibatkan beberapa hal. Pertama, resistensi

alamiah, sebagai contoh streptomycete mempunyai gen yang bertanggung jawab

untuk resistensi terhadap antibiotiknya sendiri; atau bakteri gram negatif

mempunyai membran luar yang menghambat permeabilitas terhadap antibiotik;

atau organisme tersebut mempunyai keterbatasan dalam sistem transport terhadap

antibiotik; atau terbatasnya target atau reaksi yang akan dicapai oleh antibiotik.

(28)

antibiotik, yaitu bakteri yang dahulunya sensitif menjadi resisten. Resistensi

seperti ini dihasilkan dari perubahan gen dan dicapai dengan dua cara yaitu ;

(1)mutasi dan seleksi; dan (2) pertukaran gen antara strain dan spesies.

Selanjutnya Levy (2000b) menjelaskan bahwa di Amerika Serikat (AS)

lebih dari 40 persen antibiotik yang diproduksi diberikan pada hewan baik untuk

pencegahan dan pengobatan infeksi, dan pemacu pertumbuhan. Penggunaan

antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan kadarnya sangat kecil untuk melawan

infeksi dan diberikan dalam jangka waktu yang lama (beberapa minggu sampai

bulan). Pemberian dalam jangka waktu yang lama dan dosis rendah ini

menjadikan bakteri terseleksi dan menjadi resisten. Environmental Media

services (EMS) (2000) menjelaskan bahwa bakteri Salmonella umum ditemukan

pada produk ternak (daging dan telur) dan di AS dilaporkan infeksi Salmonella

pada manusia lebih dari 40.000 kasus setiap tahun. Selain itu ditemukan pula

strain Salmonella DT-104 yang resisten terhadap lima antimikroba: ampicillin,

chloramphenic, streptomycin, sulfonamide, dan tetrasiklin.

Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas)

Istilah imun secara klasik didefinisikan sebagai daya tahan relatif inang

terhadap reinfeksi mikroba tertentu. Definisi imunitas sekarang ini mencakup

semua mekanisme fisiologis yang membantu hewan untuk mengenal benda-benda

asing pada dirinya untuk menetralkan menyisihkan, atau memetabolisasi benda

asing tersebut dengan atau tanpa kerusakan pada jaringan itu sendiri. Respon

imun dapat dikategorikan menjadi dua yiatu : (1) Respon imun non spesifik dan

(2) Respon imun spesifik. Respon imun spesifik tergantung pada adanya benda

asing, pengenalan selanjutnya, dan kemudian reaksi terhadapnya. Sebaliknya

respon imun non spesifik terjadi setelah pemaparan inisial dan pemaparan

selanjutnya terhadap benda asing dan sementara terjadi diferensiasi selektif self

dan nonself. Respon imun nonspesifik tidak tergantung pada pengenalan spesifik,

contoh respon imun non spesifik yaitu inflamasi dan fagositosis. Respon imun

spesifik merupakan reaksi inang terhadap benda asing yaitu mencakup rangkaian

(29)

spesifik. Ada dua jenis mekanisme efektor yang menengahi respon imun spesifik:

(1) imunitas humoral, yaitu yang diperantarai oleh produk sel jaringan limfosit

yang disebut antibodi, dan (2) imunitas seluler, yaitu yang diperantarai oleh

limfosit sendiri yang tersensititasi secara spesifik (Belanti 1993).

Secara garis besar kekebalan yang diperoleh hewan dapat terjadi secara

alami dan buatan. Kekebalan secara alami mencakup penghalang secara fisik dan

fisiologis yang mencegah masuknya agen infeksi seperti kulit, saliva, asam

lambung, dan anti bakteri seperti lysozime. Kekebalan alami yang terjadi pada

jaringan dan sirkulasi diperantarai sel efektor yang disebut fagosit dan sel “natural

killer (NK)”. Selain itu ada juga protein komplemen darah yang mendukung

fagositosis dan melisiskan patogen. Kekebalan secara buatan biasanya diperoleh

secara aktif melalui infeksi alami atau dengan vaksinasi. Kekebalannya akan

berkembang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemaparan dan

diperantarai oleh limfosit (Decker 2000).

Mannan Binding Lectin (MBL)

Sistem komplemen merupakan salah satu kekebalan yang bersifat alami

dan mencakup rangkaian protein yang bersirkulasi dalam darah. Protein tersebut

bersirkulasi dalam bentuk inaktif, tetapi sebagai respons terhadap pengenalan

komponen molekul mikroba akan menjadi aktif , dan bekerja dalam rangkaian

aliran dalam bentuk ikatan satu protein yang menyokong ikatan protein

selanjutnya. Ada tiga jalur sistem komplemen yang terjadi yaitu melalui jalur

komplenen klasik; jalur komplemen alternatif, dan jalur lektin (Kaiser 2002).

Gambaran bagaimana proses ketiga jalur ini bekerja dapat dilihat pada

(30)

Jalur Klasik Jalur Lektin Jalur Alternatif

Kompleks Antigen- Permukaan Permukaan

Antibodi mikroba mikroba

C1q MBL C3b

MASP-1

C1r MASP-2

C1s

C4 C4

C2 C2

C3 C3b

Gambar 3 Tiga jalur aktivasi komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Jalur komplemen klasik diaktifkan melalui kompleks imun, sementara

jalur lektin diaktifkan oleh karbohidrat dari permukaan sel mikroba. Jalur

alternatif diaktifkan oleh beragam campuran dan permukaan sel yang terkait

dengan pengaturan dan pembentukan alternatif C3 convertase. Keseluruhan jalur

akan mengaktifkan komponen pusat yaitu C3 menjadi C3b yang akan berikatan

secara kovalen dengan permukaan mikroba dan memediasi fungsi efektor

komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Selanjutnya Medzhitov dan Janeway (2000) memberikan gambaran

mengenai aktivasi sistem komplemen melalui MBL dan tersaji pada Gambar 4

(31)
[image:31.612.221.434.101.388.2]

Gambar 4 Aktivasi komplemen melalui jalur lektin (Medzhitov dan Janeway 2000).

Aktivasi komplemen melalui jalur lektin dimediasi oleh mannosa binding

lectin (MBL) yang merupakan reseptor spesifik dari karbohidrat mikroba. MBL

berasosiasi dengan serin protease MBL-associated protease I dan 2 (MASP1 dan

MASP2). Ikatan MBL dengan ikatan mikroba mengaktifkan protease, dan terjadi

peregangan komponen komplemen C2 dan C4, produknya berupa C2a dan C4b

dan membentuk C3 konvertase yang memprakarsai komplemen dengan

pemecahan protein C3. Kompleks MBL dan lektin dan fungsi protease sama

dengan kompleks C1 dari komplemen klasik (Medzhitov dan Janeway 2000).

Selanjutnya Ross et al. (2001) menjelaskan bahwa sistem komplemen

yang diinitiasi jalur lektin melalui MBL. Individu yang defisien MBL

menunjukkan peningkatan terhadap mudahnya kena infeksi, khususnya pada

sistem mukosanya. Kekebalan mukosa dimediasi oleh IgA dan mengaktifkan

(32)

utama pertahanan adalah IgA, dan disekresikan ke seluruh permukaan mukosa

tubuh dan memainkan peranan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap

mikroorganisme yang masuk.

Mannan Oligosasakarida (MOS)

Sumber Mannanoligosakarida (MOS)

MOS dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu dari fungi (dinding sel

fungi) dan dari sumber lain seperti dinding sel tanaman atau berupa limbah

pertanian. Uraian berikut ini menjelaskan mengenai beberapa sumber yang dapat

digunakan untuk memproduksi MOS. Faktor yang perlu diperhatikan dalam

memproduksi MOS yaitu kandungan komponen gula mannosa yang dikandung

sumber bahan yang akan diekstraksi.

Hasil penelitian Tafsin (2000) menunjukkan bahwa Dinding sel fungi

Penicillium sp didominasi oleh mannosa. Urutan selengkapnya komponen gula

dari dinding sel Penicillium sp adalah tersusun atas glukosa; mannosa; galaktosa;

asam glukoronat; arabinosa : dan glukosamin dengan perbandingan konsentrasi

berturut-turut 119 ; 169; 11; 15; 1; 1 . Penelitian lanjutan mengenai derajat

antigenisitas dengan mengukur produksi antibodi poliklonal dengan menggunakan

metode ELISA (Enzymes Link Immunosorbant Assay) menunjukkan bahwa baik

glikoprotein maupun polisakarida yang diekstraksi dari miselium fungi tersebut

bersifat imunogenik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai absorbansi yang lebih

tinggi (300-400 persen) dibandingkan dengan hewan kontrol. Percobaan tersebut

menggunakan hewan kelinci sebagai model percobaannya.

Bungkil inti sawit tinggi akan serat kasar yakni berkisar antara 13.0–

15.7% dan ADF (Acid Detergent Fiber) 31.7% (Daud et al. 1993). Total dinding

sel terbanyak adalah mannosa sebesar 56.4%. Formasi linier mannan berbentuk

kristal yang cukup tinggi dan ikatan β-(1-4) sulit untuk dipecah. Adapun secara

(33)

Tabel 2 Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)

Komponen gula netral Persentase dari dinding sel (%)

Mannosa 56.4 ± 7.0

Selulosa 11.6 ± 0.7

Xylosa 3.7 ± 0.1

Galaktosa 1.4 ± 0.2

Total 73.1 ± 7.2

Sumber : Daud et al. (1993).

Turner et al. (2000) menyebutkan bahwa sumber yang paling umum yang

dapat digunakan untuk menghasilkan MOS adalah dari Saccharomycescerevisae.

Hal tersebut dipakai karena kandungan gula mannosanya yang tinggi yang

mencapai 45% dari keseluruhan dinding selnya. Sumber lain yaitu CFNP TAP

Review (2002) menyebutkan kandungannnya dapat mencapai 50 persen.

Ishihara et al. (2000) menjelaskan sumber MOS dari tumbuhan yaitu dari

guar gum (Cyamoposis tetragonolobus). Guar gum diperoleh dari biji guar yang

selanjutnya diproses dengan menggunakan enzim β-D-mannanase untuk

memecah ikatan tulang punggung (backbone) , dan mengandung galaktomannan

dengan bobot molekul 20.000 Da.

Peranan MOS sebagai Pengendali Salmonella.

Polisakarida dari nilai nutrisinya secara umum dikenal sebagai

penyumbang sumber energi untuk ternak disamping sebagai bagian integral

struktur seperti asam nukleat, glikolipid dan glikoprotein . Devegowda et al.

(1997) melaporkan bahwa ada tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki

produksi ternak, yaitu Mannanoligosakarida, fruktooligosakarida, dan

galaktooligosakarida. Mannanoligosakarida (MOS) dilaporkan memberikan hasil

yang paling baik. Selanjutnya pada ayam broiler yang dilakukan uji tantang

(34)

ayam yang diberi MOS. Selain itu MOS juga mempunyai fungsi untuk mengikat

mikotoksin seperti zearalenone dan aflatoksin (Lyons 1997; Power 1997).

Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan

diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui

bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam

menempelnya patogen, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses

penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan. Kemampuan lain dari

MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan dan efek ini juga berperan dalam

melawan bakteri Salmonella (Spring 1997).

Mekanisme kerja yang terjadi dari pencegahan kolonisasi bakteri

merugikan oleh MOS dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

a b

Gambar 5 Mekanisme kerja MOS mencegah kolonisasi bakteri merugikan (CFNP Technical Advisory Panel (TAP) Review 2002).

Gambar 5a menjelaskan mekanisme terjadinya kolonisasi bakteri pada

saluran pencernaan, sedangkan Gambar 5b menunjukkan efek penggunaan

karbohidrat seperti MOS dalam mencegah kolonisasi bakteri yang merugikan.

Karbohidrat pada permukaan sel merupakan faktor utama yang bertanggung

jawab dalam pengenalan oleh sel. Bakteri mempunyai lektin pada permukaan

selnya yang dapat mengenal gula spesifik dan membiarkan sel untuk menempel

pada gula tersebut. Gula tersebut dapat ditemukan pada permukaaan sel epitel.

Pengikatan Salmonella, E. coli, dan Vibrio cholera dimediasi oleh substansi

seperti lektin yang spesifik terhadap mannosa dari permukaan sel bakteri. MOS

akhirnya dapat mencegah penempelan bakteri patogen pada usus halus sehingga

Karbohidrat

Lektin Bakteri

(35)

tidak terjadi kolonisasi yang dapat menimbulkan penyakit, dan dapat menjadi

sumber makanan terhadap bakteri lain yang menguntungkan (CFNP TAP review

2002).

Turner et al. (2000) menunjukkan adanya efek yang menguntungkan dari

MOS terhadap kesehatan pada saluran pencernaan dan sistem kekebalan. Sebagai

contoh terhadap Salmonella thypimurium invitro akan dihambat dengan adanya

mannosa, dan selanjutnya setelah dilakukan pemberian melalui air minum pada

ayam ternyata menurunkan kolonisasi S. thypimurium pada sekumnya.

Selanjutnya pada ternak kalkun, ternyata penggunaan MOS akan meningkatkan

level plasma IgG dan konsentrasi IgA pada cairan empedu.

Ishihara et al. (2000) melakukan penelitian MOS yang diperoleh dari Guar

gum dan mengamati efeknya terhadap Salmonella enteridis (SE) pada ayam

broiler dan ayam petelur. Hasil penelitian menunjukkan penambahan MOS

secara oral menurunkan adanya SE pada organ, Peningkatan ekskresi SE pada

feses, menurunkan titer antibodi terhadap SE pada serum. Efek lain yang

ditimbulkan yaitu meningkatkan jumlah bakteri Bifidobacterium spp dan

Lactobacillus spp. Keadaan yang sama ditemui pada ayam petelur dengan

menurunnya SE baik pada permukaan kerabang, putih dan kuning telur. Kadar

optimum MOS pada penelitian ini yaitu 0.025% dari ransum.

Spring et al. (2000) meneliti efek MOS pada ayam broiler menemukan

bahwa MOS dapat mengaglutinasikan lima dari tujuh strain E.coli dan 7 dari 10

strain Salmonella thypimurium dan Salmonella enteridis. Sedangkan terhadap

strain Salmonella pullorum, Salmonella choleraesuis, dan Campylobacter tidak

terjadi agglutinasi. Selanjutnya dilakukan uji tantang terhadap bakteri Salmonella

thypimurium 29E sebanyak 104 cfu pada umur anak ayam tiga hari. Kadar MOS

yang diberikan sebanyak 4000 ppm, dan hasil penelitian menunjukkan terjadinya

penurunan konsentrasi Salmonella thypimurium dari 5.40 menjadi 4.01 log cfu

pada hari ke sepuluh. Hasil penelitian lainnya yang diperoleh menunjukkan

bahwa MOS tidak menurunkan konsentrasi coliform pada sekum, dan tidak

mempunyai efek terhadap konsentrasi laktobacillus, enterococcus, bakteri

(36)

Secara umum, Ferket et al. (2002) membandingkan antara penggunaan

antibiotik dengan MOS dan terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 menjelaskan bahwa

penggunaan antibiotik jelas akan memperbaiki efisiensi pertumbuhan dan

kesehatan ternak, tetapi potensi bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan yang

tidak tepat sangat besar, diantaranya semakin meningkatnya ancaman dari bakteri

patogen yang resisten terhadap antibiotik. Alasan tersebut mendorong industri

peternakan untuk menggunakan bahan alternatif yang lebih aman. MOS dapat

dikatakan menjadi alternatif terbaik terhadap antibiotik sebagai pemacu

pertumbuhan, dan MOS dapat lebih menguntungkan daripada antibiotik jika

digunakan secara strategis bersama-sama dengan bahan non obat-obatan seperti

(37)

Tabel 3 Perbandingan penggunaan antibiotik dengan MOS

Antibiotik Mannanoligosakarida (MOS)

•Menghambat viabilitas dan

proliferasi beberapa mikroflora

patogen dan mikroba pencernaan yang menguntungkan

• Mencegah penempelan dan kolonisasi

beberapa bakteri pada saluran

pencernaan, tapi tidak membunuhnya

•Mempunyai aktivitas spektrum luas

terhadap bakteri gram positif

• Mempunyai aktivitas spesifik

terhadap bakteri gram negatif yang mempunyai Fimbriae tipe I yang spesifik terhadap mannose

•Menurunkan efek merugikan dari

metabolit mikroba dengan menekan mikrofloranya

• Menurunkan efek merugikan dari

metabolit mikroba dengan

meningkatkan profil mikroflora

•Menurunkan stress imunologis

dengan cara menurunkan masuknya mikroba pada saluran pencernaan

• Merangsang sistem kekebalan dengan

jalan berlaku seperti antigen mikroba yang bersifat non patogen

•Penggunaan secara jangka panjang

dan tidak tepat dapat menghasilkan patogen yang resisten

• Tidak menghasilkan bakteri yang

resiten baik terhadap antibiotik atau MOS

•Memberikan keuntungan pada inang

untuk menyerap zat makanan penting dengan jalan menekan kompetisi dari mikroba saluran cerna.

• Memberikan keuntungan pada inang

untuk menyerap zat makanan penting dengan jalan memperbaiki kesehatan ‘brush borders’.

•Memperbaiki ketersedian Energi

Netto (EN) untuk produksi dengan jalan memperbaiki Energi Metabolis

(EM) pakan dan menurunkan

kebutuhan energi tubuh untuk hidup pokok.

• Memperbaiki ketersedian Energi

Netto (EN) untuk produksi dengan jalan memperbaiki Energi Metabolis (EM) pakan.

•Secara konsisten memperbaiki

penampilan pertumbuhan pada

kondisi lingkungan yang berbeda.

• Memperbaiki penampilan

pertumbuhan terutama ketika

dilakukan uji tantang dengan patogen dari saluran pencernaan.

•Menurunkan perlindungan mukosa

yang non spesifik dengan jalan menurunkan kolonisasi bakteri yang menguntungkan (sebagai contoh ; laktobasilus)

• Meningkatkan perlindungan mukosa

yang non spesifik dengan jalan peningkatan relatif jumlah sel goblet dan sekresi mucus dan meningkatnya koloni bakteri yang menguntungkan.

(38)

Peranan MOS untuk Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh.

Komponen gula mannosa dari MOS mempengaruhi sistem kekebalan

dengan jalan merangsang sekresi protein pengikat mannosa, dan dikenal pula

dengan istilah Mannosa binding lectin (MBL). MBL disintesa di hati dan

disekresikan kedalam serum sebagi komponen dengan fase respon yang bersifat

akut. MBL dapat berikatan dengan karbohidrat dari dinding sel bakteri, ragi atau

virus. (Medzhitov dan Janeway 2000).

Selanjutnya Devegowda et al. (1994) menyebutkan bahwa MOS

diturunkan dari dinding sel ragi Saccharomycescerevisiae dan mempunyai derajat

antigenisitas yang tinggi yang disebabkan adanya komponen mannan dan glukan.

Komponen gula mannosa dari MOS mempengaruhi sistem kekebalan dengan

jalan merangsang sekresi protein pengikat mannosa dari hati yang mengikat

kapsul bakteri yang masuk dan merangsang sistem komplemen. Studi lainnya

menunjukkan bahwa MOS merangsang sistem kekebalan dengan jalan

meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage yang dilakukan pada tikus.

Lyons (1996) dan Power (1997) melaporkan penggunaan MOS pada

tingkat 1-2 kg/ton pakan akan memperbaiki kekebalan yang ditunjukkan dengan

meningkatnya level Ig (Imunoglobulin) dan meningkatkan aktivitas fagosit.

Selain itu juga mempunyai fungsi untuk mengikat bahan patogen pada saluran

pencernaan (seperti Ecoli dan Salmonella).

Penelitian Swanson et al. (2002) yang dilakukan terhadap anjing

menunjukkan hasil yang serupa. Pemberian MOS menunjukkan kandungan

limfosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya ketika

perlakuan ini dikombinasikan dengan Fruktoosoligosakarida (FOS) ternyata

secara signifikan kandungan Ig A lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

Kesimpulan umum penelitian ini yaitu suplementasi FOS dan MOS mempunyai

efek yang menguntungkan terhadap kesehatan kolon dan status kekebalan dari

(39)

3.

EKSTRAK POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN

DARI BUNGKIL INTI SAWIT

PENDAHULUAN

Karbohidrat dari nilai nutrisinya secara umum dikenal sebagai

penyumbang sumber energi untuk ternak disamping sebagai bagian integral

struktural seperti asam nukleat, glikolipid dan glikoprotein. Fungsi biologis

lainnya dari karbohidrat yaitu dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan

menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan yang ada pada ternak

(Devegowda et al. 1997). Beberapa produk banyak dikembangkan sekarang ini

mengingat fungsi lain karbohidrat tersebut. Beberapa prebiotik seperti

fruktooligosakarida dan inulin berperan dalam memperbaiki kesehatan dengan

jalan memodifikasi keseimbangan mikroflora usus (Crittenden 1999) dan secara

selektif merangsang pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus

dan Bifidobacteria (Cumming et al. 2001). Karbohidrat spesifik tersebut

berfungsi sebagai makanan bagi bakteri yang menguntungkan tersebut (Patterson

dan Burkholder 2003).

Jenis karbohidrat lain yang banyak dikembangkan yaitu karbohidrat yang

mengandung komponen gula mannosa. Beberapa laporan menyebutkan fungsinya

untuk menghambat bakteri merugikan seperti Salmonella (Oyofo 1989), atau

sebagai immunostimulan (Sashidara dan Devegowda 2003). Bahan alam yang

dikembangkan untuk mendapatkan komponen tersebut dilaporkan diperoleh dari

ragi S cerevisiae, dengan produknya yang dikenal dengan nama MOS

(mannanoligosakarida) (Turner et al. 2000; White et al. 2002), selanjutnya

Ishihara et al. (2000) mendapatkannya dari guar gum dengan menggunakan

enzim β-D-mannanase yang menghasilkan galaktomannan dengan berat molekul

20 000 Da, dan produknya disebut ”Partially Hydrolized Guar Gum” (PHGG),

dan dilaporkan efektif menghambat Salmonella dan meningkatkan bakteri

Bifidobacteria dan Lactobacillus. Merujuk pada definisi prebiotik, Patterson

(2005) mengkatagorikan bahwa MOS sebagai prebiotik, tetapi bukan termasuk

(40)

Mannan dikatagorikan sebagai polisakarida dan banyak terdapat pada ragi,

rumput laut, dan beberapa jenis tanaman (Kennedy dan White 1988a). Mannan

dengan komposisi linear (1-4)-β–D-Manp merupakan komponen utama dari

dinding sel bungkil kelapa dan bungkil inti sawit (BIS) dan pada bahan makanan

lainnya untuk unggas komponen ini terdapat dalam jumlah yang sangat kecil

(Carre 2002). Selanjutnya Daud et al. (1993), melaporkan bahwa kandungan

mannosa BIS mencapai 56.4% dari total dinding selnya, sedangkan pada serat

perasan buahnya menurut Sun et al. (1999) kaya akan glukosa dan xylosa.

BIS merupakan hasil ikutan dari industri pengolahan minyak inti sawit

yang ketersediaannya di Indonesia sangat tinggi, dan selama ini penggunaan BIS

sebagai bagian pakan untuk ternak. Kandungan β -mannan yang tinggi pada BIS

yang tergolong polisakarida bukan pati (NSP: Non Starch Polysaccharides)

menjadi salah satu pembatas penggunaan BIS untuk ternak monogastrik. Sundu

dan Dingle (2005) melaporkan penggunaan enzim β-mannanase efektif untuk

meningkatkan nilai nutrisi BIS. Selanjutnya Sundu et al. (2006) menduga adanya

kesamaan fungsi mannan dari BIS dengan MOS komersial sehingga berpengaruh

terhadap kesehatan unggas.

Informasi proses ekstraksi untuk mendapatkan polisakarida mannan dari

BIS masih terbatas, sedangkan potensi untuk pengembangannya sangat besar.

Penelitian ini mencoba untuk mengkaji proses dan mengkarakterisasi ekstrak BIS

yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan pada tahapan ini selanjutnya akan diuji

kemampuannya sebagai antimikroba dan immunostimulan untuk ternak unggas.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan mendapatkan komponen mannan dari BIS dengan

melakukan proses ekstraksi menggunakan pelarut akuades dan NaOH.

Pengukuran dilakukan terhadap kandungan total gula yang terekstrak,

menganalisis komponen gula (monosakarida) yang diperoleh, serta melihat

sebaran bobot molekul dari ekstrak yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi mengenai proses ekstraksi untuk mendapatkan

(41)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain bungkil inti sawit

(BIS) yang diperoleh dari PT Indofeed Bogor. Sebelum dilakukan proses

ekstraksi, BIS terlebih dahulu disaring dengan menggunakan penyaring

berdiameter 2 mm yang bertujuan memisahkan sisa batok (endokaprium) dari

bungkil inti sawitnya.

Alat yang digunakan dalam mengekstrak BIS antara lain Mortar Grinder;

Autoklaf; Sentrifuge; Rotary Evaporator; dan Freeze-dryer. Proses separasi

dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi filtrasi gel (16 mm x 900

mm) yang diisi Sephadex G-50 dan dilengkapi dengan Fraction Collector.

Pengukuran kandungan total gula menggunakan spektrofotometer, sedangkan

analisis komponen gula menggunakan HPLC (High Performance Liquid

Chromatography) yang dilengkapi kolom P-NH2 Carbohydrate (30 x 1cm).

Metode Penelitian Proses Ekstraksi BIS

Isolasi polisakarida mannan dari BIS dilakukan dengan cara ekstraksi

menggunakan air panas. Proses ini dimulai dengan menggiling BIS menggunakan

mortar grinder (Retsch KM1) selama 30 menit yang dilanjutkan dengan

pemanasan menggunakan autoklaf (121 oC; 15 menit). Tahapan selanjutnya yaitu

proses pemisahan menggunakan sentrifugasi (12 000 G; 15 menit), dan

supernatannya dikoleksi. Supernatan yang diperoleh dipekatkan dengan

menggunakan alat rotary eveporator (Yamato RE50) dan dilanjutkan dengan

pengeringan menggunakan alat freeze dryer (Yamato DC 56A).

Kandungan Total Gula

Kandungan total gula diukur menggunakan pereaksi asam sulfat pekat dan

fenol 5% kemudian diukur menggunakan alat spektrofotometer (Shimadzu UV

VIS 1201) pada panjang gelombang 490 nm dengan D-glukosa sebagai standar

(42)

Kromatografi Filtrasi Gel

Kromatografi filtrasi gel menggunakan kolom mengandung gel Sephadex

G-50 (16x800 mm), dan dilengkapi fraction collector dengan volume setiap fraksi

sebanyak 10 ml. Sampel yang diinjeksikan sebanyak 0.5 ml dan laju alir yang

digunakan adalah 0.5 ml/menit. Fraksi yang diperoleh selanjutnya diukur

kandungan total gulanya.

Analisis Komponen Gula

Pembacaan kimia polisakarida dilakukan dengan mengidentifikasi

komponen monosakarida dengan menggunakan alat HPLC (High Performance

Liquid Chromatography) yang dilengkapi kolom P-NH2 Carbohydrate. Kecepatan

alir yang digunakan yaitu 0.5 ml/menit dengan fase gerak menggunakan campuran

60% acetonitril:40% air pada temperatur ruang (25-28oC). Sampel sebelum

diinjeksikan ke kolom, dihidrolisis menggunakan 2 M TFA (Trifluoro Acetic

Acid) pada suhu 105oC selama 3 jam dalam ampul dan dinetralkan menggunakan

ethyl acetate (Ramli et al. 1994).

Rancangan Penelitian

Perlakuan ekstraksi yang diuji adalah penggunaan beragam pelarut yang

dikombinasikan dengan penggunaan kaca pada saat proses grinding.

Perbandingan jumlah pelarut yang digunakan yaitu 100 g BIS menggunakan 500

ml pelarut (rasio 1:5 w/v). Peubah yang diukur pada tahapan ini adalah kandungan

total gula terekstrak. Perlakuan selengkapnya yang diuji adalah :

P1 = Akuades

P2 = NaOH 0.05 N

P3 = NaOH 0.1 N

P4 = Akuades + Kaca

P5 = NaOH 0.05 N + Kaca

P6 = NaOH 0.1 N + Kaca.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

(RAL) dengan 3 ulangan, dan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis

(43)

HASIL

Kandungan Total Gula Terekstrak

Hasil pengamatan terhadap kandungan total gula yang dihasilkan dari 100 g

BIS disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4 Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan total gula yang dihasilkan dari 100 g BIS

Perlakuan Total Gula (mg) Mannosa yang dihasilkan (%)*

Akuades 1 353.6 c ± 119.8

2.49

NaOH 0.05 N 1 171.5 c ± 131.4

2.01

NaOH 0.1 N 1 233.7 c ± 215.5

0.15

Akuades + Kaca 2 114.8 b ± 402.1

5.49

NaOH 0.05 N + Kaca 3 168.0 a ± 441.6

7.58

NaOH 0.1 N +Kaca 1

Gambar

Gambar 4  Aktivasi komplemen melalui jalur lektin (Medzhitov dan Janeway 2000).
Tabel 4  Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan total gula yang dihasilkan dari 100 g BIS
Gambar 6  Kromatogram untuk perlakuan  ekstraksi menggunakan kaca dengan pelarut Akuades (a); NaOH 0.05 N (b); NaOH 0.1 N (c)
Tabel 5   Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan dan rasio komponen gula yang dideteksi dengan HPLC yang dilengkapi Carbohydrate column
+7

Referensi

Dokumen terkait

o Fungsi : mengangkat mandibula untuk merapatkan gigi sewaktu mengunyah... o Ini adalah otot kuadrangularis yang mencakup aspek lateral ramus dan proses koronoideus mandibula. o

Pernikahan beda agama merupakan pernikahan yang menarik perhatian masyarakat di negara ini. Meskipun pernikahan ini dianggap berbeda dengan kebiasaan masyarakat pada

Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solutions) menggunakan uji korelasi Pearson untuk

KKU Scholarship for ASEAN GMS Countries Personnel of Academic Year

Dari faktor penentuan urgensi elemen kritis proyek, yang paling berperan bagi BUMN Manufaktur untuk Keberhasilan Implementasi ERP adalah dengan adanya dukungan dari top

PEKKA adalah sebuah inisiatif pemberdayaan perempuan kepala keluarga, yang mulai digagas pada akhir tahun 2000 dari rencana awal KOMNAS PEREMPUAN yang ingin

Your academic background and research methodology should be included.. Additional sheet(s) of paper may be attached

Sementara itu KI 3 berisi pengetahuan dan KI 4 berisi proses pembelajaran, dan inilah direct learning yang langsung berisi materi dan proses pembelajaran dalam Kompetensi Dasarnya.